PENING KEPALA KARENA PERTAMAX ….
Pergi ke pom bensin sekarang ini menjadi peristiwa yang mendebarkan. Bagaimana tidak? Harga Pertamax naik terus, diam-diam seperti siluman, dan naiknya nggak kira-kira. Seperti sulapan saja, angka yang tertera di mesin pencurah BBM bisa berubah setiap waktu. Saya terlongong-longong ketika kemarin mengisi tangki mobil saya, harga Pertamak sudah menjadi Rp. 9.900,-. Selisih Rp. 100 untuk mencapai Rp. 10.000,- itu kan angka psikologis saja supaya masih kelihatan murah, sama seperti harga barang di toko yang ditulis Rp. 99.999 (padahal sama saja dengan Rp. 100.000,-).
Ketika membeli Pertamax minggu kemarin, harganya masih Rp. 9.150,-. Beberapa bulan yang lalu, masih Rp. 6.450,-. Harga Pertamax naik terus, dan yang membuat kesal, gondok, dan putus asa, tanpa pernah ada pemberitahuan sebelumnya. Produsen Pertamax seperti Tuhan saja, yang boleh menentukan nasib manusia sesuai titahnya ….
Awal Mei, ketika harga minyak dunia melonjak dan pemerintah memutuskan akan menaikkan harga BBM (baca Aduh … Tercekik Minyak ) saya pikir Pertamax tidak akan naik, karena sudah lebih dulu naik berkali-kali. Ternyata naik juga, dan sama sekali tidak ada jaminan kalau minggu depan saya mengisi tangki mobil lagi harganya masih Rp. 9.900,-
Saya berhak pening, karena dalam sebulan saya menghabiskan sekitar 160 liter Pertamax. Kalau mau dirunut, mungkin yang salah adalah mobil saya. Dengan silinder berukuran 2.450 cc, dan kondisi jalan di kota Yogya yang crowded sehingga mobil hanya bisa melaju dengan kecepatan rendah, konsumsi bbm mobil saya memang jadi boros. Berkali-kali suami saya berniat menjual mobil itu dan menggantinya dengan mobil kecil yang lebih irit bbm, tapi saya selalu saya tak tega melepasnya. Gimana bisa tega, mobil buatan Jerman yang masih sangat nyaman dikendarai itu harga jualnya terjun bebas, sebagaimana mobil-mobil Eropa lainnya. Meskipun sudah hampir lulus SD (umur mobil sudah hampir 11 tahun), tapi kilometernya baru 35.000. Sejak dibeli di Jakarta, mobil itu sangat jarang dibawa keluar Yogya. Seperti puteri Keraton, ia jalan-jalan saja dengan anggun di dalam kota, pelan-pelan, sambil makan angin …
Saya mencoba melakukan kalkulasi gampangan. Jika mobil lama saya dijual dan saya ganti mobil kecil yang baru, misalnya Jazz atau Yaris (harganya sekitar 150 juta), maka saya harus tombok sekitar 70 juta. Taruhlah dengan mobil baru itu saya bisa menghemat Rp. 700.000 per bulan, maka tombok 70 juta itu baru impas setelah 100 bulan atau 8,5 tahun saya memakai Jazz. Sesudah itu barulah ‘penghematan’nya benar-benar saya peroleh. Pada saat itu Jazz saya sudah jadi mobil kecil yang tua! Belum lagi turunnya kelas mobil saya dari BMW ke Honda atau Toyota. Jadi, sepadankah penghematan yang saya lakukan?
Harga Pertamax sungguh membuat saya pening ……
Hehehehe…sebuah dilema yang menarik. Bener bu, BMW-nya masih kinyis-kinyis, sayang kalao dijual. Plat nomer-nya juga top markotop.
Saran saya, mungkin mesti coba ganti dengan premium plus aditif (memang sih akan berpengaruh thdp mesin, namun dengan suplemen aditif, bisa diminimalkan dampaknya).
Sebab memang sekarang bikin puyeng = sebulan 160 liter x 10,000 = 1,6 juta….wah lumayan besar juga.
Beli yang baru aja mbak….yang lama digunakan sekali-kali aja…
Saya malah ga mikir mobil, karena ga berani nyopir (mobil hanya dipake suami, anak sayapun pilih sepeda motor, lebih irit dan bisa menyelip diantara kemacetan)….peningnya nanti kalau ongkos taksi naik (kata sopir taksi BB naiknya diperkirakan setelah Lebaran). Bajaj udah naik, angkot juga……syukurlah pekerjaan semakin banyak yang bisa dihandle lewat rumah.
mbak, yang saya heran di Jakarta ini meski harga BBM naik tapi kemacetan masih aja dimana2, apa artinya orang2 tsb (meski pening) tp tidak terpengaruh dg kenaikan tsb?
Mas Yodhia,
Wah, kayaknya Mas Yodhia penggemar BMW juga nih. Pasar mobil memang aneh. Dengan kualitas yang begitu bagus, kok harga jualnya rendah. Tidak masuk akal.
Oh ya, plat nomor itu diperoleh dengan pengajuan ke polisi. Kita ‘menyewa’ dan membayar setiap tiga tahun (kalau nggak salah). Kalau kita nggak ingin memakai nomor itu lagi, ya kembali ke nomor asli yang terdiri dari 4 angka. Nomor tidak melekat pada mobil, jadi kalau mobilnya kita jual, nomornya tetap menjadi milik kita dan bisa kita pakai untuk mobil yang lain. Di Yogya ada beberapa yang memakai nomor AB 1 xx. Tapi untuk memperoleh nomor dengan angka 1 sekarang agak sulit. Nomor satu digit selain angka 1 masih bisa, tetapi untuk harga mobil di atas 200 juta.
Saya tidak tahu apakah di Jakarta bisa memperoleh nomor mobil B 1 xx. Kalaupun bisa, mungkin muahaall sekali ya?
Saya pengin tahu bagaimana caranya memakai premium dengan aditif. Apakah dicampur begitu saja? Berapa takarannya?
Mbak Enny,
Iya Mbak, saya memang mempertimbangkan untuk bergantian memakai mobil yang bbm-nya lebih ekonomis. Kebetulan di rumah sudah ada kijang, hanya saja kalau siang dipakai karyawan yang kerja untuk keperluan kantor suami.
Saya sudah 23 tahun jadi sopir Mbak. Lha gimana, kalau nggak bawa sendiri repot, karena dalam sehari saya bisa pergi ke banyak tempat. Dan bawaan saya seringkali macam-macam, mulai dari belanjaan dapur sampai buku-buku kuliah dan tugas-tugas mahasiswa. Naik motor nggak mungkin, selain karena banyak bawaan, kampus saya 20 km dari rumah. Bisa tambah gosong dong saya … hehehe …
Paling-paling sekarang saya mengatur acara ke luar rumah dengan lebih baik, supaya perjalanan efisien.
Nel,
Jakarta tetap macet meskipun BBM mahal? Yah, mungkin mereka sama seperti saya, yang tetap harus pergi meskipun pening memikirkan biaya transportasi yang demikian besar. Habis kalau nggak pergi, urusan nggak kelar dong? Kalau urusan nggak kelar, tambah pening lagi dong?
Sejauh yang saya tahu, aditif itu banyak dijual di toko onderdil. Ada yang berbentuk cairan, dan yang seperti pil. Di kemasannya, biasanya tertulis mengenai takarannya.
Mas Yodhia,
Terimakasih sarannya. Saya sudah menemukan aditif seperti yang anda sarankan. Bentuknya seperti tablet, warnanya cokelat. Merknya? Wah, nanti dikira promosi …. hehehe …
kalo KEDUAX…DAN KETIGAX….nggak pusing mbak ??
emanglah….negeri kaya tp kita merana…apalagi rakyat jelata disana ?????? penuh tanda tanya
Waduh, apalagi keduax, ketigax, lha wong pertamax aja sudah pusing gini lho ….
Makin pusing lagi kalau mikirin uang negara yang ditilep, ditelan, diumpetin, dan dilalap okunum-oknum tertentu. Haryono Umar dari KPK mengatakan, dari aset BP Migas (antara lain yang ngurusi BBM) yang berjumlah 225 triliun, tinggal tersisa 25 triliun. Yang 200 triliun raib entah kemana. Apa nggak pusing dan mual tuh mendengarnya?
Kalu ibu pening karena pertamax naik terus, rakyat miskin jauh lebih pening karena bensin naik bu.
Iya, jadi kita semua sama-sama pening ya. Sekarang pertamax sudah naik lagi menjadi Rp. 10.250,- Pening saya bertambah dengan mules.
Tapi itu para pejabat, anggota DPR, kok kayaknya nggak ikut pening ya? Peningnya kalau sudah ketangkep KPK ….