KASONGAN, ETALASE SEGALA KEINDAHAN ….
Sekitar enam tahun yang lalu, saya berburu pajangan ke sebuah toko besar di Yogya, dan menemukan sepasang patung tanah liat yang sangat cantik. Sepasang patung itu mengenakan busana Jawa, dalam posisi duduk bersila. Anatomi tubuhnya lentik, dan warnanya cerah. Saya langsung jatuh hati, dan berpikir bahwa patung ini pasti buatan tangan seniman jempolan. Meskipun agak mahal, patung tersebut saya boyong pulang (tentu saja setelah membayar … hehe) dan saya tempatkan di depan tangga masuk ke rumah. Cocok sekali sebagai ‘penyambut tamu’ yang datang ke rumah saya.
Beberapa minggu kemudian, saya mencari pot bunga ke Kasongan, pusat industri gerabah yang terdapat di Bantul. Kasongan bisa dicapai sekitar 10 menit bermobil dari Pojok Beteng Kulon, yang merupakan salah satu sudut wilayah Keraton Yogya (silahkan baca : Visit Kraton Yuuk … ). Dan, olala … saya takjub melihat Kasongan yang sudah sangat jauh berubah dari Kasongan yang ada di memori saya. Dulu, sekitar dua puluh tahun lalu, produk gerabah Kasongan hanya berupa belanga, pot, anglo, keren, kendi, celengan, dan produk-produk tradisional lainnya, dengan finishing yang hanya dibakar saja. Sekarang, woooww …. segala produk kerajinan bisa dijumpai disana. Dari yang tradisional-etnik, sampai yang modern-artistik. Dari yang berbahan tanah liat, hingga yang memanfaatkan batu, kayu, rotan, sabut kelapa, kulit telur, bulu unggas, dan berbagai bahan lain.
Di Kasongan pula, saya temukan puluhan, bahkan ratusan patung sepasang lelaki dan perempuan Jawa seperti yang saya beli dengan harga mahal di toko. Patung seperti ini disebut “Loro Blonyo”. Disini, harganya bisa hanya separuh dari harga di toko. Busyeet …….
Loro Blonyo berbagai ukuran. Yang besar tingginya bisa sampai satu meter. Yang kecil, ukuran 20 cm, bisa ditaruh di atas meja.
Selain Loro Blonyo, yang merupakan stilisasi atau simbol kerukunan suami isteri, variasi produk gerabah Kasongan sangat banyak. Pot-pot aneka ragam dan aneka ukuran. tempat lampu, guci, vas, bahkan meja dan bangku untuk teras. Agar pot awet, tidak cepat pudar dan berjamur, sebaiknya kita tidak langsung memasukkan tanah dan tanaman ke dalam pot, melainkan melapisi bagian dalamnya dengan pot plastik. Karena pot terbuat dari tanah liat yang berpori, maka kalau langsung berhubungan dengan tanah yang lembab, akan mudah berjamur.
Ada produk gerabah yang dibuat dari tanah liat putih, hasilnya lebih halus dan indah. Finishing dengan glasuur atau cat dof memberikan kesan yang berbeda, namun sama-sama mengesankan. Beberapa produk berupa dudukan lampu dan guci dengan kaligrafi dan bunga-bunga cantik bisa kita dapatkan dalam aneka desain yang menarik.
Vas, guci dan dudukan lampu. Vas dan dudukan lampu dari Kasongan banyak dipakai sebagai pelengkap interior hotel-hotel berbintang.
Guci-guci dengan kaligrafi ayat Al- Qur’an dan rangkaian bunga
Jika anda memiliki selera modern, minimalis, dan eksotik, anda pun bisa memanjakan selera anda di Kasongan. Berbagai produk keramik dengan desain modern dan fisinshing artistik membuat kita pasti akan berseru “whoooaa …”. Guci-guci dan dudukan lampu ini menggunakan cat mobil untuk finishingnya, sehingga memunculkan kesan mewah, kemilau, dan kosmopolit.
Guci-guci merah dan putih ini benar-benar ‘wah’ untuk rumah modern anda
Penataan lampu merah dan motif bunga yang cantik ini bisa menjadi inspirasi dalam mendesain interior rumah kita
Dalam paduan warna hitam-putih, guci-guci di atas tak kalah menarik. Setiap desain hanya dibuat satu buah, sehingga menjadi koleksi yang eksklusif.
Batu juga merupakan bahan yang bisa diolah menjadi berbagai barang indah. Membuat arca adalah salah satu keahlian nenek moyang kita, yang peninggalannya bisa kita jumpai di situs-situs purbakala. Di Kasongan kita bisa juga menemukan banyak arca, seperti kepala Budha, patung penuh Budha, stupa, dan berbagai bentuk lainnya.
Kepala Budha ini tingginya lebih dari satu meter, mungkin pesanan khusus.
Pada saat Yogya diguncang gempa pada tanggal 27 Mei 2006, desa Kasongan luluh lantak. Sebagian besar toko dan tempat pembuatan gerabah roboh dan rusak parah. Ribuan produk yang siap dipasarkan hancur menjadi puing. Kerugian materiil sangat besar, dan kesedihan para pengrajin serta pengusaha sungguh mendalam. Namun dua tahun kemudian, ketika saya melakukan pemotretan pada akhir Mei 2008, hampir semua bangunan sudah berdiri kembali. Banyak yang justru muncul dengan wajah baru yang molek, artistik, dan berseri-seri.
Warna merah yang mendominasi bangunan ini menjadi daya tarik sendiri yang cukup ‘eye cacthing’
Dengan bata dan batu ekspos, galeri ini tampak alami dan natural, menyatu dengan alam sekitarnya
Perpaduan gaya modern dan ekspos batu alam berwarna hijau membuat bangunan ini memiliki kekhasan tersendiri
Anda ingin menghiasi rumah dengan kerajinan-kerajinan indah dari Kasongan, tapi mungkin bingung cara membawanya (apalagi kalau anda datang dari luar kota dengan naik pesawat). Don’t worry. Di Kasongan ada beberapa jasa pengiriman barang, yang akan mengurus pengangkutan barang anda hingga tiba di rumah. Anda tinggal pilih saja (yang sesuai selera), bayar (yang sesuai kantong), dan pulang tanpa repot. Bangku teras, guci-guci, dan berbagai pot indah pilihan anda akan tiba di rumah beberapa hari kemudian, atau bahkan sebelum anda sendiri tiba di rumah.
Selamat datang di Desa Wisata Kasongan
Lam kenal bu…
sy dpt blog ibu dr bu rani….
hebat…trusin ya bu updatenya
mdh2an berguna bg kt smua
Tuti :
Lam kenal juga, mas Arpan ….
Terimakasih kunjungannya ke blog saya, saya akan tengok-tengok blog Mas Arpan juga. Sesuai dengan namanya, http://beriarti.blogspot.com , pasti akan memberi arti bagi semua pembacanya.
Salam ….
Sebulan lalu saya mengunjungi Pameran Kerajinan Tangan Indonesia di JICC. Di sana dipamerkan kerajinan yang dibuat dari kain, kayu, logam, keramik, batu, rotan,bambu, sabut dan batok kelapa. kulit dan banyak lagi.
Kata saya dalam hati seraya mengunjungi pameran yang mengambil beberapa “hall” itu, “Bangsa yang beragam ini sebenarnya sangat kaya dan kreatif sekali…..”
Saya rasa satu hal yang perlu dipikirkan untuk mengembangkan industri kerajinan tangan itu ialah, bagaimana agar setiap hari muncul desain-desain baru. Jadi para pengrajin tidak harus meniru satu-dua desain yang itu-itu saja. (Kalau saya berjalan di Malioboro saya suka bingung: desain dan warna daster batiknya dari ujung ke ujung sama saja. Begitu juga dengan desain miniatur becak, kulit kambing yang ditatah dengan tokoh pewayangan, miniatur papan surfing dsb. Tak banyak pilihan).
Hal kedua yang perlu dipikirkan ialah bagaimana membuat kerajinan tangan yang lebih fungsional. Bahwa ada kerajinan tangan yang lebih berfungsi sebagai benda artistik, itu sih sah-sah saja. Tapi di jaman modern ini orang membutuhkan sesuatu yang lebih fungsional dan murah harganya: gantungan kunci, termometer, pemberat kertas dsb.
Kalau saya melihat toko suvenir di kota-kota seperti Amsterdam, London dsb itu, maka sebenarnya suvenir yang mereka jual kalah menarik dengan suvenir ciptaan orang Indonesia. Tapi saya tak pernah melihat, misalnya, termometer yang didesain khas kota Yogya, gelas tempat menaruh pupen yang didesain khas kota Bandung dsb.
Hal yang ketiga yang perlu dipikirkan ialah bagaimana membudayakan pemberian gift. Di Jepang kalau seseorang memperkenalkan diri kepada seseorang lainnya dalam urusan-urusan bisnis, maka ia biasa memberikan sebuah cinderemata. Barang itu tidak perlu mahal. Tapi ia bisa merepresentasikan karakter orang itu atau karakter perusahaan yang diwakilinya. Dan barang itu juga tak perlu besar karena akan membuat repot si penerima ketika harus menyimpannya.
Saya rasa kalau budaya pemberian gift yang murah dan fungsional itu bisa dimasyarakatkan maka industri kerajinan tangan kita akan semakin berkembang. Dan KPK pun tak perlu terlalu sibuk karena yang diberikan itu hanyalah sebuah “token” yang harganya pun hanya beberapa ribu rupiah.
Tapi yang menjadi pertanyaan ialah: Apakah di negeri ini masih ada pejabat yang ikhlas menerima kalau saya memberikan kepadanya sebuah kenang-kenangan berupa pemberat kertas, dan bukan segepuk uang atau sebuah mobil? 🙂
Pak Harahap,
Terimakasih sekali Bapak telah meluangkan waktu untuk menyampaikan ulasan panjang lebar yang sangat menarik.
Tentang desain, khususnya desain gerabah Kasongan, kita tidak boleh melupakan jasa almarhum seniman Sapto Hudoyo. Pak Sapto lah yang mengembangkan desain gerabah Kasongan, dari yang semula hanya berupa barang-barang tradisional yang semata-mata merupakan benda fungsional (periuk, belanga, tungku, tempayan, dsb) menjadi benda seni yang indah dan bernilai tinggi. Pada waktu itu Pak Sapto memang mempersilahkan para perajin
gerabah untuk meniru desain yang diciptakannya, dengan tujuan agar semua perajin mampu meningkatkan mutu barang kerajinan mereka.
Sekarang, meskipun untuk beberapa jenis hasil kerajinan masih menjadi produk massal yang sama, tetapi sudah cukup banyak produk-produk kreasi dan inovasi baru yang menarik. Di Kasongan kita bisa menemukan berbagai produk yang memiliki nilai artistik cukup tinggi.
Dalam hal kerajinan tangan, bangsa kita memang sangat kaya. Kalau kita lihat jenis kain saja, alangkah banyak dan elok kain-kain tradisional di berbagai nusantara. Mulai dari tenun Sumbawa, batik Yogya-Solo-Pekalongan-Cirebon, songket Palembang, ulos Batak, semuanya sangat indah.
Kita juga membuat berbagai barang pesanan negara lain, yang dijual di negara lain, dan di’akui’ sebagai hasil kerajinan mereka. Porselin Belanda warna biru putih (serupa porselin Dresden), berbentuk windmollen dan gadis Holland dengan bunga tulip, itu buatan kita. Ketika gempa mengguncang Yogya dan souvenir-souvenir porselin yang saya beli di Amsterdam pecah berserakan, saya sangat sedih. Siapa sangka, beberapa bulan kemudian tanpa sengaja saya menemukan windmollen, kelom khas Belanda, dan gadis dengan bunga tulip berjejer di toko souvenir di dekat pasar Beringharjo, dengan harga hanya beberapa ribu rupiah (padahal di Belanda harganya sekian euro, kira-kira 6 sampai 10 kali lipat).
Kucing-kucing kayu yang sangat banyak desainnya, demikian juga bebek, pada awalnya adalah pesanan Jepang. Dulu harga souvenir ini masih mahal, mungkin karena merupakan sisa ekspor, tapi sekarang sudah murah karena dibuat massal untuk pasar dalam negri. Hiasan kepala dengan bulu-bulu unggas ala Indian Amerika, juga patung-patung suku Indian, itu pun bikinan Yogya.
Suatu ketika, saya membeli bunga kering dari bahan alam di Kasongan. Setangkai bunga harganya Rp. 1.000,- rupiah. Sangat murah, karena bunga-bunga itu indah, dan cukup bagus buatannya. Si penjual bercerita, ia baru saja menerima pesanan sebanyak 15.000 tangkai dari Belanda. Saya tanya, berapa dia pasang harga untuk ekspor. Saya pikir tentunya lebih mahal dari pada harga jual di tokonya. Jawabannya sungguh mengejutkan saya. Ternyata, untuk satu tangkai dia hanya memberi harga Rp. 900,- rupiah! Sungguh tidak masuk di akal saya. Bunga itu di Belanda bisa berharga 2 – 3 euro, atau sekitar Rp. 25.000 – Rp. 35.000. Dan jangan lupa, harga Rp. 900,- itu adalah harga di pedagang/pengumpul. Berapa harga dari perajinnya? Sungguh kasihan pengrajin kita!
Kreativitas memang menjadi tantangan utama. Di tanah air kita, tiru-meniru dan jiplak menjiplak desain menjadi hal yang sulit diberantas. Meskipun sudah ada Undang-undang Hak Cipta dan institusi yang menangani masalah hak paten, tetapi untuk melindungi hak cipta masih banyak menemui kendala di lapangan. Untuk mendaftarkan sebuah karya agar memiliki hak paten pun bukan perkara mudah, karena butuh biaya besar. Pengrajin kecil belum mampu untuk mencapai kesana.
Saya sangat setuju tentang pembuatan benda-benda kerajinan yang fungsional. Di Kasongan dan di toko-toko souvenir di Yogya (di pasar Beringharjo juga banyak), sekarang banyak dijual souvenir kecil yang biasa diberikan kepada tamu pesta perkawinan. Bentuknya bermacam-macam, mulai dari kipas, gantungan kunci, lilin dalam gelas, dompet, cermin, pena, semuanya bernuansa etnik yang indah. Harganya pun cukup murah, antara Rp. 1.000,- hingga Rp. 5.000,-
Kalau kita menginginkan benda seni yang indah, eksklusif, dan bermutu tinggi, kita bisa memperolehnya di galeri-galeri. Tapi tentu saja dengan harga yang ‘eksklusif’ juga …
Bapak Harahap, jika berkunjung ke Yogya, silahkan mampir ke Kasongan. Barangkali bapak akan menemukan banyak kerajinan yang tidak ada di Malioboro.
Ibu Tuti…
Saya sudah beberapa kali pergi ke Kasongan, tetapi saya tidak satupun menyimpan kartu nama para pemilik showroom di Kasongan. Saat ini saya membutuhkan sovenir bentuk kura2 kira kira harganya sih 1200/ pcs untuk beli 100 pcs
Kalo Ibu ada
Tolong info 1 website yang jual souvenir kura2 yang saya maksud supaya saya tidak perlu pergi kesana
Terima kasih banyak.
Mbak Endang,
Maaf beribu maaf, saya juga tidak punya satu pun kartu nama showroom disana, soalnya kalau datang saya langsung beli atau lihat-lihat saja. Tapi mungkin bisa coba dicari melalui Google …..
Wah saya jadi pingin ke Kasongan lagi deh … dulu sewaktu di Jogja sering kesana, gerabahnya masih sederhana. Kini, bagus-bagus ya. Trims infonya mBak.
Duhh mbak Tuti nih kayak saya…saya hanya hafal Jakarta di wilayah dekat rumah, dekat kantor…sedang wilayah lain tak terlalu hafal. Tak seperti adikku, kalau ke Jakarta malah pergi kemana-mana walau cuma sekedar jalan-jalan…lha saya sudah males keluar rumah…jadi biasanya saudara cuma ditemani sopir atau anaknya yang nyopir.
Saya kalau ke Yogya tak lupa harus menginjakkan kaki ke Malioboro…terus ke Kasongan. Anak bungsuku (cewek) seneng kalau dioleh-olehi pernak pernik Kasongan yang lucu-lucu…..tapi disana hawanya puanass banget ya…karena dekat laut.
Ass.
waw…bagus-bagus nian euy guci-gucinya…..hebatnya karya2 anak negeri kita…….
pengen maen aja kesana..tapi kapan ya ?? *sambil merenung*
Pak Ersis,
Wah, rupanya Bapak pernah tinggal di Yogya ya? Tahun berapa, Pak? Kayaknya sudah saatnya bernostalgia ke Yogya lagi lho Pak ….
Mbak Enny,
Malioboro memang tujuan semua wisatawan jika datang ke Yogya. Padahal sebenarnya masih banyak lho obyek lain yang tak kalah menarik. Yang sudah saya tulis di blog ini baru Keraton, Tamansari, dan Kasongan. Insya Allah saya akan menulis obyek-obyek lainnya, jika sudah punya foto dan data-datanya.
Kasongan sebenarnya tidak jauh dari Yogya, hanya sekitar 7 km ke arah Bantul. Bisa ditempuh dengan mobil sekitar 15 menit dari Tamansari. Mungkin Mbak Enny kesana pas puncak musim kemarau ya, jadi panas banget. Kalau nggak musim kemarau, panasnya biasa-biasa saja kok …
Mas Alex,
Memang bagus-bagus lho Pak, kerajinan di Kasongan. Tidak cuma guci. Buanyak macam yang lain. Jadi, nggak usah pake merenung, langsung aja meluncur ke Yogya ….
mbak tuti yang baik,
waaah…makin hebat saja blognya…lama saya tidak menjenguk blog mbak tuti, luar biasa.
Saya bangga, seharusnya memang inilah yang harus kita sampaikan pada dunia. Jogja punya banyak hal yang bisa dilihat, dipelajari, dan dibeli untuk koleksi maupun oleh2.
Sekali lagi…..atas nama warga Jogja, terimakasih telah di promosikan.
salam
dyah suminar
Mbak Dyah,
Terimakasih sudah menyempatkan waktu membuka blog saya, di antara kesibukan Mbak Dyah yang begitu padat. Iya, selain menceritakan perjalanan ke luar negeri (agar pembaca yang belum pernah ke sana bisa ikut melihat budaya mancanegara), saya juga sangat concern pada obyek-obyek di Nusantara. Masih banyak yang belum sempat saya tulis, seperti Bali, Pekanbaru, Ambon, Makassar, Toraja, Samarinda, Pontianak, Banjarmasin, Palembang, dan tempat-tempat lain yang pernah saya kunungi.
Khusus Yogya, masih banyak juga yang belum sempat saya tulis, seperti museum kereta di Keraton, industri kulit di Manding (Bantul), kerajinan perak di Kotagede, batik (lha … kalau ini jelas Margaria, grup perusahaan Mbak Dyah), dan sebagainya.
Maturnuwun Bu Walikota, nyuwun pangestu mugi-mugi saged langgeng anggenipun nge-blog.
Mbak Tutinonka,
Saya sangat tertarik dengan kerajinan keramik Kasongan, terutama bentuk vas untuk lampu meja dengan kap. Kami ingin mendapatkan info tentang kisaran harga vas untuk lampu dengan ketinggian sktr 25 cm. Bisa memberi gambaran tentang kisaran harga tersebut, Mbak? Makasih.
Mas Nusron,
Harga dudukan lampu meja beserta kapnya sangat bervariasi, tergantung dari bahan dan proses finishingnya. Selain dari bahan keramik, ada juga lampu dan kap yang terbuat dari bahan bambu, ranting kayu, dsb. Sangat artistik. Kisaran harganya antara Rp. 40.000 – Rp. 100.000,-
Oh ya, share saja, ada web bagus: http://www.iklanwebnet.com yang memiliki fasilitas menampilkan enam gambar yang dapat diperbesar dan sebuah file daftar harga ntuk diambil pengunjung web. Kata teman saya, saat ini lagi diskon untuk pasang iklan, bahkan mencapai 60%. Mungkin mereka sedang masa promosi.
Tuti :
Terimakasih informasinya, Mas Qahar. Web itu untuk mengiklankan blog kita, gitu ya?
salam kenal pak.. sya mau tanya klo kita buat kerajinan dari kulit telur.. setelah kita tempel dan kita lapisin dengan semen putih n kita amplas cat apa yg bisa kita pake untuk menambah suasana etnik… ? sebelum kita pernis… makasih y pak?
kalau boleh tau berapa sekarang harganya 1 pasang patung loro blonyo?
Tuti :
Tergantung ukurannya. Ada dari Rp. 5.000,- sampai Rp. 1.000.000,-
kalau bisa segera balas.
dan kalau bisa mohon hub. no ini (0331)7778529 terima kasih
kalau bisa aku minta daftar harganya mulai yang dudukdi atas meja sampai yang tinggi 1 m,segera di balas
Tuti :
Maaf, saya bukan penjual loro blonyo, Mas … 😉
dimana ya mbk saya bisa tau tentang penjualan patung loro blonyo?
soalnya saya ingin coba bisnis jual beli patung loro blonyo.
Tuti :
Coba search dengan keyword ‘Kasongan, Loro Blonyo’
Sy sangat tertarik no mana yg bs di hubungi….
Terima kasih mb tuti sudah memberikan edukasi tentang indahnya yogyakarta dan berbagai seni kerajinannya,
mampir ke website saya juga ya mb tuti,,