EYE FOR EYE, TOOTH FOR TOOTH ….
Anda kenal Raja Hammurabi dari Babylonia? Ya iyalaah … maksud saya tahu ceritanya gitu … bukan kenal langsung sampai punya nomor hape, account e-mail, atau tercatat di face book …
Raja Hammurabi adalah orang hebat (ada juga yang mengatakan ‘gila’) yang menciptakan “Code of Hammurabi” atau Hukum Hammurabi, salah satu dari beberapa hukum tertulis yang dibuat beberapa ribu tahun yang lalu. Sebelum ada hukum tertulis, titah raja berlaku sebagai hukum, sehingga tidak ada standar yang sama dan mengikat untuk seluruh rakyat. Code of Hammurabi ini menjadi dasar bagi berbagai aturan hukum yang berlaku di dunia modern saat ini.
Oke, kita kenalan dulu yuuk dengan Pak Hammurabi. Saya kenal Hammurabi pertama kali pada mata kuliah Aspek Hukum di Bidang Konstruksi. Salah satu hukum Hammurabi yang berkaitan dengan bidang konstruksi berbunyi demikian : “Tukang batu yang membuat rumah, dan rumah itu ambruk sehingga menewaskan penghuni yang ada di dalamnya, maka tukang batu tersebut harus dihukum mati”. Holoh, holoh ….
Hukum yang ‘mengerikan’ tersebut sesungguhnya memiliki filosofi tentang jaminan mutu dan profesionalisme, dimana setiap orang harus memiliki profesionalitas dalam bekerja, dan bertanggungjawab atas hasil pekerjaannya.
Hammurabi adalah raja ke enam dari kerajaan Babylonia, yang menguasai seluruh wilayah Mesopotamia yang subur. Ia lahir pada tahun 1795 BC, dan meninggal pada tahun 1750 BC. Hammurabi seorang raja yang sangat tegas dan disiplin. Ia ingin segala sesuatu berjalan dengan tertib dan teratur, dan semua orang menaati peraturan.
Pada suatu ketika, ia merasa kesal karena banyak gubernur di wilayah kekuasaannya yang tidak mau mengirimkan tentara untuk berperang. Maka ia memerintahkan semua gubernur untuk datang menghadap. Berdatanganlah para pemimpin wilayah itu, dari berbagai suku di Afrika dan Asia Barat. Mereka datang dengan pakaian kebesaran masing-masing. Ada yang datang dengan jubah sutera dan perhiasan emas-perak, ada yang menutup tubuhnya dengan bulu binatang, ada yang hanya bercawat dan melumuri tubuh serta wajahnya dengan cat warna warni, ada yang berambut panjang terjurai-jurai, ada yang mencukur plontos kepalanya. Pokoknya semua tampil dengan ‘dandanan terbaik’ mereka, menurut versi suku dan budaya masing-masing.
Hammurabi kaget melihat rakyatnya yang aneka corak itu. Kerajaan apa ini, yang rakyatnya gado-gado seperti ini, pikirnya. Ini bukan kerajaan yang tertib dan rapi, tapi panggung sirkus, geramnya dengan kesal. Jika dandanan mereka saja centang prenang, amburadul, pasti perilaku mereka pun semau-mau sendiri. Hammurabi urung memberi ceramah tentang pentingnya mengirimkan tentara bagi kerajaan, dan menyuruh semua gubernur dan utusan wilayah itu untuk pulang.
Hammurabi kemudian memilih orang-orang kasim yang paling pintar (pada masa itu, orang kasim memiliki kedudukan yang terhormat dan terpercaya di kerajaan), dan menyuruh mereka membuat suatu hukum yang akan mengatur perilaku seluruh orang di wilayah kekuasaan kerajaannya. Maka terciptalah Code of Hammurabi yang terdiri atas 282 hukum. Hukum Hammurabi ini bersifat spesifik, dan selalu disertai dengan sanksi yang berat. Jika dilihat dari perspektif modern masa kini, sanksi yang diberikan oleh Hukum Hammurabi sangat mengerikan, sering kali berupa potong tangan atau hukuman mati. Harus kita pahami, bahwa hukum ini diciptakan hampir empat ribu tahun yang lalu, dimana kehidupan masyarakat pada saat itu masih sangat bar-bar. Maka agar orang takut, ancaman hukuman pun harus memiliki tingkat kekejaman yang tinggi.
Filosofi yang dianut pada penyusunan Code of Hammurabi adalah “Eye for Eye, Tooth for Tooth”, filosofi ‘law of retalitation’ atau filosofi balas dendam.
Beberapa contoh hukum Hammurabi antara lain : seorang biarawati akan dibakar hidup-hidup jika kedapatan memasuki penginapan tanpa ijin, seorang dokter bedah yang pasiennya meninggal saat dalam penanganannya akan kehilangan sebelah tangannya, orang yang mencuri akan dipotong tangannya, orang yang berbohong akan dipotong lidahnya, orang yang …. wah, sudah ah, ngeri …
Ada juga hukum yang ‘a-moral’, yaitu : seorang peminjam dapat menghapus hutangnya setelah tiga tahun bila ia menyerahkan isteri atau anaknya kepada sang pemberi hutang (bersyukurlah semua wanita yang hidup pada zaman sekarang, yang bisa menolak jika akan dipakai untuk membayar hutang). Pada masa itu, perempuan berada pada posisi yang sangat direndahkan, tidak memiliki hak apa pun atas dirinya. Ia dianggap seperti barang yang dimiliki oleh ayah atau suaminya, yang boleh diperlakukan sesuka hati oleh laki-laki yang menguasainya.
Tetapi ada juga hukum yang melindungi perempuan, yaitu : seorang janda berhak mendapatkan warisan sejumlah yang diterima anak lelakinya. Mengingat bahwa pada saat itu perempuan sama sekali tidak memiliki hak (termasuk tidak memiliki hak atas harta benda), dan janda yang ditinggal mati suaminya berada pada posisi paling lemah (karena ia menjadi ‘barang tak bertuan’ yang boleh ‘diambil’ oleh siapa pun), maka hukum ini merupakan pembelaan dan perlindungan yang sangat besar maknanya bagi perempuan.
Gambar di atas menunjukkan Hammurabi yang menerima Code of Hammurabi dan penghormatan dari dewa Babylonia, yaitu Dewa Marduk atau Shamash. Relief tersebut terdapat pada bagian atas prasasti Hammurabi yang sekarang disimpan di Musee du Louvre, Paris. Prasasti ini terbuat dari batu, tingginya sekitar 2 meter dengan lebar 70 cm. Di bawah relief tersebut dipahatkan hukum Hammurabi yang terdiri atas 282 pasal dalam bahasa Akkadian. Prasasti ini ditemukan pada tahun 1901 oleh seorang egyptologist (ahli tentang Mesir) bernama Gustave Jequier di Khuzestan, Iran.
Setelah hukum Hammurabi selesai disusun oleh orang-orang kasim jempolan itu, hukum tersebut kemudian dipahat pada lempengan-lempengan batu dan dipasang di tempat umum, sehingga seluruh rakyat bisa membacanya. Prasati itu diperbanyak dan disebarkan ke seluruh wilayah kekuasaan Hammurabi yang sangat luas.
Hammurabi sangat puas berhasil menciptakan hukum bagi seluruh umatnya. Dia, yang menganggap diri adalah dewa, berkeyakinan bahwa setelah hukum itu diundangkan, rakyat di seluruh wilayah kekuasaannya akan hidup tertib, rapi, semua terkontrol, dan semua memiliki standar perilaku yang sama.
Tapi apa yang terjadi?
Oleh karena pasal-pasal dalam hukum Hammurabi dibuat sangat spesifik, dan kebanyakan mengacu pada keadaan yang ditemui di Mesopotamia serta ditulis dalam bahasa Babylonia, maka kekacauan terjadi di wilayah-wilayah yang memiliki budaya dan bahasa berbeda.
Suatu ketika, tiga orang utusan membawa batu prasasti bertuliskan hukum Hammurabi ke daerah Hinterland. Mereka melintasi gurun yang sangat luas dan panas tak terkira selama berhari-hari. Ketika akhirnya tiba di sebuah oase, mereka yang sudah sangat kehausan itu ingin minum. Namun, mereka kebingungan ketika membaca aturan nomor 214 yang berbunyi : “Barang siapa yang ingin minum pada saat ia sedang bepergian harus segera mengikat keledainya pada sebatang pohon dengan aman”.
Peraturan ini sesungguhnya dimaksudkan untuk melindungi keledai dari perlakuan pemiliknya yang sewenang-wenang, karena binatang ini memiliki nilai yang tinggi di tanah milik Hammurabi. Celakanya, para pembawa prasasti ini berasal dari Hinterlands, dan pada aturan itu keledai disebut dengan istilah “ass”, sementara dalam bahasa Hinterlands, “ass” berarti pantat. Lagipula, orang-orang tersebut tidak membawa keledai, melainkan onta. Maka, mereka mengikatkan pantat mereka ke pohon, dan meregangkan tubuh mereka untuk mencapai tepian danau di oase tersebut agar bisa minum. Namun karena jarak pohon tersebut terlalu jauh, maka mereka tak pernah berhasil mencapai tepian danau, dan akhirnya tewas. Adapun onta-onta yang mereka tunggangi, setelah minum sepuas-puasnya, lalu melenggang pergi meninggalkan ketiga tuannya. Karena tidak tahu tujuannya, onta-onta itu tersesat dan tidak pernah sampai ke Hinterlands. Maka hukum Hammurabi tidak pernah diterapkan di wilayah itu.
Kisah sedih yang lain terjadi di Etiopia. Di sini, terdapat kebiasaan yang mengharuskan seorang pembuat roti menyisakan satu loyang roti setiap kali mereka memanggang, sebagai derma bagi kaum miskin. Roti ini ditaruh di sebuah jendela, dan para fakir miskin akan mengambilnya karena tahu roti itu memang disediakan untuk mereka. Tradisi yang terpuji ini sudah berlaku dari generasi ke generasi, dan menjadi pranata sosial yang membuat orang miskin hidup tenteram. Tapi hukum Hammurabi mengubah semua itu.
Hukum no 764 berbunyi : “Barang siapa mengambil barang apa pun yang tidak ia beli, dinyatakan bersalah atas tuduhan pencurian dan akan kehilangan tangannya.” Empat puluh orang papa kehilangan lengan mereka satu hari setelah prasasti hukum Hammurabi tiba di tempat itu.
Masih banyak kisah tragis pada penerapan hukum Hammurabi, akibat salah persepsi dan pengingkaran perbedaan budaya di berbagai wilayah. Namun demikian, Code of Hammurabi merupakan cikal bakal dari hukum tertulis yang kemudian diterapkan di dunia modern.
Relief Hammurabi dapat ditemukan di berbagai gedung pemerintahan di Amerika Serikat. Hammurabi adalah satu dari 23 pembuat hukum yang reliefnya terdapat di U.S. House of Representatives di United States Capitol. Relief Hammurabi yang menerima Code of hammurabi dari Dewa Shamash juga terdapat pada dinding selatan U.S. Supreme Court Building.
Nah, jika anda merasa diri keturunan dewa, raja yang memiliki kekuasaan mutlak, dan ingin mengatur kehidupan manusia menjadi lebih baik, barangkali bisa mencoba membuat hukum sendiri. Tentu saja hukum yang sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat saat ini. Keren kan, kalau nanti ada “Code of Gundul Pacul” atau “Hukum Ompung Ompong” ….
Ah, bercanda aja lu …
(Sumber bacaan : http://en.Wikipedia.org, http://appreciativeorganization.wordpress.com, dan buku “Seratus Kejadian Yang Mengubah Sejarah Dunia” by Bill Yenne)
Bersyukur Indonesia udah punya KUH Perdata dan KUH Pidana…walaupun sebagian merupakan warisan zaman Belanda.
Dan dalam hukum tadi, wanita mendapat hak yang disejajarkan, dan tak dipakai sebagai pengganti jika kaum lelaki berhutang…..huhh seremnya…..
Tuti :
Memang sebagian besar hukum kita masih peninggalan zaman Belanda. Maklumlah, Belanda menjajah kita selama 350 tahun, jadi cukup waktulah bagi mereka untuk menerapkan hukum-hukum di negara kita. Kita sendiri baru merdeka selama 63 tahun, masih sibuk dengan segala macam upaya penyatuan bangsa, sehingga belum punya waktu dan perhatian yang lebih banyak untuk memperbaiki undang-undang warisan kolonial. Padahal banyak pasal dari undang-undang tersebut yang harus disesuaikan dengan kondisi sekarang yang sudah jauh berubah.
Iya …. enak aja ya, isteri dipakai untuk bayar hutang. Huh!
Btw, dalam bentuk yang lain, sekarang banyak terjadi juga perdagangan wanita …
Mbak, yang paling atas di delete ya….makasih….
Tuti :
Iya Mbak Enny, sudah saya hapus kok … trims juga
Sebenarnya di Karo juga ada hukum semacam Codeksnya Hammurabby, dan barangkali hanya berlaku di Karo, contohnya :
1. Dilarang bersapaan langsung antara anak menantu dengan mertua,
2. Dilarang berkomunikasi langsung antara besan (ayah sang suami dengan ibu istrinya).
Makanya ketika ada seorang laki-laki melihat mertuanya hanyut di sungai, dia hendak menolongnya. Namun dia teringat ada kodeks hukum, jangankan memegang ibu mertua, menyapanya saja sudah dilarang, maka urunglah dia menolong, hanya berteriak-teriak : ibu mertua hanyuuuut…ibu mertua hanyuuuut… kalau ada yang mendengar ya beruntunglah. tapi bagaimana kalau nggak ada yang mendengar… hanyuuuuuutlah sang ibu mertua. Kasihaaan deh lu. (Masih berlaku sampai sekarang lho Tut).
Tuti :
Waah … betulkah? Menarik sekali. Aku baru sekarang dengar ada codex semacam itu di Karo, Bang. Tentu ada kearifan lokal yang terkandung didalamnya. Apa ya, maksud nenek moyang dulu menerapkan hukum seperti itu? Apakah untuk menghindari terjadinya ‘hal-hal tak diinginkan’ antara mertua dan menantu? Tapi kalau menantu lelaki dan ibu mertua, mestinya ya kecil lah kemungkinan akan terjadi ‘pelanggaran’ etik. Kalau antara besan (ayah suami dan ibu isteri) nah …. bisa saja.
Kalau gitu, aku nggak mau ah besanan sama Bang Sis, ntar nggak boleh ngobrol lagi …. hihihi (bercanda Bang). Mending jadi teman aja, ya to Bang?
teman saya seorang lawyer bilang, hukum di kita (baca:Indonesah) dibuat untuk dilanggar…
Ketika dia bilang itu, saya cumak manggut2, padahal saya nggak ngeh…(kan saya DDR = Daya Dhong rendah).
Maksude piye ta Mbak Tuti (-) K ?
Tuti :
Maksude, Mbak Ayik, mungkin gini … (*mikir-mikir*)
Hukum dibuat untuk dilanggar, jadi hukum itu menghalangi jalan orang yang mau lewat (lewat pintu belakang alias nggak jujur, gituh … ). Nah, karena menghalangi, ya dilanggar saja, wong polisi dan penegak hukum juga bisa dilanggar dengan amplop …
Gitu kali.
Kalau ingat hukum potong tangan, saya selalu ingat Ratu Shima penguasa Kerajaan Kalingga yang luar biasa tegas dalam memimpin. Sampai2 memberlakukan hukum potong tangan bagi pencuri di kerajaannya. Tanpa ampun putranya sendiri harus menerima hukuman ini karena mencuri perhiasan yang ia taruh di perempatan alun2 dekat istana (iseng banget nih Maharani, nguji kesetiaan rakyatnya sampe naro jebakan perhiasan di perempatan alun2 istana, hehehe). Seingat saya kerajaan ini eksis di abad ke-6 Masehi, sementara Code of Hammurabi sudah eksis 4000 tahun yang lalu… Nah, kalo abad ke 6 di Daerah barat sana saya ndak tahu tuh Mba, bidang hukum sudah sampe mana, hmmm… tapi rasanya sudah maju dengan kebudayaan Yunani dan Romawinya ya? Kalau 4000 tahun yang lalu di nusantara kita??? hehehehe….
saya selalu tertarik mengaitkan sejarah, budaya dan kondisi suatu daerah dan daerah lain dalam kurun waktu tertentu… karena ternyata jadi luar biasa memesonakan betapa beberapa negara sudah maju minta ampun, dan yang belum tersentuh dengan teknologi dan filosofi masih agak tertinggal dengan budaya asli. Cerita Hammurabi yang amat sangat menarik… rik… rik…. rik…
ceritakan saya cerita yang lain, Bunda….
(weleh kaya anak kecil mau didongengin tidur saja….)
hehehehe
salam
-japs-
Tuti :
Sama Japs, kalau mempelajari sejarah saya juga suka membanding-bandingkan : di Mesir dan Yunani, beberapa ribu tahun sebelum Masehi budaya sudah demikian maju. Lha Indonesia waktu itu masih seperti apa ya? Sejarah nasional kita mulai tercatat kayaknya ya zaman Ratu Shima itu, di abad 6 (atau 7 ya?).
Tapi nggak usah jauh-jauh mundur ke belakang, sekarang ini saja, kesenjangan ‘kemajuan’ budaya di negara kita masih sangat jauh. Sementara kita sudah berkomunikasi dengan teknologi canggih seperti ini, banyak saudara-saudara kita se tanah air yang masih hidup di pucuk gunung dan pedalaman hutan, yang peralatan masak pun tidak kenal. Mereka makan dari berburu dan menanam ubi, dan cukup membakarnya dengan bara sebelum dimakan. Itulah ironinya dunia.
Ohya, ketika belajar sejarah dunia pertama kali di kelas 1 SMA, guru saya mengajarkan tentang Mesopotamia ini, tentang Raja Tutankhamon, dsb. Tapi waktu itu Pak Guru sama sekali tidak menjelaskan, Mesopotamia itu ada dimana, sehingga sejarah seperti kisah di awang-awang yang abstrak. Coba Pak Guru dulu menjelaskan bahwa Mesopotamia itu ada di wilayah Afrika Utara, sekitar Mesir, dst … pasti pelajaran sejarah menjadi lebih menarik dan mem’bumi’.
Cerita lain? Woa … masih buanyaaak Japs, tapi ntar ya, cari buku referensinya duulu … Sementara ini, tidurnya diantar dengan nyanyian Nina Bobo dulu ya … 😀 😀
Melihat wajah Hammurabi di atas, jadi langsung ingat Sun Go Kong…
Mestinya eye for eye and tooth for tooth ini diterapkan untuk konsultan desain struktural & CM di Indonesia. Habis, jarang atau bahkan tak ada konsultan tsb yang memberikan warranty/bond resmi, atas pekerjaannya, dengan alasan mahal. Sehingga untuk failure atas kesalahan mereka, didalam kontrak, disebutkan, paling banter akan diganti senilai kontrak mereka. Padahal nilai kontrak tsb max. hanya 5% dari nilai proyek konstruksi.
Halah kok saya jadi serius 😀
Tuti :
Mbak Yoga, di dalam Undang-Unang Jasa Konstruksi (UU No 18) yang dikeluarkan tahun 1999, pada Pasal 43 disebutkan bahwa jika suatu bangunan mengalami kegagalan konstruksi, maka jika kesalahan terletak pada perencananya, ia dikenai pidana 5 tahun penjara dan denda paling banyak 10% dari nilai kontrak. Sedangkan jika kesalahan terletak pada kontraktor pelaksananya, pidananya adalah 5 tahun dan denda 5% dari nilai kontrak.
Memang ringan sekali ya sanksi hukumnya? Pantas saja sering terjadi bangunan roboh sebelum waktunya, bahkan baru dibangun sudah roboh, seperti yang berkali-kali kita baca beritanya di koran. Coba diterapkan hukum Hammurabi, pasti konsultan perencana dan kontraktor di Indonesia tidak berani main-main ….. (atau malah nggak ada yang berani jadi perencana dan kontraktor … hehehe )
Huahahaha….. ini seh, masalah kesalahan interpretasi bahasa. Tetapi di zaman ini juga masih berlaku kok, bahkan karena terlihat keren langsung aja diadopsi. Lihat tuh berapa orang di negeri ini yang dinamai “Fanny” termasuk bintang komedi “Fanny Fadillah”. Padahal Fanny itu dalam Bahasa Inggris artinya……
Btw… coba kita buat ‘code of blogging’, cukup
susahgampang nggak ya? 😀Tuti :
Fanny? Wah iya ya ….. hallo, teman-teman, hati-hati ya kalau memberi nama kepada anak-anak kita. Lihat ke kamus dulu, jangan-jangan artinya …. nggak seindah bunyinya.
Setuju, Mas Yari. Ayo dibuat ‘code of blogging’ , saya kira perlu juga lho. Misalnya, jika mengutip tulisan orang lain, harus disebutkan sumbernya. Jika mengutip, maksimal berapa persen dari tulisan aslinya. Misalnya mengutip lebih dari 50 persen, maka pengutip tidak berhak mencantumkan namanya sebagai penulis, dst …
Masih banyak kisah tragis pada penerapan hukum Hammurabi, akibat salah persepsi dan pengingkaran perbedaan budaya di berbagai wilayah
Hmmm iya bu ya …
Maksudnya ingin mengatur tata kehidupan rakyatnya … namun pada kenyataannya implementasinya banyak menuai masalah …
Mungkin karena kurang “sosialisasi” ibu …
(gubrak … dzig … plung …)
Tuti :
Iya, Pak Nh ….
Ada dua sebab, yang pertama karena perbedaan bahasa. Wilayah kekuasaan Raja Hammurabi itu mulai dari Asia Barat hingga Afrika Tengah, dengan begitu banyak suku yang berbeda-beda bahasanya. Bahasa yang berbeda menimbulkan terjadinya kekeliruan penafsiran.
Yang kedua, masing-masing daerah sudah memiliki adat sendiri, yang paling sesuai bagi tata kehidupan mereka. Nah, semua itu tidak diperhatikan oleh Hammurabi, semua dipaksa memakai hukum yang berstandar Babylonia, sehingga banyak terjadi kekacauan.
Tetapi yang penting kita ambil pelajaran dari kisah sejarah ini, bahwa hukum tertulis itu penting sebagai acuan peraturan.
saya hanya kepikiran.. komen mbak edratna yang minta dihapus ttg apa sih mbak? hehe pasti ndak dijawab.
Tuti :
Tak jawab kok Mbak. Mbak Enny dobel mengirim komen. Yang pertama ada kekurangan satu kata (tapi cukup mengganggu makna), jadi diperbaiki dengan komen kedua. Nah, yang pertama lalu minta dihapus ….
Mekaten, Mbak Ernut. Semoga nggak kepikiran lagi ya (halah, serius banget?)
Waduh….
gawat banget kalo seandainya aq dilairkan di jaman itu…
udah hukumnya kejem banget, trus yang pasti aq gak bakalan bisa buat blog… 🙂
Lam kenal…
Tuti :
Iyaaa ….
Kalau Ander dilahirkan di zaman itu, pasti udah gepeng diinjak hukum Hammurabi, atau udah kabur ke Indonesia … hehehe …
Salam kenal juga …
Ayahku (alm) memang tidak bercakapan dengan ibu mertuaku, tapi kalau aku…kuanggap ibuku aja. Kalau beliau sakit aku yang bawa ke klinik, nggak kubedakan sama mamakku. Bagiku kodeks yang satu itu nggak berlaku.
Tuti :
Baguslah Bang. Tapi menarik lho untuk digali, apa sebenarnya maksud dari codex tersebut. Aturan itu pasti dihasilkan dari pemikiran nenek moyang dulu untuk tujuan kebaikan. Nah, kebaikan yang ingin dicapai itu seperti apa? Mungkin juga sudah nggak cocok dengan masa sekarang, karena zaman sudah berubah.
yach…daku gak kenal sama pak ham itu lho! huehueu
tapi serem juga yach bu hukumannya 🙂
Tuti :
Untuk mengukur kekejaman hukum tersebut, jangan dipakai ukuran zaman sekarang. Sebagaimana kalau kita membaca Kitab Suci, ancaman hukuman di neraka kan juga sangat mengerikan. Apakah itu berarti Tuhan kita kejam? Tentu saja bukan begitu.
Pada saat Kitab Suci diturunkan, bangsa Arab masih jahiliyah, mereka biasa melakukan kekejaman-kekejaman. Nah, kalau ancaman hukuman atas perbuatan dosa itu tidak keras dan kejam menurut ukuran zaman itu, mereka tidak akan takut. Jadi, hukuman di neraka seperti yang disebutkan dalam Kitab Suci itu sebenarnya adalah kiasan. Bagaimana kelak hukuman yang sesungguhnya, hanya Allah yang tahu.
Mestinya Indonesia juga lebih berani menerbitkan UU khusus bagi para koruptor dengan hukuman yang berat. Sebab selama ini efek jeranya masih belum terlihat dari hukuman yang divoniskan ke para tersangka kasus koruptor. Padahal kesalahannya jelas terbukti.
Tuti :
Betul, Mas Mufti. Seharusnya kita bisa meniru Cina, yang sudah berani menerapkan hukuman mati bagi koruptor. Sekarang ini di Indonesia, koruptor hanya dihukum beberapa tahun. Itu pun hanya bagi koruptor-koruptor ‘sial’ yang terjerat hukum, sedangkan koruptor yang untung dan selamat jauh lebih banyak. Harta hasil korupsinya juga tidak disita, sehingga para koruptor itu pasang badan saja, tak apalah dihukum beberapa tahun, toh keluar dari penjara dia masih kaya raya dan bisa melanjutkan hidup dengan enak …
kisah tragis hukum Hammurabi akibat salah persepsi buat saya ngeri mbak…sungguh beruntung negeri kita udh punya tata hukum yang lumayan adil…meski pada akhirnya berpotensi diselewengkan oleh pihak tak bertanggung jawab…
Relief Hammurabi juga buat saya ngeri…hihihi…untung ngga di pajang di negeri kita…seraaaam….
Tuti :
Waduh …. ternyata Hammurabi hanya membawa kengerian melulu ya bagi Mbak Donna ….. 😦
Saya sendiri tertarik pada Hammurabi (makanya saya tulis di blog) karena lompatan pemikirannya. Sebelum ada Code of Hammurabi, tidak ada hukum tertulis di Babylonia (bahkan di dunia). Semuanya tergantung raja, mau dianggap salah atau tidak. Kebenaran jadi relatif.
Nah, oleh Hammurabi, semua diatur, tertulis, dan seluruh rakyat bisa membacanya karena prasasti hukum itu dipasang di seluruh negeri. Artinya, kalau ada orang yang sengaja melanggar, dia sudah tahu akibat hukumnya, dan harus terima dihukum …
iya….nih jangankan kenal Hammurabi
Mbak Tuti aja juga baru kenal
sebatas di Veranda aja…..kekekeeek
sepertinya ketegasan figur pemimpin
ala Hammurabi suatu ketika
masih diperlukan….
jangan sprti di negeri Mbak Tuti
mosok Presiden lg serius
memberi wejangan….ada pula
sibuk ngobrol ngalor ngidul
dan yg lain ada yg tertidur
yem…….yem…..yem
ngono yo ngono ning ojo ngono 🙂
Tuti :
Nah, sekarang sudah kenal Hammurabi toh Bang? Meskipun ada kesalahan konsep dalam tata pikirnya (yaitu menyamakan hukum untuk budaya yang berbeda-beda), tetapi saya mengagumi kemajuan visi dan ketertiban masyarakat yang ingin diwujudkannya. Hukum Hammurabi ini sangat tegas dan tidak pandang bulu (termasuk tidak pandang rambut … hehehe).
Iya, para pejabat dan anggota legislatif itu memang kebangetan. Mosok Presiden lagi pidato, mereka tidur atau ngobrol sendiri-sendiri. Tapi saya percaya, besok kalau Bang Agus jadi anggota Dewan Yang Terhormat, pasti akan menjadi wakil rakyat yang aktif, jujur, dan penuh dedikasi, iya kan Bang? Sayang saya bukan penduduk Medan, jadi nggak bisa nyontreng nama Abang di bilik suara …
Masa Hammurabi ini 50 tahun setelah masa Ibrahim ya mbak?
Tuti :
Waduh … pertanyaan Uda Alex sulit nih … Bentar, lihat almanak dulu. Halah, almanak sebelum Masehi saya nggak punya …. 😦
Thanks Bu, saya lupa memakai referensi UUJK 1999. 🙂
Tuti :
Hehe … saya juga musti buka buku lagi, soalnya nggak hafal pasal-pasalnya. Mbak Yoga orang Sipil jugakah?
hm hm hm ….
Barangkali, penggunaan kata pencipta hukum tidak relevan jika disematkan pada manusia yaa?
Kalau dalam Islam, bukankah semua hukum itu milik ALlah -Alaysallahu ahkamil hakimin…
Barangkali, ini sih ide saja, bisa ngga yaa dieksplor lebih lanjut, tentang kenabian di zaman hammurabi itu? Karena hukum “mata dibalas mata” koq mirip dengan aturan Yahudi.
Salam
Tuti :
Tentu saja, hukum yang diciptakan manusia adalah tentang hubungan manusia dengan manusia. Misalnya : kalau tidak bayar pajak kena hukuman denda bla bla bla, menyelewengkan uang negara kena hukuman pidana bla bla bla …
Assalamu a’laikum wr wb.
Mungkin yang akan saya sampaikan kepada saudara/i berbeda ya. Dalam ajaran islam yang terkandung dalam Al Qur’an bahwa yang berhak membuat hukum adalah Allah. Jauh sejak nabi Nuh entah berapa ribu tahuan yang lalu ya, yang jelas lebih lama adari jamannya Hammurabi, Allah telah menurunkan aturan kepada nabi Nuh, kemudian di susul kepada Ibrahim dan diikuti oleh nabi Musa, Daud, Isa dan terakhir Muhammad saw. Keempat nabi terakhir itu ( Musa, daud, Isa dan Muhammad saw ) memperoleh kitab dari Allah 6yang menuntun manusia untuk hidup di dunia dan panduan untuk masuk syurga. Bagi orang islam ( muslim ) Allah mengatakan secara jelas dan tegas. … ” barang siapa yang tidak berhukum pada hukum yang diturunkan Allah maka mereka termasauk orang -orang kafir “…. pada bagian ayat lain jika tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah dalam Al Qur’an mereka termasuk orang – orang fasik dan dzalim…. Karena Allah yang menciptakan langit dan bumi serta yang ada diantara keduanya, maka Allah lah yang lebih tahu bagaimana seharusnya hidup di bumi yang sangat sementara ini agar kelak dapat menikmati hidupnya yang sebenarnya di syurga. Jadi hukum Hammurabi bukanlah ajaran atau aturan hukum yang sempurna karena ciptaan manusia. Allah telah berfirman “… hari ini telah AKU sempurnakan bagimu agamamu, dan telah kucukupkan nikmat KU kepadamu dan AKU ridho islam sebagai agamamu.” Hanya Allah lah Yang Maha Tahu. Kebenaran hanya milik Allah sedangkan kesalahan ada pada saya. Amin
Tuti :
Mohon dibaca jawaban saya untuk komentator di atas.
Saya kira kita bicara pada domain yang berbeda. Sudah pasti semua hukum seharusnya mengacu kepada Tuhan. Tetapi banyak hal-hal yang bersifat duniawi, yang harus diatur sendiri oleh manusia. Dan jangan lupa, di dunia ini tidak semua umat beragama Islam. Bagi penganut agama Islam, tentu mengikuti hukum Islam, tetapi bagi penganut agama lain, tentu mereka juga punya hukum sendiri. Dan meskipun saya muslim, mempelajari atau mengerti hukum umat lain tidak ada salahnya. Bukan berarti kita menerapkannya untuk diri sendiri. Lagipula, artikel ini saya tulis dalam konteks ilmu pengetahuan, bukan dakwah atau kajian religi.
Demikian, mohon maaf jika ada yang salah pada pendapat saya.
Hukum no 764 berbunyi : “Barang siapa mengambil barang apa pun yang tidak ia beli, dinyatakan bersalah atas tuduhan pencurian dan akan kehilangan tangannya.”
Kok saya belum jelas yah, padahal hukum Hammurabi ada 282 pasal….
Tuti :
Wah, iya ya …. coba saya cek lagi ke referensi yang saya pakai. Terimakasih koreksinya 🙂 🙂
Sesungguhnya sejak pertama manusia diciptakan Addin itu hanya satu yaitu ISLAM, sedangkan kepercayaan, keyakinan yang lain itu adalah penyimpangan yang dilakukan oleh manusia yang dipengaruhi oleh hawa nafsunya. Sejak Nabi Nuh sampai Nabi Muhammad Addin itu hanya satu yaitu Islam. Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darin ya. Islam mengatur semua segi kehidupan. Dari mulai bangun tidur samapi mengatur negara. Coba baca Qs 2 : 208. Di situ di himbau kepada orang orang beriman ( kalau kita beriman lho ). Kalau kita beriman sepotong sepotong, yaaah sama saja dengan orang fasik . Kitasebagai orang islam harus meyakini bahwa islamlah yang paling ditereima di sisi Allah. Karena kepercayaan , keyakinan , faham, system kehidupan selain islam semua nya ditolak oleh Allah dan mendatangkaan kemurkaan Allah. Lihat saja dalam bagian terakhir ayat 7 surat Alfathihah. Disitu yang dimaksud orang orang yang dimurkai Allah adalah yahudi ( yahudi itu bukan agama lho tapi keturunan nabi Yakub yang bernama yahuda ) terus yang dimaksud orang orang yang disesatkan Allah itu ( wa Laadhdhoooolin ) adalah orang orang Nashroni ( ini juga bukan agama lho tapi orang orang yang tinggal di daerah Nashoro orang barat menyebutnya Nazareth tempat lahirnya nabi Isa AS). nah itulah sedikit pengetahuan untuk mbak Tuti. Jadi Addin yang berasal dari Allah hanya satu yaitu AL ISLAM. Sebagai muslim yang taat kita harus menafikan semua keyakinan, kepercayaan, faham, isme ( animesme, dinam isme, kapigtalisme, liberalisme ) dan isme isme lainnya, karena makna Laa dalam syahadat yang kita ucapkan salah satunya adalah menafikan sebagaimana yang saya tulis diatas tadi. kalau kita meyakini atau menerima atau mentolerir semua kepercayaa, keyakinan dan isme isme lain itu niscaya batallah syahadat kita. Seperti hjalnya rukun islam yang juga bisa batal ( sholat, shaum, zakat dan haji ). Nah kalau syahadat kita batal, sebagaimana dengan rukun islam lainnya tentu harus di ulang…. caranya…. sebaiknya lakukan tarbiyah bi nafsi ( belajarlah dengan kesadaran sendiri ) jangan karena di gurui oleh orang lain. Dan luruskanlah aqidah kita se lurus lurusnya.
kata Allah. ” Sesungguhnya inilah ( perintah dariku ) jalanku yang lurus… ” apa itu jalan yang lurus ( shirothol mustaqim ) itulah AL ISLAM. Udah ya segini dulu nanti kamu muntah dan benci sama saya, tapi gak apa benci saya asalkan jangan benci dengan uraian uraian saya ini, karena didalamnya ada Firman Allah, saya tidak mau kamu kena adzab karena hal itu. Wallahu a’lam bishshawab.
Tuti :
Terimakasih atas penjelasan Mas Shofwan yang sangat komprehensif. Semoga Allah melimpahkan rahmat Nya kepada Mas Shofwan bersama seluruh keluarga dan kerabat. Amin.
Mau koreksi aja ni mba, sebenarnya Mesopotamia itu bukan di Afrika utara ataupun dekat mesir, tapi letaknya di sekitar sungai Tigris dan Sungai Eufrat yang sekarang dikenal dengan negera Iraq! itu lo negaranya mendiang Presiden Saddam Hussei. but anyway sebuah artikel yang bagus!
Tuti :
Oh, gitu ya …. 😀 . Terimakasih koreksinya. Saya cuma melihat peta di atas, kayaknya dekat-dekat Afrika Utara dan Mesir …
Terimakasih 🙂
terimaksaih ya bu..
saya jadi tertarik sekali dengan bung Hammurabi setelah baca artikel bu Tuti ini…
untuk ustadz shofwan: maaf sblumx..
ko saya baca komen pak ustadz, seperti ada kesan emosi ya?! :p
hehehe..santeiii pak ustat..toh kita sedang membahas hukum Hammurabi ko [liat saja judulx] 😀 dan bukan sedang dalam pengajian… 🙂
Tuti :
Terimakasih sama-sama, Houzna …
Saya nulis artikel ini juga karena tertarik ketika mendengar tentang Hammurabi waktu kuliah. Tapi waktu itu dosen saya nggak menjelaskan lebih jauh siapa Hammurabi, jadi saya cari sendiri dari berbagai referensi.
Untuk komentar Ustadz Shofwan, ya nggak papalah, namanya manusia beda pendapat kan wajar dan boleh sazaa … 🙂
bagus2… hehehe
Tuti :
Terimakasih … 🙂
Telah terbukti bahwa hukum yang dibuat manusia jauh dari sempurna bahkan sangat tak sempurna. Sebagai umat manusia seharusnya kita gunakan hukum Islam karna Allah swt yg membuat. Al Quran perlu kita terapkan karna di dalamnya lengkap mengatur segala urusan.
Kafir telah merusak generasi Islam melalui runtuhnya Khilafah Utsmani di turki. Mereka mnggunakan Mustafa Kemal Pasha untuk merusak sistem mulia ini. Umat Islam pun semakin terpuruk hingga kini.
Islam bukan hanya ritual semata. Kita harus kembalikan sistem mulia ini untuk dunia secara kaffah..
Allahuakbar
Makasih banyak ya Mbak Tuti, mudah2an @ selalu mendapat karunia.amin
Sekedar bertanya dan mencari kebenaran:
Apakah prasasti yg mencantumkan kode Hammurabi itu betul2 masih orisinil dari Hammurabi, atau dibuat (oleh org lain) setelahnya? (Bukankah banyak fatkta sejarah yg tidak orisinil? sudah bercampur dgn kepentingan2 tertentu).
Ada teori yg menyatakan bahwa Hammurabi sejaman dgn Nabi Ibrahim, dan bahwa Hammurabi adalah raja setelah Nambrod (Namrudz).
Sementara ada nash yg menyatakan bahwa Ibrahim adalah musuh Namrudz, dan bahwa Allah memberikan kerajaan yang agung kpd Ibrahim (setelah mengalahkan Namrudz ? Menggantikan Namrudz?).
Nash juga yg menyatakan bahwa Luth (Utusan Allah utk kaum SODOM, Gubernur?) ada di bawah koordinasi Ibrahim (Raja?), sebagaimana saat malaikat akan menghukum kaum SODOM melakukan konfirmasi dahulu kepada Ibrahim.
Hammurabi raja setelah Nambrod? Ibrahim raja setelah Namrudz? Siapa sebenarnya mereka? Org yg samakah?
Fakta bahwa sebagian hukum Hammurabi tentang pidana mirip dgn hukum Qishash yg ada pada Kitab2 Taurat, Injil dan Qur’an.
Apakah hukum Hammurabi (yg orisinil) merupakan karya manusia atau juga merupakan wahyu?
Sementara Ibrahim menerima wahyu, dan juga seorg raja (menurut nash). Wahyu kepada seorg Ibrahim (sbg raja) mungkinkah berisi hukum2 negara?
Hukum Hammurrabi (yg orisinil) dan hukum2 Ibrahim, dua hal yg sama?
Hammurabi seorg paganisme ataukah monotheisme sebagaimana Ibrahim?
Apakah fakta sejarah yg ada sekarang betul2 orisinil?
Apakah ada kepentingan2 tertentu utk menyembunyikan atau menyimpangkan kebenaran/fakta yg sebenarnya?
Apakah kepentingan2 tersebut baru terjadi di abad ini, atau sudah terjadi di setiap masa, termasuk pada masa berakhirnya “kerajaan” Ibrahim dan Hammurabi?
Sangat menarik utk diteliti…
Is it true rule no 214 ? It’s so funny, I read it with my daughter and we laugh so hard…..hahaha, but she didn’t believe that story, would you please tell us where did you get that story? Thank you so much…
Tulisan terkocak yang pernah saya baca hehehe