REK, AYO REK, DOLAN NANG SUROBOYO …
Bangkrutnya Adam Air sungguh menyedihkan hati saya. Bukan karena saya pemegang saham maskapai itu, tapi karena gulung tikarnya Adam Air menandai berakhirnya harga murah tiket pesawat. Sekarang harga tiket melambung tinggi, menjerat leher para penumpang dengan kantong rakyat. Tiket Lion Air Yogya – Surabaya sudah hampir 500 ribu, untuk penerbangan selama 40 menit. Untuk berdua, pergi-pulang berarti sudah 2 juta. Sementara tiket kereta api eksekutif Sancaka hanya 85 ribu, dengan waktu tempuh 5,5 jam. Karena hanya beberapa jam, dan keretanya nyaman, saya pilih naik Sancaka. Saya nggak mau membuang-buang uang 1,6 juta untuk pesawat dengan tempat duduk sempit dan tanpa memberikan pelayanan setetes minuman pun itu.
Saya berdua dengan keponakan tiba di Stasiun Gubeng hari Rabu jam 12.45, tepat sesuai jadwal. Karena sudah puluhan tahun tidak menginjak Gubeng, saya tidak kenal medan. Begitu keluar pintu, saya ditawari taksi resmi milik koperasi stasiun. Borongan, ke Garden Palace tempat kami menginap, ongkosnya 40 ribu. Saya iya saja, pokoknya aman sampai ke hotel. Begitu dibawa ke taksinya, lho … kok mobilnya kijang. Saya pikir mobil sedan sebagaimana umumnya taksi. Lalu begitu naik, puanaasnya minta ampun. Ketika sopir saya minta menghidupkan AC, katanya AC rusak. Whoaa, saya pun protes, karena dijanjikan mobilnya ber-AC. Maka kami pun dipindahkan ke kijang lain, yang ACnya waras.
Sebenarnya saya sudah membeli peta kota Surabaya, tapi karena menjelang berangkat banyak yang harus dibereskan, saya tidak sempat membuka peta. Ternyata, oh ternyata … dari Gubeng ke Garden Palace di Jalan Yos Sudarso, suuangaat dekat. Kalau dengan taksi argo, paling-paling hanya 10 – 15 ribu. Waduh, ternyata saya dikerjain taksi stasiun. Peringatan bagi teman-teman yang belum pernah ke Surabaya lewat Gubeng, jangan meniru kebodohan saya memakai taksi milik koperasi stasiun!
Sebagian gedung-gedung megah di Surabaya yang tampak dari jendela hotel
Selesai check-in dan memasukkan kopor ke kamar, sholat, dan makan siang di Kencana Restaurant di dalam hotel, kami minta petugas hotel memanggilkan taksi. Tujuan pertama adalah ke Masjid Cheng Ho, yang tidak jauh dari hotel. Ternyata, oh ternyata … Masjid Cheng Ho menghadap ke timur, dan saat itu sudah lewat jam 3 sore. Matahari bersinar dengan terik dari arah barat. Tidak mungkin membuat foto masjid dengan menentang cahaya matahari sekuat itu. Satu pelajaran lagi bagi saya : jika akan memotret bangunan, cari informasi dulu bangunan itu menghadap ke arah mana, agar bisa menentukan waktu yang tepat untuk memotretnya.
Kantor Gubernur Jawa Timur di Jl. Pahlawan. Lokasinya berseberangan dengan Monumen Tugu Pahlawan
Kami pun menyusuri kota Surabaya, melewati Kantor Gubernur yang masih semarak dengan bendera merah-putih, juga menyeberangi Jembatan Merah yang legendaris sebagai salah satu lokasi pertempuran paling sengit pada 10 November 1945. Begitu legendarisnya Jembatan Merah ini, hingga ada lagu keroncong yang digubah khusus untuk mengenangnya. Anak-anak muda sekarang mah pasti nggak mengenal lagu ini, dianggap sudah jadul banget.
Jembatan Merah, sungguh megah. Berpagar gedung megah. Sepanjang hari yang melintasi silih berganti. Mengenang susah, hati patah. Ingat jaman berpisah. Kekasih pergi, hingga kini belum kembali. Biar Jembatan Merah, andainya patah akupun bersumpah. Akan kunanti dia disini, bertemu lagi ….
Jembatan Merah di atas Kalimas, warnanya memang merah
Tanpa turun dari taksi, kami langsung meluncur ke Monumen Tugu Pahlawan. Begitu sampai di depan gapura tempat berdirinya patung Soekarno-Hatta, saya langsung protes kepada petugas yang menyambut kami. “Pak, kok gapuranya nggak diperbaiki sih? Kok dibiarkan retak-retak dan gempil (apa ya bahasa Indonesianya ‘gempil’?) begitu?”. Petugas itu agak terkejut, lalu tersenyum. “Memang dibuat seperti itu kok Mbak. Aslinya waktu ditemukan ya seperti itu”. Setelah masuk dan mendekat, saya baru ‘ngeh’ kalau gapura itu masih baru, tetapi memang didesain seolah-olah bangunan tua yang sudah retak. Wooo. Makanya jangan terlalu ‘bernafsu’ protes kalau belum tahu duduk permasalahannya … hehehe …
Patung Sukarno-Hatta dan gapura ‘gempil’
Lhaa … tapi (saya protes lagi, cuma kali ini dalam hati), sebelum ‘asli yang gempil’ itu, kan pasti ada ‘asli yang utuh’ to? Kenapa diambil fase ‘gempil’nya? Ah, bodo amat! Itu mah urusan orang Surabaya!
Sebenarnya museum sudah tutup, tapi ketika mengetahui saya dari jauh dan belum pernah masuk museum, Mas petugas tadi mengatakan bahwa saat itu museum dibuka secara khusus karena ada rombongan tamu dari Singapura. Ia berbaik hati akan ‘menyelundupkan’ kami ikut masuk. Wah, boleh juga. Mudah-mudahan nggak ada pemeriksaan paspor Singapura di pintu masuk …
Kami pun dibawa masuk ke museum, dan dengan pe-de bergabung dengan tamu-tamu dari negeri Singa itu. Seorang petugas museum sempat memandang kami dengan heran ketika saya dan keponakan saya lupa berbicara dalam bahasa Jawa … (hehe … niki Singojowo kok Pak …)
Patung di halaman Museum, menggambarkan perjuangan fisik rakyat Surabaya melawan penjajah
Tugu Pahlawan didirikan pada tanggal 10 November 1951, dan diresmikan setahun kemudian oleh Presiden Soekarno. Monumen ini dibangun untuk mengenang sejarah perjuangan para pahlawan kemerdekaan dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Museum Sepuluh November Surabaya dibangun untuk melengkapi Tugu Pahlawan. Di dalam museum terdapat koleksi persenjataan, baik dari pihak Sekutu maupun dari pihak Jepang, juga bambu runcing yang digunakan para gerilyawan. Terdapat juga Hall of Fame, gugus patung, koleksi foto, koleksi bersejarah dari Bung Tomo, beberapa setting dari peristiwa penting yang dirangkum dalam diorama, dan penayangan film pertempuran 10 November 1945 dalam diorama elektronik.
Gugus patung pada foto di atas menggambarkan para pejuang dari unsur militer, Palang Merah, dan rakyat mendengarkan pidato Bung Tomo yang berapi-api pada tanggal 9 November 1945. Pidato inilah yang mampu membakar semangat arek-arek Suroboyo untuk melawan penjajah walau hanya dengan bersenjata bambu runcing
Tugu Pahlawan, menjulang megah di langit biru
Malam itu di Vista Cafe Sidewalk yang terletak di depan Garden Hotel ada live music jazz yang menampilkan Surabaya All Stars. Kebetulan sekali. Daripada pergi jauh-jauh dari hotel, atau mendekam di kamar, kami makan malam di Vista Cafe. Pada siang hari tempat yang terletak di tepi jalan Pemuda ini dipakai untuk parkir mobil, tapi pada malam hari disulap menjadi kafe yang semarak dengan lampu-lampu yang indah. Pada back drop di panggung, terpampang tulisan “Tribute to Jak Jazz”, disponsori oleh sebuah pabrik rokok (tahulah kita, rokok apa itu … ).
Surabaya All Star di Vista Cafe Sidewalk pada “Tribute to Jak Jazz”
Surabaya All Star (SAS) terdiri dari banyak pemain musik dan dua penyanyi wanita (Putri dan … wah, yang satu saya lupa namanya). Suara mereka oiii ….. baaagus. Permainan musik SAS juga mempesona. Mereka juga mempersilahkan pengunjung mengajukan request, atau mau nyanyi sendiri juga boleh. Saya mengirimkan 4 request lagu, Pasrah (Ermy Kulit), Kissing a Fool (Michael Buble), Mack The Knife (pernah dinyanyikan Louis Amstrong, Bobby Darin, dan juga Ermy Kulit), dan Sixty Street (ada di album Ireng Maulana All Star). Sayangnya, yang dipenuhi hanya lagu Pasrah. Selain banyak request dari pengunjung lain, jangan-jangan para penyanyi dan SAS tidak biasa membawakan lagu-lagu yang saya minta …. (wah, su’udzon nih … hehe). Begitupun, saya sangat terhibur dengan permainan musik dan alunan suara yang disajikan SAS.
Jam sepuluh malam, pada break yang kedua, kami meninggalkan Vista Cafe. Kurang tidur pada hari Selasa malam, ditambah perjalanan yang cukup melelahkan sepanjang hari Rabu, membuat tidur kami sangat nyenyak. Kamar hotel dengan bed ukuran king size untuk berdua terasa sangat lapang. Tirai jendela kami biarkan terbuka lebar, dan lampu-lampu dari gedung-gedung megah di sekitar hotel tampak berkelap-kelip menyajikan pemandangan indah.
Selamat malam, Surabaya …
Wah, selamat datang dari Surabaya. Kelihatannya kesannya kurang meriah liburan di Surabaya. Nggak kayak cerita liburan di Sulsel. Lha cuman musium dan cafe. Ya, ceritanya kan baru satu hari, terus cerita hari keduanya bagaimana bu?
Terus terang saya juga belum pernah ke musium tersebut. Baru sih, dan kesannya eksklusif sehingga arek-arek Suroboyo aja jadi males ke situ. So, you are very lucky.
Jalan-jalan di Surabaya nggak lengkap kalau tidak menikmati wisata kulinernya. Menurut saya kekayaan kuliner Surabaya setara dengan kota Medan, Bandung, dan Sala (katanya ini tulisan yang benar). Baksonya terenak di dunia. Satu lagi yang wajib dilakukan di Surabaya. Ke Bromo. Ya gunung Bromo, bukan jalan Bromo. Banyak travel agent dan taksi yang akan menawarkan perjalanan ke Bromo dengan berangkat jam 12 malam terus sampai Surabaya jam 9 pagi. Scenerynya luar biasa. Jgn-jgn bu Tuti sudah ke sana ya. Nah itu sarannya arek Suroboyo yang merantau sejak 1982. Belum lagi kalau mau belanja. Wah surganya juga.
Soal Taksi, untung cuman dibilang ACnya rusak. Lebih menjengkelkan lagi kalau dijawab “Petangpuluhewu njaluk adem” (khas Madunten). Memang tanpa AC di Surabaya seperti di dalam oven. Surabaya memang ongkep (sumuk banget kata wong Jogja). Saya juga heran dulu kok kuat ya seharian sepeda motoran dari pagi sampai sore di kota Surabaya yang panas. Sekarang, no way lah.
Lain kali kalau ke Surabaya ajak saya. Nginep di rumah saya saja. Dekat pusat kota dan banyak kamar kosong karena ibu saya sekarang tingal sendirian. Lha ke empat anaknya cari uang di kota-kota lain.
Tuti :
Liburan di Surabaya seru juga kok Pak Eko. Pada tulisan pertama ini saya tambahkan foto kantor Gubernur dan Jembatan Merah (waktu Pak Eko baca belum ada). Sabar, besok akan saya tulis ‘petualangan’ hari kedua dan ketiga. Soalnya kalau saya tulis sekaligus, terlalu panjang.
Sayang sekali, saya tidak sempat menikmati wisata kuliner Suroboyo. Makannya malah pizza di Vista Cafe, rice bowl di Surabaya Plaza, dan masakan Padang di Restu Bundo (halah, di Surabaya kok ya nggak makan rujak cingur, malah ke resto Padang yang dimana-mana ada!).
Saya juga belum ke gunung Bromo. Nggak ada yang memberi informasi tentang itu sebelumnya. Lagipula kalau berangkatnya jam 12 malam …. ealaah, yo mending turu Pak … ๐
Lho Pak, taksi petangpuluhewu itu mahal banget lho, wong saya dari Surabaya Plaza, mampir ke hotel ambil kopor, terus ke Gubeng aja cuma 11 ribu je pake taksi argo. Makanya saya mangkel banget sama taksi koperasi stasiun itu. Semprul tenan.
Wah, mau sekali Pak, kalau ditawari nginep di rumah ibunya Pak Eko. Tapi kasihan ibu, wong saya pergi pagi pulang malam. Jangan-jangan nanti beliau mikir : iki arek wedok yak opo se, lungo ae gak nate lungguh … ๐
Asik ya,… jalan-jalan
Tuti :
Memang asyik jalan-jalan. Kalau lari-lari, nah itu hos … hos … hos …
Aku ke Surabaya terakhir kali adalah tahun 1981, ketika mengurus surat-surat bebas kewajiban dari Pemerintah Propinsi Jawa Timur sebagai salah satu persyaratan wisuda sarjana di UGM (maklum skripsinya nebeng Proyek Bengawan Solo/Dep. PU). Ke Surabaya diantar oleh sohibku MR Djarot yang kini jadi dosen di FG UGM, nginap di Wonokromo dirumah calon mertua sohibku tsb (sekarang sudah jadi mertuanya). Aku dulu berkata dalam hati, kalau aku kerja di PU, aku pasti akan kembali ke sini (Sub Proyek Bengawan Solo Hilir). Ternyata nasib lain, aku jadi pns di ddn/dja. Pernah beberapa kali singgah di Surabaya, hanya transit di airport saja.
Tuti, kamu bisa menikmati perjalanan ke surabaya itu karena hatimu lapang dan bersih. Keindahan itu pada dasarnya berasal dari hati kita. Tatkala hati kita kusut, semua keindahan menjadi redup, bahkan lagu lagu syahdu terasa seperti suara bersungut-sungut. Kesimpulan saya, dirimu saat ini dalam keadaan tenang, jernih, damai. Bersyukurlah kepada Tuhan.
Aku nggak mau kamu panggil Pak Sony, karena kesannya berbau kerja. Panggil aku seperti dua puluh tahun yang lalu, Sis, seperti kakak-kakakku memanggilku. Terasa seperti dirumah ibuku di kampung. Selamat datang kembali ke dunia nyata, dunia tugas rutin.
Tuti :
Terakhir ke Surabaya tahun 1981? Walaah …. bayi yang dulu kamu lihat di Surabaya (kalau ada) sekarang sudah melahirkan bayi juga, sudah jadi seorang ibu … ๐
Pastinya Surabaya sekarang jauh berbeda dengan Surabaya 27 tahun yang lalu. Jadi, sudah waktunya berkunjung ke sana lagi (sekalian mampir ke Yogya, bernostalgia di bekas almamater).
Terimakasih Pak Sony … eh, Sis … ๐ karena telah melihat aku sebagai orang yang berbahagia. Seperti katamu, bahagia itu kuncinya ada di dalam hati dan pikiran. Whatever goes on, we can make it easy. Bener opo ora?
Bersyukur kepada Tuhan? Of course I do. Thanks for remind me anyway …
Oke Sis, sejak sekarang aku panggil Sis deh. See you Sis, thanks for watching my humble blog …
Salam Ramadhan dari Malaysia Ibu Tuti,
Saya terjumpa blog ibu semasa mencari maklumat tentang sejarah Indonesia.
Mohon izin di’link’kan kepada blog saya nanti ya bu.
Banyak informasi tentang Indonesia yang saya kutip dari tulisan Ibu Tuti terutama maklumat wisata dan sejarahnya.
Di Indonesia saya perhatikan bahawa rakyatnya begitu menyanjungi pengorbanan pahlawan nasionalis Indonesia melalui rekod sejarah dan monumen-monumen yang didirikan di serata Indonesia.
Saya kira sudah terlalu banyak darah yang tumpah semasa perjuangan memerdekakan Indonesia (berbanding Malaysia) menyebabkan rakyatnya begitu menghargai harga kemerdekaan itu. Terus terang saya cemburu sebenarnya dengan ‘kekayaan’ rasa patriotik rakyat Indonesia.
Hari ini Malaysia menyambut kemerdekaannya, tetapi rasa dan girang itu ternyata kabur sekali. Malahan Pak Menteri Perpaduan Malaysia sendiri dengan nada yang sungguh ‘apologetic’ memberi alasan perayaan kemerdekaan Malaysia tahun ini sederhana sahaja kerana ‘kurangnya’ bajet.
Sayang sekali….tapi itulah realitinya……
Tuti :
Salam takzim saya untuk Drbubbles (alamak …. bagaimana cara membacanya?)
Girang sungguh saya mendapat kunjungan tamu jauh dari Malaysia. Saya sudah empat kali berkunjung ke Malaysia, meskipun belum ke serata negeri. Banyak persamaan di antara negara Malaysia dan negara Indonesia, yang merupakan bangsa serumpun.
Memang kami sangat menghormati jasa para pahlawan bangsa, meskipun di sebahagian kalangan generasi muda penghayatan itu tidak seteguh di kalangan generasi tua yang mengalami langsung masa-masa perjuangan kemerdekaan.
Saya juga belum lama mempelajari lebih jauh tentang sejarah Indonesia masa lampau, pada masa kerajaan-kerajaan. Pada wisata ke Surabaya kemarin, saya mengunjungi juga desa Trowulan, tempat peninggalan kerajaan Majapahit di abad 12 – 15.
Untuk informasi lengkap mengenai wisata di Indonesia dan di kawasan Melayu, silakan mengakses ke http://wisatamelayu.com/ adapun tentang Melayu secara umum, ada di http://melayuonline.com/. Silakan dikabarkan mengenai portal-portal ini kepada para ahli di Malaysia.
Saya mengucapkan juga “Selamat Memperingati Hari Kemerdekaan Malaysia”, semoga Malaysia semakin berjaya dan bermanfaat bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara khususnya. Tak apalah jika Menteri Perpaduan Malaysia (menteri bidang apakah gerangan?) mengatakan demikian. Yang terpenting hati rakyat Malaysia selalu bersyukur atas kemerdekaan yang telah dicapai.
Selamat menyambut Ramadhan …
Semoga perjalanannya ke Surabaya berkenan ya Mbak Tuti, sepertinya saya mendapat pelajaran baru dari tulisan mbak Tuti dari Surabaya. Dahulu ketika masih hidup disana kok nggak ada perasaan seperti itu ya Mbak Tuti, tiap hari ke Mall melulu. Mungkin karena saya tidak berkecimpung di dunia pendidikan barangkali yang membuat saya tidak sadar akan semua itu. Selamat Menunaikan Ibadah Puasa juga buat mbak Tuti. Mohon maaf apabila ada tulisan yang tidak terjaga ketika meninggalkan komentar di blog mbak Tuti atau ketika Mbak Tuti megunjungai blog saya. Terimakasih
Tuti :
Perjalanan ke Surabaya asyik kok, mbak Yulis. Masih ada dua tulisan lagi yang akan saya upload, menunggu waktu luang. Dari kunjungan selama 3 hari kemarin, saya cukup banyak melihat kota Surabaya, meskipun pasti belum seluruh sudutnya.
Terimakasih untuk ucapan selamat puasanya. Selamat berpuasa juga jika mbak Yulis melaksanakannya. Saya juga mohon maaf jika selama berinteraksi melalui dunia maya banyak melakukan kesalahan, baik karena tidak disengaja maupun hanya bermaksud bercanda. Terimakasih untuk ke’setia’an Mbak Yulis mengunjungi blog saya. It’s very nice of you …
Salam Mba’..
Lama tidak berkirim khabar. Moga semuanya sukses. Salam Ramadhan, moga ramadhan tahun ini bawa seribu keberkatan.
Saya kini di Thesaloniki, Greece. Bandar sejarah kepada empayar Macedonia. Empayar yang melahirkan Alexander The Great.
Maaf, tidak ada kesempatan menghantar naskah Hikayat Hang Tuah pada Mba’. Saya sudah membeli naskah itu hanya tidak sempat untuk menghantar via pos.
Saya akan kembali ke Malaysia sebelum Aidilfitri. Saya akan usahakan untuk menghantar naskah tersebut.
Sehingga kini, moga selamat semuanya.
Tuti :
Salam, Bang Syirfan
Ya, lama tak jumpa kita ni. Saya pikir bang Syirfan sudah balik ke Malaysia, ternyata lanjut ke Greece (orang Indonesia bilang “‘Yunani’). Perburuan bang Syirfan kepada Alexander nampaknya sungguh-sungguh sampai ke ujung dunia. Selamat lah. Semoga selalu berjaya.
Mengenai naskah Hang Tuah, bila-bila masa sajalah Bang Syirfan kirim, jika sudah ada masa. Tak usah pula buru-buru. Terimakasih sebelumnya atas susah payah ini.
Selamat menjalankan ibadah puasa di tanah Macedonia. Semoga amal ibadah kita diterima Allah Swt. Amin.
Di stasiun Tugu jg ada taksi milik koperasi bu. Sy jg prnh jd “korban”nya. Bayangan sy waktu itu, sama spt taksi2 bandara, ternyata sangat jauh berbeda; platnya hitam, kendaraannya tua (keluaran thn70-80), ac kadang ada kadang nggak, en tarifnya bs 2xlipat dr taksi ber-argometer. ๐ฅ
akhir kata:
Lembayung sya’ban Tlh b’akhir. Indahnya Romadhon kan bersemi. Terhaturkan maaf memulai hari. Mohon maaf lahir &batin. Smg senantiasa dlm keberkahan Allah.
Tuti :
Wah, begitukah? Heran sunguh, mengapa sih taksi-taksi resmi ini, yang sudah mendapatkan privilege, bukan menjaga reputasi tapi malah menipu penumpang? Mereka memang akan mendapatkan uang banyak, tapi hanya sekali itu saja, karena penumpang tidak bakal mau naik taksi mereka lagi. Mengapa ya mental mereka masih mental ‘aji mumpung’ (mumpung ada orang yang nggak tahu medan), bukan profesionalisme dengan memberikan pelayanan terbaik? Hmmmhh …. gemes deh!! Gimana mau maju kalau mentalnya masih kayak gitu!
Selamat menjalankan ibadah di bulan Ramadhan juga, Yodama. Mohon maaf lahir batin kalau selama berinteraksi lewat dunia maya, ada kata-kata yang tidak berkenan …
yaaaah…, kecewa deh penonton ga dapet kasetnya mBah Leo… ๐ฆ
di tepi-tepimu Surabaya
dimana kita mulai semua ini
….sinar lentera dalam kabut biruu
belum juga mati menjelang pagi.
๐ met puasa ya Bude Tuti, …
(…. wahai jiwa yang tenang, jadilah golongan hamba-hambaKu….)
Tuti :
Iya, Daffa, maafkan Bude ya, nggak bisa bawain kaset Mbah Leo buat Daffa … ๐ฆ Lain kali deh, kalau Bude sudah dapet CDnya, Bude kirim ke Pekanbaru pakai delman (halah, kapan sampenya … ๐ )
kereta melaju berlari
di atas kopor kuangkat kaki
serasa melayang serasa terbang
senyumku terkembang
walau aku sendiri …
(hayo, terusin Daffa …)
Selamat menjalankan ibadah puasa juga untuk Daffa, papi, mami, opa, oma, ncle Na, dan semua yang ada di Pekanbaru. Semoga Allah Swt menerima ibadah kita. Amin.
Nambah sedikit tentang Bromo karena saya kurang lengkap memberi informasi. “Jualan”nya Bromo adalah melihat sunrise di atas gunung, baik gunung Bromo ataupun puncak Indah. Kebanyakan menengoknya di Bromo karena lebih romantik dan areanya luas seluas bibir gunung Bromo (harus naik ke puncak gunung Bromo lewat tangga yang telah disediakan). Kalau di puncak indah memang bisa melihat sekaligus gunung Bromo, Batok dan Semeru sekaligus dengan sangat indah ditambah lagi adanya sunrise. Kalau bu Tuti melihat kartu pos yang ada gambar gunung Bromo ya itu diambil dari puncak indah. Jika sudah disana it’s quite memorable adventure karena di samping indah nian pemandangannya (di Indonesia tak ada duanya, karena Bromo dikeliling lautan pasir) juga jalan menuju Bromo bisa pakai kuda (sehingga tidak bisa ke puncak indah) atau naik jeep (ini memang khas Bromo dimana kendaraannya adalah Jeep Toyota Land Cruiser).
Nah karena berangkatnya pagi-pagi kebanyakan ketika menuju gunung Bromo sudah wudhu dan shalat subuh di kaki gunung Bromo. Harap maklum disana tidak ada mushola karena rakyatnya kebanyakan beragama Hindu. Nah soal tidur bisa disiasati dengan cara tidur di mobil ketika berangkat dan pulang. Apalagi karena macet lumpur Lapindo maka tidur sewaktu pulang lebih lama.
Soal taksi, ya mohon maaf karena memang 40rb itu kemahalan banget. Tapi mohon diingat kalau sudah di Surabaya siap-siap dengan kejutan yang biasa kita dengar dicerita-cerita humor seperti perkataan “Bulan aja kelihatan dari sini” (karena kita nawar dengan argumen tempatnya kelihatan dari sini) atau “Ih ibu ini upilnya seduku-duku” (ketika nawar duku yang kita bilang seupil agar dapat harga murah).
Oh ya, di samping Hotel Garden Palace di depan bioskop Mitra ada Ice Cream Zangrandi yang sangat lezat. Nah, lain kali kalau ke Surabaya dan nginap lagi di hotel tua (Garden Palace memang sudah tua dibanding hotel2 top lainnya dan lebih tua dari hotel Elmi tempat kerjanya mbak Yulis) jangan lupa mampir di Zangrandi Ice Cream.
Tuti :
Wah, kayaknya saya harus ke Surabaya lagi ya Pak, khusus untuk menikmati sunrise di Bromo. Tapi karena berangkatnya jam 12 malam, harus pergi dalam rombongan atau bersama suami agar terjamin keamanannya. Lha kalau kemarin kan saya cuma berdua dengan ponakan cewek (biasanya malah pergi sendiri).
Mungkin karena saya sudah bayar mahal, sopir taksi dari stasiun Gubeng kemarin ramah kok Pak, nggak ngomong yang ‘nyelekit’ kayak cerita Pak Eko. Agar saya tidak terlalu ‘kecewa’ karena jarak yang begitu dekat, saya diputer-puter dulu, biar terasa agak jauh gitu, sambil dipamerin kota Surabaya … ๐ฆ
Ohya, sebenarnya ada dua hotel yang memakai nama ‘Garden’, yaitu ‘Garden Hotel’ (bintang 3) hotel lama yang menghadap Jl. Pemuda, dan ‘Garden Palace’ (bintang 4) hotel yang dibangun kemudian, menghadap Jl. Yos Sudarso. Kedua hotel ini beradu punggung, nyambung jadi satu.
Ice cream Zangradi? Whoaa … kok baru sekarang ngasih tahu ….. ๐
Berarti stasiun Gubeng Surabaya kalah sama stasiun Madiun. Kalau Ibu Tuti sempat mampir ke Madiun, begitu turun dari KA bisa nyambung taksi warna hijau atau warna merah-putih yang senyaman taksi-taksi bagus di Jakarta. Tarif bisa berargo, tapi kalau borongan dari stasiun sampai ujung kota Madiun cuman Rp 15,000.. satu kali jalan
Tuti :
Kemarin cuma lewat aja Pak di stasiun Mediyoen. Jadi nggak sempat nyoba naik taksinya.
Oh ya, saya baru tahu kalau di Madiun tidak ada nasi. Bener lho Pak, soalnya pedagang nasi di stasiun itu tidak berteriak “nasi,nasi!” tapi “nooasee …. nooaseee!!” ….. ๐
wah… rugi lho bu nggak ke zangrandi ice cream,tempatnya
sederhana tapi ice creamnya tops banget apalagi tutifrutinya….sudah ada sejak aku kecil lho…dan rasanya tetep top… jadi kangen ma surabaya nich, oya aku pengen lho bisa nulis kaya ibu…kadang suka bingung mau mulai dari mana, kalau boleh minta sarannya…. (padahal papa saya dulu wartawan dan redaksi koran surabaya lho… lha kok ndak nurun ya…) kebetulan saya baru belajar buat blog, tapi isinya hanya lukisan-lukisan karya saya, nantinya saya pengen nulis artikel juga……matur nuwun bu….mampir ke blog saya ya bu…
Tuti :
Iya, rugi ya saya nggak ke Zangrandi. Abis, informasinya telat. Besok deh, kalau ke Surabaya lagi. Kan belum ke gunung Bromo juga …
Pengin belajar nulis? Buka aja blog Ersis Warmansyah (ada di blogroll saya). Beliau penulis dari Kalsel, banyak menulis cara-cara membuat tulisan di blognya. Wah, saya pengin banget bisa melukis lho. Pernah belajar melukis, tapi baru setengah jalan terus berhenti karena kesibukan ini-itu.
Iya deh, ntar saya berkunjung ke blog Rani. Sebenarnya saya sudah pernah mampir lho, tapi nggak ninggalin komentar, soalnya di blogspot ribet untuk ninggal komentar. Harus konfirmasi macem-macem, jadi saya nggak sabar. Trims sudah berkunjung ke blog saya.
Sekarang Surabaya tambah cantik ya Bu.. terakhir saya ke sana pertengahan Desember 2007 untuk nganter mahasiswa kunjunga ke Ubaya dan Balai Besar POM Sby. Taman-taman kota semakin banyak, ber-wifi lagi dan kalinya juga semakin bersih.. Kesan dari teman saya yang dari Malaysia juga positif tentang kota pahlawan ini. Semoga semua kota di Indonesia semakin hijau..
Tuti :
Iya memang, taman-taman kota di Surabaya lumayan segar. Taman di depan Balai Kota juga cukup luas. Ohya, kemarin saya sempat masuk dan keliling di Unair dan ITS juga. Masjid Agung Surabaya yang terletak di dekat perbatasan Sidoarjo sangat besaaar dan baguuus …. Semoga saja bangunan-bangunan lama yang memiliki arsitektur indah tidak dihancurkan dan diganti dengan bangunan baru, sehingga masih ada sisa sejarah yang tertinggal di Surabaya.
waduh, bu lurah lagi action nok menara eifel (eifel lokal dik surabaya), sampai lali karo rakyate sing baurekso suroboyo ๐ฆ (
kapan aku diajak keliling suroboyo …….:) )
Bu lurah, nok suroboyo ano aturan soko pemkot bagian bangunan dan perijinan …:
“seluruh bangunan dan gedung ora oleh nok duwure menara eifel / tugu pahlawan …..”
tolong bu lurah aturan iku opo bener, tolong dikaji bu lurah …
Tuti :
Ealah Pak Sidik, piye kabare? Apik-apik wae to?
Iyo, aku wingi ntas mlaku-mlaku nok Suroboyo, ndeleng kuthomu. Lha yen awakmu rak wis bola-bali keliling Suroboyo, dadi ora tak jak.
Bab aturan pemkot Suroboyo iku yo mesti wae bener, lha yen ono bangunan nok nduwure tugu pahlawan, tugune ambruk ora kuwat nyonggo …