TOLONG HENTIKAN AIRMATAKU …
Jika Anda kagum melihat mata indah pada foto di atas, harap dicatat dengan huruf kapital, bahwa itu bukan mata saya (hehe …). Mata saya biasa-biasa saja, putih lonjong dengan bulatan hitam di tengah, dan jelas tak seindah mata entah siapa di atas.
Sejak beberapa minggu terakhir ini mata kanan saya agak bermasalah. Setiap bangun pagi terasa pedih, seperti ada sesuatu yang mengganjal, sehingga air mata jatuh bercucuran (padahal sungguh mati saya tidak sedang sedih). Kalau dilihat sih mata saya normal-normal saja, tidak merah atau bengkak, tidak blobok’en juga, tapi saya sungguh merana karena bercucuran air mata. Saya juga khawatir, kalau-kalau ini gejala penyakit mata serius seperti katarak atau glaukoma. Waduh …
Tidak terbayangkan bagaimana kalau saya kehilangan penglihatan karena terkena katarak atau glaukoma. Sebagian besar aktivitas hidup saya mempergunakan mata sebagai panca indera utama : menulis, membaca, nonton berita televisi, menikmati keindahan alam-seni-budaya. Bagaimana kalau penglihatan saya menjadi gelap dan saya tidak bisa melihat apa-apa? Astaghfirullah …
Glaukoma disebabkan tekanan pada bola mata terlalu tinggi, sehingga merusak syaraf mata. Pada mata normal, syaraf berfungsi untuk meneruskan bayangan yang kita lihat ke otak. Di otak, bayangan tersebut akan bergabung di pusat penglihatan dan membentuk suatu ‘sensasi’ penglihatan. Bila tekanan bola mata seseorang sudah di atas 21 mmHg, maka orang tersebut potensial terkena glaukoma. Tekanan pada bola mata ini dipicu oleh tersumbatnya akous humor, yakni cairan jernih yang terdapat di dalam bola mata bagian depan. Cairan ini dengan teratur mengalir dari tempat pembentukannya, melindungi dan membasahi bola mata. Jika cairan tersebut tidak dapat mengalir dengan lancar, maka dokter akan memasang ‘kran’ buatan yang dinamakan Ahmed Valve, berasal dari nama penemunya, seorang waraga Amerika keturunan Timur Tengah yang menciptakan alat ini pada tahun 1993.
Penderita glaukoma akan mengalami gejala mata merah, pandangan kabur, nyeri pada mata disertai sakit kepala, juga rasa mual dan muntah-muntah. Semua gejala tersebut tidak muncul pada diri saya, jadi semoga saja saya tak perlu berkenalan dengan glaukoma.
Bagaimana dengan katarak? Ayah saya terkena penyakit ini. Secara perlahan beliau kehilangan penglihatan, dan berpulang karena kedukaan yang mendalam (yang kemudian memicu datangnya penyakit-penyakit lain). Beliau seorang guru dan sangat suka membaca, sehingga kehilangan penglihatan benar-benar membuat beliau bersedih hati. Terlebih lagi pada waktu itu beliau sedang berusaha menyelesaikan skripsi sarjananya di IKIP.
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang menghambat jalannya sinar masuk ke mata, sehingga penglihatan menjadi buram. Gejala penyakit katarak adalah penurunan ketajaman penglihatan tanpa rasa nyeri, pandangan silau, perlu cahaya terang untuk membaca, semakin rabun pada senja hari, melihat ganda dengan satu mata, dan melihat bercak pada lapang pandang satu mata. Dari seluruh gejala itu, yang saya rasakan hanya silau jika melihat cahaya terik matahari (yah, mungkin masih agak wajar ya …)
Karena merana dan didera rasa khawatir, saya pun pergi ke sebuah rumah sakit swasta terbesar di Yogya. Dokter mata yang memeriksa saya masih muda, cantik, dan ramah. Saya diperiksa dengan berbagai alat yang tampak hebat, lalu bu dokter mengatakan kemungkinan saya ‘kelilipan’ benda asing yang lalu menggores bola mata saya. “Saya beri obat yang bagus ya, supaya cepat sembuh. Ini untuk mencegah infeksi dan menyembuhkan radang” kata bu dokter. Saya tentu saja setuju. Resep pun saya bawa ke apotik, dan saya harus membayar 200 ribu untuk obat tetes mata dan kapsul yang diminum 2 kali sehari. Cukup mahal juga, tapi tak apalah. Dari pada terus bercucuran air mata setiap pagi, iya toh?
Obat habis, dan saya tetap saja berurai air mata. Bagaimana ini? Saya memutuskan untuk memeriksakan mata saya lagi, kali ini ke Rumah Sakit Mata Dokter Yap. Saya pikir mungkin dokter di RSM Dr. Yap lebih canggih, karena ini rumah sakit khusus mata. Awalnya saya enggan kesini karena pasiennya sangat banyak dan antrinya bisa sampai 2-3 jam. Betul saja. Ketika mendaftar pada jam 10 pagi, saya mendapat nomor 35, sementara dokternya belum datang. Waduh!
Pak dokter yang memeriksa saya berbadan besar, sehingga kelihatan tidak nyaman duduk di kursi (padahal kursinya ukuran standar). Di dalam ruang periksa masuk sekaligus 5 pasien, dan kami didudukkan urut seperti kacang (makanya ada istilah ‘urut kacang’ dalam bahasa Jawa …). Ketika tiba giliran saya, pak dokter menyuruh saya melepaskan kacamata, lalu menyorotkan senter ke mata kanan saya yang malang. Tak sampai semenit, ‘pawang mata’ itu langsung menulis resep dan memberikannya kepada saya. Gerak kepalanya mengisyaratkan agar saya segera enyah. Saya agak enggan beranjak dari kursi. Mosok cuma gitu aja pemeriksaannya? Mata saya cuma disenteri, kayak peronda di kampung menyenteri pojok-pojok yang gelap, siapa tahu ada tikus ngumpet …
Dengan kecewa (saya berharap diperiksa dengan alat-alat yang canggih, gitu lho … ) saya pergi ke apotik. Kekecewaan saya bertambah ketika tahu harga tetes mata yang diresepkan untuk saya hanya 25 ribu rupiah. Hwalaah! Obat yang harganya 200 ribu saja tidak berhasil menyembuhkan mata saya, lha ini malah cuma 25 ribu, apa ya mata saya mau menerima kehadirannya?
Apa boleh buat. Dengan tidak begitu yakin, sebelum tidur obat tetes mata dalam kemasan platik kecil berwarna kuning itu saya teteskan ke mata saya. Ajaib! Pagi harinya mata saya tidak semenderita hari-hari sebelumnya. Memang masih meneteskan air mata, tapi tak lagi bercucuran. Saya terkesima. Wah, hebat juga pak dokter ini. Hanya bersenjatakan senter dan obat murah, ternyata mata saya sudah jauh lebih baik. Rupanya mata saya memang mata kaum dhuafa, yang menolak obat mahal. Alhamdulillah …. semoga mata saya benar-benar sembuh.
Satu pelajaran saya peroleh : jangan meremehkan kesederhanaan dan harga murah.
Go away from me, glaukoma and katarak!
Mungkin karena pasiennya banyak, maka dokternya makin ahli dan pengalaman mengobati berbagai variasi penyakit mata dari pasien yang datang.
Saya ingat saat anak sulungku sakit demam berdarah, justru seperti RS Fatmawati dinilai bagus, karena merupakan rumah sakit rujukan dan banyak pasien, sehingga pengalaman perawat dan dokter sangat membantu. Dan obatnya juga relatif murah.
Syukur alhamdulilah deh kalo sudah sembuh. Ibu jadi nyaman lagi kan menulis disini? he he
Mbak Enny, memang betul rumah sakit dan dokter yang banyak pasiennya pasti lebih berpengalaman. Pertanyaannya : kalau semua pasien memilih dokter yang sudah berpengalaman, kapan dokter baru akan memperoleh pengalaman? He he ….
Pengalaman saya yang lain : suatu ketika saya mengunjungi klinik gigi baru, yang mempromosikan kehadiran mereka dengan brosur bagus. Dokter gigi wanita yang memeriksa saya masih imut-imut, mungkin ijazahnya masih bau tinta. Ketika dia akan mencabut gigi saya yang sudah tidak tertolong lagi, saya ‘melarikan diri’ … mencari dokter lain yang sudah berpengalaman. Saya ragu, apakah tangannya yang mungil dan lemah gemulai itu mampu menjebol gigi saya ….
BanNyu, alhamdulillah memang mata saya sudah ‘jreng’ lagi. Ini nih, lagi nulis dengan asyik … he he …
Sejak smp aq suka mbaca smpai skarg, bhkan trkadang d bwh pnerangn yg tdk cukup, tp mataku ttp aman smpai skarg. Yg kulakukan, stiap usai mbaca biasanya aq menggosok2 retina mataku dan memijat pelan pinggir kiri kanan mataku. Alhamdulillah, aq blm prnah brurusan dgn dokter mata.
Jiwakelana, tips yang bagus. Terimakasih, mudah-mudahan bermanfaat bagi pembaca blog ini. Saran lain, banyak-banyaklah makan atau minum jus wortel, karena sangat baik untuk kesehatan mata. Saya dan semua saudara kandung saya memakai kacamata minus karena faktor keturunan, yaitu bentuk bola mata agak lonjong, sehingga jatuhnya cahaya yang dibiaskan oleh lensa mata tidak tepat.
Kalau usia sudah di atas 40, memakai kacamata baca sebenarnya normal saja.
aku mule hamil dl ampe anak udh umur 3th udh bbrp kali bintitan. kata org2 tua itu biasa trjadi, tp biar gtu kan mgganggu skale, mn org kan suka asal blg kl bintitan gr2 sk ngintip. ajaran nenek moyang ne… bintitan obatnya apa ya? trs aku jg bbrp kali ke dokter mata gr2 klopak mata bawah (dsbt klopak jg ga seh?hehe..) bag dlm suka ada “mata” jg. mski kcl tp mengganggu buanget.. pndgan mata jd tmbh kbur gtu. ktanya dokternya seh nanah, wah ngeri…trnyata nanah bs ada di mata jg. dktrnya ksh resep, kl ampe obat abiz nanahnya msh ada aku disrh balik lg, yg ngeri itu nanah mo dipecahin dgn cara ditusuk pk jarum. wuaaaa… no tengkyu!! seandainya blm smbuh aku ga akn balik ke ni RS,mo ke balai keshtn mata aja, cr prtolongan di tmpat laen gtu,hehe..
btw, ribet amat ya, luar dalam kok ada “mata”nya, hiks…hiks…
Bagaimana caranya nyembuhin bintitan? Karena konon bintitan akibat suka ngintip, maka kalau Sally gantian diintip ‘kali bintitannya sembuh ya … 😀
Penyakit mata emang macem-macem. Nanah di kelopak bawah itu mungkin akibat infeksi. Kalau aku mah mending dipecahin, daripada mengganggu terus. Percaya deh, pecahnya nanti nggak pakai bunyi “dorr” kok … 😀
iya mbak… ga bakalan ada bunyi ‘door’nya, tp “wadaaw…”, lha kl berhenti sampe situ gpp, tp nek trus pake “wataaw…” kaya bruce lee pegimane…??? bisa2 saya digelandang dgn tdk hormat nech… wakakakak….
Tuti :
Emang Bruce Lee pernah digelandang dengan tidak hormat ya? Bukannya dia bisa nendang atau bikin jungkir balik orang yang mau nggelandang dia?
Kalau takut ditusuk, gimana kalau disobek saja … 😀 😀
dr smp klas satu mata saya silindris dan minus nih…. suka sakit ni mata ama kepala. kdg berdenyut2 kenceng n menjalar dr atas ke bawah… selepas sma sy udh males pake kaca mata. skrg pengen pake lensa aja, tp husband pengennya liat saya pake frame… waduh.. ni jane cr manfaat buat saya opo manfaat buat husband ya 🙂
Tuti :
Saya juga udah pake kacamata sejak kelas 1 smp. Sekarang minus 5, tapi nggak silindris. Kalau saya mah nggak ada keluhan dengan mata (sebelum infeksi itu), dan kacamata dipake terus (sampai tidurpun pake kacamata, biar kalau mimpi, gambarnya jelas …. wakaka 😀 ).
Sekarang ada lasik, tapi saya belum terpikir untuk me-lasik mata saya. Kayaknya lebih keren pakai kacamata (haiyah … 😀 )
Saya adalah penderita glaukoma yang sembuh berkat pengobatan mata herbal. Silakan baca selengkapnya blog saya di http://www.tokoradixvitae.blogspot.com
Tuti :
Terimakasih informasinya, Tia. Ikut senang Tia berhasil sembuh dari glaukoma 🙂
Kak obat tetes matanya namanya apa ? Aku juga tadi pagi begitu, dan merah banget mataku, nyeri juga.