JEJAK CHENG HO DI SEMARANG
Seorang teman mengatakan, kalau ke Semarang sempatkan pergi ke masjid Cheng Ho. Bangunan ini adalah obyek foto yang sangat bagus. Maka ketika sebulan yang lalu saya ke Semarang untuk urusan studi, saya meluangkan waktu untuk mencari tempat itu. Kisah tentang Laksamana Cheng Ho yang hebat sudah saya dengar, maka mengunjungi masjidnya tentu sangat mengasyikkan.
Setelah beberapa kali bertanya, akhirnya saya tiba di bangunan besar berwarna merah dengan arsitektur Cina yang sangat indah. Tetapi ketika masuk dan melihat-lihat, saya terheran-heran karena bangunan ini ternyata bukan masjid, melainkan sebuah klenteng. Namanya adalah Klenteng Agung Sam Poo Kong. Lho, bagaimana ini?
Tapi sudahlah, it’s okey. Lihat dulu apa yang ada, baru nanti cari informasi yang lebih valid.
Di pagar masuk menuju klenteng, dipasang tulisan berbunyi ‘selain untuk tujuan beribadah dilarang masuk klenteng’. Waduh, ya sudah. Saya berkeliling saja di luar, memotret sebanyak yang saya bisa.
Gerbang Klenteng Agung Sam Poo Kong
Sambil menuju pintu keluar, saya mampir di stand yang memasang berbagai informasi seputar klenteng. Sepasang suami isteri Tionghoa yang menjaga stand tersebut menyapa saya dengan ramah. “Ibu ingin masuk ke dalam? Mari saya antarkan. Tapi maaf, ibu harus memakai baju tradisional yang kami sediakan, sekaligus mendapatkan 2 foto di tempat yang ibu suka.”
Wah, sudah pasti saya tertarik. Saya setuju membayar Rp. 50.000,- untuk sewa baju, guiding, dan 2 lembar foto di dalam klenteng. Jangan khawatir, kita tidak perlu melepaskan baju yang sedang kita pakai, karena pakaian tradisional itu dipakai di luar baju kita. Dengan diantar pemandu dan juru foto, saya pun ‘menerobos’ papan larangan masuk klenteng. Mestinya, tulisan di papan larangan itu dilengkapi menjadi ‘selain untuk tujuan beribadah atau sudah menyewa pakaian tradisional dilarang masuk klenteng’ …
Oke, sekarang pigimane urusannye dengan Cheng Ho dan Sam Poo Kong? Mengapa Cheng Ho yang beragama Islam hadir di klenteng ini? Jangan kemana-mana, jawabannya akan segera kita temukan ….
Inilah Laksamana Cheng Ho, pejelajah bahari yang tiada tandingannya
Relief di dalam klenteng menggambarkan Cheng Ho menyampaikan cindera mata kepada penduduk negara-negara yang disinggahi kapal muhibahnya
Dari penelusuran literatur, baru saya paham bahwa Cheng Ho, Zheng He, Ma Sanbao, Ma He, Haji Mahmud Shams, atau Sam Poo Kong, menunjuk kepada satu orang yang sama, yaitu Laksamana Cheng Ho. Perbedaan nama itu muncul karena perbedaan dialek dalam bahasa Cina yang beragam.
Cheng Ho adalah seorang kasim Muslim yang menjadi orang kepercayaan Kaisar Yongle dari Tiongkok, kaisar ketiga dari Dinasti Ming. Ketika pasukan Ming menaklukkan Provinsi Yunnan, tempat asal Cheng Ho, ia ditangkap pada umur 12 tahun dan dijadikan orang kasim. Ia adalah anak ke-2 dari pasangan Ma Hazhi dan Wen, dengan nama asli Ma He.
Selama hidupnya, Cheng Ho melakukan petualangan antar benua sebanyak 7 kali berturut-turut dalam kurun waktu 28 tahun (1405-1433). Tak kurang dari 30 negara di Asia, Timur Tengah, dan Afrika pernah disinggahinya. Ekspedisi Cheng Ho mengerahkan armada raksasa yang terdiri atas 62 kapal besar dan belasan kapal kecil, dengan 27.000 awak. Kapal yang ditumpangi Cheng Ho disebut ‘kapal pusaka’, merupakan kapal terbesar pada abad ke-15. Panjangnya mencapai 140 meter dan lebar 56 meter, lima kali lebih besar dari kapal Columbus. Pelayaran luar biasa itu menghasilkan buku “Zheng He’s Navigation Map” yang mengubah peta navigasi dunia sampai abad ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi mengenai arah pelayaran, jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan. Jalur perdagangan Cina berubah, tidak lagi hanya bertumpu pada ‘Jalur Sutera’ antara Beijing – Bukhara.
Miniatur kapal Cheng Ho, yang telah menjelajah lebih dari 30 negara
Berbeda dengan bahariwan Eropa (Columbus, Vasco de Gama, Marco Polo, de Albuquerque, Magellan, dll.) yang berbekal semangat imperialis, armada raksasa Cheng Ho melakukan muhibah dengan semangat perdamaian. Mereka hanya memperkenalkan kejayaan Dinasti Ming, menyebarluaskan pengaruh politik ke negeri asing, serta mendorong perniagaan Tiongkok.
Dalam kurun waktu 1405 – 1433 Cheng Ho singgah di kepulauan Nusantara sebanyak tujuh kali. Ketika berkunjung ke Samudera Pasai, dia menghadiahkan lonceng raksasa Cakra Donya kepada Sultan Aceh. Lonceng tersebut saat ini tersimpan di Museum Banda Aceh. Kota lain yang dikunjungi di Sumatera adalah Palembang dan Bangka. Selanjutnya Cheng Ho singgah di Tanjung Priok dan Muara Jati (Cirebon). Sebuah piring bertuliskan Ayat Kursi hadiah Cheng Ho saat ini masih tersimpan di Kraton Kasepuhan Cirebon.
Selanjutnya armada Cheng Ho singgah di Semarang, Tuban, Gresik, Surabaya, dan Mojokerto yang saat itu menjadi pusat Kerajaan Majapahit. Raja Majapahit, Wikramawardhana, berkenan mengadakan audiensi dengan rombongan bahariwan dari Tiongkok ini.
Dari kisah persinggahan Cheng Ho ke berbagai kota, ketemulah ‘benang merah’ yang menghubungkan antara Cheng Ho dan klenteng Sam Poo Kong di Semarang. KIsahnya, ketika menyusuri Laut Jawa, mendadak Wan Jinghong (orang kedua dalam armada Cheng Ho) sakit keras. Sauh segera dilempar di pantai Simongan, Semarang. Mereka tinggal di sebuah goa, sebagian lagi membuat pondokan. Wang akhirnya menetap dan menjadi cikal bakal keberadaan warga Tionghoa di Semarang. Ia dikenal dengan sebutan Kiai Jurumudi Dampo Awang. Wang juga mengabadikan Cheng Ho dalam bentuk sebuah patung yang disebut Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Poo Kong, serta membangun klenteng Sam Poo Kong.
Hopla! Jadi begitulah ceritanya. Kemungkinan Wang Jinghong ini beragama Kong Hu Cu, sehingga yang dibangunnya adalah klenteng, bukan masjid. Menurut pemandu wisata yang mengantar saya, masjid Cheng Ho ada di Surabaya, dimana Cheng Ho pernah memberikan khotbah Jum’at ketika singgah di kota itu.
Di kompleks klenteng yang terdiri atas beberapa bangunan, terdapat satu bangunan khusus yang diperuntukkan bagi Kyai Jurumudi. Juga ada goa yang (dugaan saya) ditempati Wan Jinghong ketika pertama datang ke Semarang. Pintu goa itu sekarang masih bisa dilihat, akan tetapi tempat untuk berdoa dan bersemedi dipindahkan ke sisi belakang, ke bangunan baru yang lebih besar. Di dinding depan bangunan ini terdapat relief panjang yang menggambarkan kisah pelayaran Cheng Ho. Di bangunan lain, terdapat jangkar yang dulu dipakai untuk melabuhkan kapal ketika Wan Jinghong sakit.
Jangkar yang dipakai untuk melabuhkan kapal ke Semarang
Bangunan utama klenteng Sam Poo Kong. Di depan bangunan ini terdapat patung Cheng Ho
Tidak sia-sia saya menyewa pakaian tradisional dan ditemani pemandu wisata, karena saya lalu bisa masuk ke semua bangunan yang ada di komplek klenteng, mendapatkan penjelasan rinci dari bapak pemandu wisata, dan membuat foto di setiap sudut bangunan. Ada satu obyek yang sangat menarik, yaitu cabang pohon yang berbentuk rantai kapal. Cabang ini asli, bukan dijalin dengan sengaja untuk membuat bentuk rantai. Konon ini adalah bekas rantai kapal Cheng Ho yang tumbuh menjadi pohon ….
Eiit …. jangan coba-coba, Putri Sin-Ting siap mencabut pedang jika ada yang bermaksud jahat …
Saya belum sempat jalan-jalan di kota Semarang dan sekitarnya, kalau ke Semarang hanya singgah untuk perjalanan ke kota lain.
Test
Heran aku Tut…. wis ping 3 nulis komen puanjaaang banget ning blogmu gak iso mlebu2. Giliran nulis “Test” lha kok iso,….opo ono pembatasan jumlah kata supaya komentator ora kakehan olehe menehi komen ?
By the way,… blog-mu tambah meriah wae, nganti lali karo milis-e Susilo, ….. termasuk aku yo ora ngopeni yo ?
Awakmu (awake Sidik ?) wis duwe 1 blog, …. lha aku 4 je… :
http://safety4abipraya.wordpress.com/
http://kc4abipraya.wordpress.com/
http://muslimabipraya.wordpress.com/
http://baiturrahmanvni.wordpress.com/
Thank’s atas bantuannya utk bakti sosial kemaren,…. mugo-mugo Gusti Alloh tansah maringi rizki, rahmat, barokah, hidayah atas kepeduliannya thd anak yatim.
Mbak Enny,
Lain kali bagus juga kalau menyempatkan diri jalan-jalan, Mbak. Selain Klenteng Agung Sam Poo Kong, ada kawasan Kota Lama, Lawang Sewu, dan Vihara Watu Gong di Banyumanik.
Joni,
Hahaha …. komentar sepisan kok ndilalah kesandung-sandung yo Jon? Komentarmu yang terakhir ini masuk sebagai spam, jadi perlu ku’approve’ dulu baru bisa muncul. Tapi komen lain yang katamu puanjang-puanjang itu nggak pernah masuk, sebagai spam-pun. Jangan-jangan yang bermasalah e-mailmu … hehehe …
Nggak ada batasan jumlah kata kok untuk nulis komen. Mau nulis 1000 kata ya boleh (tapi mesakne sing moco … hehe).
Thanks, blogku memang tak gawe meriah, ben koyo pasar malem …
Ok, selamat mengelola 4 blog (nek aku wis klenger … duwe blog 1 wae wis kekurangan wektu dinggo nulis posting).
Ya… ya… ehm. salam
jadi ceritanya legenda Masjid Cheng-ho di Semarang itu salah ya mbak? Berarti yang benar yang ada di Surabaya?
Pendekar Putri Sin-Tingnya siap-siap cabut pedang :P….*lari*
ksemar,
Ya … ya … salam juga untuk anak-anak Ki Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong ….
Bang Saut,
Menurut informasi yang saya peroleh (sementara ini) memang begitu. Besok deh, kalau saya ada kesempatan ke Surabaya, akan saya lacak kebenarannya.
Jangan khawatir, Putri Sinting hanya mencabut pedang kalau berhadapan dengan orang jahat kok. Kalau berhadapan dengan orang baik-baik, biasanya cabut dompet (untuk tukar kartu nama …. hehehe, kuno ya …. sekarang mah tukar nomer ponsel dan e-mail …).
jadi pengen ke Semarang. Ceritanya cukup lengkap dan menambah wawasan saya yang masih sempit ini. makasih ya mba. seru seru… pengen kesana dan ngalamin jadi pangeran sin-ting. hehehe… Cheng Ho memang keren… waktu ke Keraton Kasepuhan Cirebon gak sempet lihat piringnya… hmm… mungkin kelewatan. heu. salam mba, makasih -japs-
Japs,
Kalo ke Kuil Sam Poo Kong, lebih afdol kalau bawa do’i, jadi nanti bisa berfoto berdua, “Pangeran Sin-Ting dan Putri Ling-Lung” (halah …)
Tempatnya bagus sekali kok, swear …
Ntar habis lebaran saya mau ke Cirebon, ada kawinan saudara. Mau mampir ke Kraton Kasepuhan ah …
[…] belum lama mengunjungi Kuil Sam Poo Kong di Semarang yang berkaitan dengan sejarah Cheng Ho (baca Laksamana Cheng Ho, Sang Penjelajah Bahari ). Jadi, dengan Cheng Ho saya merasa sudah seperti sobat lama, gitu […]
[…] Ho sudah beberapa kali menjadi ‘bintang tamu’ di blog ini , tapi apa itu Pasopati? Jangan beranjak dari layar monitor anda, simak terus laporan reporter […]
Alamat Klenteng San Poo Kong di jalan apa ya?
Tuti :
Alamatnya : Jl. Simongan No. 129 Semarang. Telp/fax 024-7605277. Email : yayasan_sampookong@yahoo.com.au
keren yaa… ada penyewaan baju cina nya!!!
Tuti :
Iya, jadi kita bisa bergaya bak pangeran dan putri Cina … 😀
Elsa, tahu dimana persewaan baju cina yg di jakarta, ga? Thanks ya.
thx ya atas infonya aku bisa nyelesaikan tugas ku hhe sebelumnya aku izin ambil gambar gambarnya yh mksh 🙂
Tuti :
Thanks sama-sama, Widya …
[…] SMAN 2 Majalengka hari Kamis, 7 April 2011 Pukul 04.00 WIB. Lokasi yang akan dikunjungi adalah Mesjid Chengho, PT Nyonya Meneer, Kerajinan Perak, Istana Presiden, Taman Pintar, Candi Prambanan dan Gua […]
Salam…..
mbak, kalo nyewa baju disana boleh dibawa pulang ndak?
atau harus dipakai disana?
terimakasih.. 🙂
Nearly anything that can be cooked in the oven, stovetop, or grill can be cooked on
a salt block. Fatless cooking has become the healthiest method
of preparing meat, poultry, pork, lamb & fish.
Vegetarian dishes, non-vegetarian meals, desserts, cakes,
cookies, etc.
He has also added the low back pain treatment being provided there through
experts. Most people at some point in their lives suffer from
back pain but fortunately most cases are treatable with over
the counter anti-inflammatory medication such as
ibuprofen or Paracetamol. Non-Surgical Treatment for Discogenic
Low Back Pain.
2) Removing and Disseminating the Oil – When the masala and
lamb are cooked you will find generally a size-able quantity of
oil still left that rises to the top of your cooking pot.
Table 2: Fish needed to train cooking from level 50-99 without burning.
N) When making potato salad, cool, or ‘shock’ the cut, boiled potatoes in the freezer.
Stellar stuff, genuinely helpful and accurate info.
Quick question; how do you generate income from this blog?
I take advantage of google adsense, yet I am truly fed up with them
and their nickel and diming ways. It is killing me.