ELANG JAWA, LAMBANG NEGARA YANG HARUS DIJAGA
Adakah di antara kita yang tidak tahu apa lambang negara RI?
Pastilah semua tahu, kecuali mungkin saudara-saudara kita yang hidup sebagai suku terasing di pedalaman, dan yang belum melek huruf. Saya selalu bangga memandang burung garuda yang dengan gagah mengembangkan sayapnya, yang kedua kakinya mencengkeram pita bertuliskan “Bhineka Tunggal Ika”, dan yang di dadanya tergantung perisai berlambang Pancasila. Apalagi jika kita berada di negeri orang yang jauh, memandang lambang negara kita sungguh membuat hati terharu.
Nah, dimanakah kita bisa melihat burung garuda yang asli, yang terbang mengepakkan sayapnya dengan gagah di atas bumi Indonesia? Apakah burung garuda itu benar-benar ada, atau hanya legenda yang hidup di alam khayal para pendiri negara kita dulu, yang dipetik dari kisah mitos dalam buku cerita?
Burung garuda itu benar-benar ada, disebut Elang Jawa atau Spizaetus Bartelzi. Ia hidup di hutan hujan tropis yang ada di Jawa, di puncak-puncak pohon yang tingginya 20 – 30 meter di atas permukaan tanah. Jika tidak di hutan yang merupakan habitat aslinya, Elang Jawa bisa kita jumpai terkurung di kandang para kolektor burung langka, di dalam kantong kain para pemburu burung, atau terpuruk di kandang sempit, di lorong kumuh pasar burung Ngasem (Yogya) atau pasar Pramuka (Jakarta).
Tragis? Itulah realita yang dialami burung yang menjadi lambang negara kita …
Burung Elang Jawa adalah yang disebut sebagai Garuda, simbol negara kita (foto : indrakila.com )
Beberapa waktu yang lalu, Metroteve memutar film dokumenter pelacakan perdagangan Elang Jawa, yang sudah ditetapkan sebagai Satwa Langka Kebanggaan Nasional dengan Kepres No. 4 Tahun 1993. Sebagai satwa langka yang dilindungi, perdagangan Elang Jawa melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1990. Investigasi ini sangat tidak mudah, bahkan meskipun dengan penyamaran. Tak seorang pun pedagang di pasar burung Ngasem (Yogya) maupun pasar Pramuka (Jakarta) bersedia mengatakan, dimana bisa diperoleh Elang Jawa. Akhirnya, melalui seorang makelar, tim investigasi berhasil memperoleh seekor Elang Jawa di suatu tempat di sekitar Jakarta. Burung langka itu, yang ketika diperjual-belikan mendekam ketakutan dan menderita dalam sebuah kardus sempit, dibeli dengan harga 2,2 juta rupiah.
Elang Jawa yang berhasil di selamatkan dari perdagangan gelap itu kemudian dibawa ke tempat penampungan dan konservasi elang di Panaruban, Jawa Barat. Disana sudah ada beberapa burung lain yang juga dilindungi, dan seekor Elang Jawa bernama Lodra.
Lodra, Elang Jawa yang harus berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai elang yang perkasa
Lodra, yang selama bertahun-tahun dikurung dalam sangkar, telah kehilangan naluri dan kemampuannya sebagai elang. Ia sudah lupa cara terbang, ia tidak mampu menangkap mangsa. Sungguh menyedihkan melihat burung yang aslinya adalah burung pemburu dan raja di angkasa itu kehilangan jati dirinya sebagai burung. Lodra harus dilatih kembali dari nol, diajari bagaimana cara menjadi elang yang gagah perkasa.
Sedikit demi sedikit, Lodra dilatih terbang, diajari menangkap mangsa. Ketika seekor tikus putih dimasukkan ke dalam kandangnya, Lodra hanya memandangi tikus itu, tak tahu bahwa itu adalah makanannya. Lama kelamaan, ia mulai menangkap tikus itu dengan kedua kakinya, tetapi tak tahu apa yang harus dilakukannya dengan mangsa itu, bagaimana cara memakannya. Dengan penuh kesabaran dan dedikasi, para sukarelawan pecinta satwa di tempat konservasi melatih Lodra hingga ia siap dilepaskan ke alam bebas.
Pada awalnya, Lodra dilepaskan ke alam bebas, tetapi masih dalam perlindungan jaring-jaring kawat besar. Ia perlu beradaptasi dulu dengan alam bebas yang sesungguhnya. Kemudian, lubang pada jaring dibuka. Diharapkan, Lodra akan terbang keluar dari jaring melalui lubang itu. Tetapi Lodra diam saja. Ia takut, gugup, bahkan tidak tahu bahwa ia bisa keluar dari lubang itu untuk menjemput kebebasannya. Berjam-jam tim relawan menunggu, Lodra tetap diam. Kemudian, ranting tempat Lodra bertengger digeser persis ke depan lubang jaring. Lodra tetap diam, takut, tak percaya diri, tak berani pergi.
Jaring kawat, tempat Lodra beradaptasi di alam bebas sebelum menjemput kemerdekaannya
Tim penyelamat menunggu dengan penuh harap dan cemas. Lupakah Lodra pada latihan terbang yang sudah mereka berikan selama berbulan-bulan? Sia-siakah semua upaya keras tak kenal lelah yang sudah mereka lakukan untuk mengembalikan burung itu ke habitat aslinya, untuk menjadikannya benar-benar seekor Elang sejati? Come on Lodra, fly, fly!
Akhirnya! Akhirnya, Lodra bergerak di ranting tempat ia bertengger. Ia berayun-ayun, kemudian terbang berkeliling di dalam jaring. Lodra terbang sempoyongan, tertatih-tatih, tanpa arah, beberapa kali menabrak jaring, bingung dan menghibakan. Namun akhirnya ia terbang keluar melalui lubang jaring. Memang Lodra terbang tidak jauh, ia segera hinggap di sebatang pohon di dekat jaring. Tapi ia sudah terbang! Ia sudah menjemput kebebasannya! Ia sudah menjadi ELANG!
Seluruh anggota tim penyelamat menahan nafas. Keinginan kuat untuk bertepuk tangan mereka tahan, khawatir Lodra ketakutan. Mata beberapa anggota tim tampak berkaca-kaca penuh haru.
Tim penyelamat, para relawan pecinta satwa yang bekerja tanpa kenal lelah untuk mengembalikan elang ke habitat aslinya
Beberapa bulan kemudian, tim kembali ke hutan tempat mereka dulu melepaskan Lodra. Mereka ingin memantau kondisi Lodra, ingin mengetahui bagaimana keadaannya. Lodra sudah dipasangi semacam transmisi gelombang, yang bisa ditangkap oleh tim melalui antena. Tim akan cukup puas jika bisa menangkap sinyal yang dipancarkan Lodra, yang menandakan bahwa ia masih hidup. Tetapi tim sangat ingin melihat Lodra, meskipun hanya sekilas saja. Mereka sungguh berharap menyaksikan kepakan gagah sayap Lodra di angkasa, meskipun hanya sekejap. Mereka direndam kerinduan yang pekat untuk melihat satwa yang mereka cintai, berharap Lodra selamat dan survive. Maka mereka membangun kemah di atas pohon tinggi, agar bisa mengamati keberadaan Lodra dengan lebih baik.
Bersiap-siap memasang tenda di pohon besar setinggi belasan meter agar bisa melihat Lodra di alam bebas
Dan disanalah Lodra, di atas sebatang pohon. Lodra telah menjadi elang sejati!
Elang Jawa adalah legenda hidup, karena bentuk fisiknya sesuai dengan Burung Garuda yang menjadi lambang negara kita. Menyusutnya luas hutan hujan tropis akibat penebangan dan pembukaan hutan, ditambah perburuan liar yang tak terkendali, membuat jumlah Elang Jawa saat ini hanya tersisa 600 – 1000 ekor saja. Organisasi konservasi dunia IUCN memasukkan Elang Jawa ke dalam status EN (endangered), yaitu terancam kepunahan.
Jumlah Elang Jawa semakin kritis, karena perkembangbiakannya yang sangat lambat. Elang Jawa hanya bertelur setiap 2 tahun, dengan jumlah telur hanya 1 butir, yang dierami selama 44-48 hari. Elang Jawa mulai berbiak pada usia 3-4 tahun, dan musim kawin mereka adalah pada akhir bulan Januari hingga Mei.
Mengapa pelestarian Elang Jawa sangat penting? Selain untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan kelestarian hayati, burung ini adalah legenda hidup lambang negara kita. Elang Jawa dipilih sebagai lambang negara adalah karena kegagahan dan keberaniannya. Bagaimana kita masih punya muka jika bangsa lain bertanya dimana lambang negara kita berada, dan kita menunjukkan burung itu terkurung di sangkar yang sempit, menjadi tawanan seumur hidup bagi pemiliknya, sengsara dan telah kehilangan jati dirinya sebagai elang yang perkasa? Bagaimana kita akan bertanggungjawab kepada anak-cucu kita kelak, jika kelak mereka ingin melihat burung kebanggaan bangsa ini, dan kita hanya bisa menjawab, “Burung itu sudah punah sayang, tidak ada lagi di bumi Indonesia.”
Jika menilik kembali ke lambang negara kita, siapakah sebenarnya pencipta Garuda Pancasila? Beliau adalah Sultan Hamid II, yang terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung Sultan Pontianak, Sultan Syarif Muhammad Alkadrie. Beliau lahir pada tanggal 12 Juli 1913, dan wafat pada tanggal 30 Maret 1978. Sultan Hamid II memiliki sejarah panjang dalam perjuangan kemerdekaan RI. Beliau memiliki pendidikan militer di KMA Breda, Belanda, ikut terlibat dalam perang-perang kemerdekaan, maupun perundingan-perundingan antara Indonesia dan Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, Sultan Hamid II menjadi salah satu pejabat penting pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, yaitu Menteri Negara RIS. Melalui serangkaian proses yang cukup panjang, lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila ciptaan Sultan Hamid II diperkenalkan oleh Presiden Soekarno untuk pertama kalinya di Hotel Des Indes Jakarta (Hotel Indonesia yang — sangat menyedihkan — sekarang sudah almarhum, dijual oleh Megawati sewaktu menjadi Presiden RI) pada 15 Februari 1950.
Sultan Hamid II, desain awal Garuda Pancasila, dan desain final yang kita pakai hingga sekarang.
Burung Elang, Rajawali, Garuda, atau Eagle, menjadi lambang negara bukan saja Indonesia, tetapi sedikitnya 27 negara lain di dunia. Kegagahan dan kemegahan burung ini diakui berbagai bangsa di dunia, sehingga dijadikan sebagai lambang negara yang dibanggakan dan dihormati.
Elang, Rajawali, atau Eagle, menjadi lambang negara Amerika Serikat (kiri) dan Mesir (kanan)
Semoga Elang Jawa tetap hidup di Indonesia. Semoga legenda hidup yang menjadi lambang negara ini tidak punah di habitat aslinya, dan tidak berakhir tragis, kehilangan jati dirinya sebagai elang di kandang burung !
(Sumber : Metroteve, http://en.wikipedia.org , http://www.burung.org , http://www.antara.co.id , http://forum.wgaul.com , Presrelease BKSADA Jabar II)
Sultan Hamid hebat ya… menciptakan lambang negara kita. Miris juga mbak baca kenyataan bahwa bangsa kita tidak bisa menjaga sejarahnya sendiri. Bukan saja Elang yang dimasukkin kandang, Hotel Indonesia dan bangunan bersejarah lain ditukar dengan isi dompet. Mending kalo semuanya masuk dompet negara…..
Jangan-jangan nanti negara Indonesia sudah bukan milik orang Indonesia lagi (atau sudah???).
EM
Tuti :
Ya, saya juga baru tahu pencipta lambang Garuda Pancasila adalah Sultan Hamid II ketika mencari referensi untuk menulis artikel ini. Itulah asyiknya menulis di blog. Dari hati yang tergugah ketika melihat tayangan teve tentang Elang Jawa, kemudian search ke berbagai website untuk mengetahui lebih banyak tentang elang (eagle), konservasi hutan dan perlindungan satwa, sampai menelisik sejarah penciptaan lambang negara.
Film yang ditayangkan Metroteve ini sangat menyentuh.
Oh ya, kisah penjualan Hotel Indonesia itu memang sangat memprihatinkan. Padahal hotel itu dulu adalah kebanggaan Presiden Soekarno, kok malah dijual oleh putrinya sendiri. Kalau alasannya rugi dan inefisiensi, kan mestinya yang diperbaiki adalah manajemennya ya?
Indonesia bukan milik orang Indonesia? Aduuh … tapi bisa terjadi lho. Secara formal mungkin masih diperintah oleh orang Indonesia, tetapi ekonominya sudah dikuasai asing, politik luar negeri maupun kebijakan dalam negerinya disetir asing, waduuh …
Saya baru tahu ada artikel bagus ini. Ada sedikit koreksi. Hotel des Indes itu bukan Hotel Indonesia. Hotel des Indes ada di daerah Harmonie Kota. Sudah hancur di era Ali Sadikin. Kemudian dijual kepada swasta. Sekarang tidak ada bekasnya sama sekali. Sudah dirobohkan dan diganti gedung beton yang sekarang tak terurus.
Hotel Indonesia rasanya tidak dijual tetapi diberikan kepada swasta untuk dikelola tiga puluh tahun dan diberi kebebasan untuk mengupgrade. Setelah itu dikembalikan lagi. Pemerintah dapat uang kompensasinya. Tapi saya juga baru mikir. Kalau sudah dikembalikan biasanya gedungnya jadi ancur2an. Lha 30 tahun je. Bagaimana memperbaikinya? Mesti disewakan lagi. He he he.
Tuti :
Kayaknya banyak deh artikel bagus saya yang belum diketahui Pak Eko (hiyah … 😀 ).
Owgh … Hotel Des Indes itu bukan Hotel Indonesia to? Haduh, sekalinya artikel saya terbaca Pak Eko, ketahuan deh salahnya … 😉 Wis, rasah sido maos tulisanku sing liyane, Pak … 😀
Pak, upgrade bekas hotel Indonesia itu memang cuma direncanakan berumur 30 tahun, jadi pas kelak dikembalikan, ya tinggal rongsokannya saja. Bahkan untuk layak dipakai lagi pun pemerintah mungkin harus keluar ongkos. Jadi bener, jalan keluarnya : disewakan lagi 30 tahun … Sebenernya kalau sewanya dengan harga yang layak sih nggak papa ya …
Mbak…baca judulnya aja aku pikir mau bahas perusahaan penerbangan kita hehehe.
EM
Tuti :
Oh, saya sudah pernah menulis tentang Garuda Indonesia disini https://tutinonka.wordpress.com/2008/06/11/fly-me-to-the-sky/
Silahkan baca jika berminat …
Elang itu binatang Magis. Ketika aku kecil, setiap kali ada burung elang terbang berkeliling keliling sambil berbunyi kuliiiikkkk kuliiiiikkk…, kadang semakin lama semakin tinggi diangkasa, pada ssat kami kerja di sawah atau di ladang, pasti ibu berbisik, ada berita dari jauh dibawa elang (Kuliki) itu.
Maka dia katakan, biarlah berita sampai, tapi janganlah berduri (muntahkan durinya dengan meludah). Makin tinggi terbang si elang, berarti letak peristiwa semakin jauh dari tempat kita.
Berita dari jauh seperti anggota keluarga yang kena musibah, sakit, perkara/perselisihan, dan lain-lain. Itulah yang sering dibawa oleh Kuliki (elang) kepada keluarga-keluarga yang harus mengetahuinya. Dan kini pekerjaan magis itu kayaknya sudah diambil alih oleh Telkomsel dan Indosat.
Tuti :
Di Jawa juga ada burung semacam itu, tapi namanya bukan elang …. apa ya ? Burung ‘kulik’ kalau nggak salah. Kalau ada burung itu yang terbang sambil mengeluarkan suaranya, kami biasanya diam, suasana jadi agak mencekam gitu. Ternyata sama ya dengan di Sumatera Utara sana.
Betul, Bang. Pekerjaan si elang sudah diambil alih oleh Telkomsel dan Indosat, soalnya elang-elang sudah masuk kandang para kolektor burung, jadi tidak bisa terbang lagi …
Oh, sebentar …. tapi menurut beberapa referensi yang saya baca, Elang Jawa ini hanya ada di Jawa saja Bang. Jadi burung Kuliki yang ada di Sumut itu bukan burung elang …
memang benar adanya burung garuda,burung yg sebagai lambang negara kita,negara INDONESIA
Posting yang menggugah. Terima kasih sudah berbagi Bu Tuti. Salam hangat dari saya, sesama alumni Geodesi UGM 🙂
Tuti :
Terimakasih, memang saya ingin menggugah rasa nasionalisme pembaca … 🙂
Wah, sesama alumni ya? Reunian yuuuk … 😀
Menyedihkan … hanya itu yang saya rasakan….bukan hanya Elang Jawa yang menjadi lambang negara yang hampir punah… asset negarapun sama halnya… saya setuju sekali dengan Ibu Imelda….. banyak perusahaan, bangunan, maupun asset negara yang dijual ke pihak asing….. terutama saat PDIP dan Bu Mega yang berkuasa…. yang menunjuk Laksamana Sukardi sebagai tukang jualnya …. bayangin Indosat dan Satelitnya yang kita gunakan untuk semua communikasi Militer dan Rahasia negara …. harus dikuasai oleh Asing (Singapore)….. apakah negara ini masih bisa memegang kerahasiaan inteligentnya…?!
Saya nggak berminat di bidang Politik…. hanya mungkin perlu dipertimbangkan …. track record yang sebelumnya….
Salam dari Belgia …..
Tuti :
Wah, jadi mengingatkan kinerja pemerintahan Megawati nih. Iya ya … memang jamannya Mega berkuasa, banyak aset negara yag dijual. Lha sekarang, malah Laksamana Sukardi juga maju jadi capres. Waduh, jangan-jangan ….. kalau bener-bener jadi presiden … *****
Masih di Belgia to, Bang Michael? Bagaimana kabar Siti? 🙂
mbak tuti, benar mbak ikkyu_san. judul itu sepertinya digunakan oleh garuda indonesia untuk salah satu iklannya. pengamaatn dan penelusuran yg prima, mbak, dan cukup komprehensif. harapan mbak tuti juga harapan kita semua.
Tuti :
Pertama melihat tayangan di Metroteve itu, saya belum ‘ngeh’ kalau Elang Jawa adalah burung yang dipakai sebagai lambang negara (film itu dibuat oleh orang asing). Itupun saya sudah sedih. Begitu membaca referensi, dan tahu bahwa Elang Jawa adalah burung yang merupakan legenda hidup Garuda Pancasila, wah … bukan main sedihnya.
Semoga kita bisa menyelamatkan Elang Jawa dari kepunahan.
Wah, pengetahuan baru buat saya, Mbak. TFS.
Tuti :
Kita sama-sama belajar ya, Nadiah …
Mbak,
7 tahun yang lalu saya lihat elang jawa ini di bonbin gembira loka…sekarang masih ada nggak ya ?
Kira-kira, ada nggak ya upaya mengembangbiakkan Elang jawa ini di balai konservasi satwa sana ? Mustinya ada…semoga…
Tuti :
7 tahun yang lalu ada Elang Jawa di Bonbin? Wah, saya nggak tahu, apakah bonbin tidak terkena UU perlindungan satwa ya?
Balai konservasi satwa itu tidak memelihara satwa, tapi mengkondisikan satwa untuk dikembalikan ke habitat aslinya. Jadi kayaknya tidak ada program pengembangbiakan disana. Eh … tapi mbuh ding, saya juga belum begitu tahu … hehehe …
Yang jelas, kalau satwa dipelihara dalam kandang, dan cuma seekor, nggak ada pasangannya, ya nggak bakalan berbiak. Kecuali dengan metode ‘kawin suntik’ atau ‘bayi tabung’ ya … 😀 😀
hmm… stuju bu.. sya termasuk orang yang suka sama burung (jangan parno ye..)
Hidup elang jawaa!!!!!!!!!!!!!!!!! 😀
Salam silaturahim… 😉
Tuti :
), terutama yang ocehannya merdu atau bulunya bagus.
Saya juga suka burung (burung beneran …
Hidup Angga Erlangga !!!!! ehehe … salah …. 😀 hidup Elang Jawa!!!
Salam silaturahim juga … 🙂
Dengan menempatkan Garuda
sebagai lambang negara kita
Sultan Hamid berharap Indonesia
akan selalu terbang tinggi
dari segi prestasi di segala bidang
sayangnya Indonesia tak kunjung
terbang tinggi……cuma muter-
muter di situ-situ saja
prestasi tingginya masih
tetap di bidang korupsi,
dan gontok-gontokan di segala lini 😦
btw, untung saja ada Mbak Tuti
sehingga kami para blogger
punya tekad terbang tinggi
seperti burung Garuda……hihihi
🙂
Tuti :
Di Indonesia ini, salah satu (kalau bukan satu-satunya) pejabat yang saya hormati adalah Antasari Ashar, Ketua KPK. Tapi sekarang ini kita sungguh cemas, karena ada desakan-desakan di DPR untuk mempreteli kewenangan KPK. Mungkin karena banyak anggota DPR yang sudah dijerat untuk kasus korupsi, dan yang belum tertangkap khawatir akan menjadi sasaran berikutnya. Wah, prihatin banget kita ini …
Mau terbang tinggi? Yuuk bareng-bareng naik Garuda (tapi bayar sendiri-sendiri … 😀 😀 ) Oh ya, saya termasuk pecinta dan pelanggan Garuda Indonesia juga lho!
Asset negara ini sangat menyedihkan seperti nasibnya elang jawa. Postingan menarik dan informatif.
(saya tulis sedikit informasi buat Bu Tuti di blognya Pak Tridjoko)
Tuti :
Terimakasih Mas Durian … eh, Mas Alris. Informasinya di blog Pak Tri sudah saya baca. Thanks so much!
bicara soal manuk memang selalu menggugah!
Tuti :
Kalau yang bicara manuk Mbak Ernut, asosiasinya kok jadi beda ya …. 😀 😀
*manggut-manggut*
baru ngeh kalau elang = garuda 😀
Saya sering berpikir kenapa ya burung elang banyak dijadikan simbol oleh berbagai negara? karena penampilan fisiknya yang perkasa? karena kemampuan survivalnya yang tinggi? atau ada hal lainnya?
Kalau elang jawa yang perkasa itu diambang kepunahan, betapa menyedihkannya, ini seolah mengurangi kesan gagah perkasanya, menjadi tak berdaya, seperti itukah gambaran Republik Indonesia?
(ah, mungkin saya terlalu pesimis)
Tuti :
Ya, saya juga baru ngerti kalau elang itu burung yang merupakan wujud nyata dari Garuda. Elang dianggap (lho, kok dianggap sih?) burung yang mewakili Garuda, karena bentuk fisiknya paling mirip dengan simbol negara kita itu.
Sama seperti Mbak Tanti, saya juga berpikir, kenapa ya burung ini diambil oleh banyak negara (Amerika, Inggris, Austria, Jerman, Jordania, Mesir, Mexico, dan banyak negara lain) sebagai simbol negara? Seperti dikatakan Mbak Tanti, mungkin karena keperkasaannya, kemampuan survivalnya, dan kegagahannya terbang menjelajah angkasa. Angkasa adalah simbol kebebasan dan keluasan, yang melampaui daratan dan lautan. Rasanya ‘aneh’ kalau kebebasan dan keperkasaan itu disimbolkan dengan ikan tengiri misalnya, atau marmut … hehehe …
Kita semua patut prihatin, kalau satwa langka yang sekaligus lambang negara kita nasibnya begitu mengenaskan, bagaimana negara kita?
Cerita yang menarik sekali mbak Tuti, jadi ikut release juga ketika mengetahui bahwa elang jawa yang menjadi lambang negara RI masih eksis dan terjaga kelestariannya. Semoga dengan adanya tayangan di metro TV dan tulisan mbak Tuti ini akan menambah wawasan masyarakat dan peduli akan kelestarian burung elang jawa tsb. Thanks
Tuti :
Kita harapkan demikian, Mbak Yulis. Harus ada kesadaran dari masyarakat, juga perhatian dari Pemerintah agar kekayaan hayati Indonesia tidak rusak, khususnya yang merupakan legenda hidup seperti burung Elang Jawa ini.
nambah pengetahuan ni mbak
mudah-mudahan negara kita bisa setangguh burung Garuda, sesuai dengan lambangnya
Tuti :
Betul, Mbak Rina. Sebagai warga negara yang baik, mari kita jaga keutuhan bangsa dan lambang negara (weleh … kayak pidato Bu RT di acara 17 Agustusan 😀 )
Garuda itu elang Jawa to? Wah kok bu guru dulu gak pernah cerita ya?
Kalau tahu begini kan jadi bisa cerita ke anak cucu…
Tuti :
Ternyata … oh, ternyata …. banyak sekali di antara kita yang tidak begitu tahu tentang lambang negara (termasuk saya, sebelum search ke beberapa website untuk mencari referensi postingan ini …)
infonya luengkap bun, maturnuwun 😀
Semoga ya bun, elang jawa tetap hidup 😀
Tuti :
Termasuk orang Jawa, tetap hidup ya Retie (lho???)
Menyedihkan…pencinta satwa begitu intens menjaga mereka dari kepunahan, tapi lebih banyak yang tak peduli.
Tulisan menarik mbak Tuti
Tuti :
Iya Mbak, saya terharu betul lho lihat dedikasi mereka dalam menyelamatkan satwa dan lingkungan. Lha mereka itu kan lembaga independent yang dananya sering harus merogoh kocek sendiri.
Terimakasih, Mbak Enny.
Hem, sedih kenapa komentar2ku nggak bisa masuk yach mbak Tuti ?
Tuti :
Looh? Yang mana? Lha ini masuk …
bu kayaknya kalimat yang ini
“Burung garuda itu benar-benar ada, disebut Elang Jawa atau Spizaetus Bartelzi.”
perlu didiskusikan dengan sir Mbilung deh…
ini komentar beliaunya
http://ndobos.blogdrive.com/archive/cm-07_cy-2006_m-07_d-19_y-2006_o-10.html
Tuti :
Saya sudah baca tulisannya Sir Mbilung … wakakaka …. lucu banget. Iya yaa … untung Indonesia merdekanya bukan tanggal 1 bulan Januari tahun 1901. Kalau terjadi di waktu itu, pasti lambang burung Garuda jueleeek banget ya, kayak ayam brondol, dicabuti bulunya … 😀 😀
Oalaah…Garuda itu elang Jawa to? Tapi memang pas…karena garuda atau Elang adalah burung yang gagah…
Sayang sekali mereka hampir punah…tinggal sebagai kenangan dan dipakai sebagai lambang kegagahan dan kekuatan dari beberapa yang ingin dianggap hebat……*Kacang Garuda *misalnya….he..he…becanda , nggak nyambung ya mbak…Abis mau nyebutin partai atau apa …takut ada yang tersinggung.
Tuti :
Sebenarnya garuda bukan persis Elang Jawa, tapi Elang Jawa memiliki ciri fisik yang sangat mirip dengan garuda, gitu. Apakah garuda itu bener-bener ada atau hanya rekaan, saya juga nggak tahu …
Wah, Mbak Dyah berani iklan Kacang Garuda, tapi kok sungkan mau nyebut Partai Gerindra (lho, kok malah saya yang nyebut???
)
Indonesia memakai Elang Jawa sebagai lambang negara?, bukannya elang sumatra ya bu?
kalo emang bener-bener elang itu dari jawa, ya….lagi-lagi jawa… pantes presiden dari dulu sampe sekarang dari jawa mulu…
cpk deh, hehehe… 😀
Tuti :
Katanya sih gitu … 🙂
Habis, penduduk Indonesia kan terpadat ada di Jawa, jadi presiden yang muncul ya dari Jawa terus. Nah, kalau gitu Pempres 2009 besok pilihlah capres yang bukan Jawa (siapa hayo … 😀 )
mesti’a masyarakat indonesia sadar,,,
kalo sjrah bangsa ini harus’a d lestarikan
tapi saya bingung, sebenar’a burung elang jawa/garuda itu masih ada apa kga???
Tuti :
Elang Jawa masih ada, tapi jumlahnya sudah sangat sedikit, makanya dilindungi dan harus dilestarikan.
Perdagangan elang jawa masih sangat marak, terutama di daerah jakarta timur (Pasar Pramuka dan Pasar Burung Jatinegara) disini selain elang Jawa ada juga beberapa burung pemangsa yang di jual secara bebas.
Saya sangat kasihan melihat mereka tersiksa, dan ingin sekali rasanya untuk melepas dan melihat mereka terbang di alamnya….
Tuti :
Apakah tidak ada petugas yang tahu kalau di Pasar Pramuka dan Pasar Burung Jatinegara masih diperdagangkan satwa-satwa yang dilindungi tersebut? Tapi memang susah ya, karena mereka pasti main kucing-kucingan dengan petugas.
Yah, kesadaran menjaga kelestarian satwa dan lingkungan asli kita memang masih sangat rendah … 😥
Yahhh…..Polhutnya juga pada males untuk bergerak, jadi para pedagang bisa menjual dengan leluasa.
Para polhut hanya mau bergerak jika ada “UANG” saja….
Tuti :
Nampaknya uang memang berkuasa dimana-mana. Tapi maukah kita dikuasai oleh uang? Uang tidak punya budi dan hati nurani, bahkan ada pepatah mengatakan, ‘uang tidak punya saudara’ yang artinya, persaudaraan pun bisa hilang karena uang.
TOLONG DIKLARIFIKASI !!!!!
bahwa tidak semua polhut yang mau bekerja, jika ada “UANG” saja…
Masih banyak polhut yang memiliki tanggungjawab yang tinggi. Polhut bukan militer tp mereka punya resiko bekerja dalam mengamankan hutan, sama dengan TNI yang mempertahankan NKRI. NYAWA taruhannya……
TIDAK SEMUA POLHUT MALES…..
tolong rubah pandangan anda terhadap polhut.
trims…..
Tuti :
Terimakasih, Muzzi ….
Pasti, di bidang apapun, selalu ada yang baik dan yang buruk, ada yang bekerja dengan sungguh-sungguh, ada yang justru memanfaatkan kewenangannya. Semoga jiwa pengabdian seperti yang digambarkan Muzzi bisa dimiliki oleh bukan saja Polhut, tapi seluruh jajaran PNS, Polri dan TNI …
Yahhh…Begitulah manusia……
Memang susah….
Kita bergerak di bidang melindungi n menyelamatkan Maskot Jakarta (Elang Bondol / Brahminy Kite) di Pulau Kotok…
Liat di situs kita…
Tuti :
Ya, kepentingan ekonomi (juga keserakahan) telah membuat manusia me’makan’ apa saja …
Beberapa hari yang lalu, kelompok penyelamat satwa langka juga melepaskan Elang Jawa di kawasan hutan lindung gunung Merapi, Yogya. Populai burung ini tinggal 4-6 ekor saja di wilayah ini.
Terimakasih, saya akan menyempatkan diri mengunjungi situs Mas Khaleb
kata bapak ibuku dulu burung ini banyak sekali, malahan sering menjadi hama pemangsa anak anak ayam yang di pelihara. Dulu ortu tinggal di pinggiran sungai progo perbatasan sleman n kulon progo. oiya tapi situ menamakan burung itu dengan nama WULUNG
Tuti :
Iya, betul. Memang di Jawa sebagian orang menamakan burung elang ini ‘Wulung’
saya pernah mewawancarai Max al Kadri, cucu sekaligus asisten pribadi Sultan Hamid II………
beliau mengatakan tidak pernah Sultan II terinspirasi elang jawa ketika proses perancangan lambang negara.
Burung Rajawali dan Lambang negara Swis lah inspirasi beliau.
Atas saran Bung Karno ada tokoh bernama D Ruhl Jr., orang Perancis ahli semiotik dan lambang, membantu memvisualisasikannya.
Peran Ki Hajar Dewantara (ketua panitia Indonesia Raya, 1945) dan Moh Yamin (sebagai sekretarisnya) juga penting karena hasil riset beliau berdua menghasilkan ide Garudeya, makhluk mitologi Hindu Jawa sebagai konsep lambang negara kita.
Tuti :
Terimakasih untuk tambahan informasinya.
Saya tidak tahu mana yang benar. Mungkin juga elang Jawa dianggap sebagai burung yang mengilhami lambang Garuda Pancasila, karena kemiripan fisiknya.
Terlepas dari konsep dan inspirasi, ada hal yang sangat menarik dari Lambang negara kita, yaitu nilai-nilai filosofi yang sangat dalam yg perlu kita pahami dan laksanakan.
Tuti :
Siip … betul, Mas!
Saya senang ternyata banyak yang masih suka Garuda Pancasila.
Saya telah menulis buku MENCARI TELUR GARUDA
mungkin bisa melengkapi obrolan tentang lambang negara yang hampir punah ini.
Pak Max (cucu dan mantan asisten pribadi Sultan Hamid II) malah bilang pada saya bahwa Sultan Hamid II sama sekali mengacu pada elang jawa sebagai inspirasi
Tuti :
Terimakasih tambahan infonya, Mas Nanang. Dimana buku “Mencari Telur Garuda” bisa diperoleh?
Oh ya, mungkin maksud Mas Nanang pada kalimat terakhir adalah “…Sultan Hamid II sama sekali TIDAK mengacu pada elang Jawa sebagai inspirasi”. Mungkin memang benar. Hanya saja, karena bentuk yang digambarkan oleh Sultan Hamid II ini mirip dengan burung elang Jawa, lalu burung ini yang dianggap sebagai inspirasi lambang negara kita teresebut. Mungkin itu dianggap lebih baik daripada lambang negara kita hanyalah burung fiktif …
Buku bisa didapat di Gramedia atau Toga Mas.
Kalau sulit dijumpai mungkin bisa dilacak lewat internet, sepertinya ada beberapa situs yang menawarkannya.
Ada seniman Perancis ahli semiotik bernama D. Rhul Jr. yang membantu membuat gambar sketsa lambang negara. Di lembar sketsanya terdapat desposisi Presiden Soekarno kepada Sultan Hamid II, bahwa sketsa itulah yang dijadikan lambang negara nantinya.
Konon Presiden Soekarno menyarankan Moh. Yamin (Ketua Panitia Lencana Negara) maupun Sultan Hamid II (Koordinator Panitia Lencana Negara) berkonsultasi pada D.Ruhl Jr.
Siapa D. Ruhl Jr. ????
mungkin menarik untuk dilacak
Tuti :
Wah … informasi menarik nih. Jadi, sketsa awal lambang negara itu buatan D. Ruhl Jr? Ini bisa merubah sejarah …
Mudah-mudahan saya bisa segera menemukan bukunya, atau situs yang memuat kisah lambang negara kita itu. Terimakasih informasinya, Nanang 🙂
[…] aslinya, dan tidak berakhir tragis, kehilangan jati dirinya sebagai elang di kandang burung ! Garudaku, Terbanglah Tinggi di Angkasa … Tuti Nonka's Veranda Tambahan… menurut mitologi kebudayaan hindu.. garuda dijelaskan sebagai dewa berwujud setengah […]
menurut saya elang jawa bukanlah jawaban yang pas sebagai burung yang sama dengan burung garuda sebagaimana di maksud oleh seluruh masyarakat indonesia. Namun saya tau persis maksud penciptaanya (Sultan Hamid II) tersebut memeng agak gampang-gampang susah ….” ini jawabanya dan sedikit masukan saya burung garuda sebenarnya di ambil dari tanah air indonesia itu sendiri…..coba kita perhatikan bentuk daraipada 5 pulau besar yang ada di nusantara ini, manakah yang berbentuk sempurna seperti burung…? silahkan anda menjawabnya sendiri…dialah akar hidup matinya indonesia…….trimakasih…dari “anwar sadad Mandacan’ Manokwari tercinta
Tuti :
Berbeda pendapat tentu boleh-boleh saja. Diperlukan kajian yang mendalam untuk bisa mengetahui mana pendapat yang paling mendekati kebenaran. Yang penting, beda pendapat tidak boleh berbuntut adu ngotot … 😀
Sungguh mengharukan !
Saya sangat menghargai upaya penyelamatan burung ini yg dilakukan oleh siapapun. Jangankan burung Garuda yang demikian “terhormat” posisinya sebagai Lambang Negara, flora & fauna lainpun layak mendapat perhatian serupa. Masyarakat sendiri sebenarnya banyak yang peduli, bukan sekedar kata-kata atau isapan jempol, masalahnya sering terbentur berbagai hal yang berujung pada “patah arang”, tidak ada fasilitas, tdk tersedia tenaga ahli, tidak tersedia dana, kurangnya dukungan pemerintah, penegakan hukum yang lemah, beredarnya senjata berburu dll..dll…
Bumi & dunia semakin terancam, saya pikir bukan saatnya lagi kita semata mengambil dari alam, tp saatnya kita menjaganya, mengembangkannya dan memanfaatkannya dg bijak. Mari satukan langkah…. kerjakan sesuatu yang unuk mengamankannya demi kemakmuran dan kejayaan bangsa ini !
Tuti :
Sungguh membesarkan hati mengetahui masih ada teman-teman seperti Yoyo yang memiliki keinginan untuk menjaga dan melestarikan kekayaan alam kita. Ayo kita sama-sama bergabung dan berbuat sesuatu untuk negeri ini!
Teman2,
Silahkan jelajahi di http://suakaelang.org/, kami yang tergabung dari berbagai NGO, Intitusi pemerintah dan corporate sudah melakukan apa yang tertulis diatas, silahkan kami dengan senang hati jika teman2 juga turut serta berpartisipasi.
salam
we
saat ini juga kami sedang mengamati Raptor Migration yang sedang berlangsung mulai dari october-november hampir di seluruh nusantara yang dilakukan oleh teman2 bird watching
Tuti :
Buat teman-teman yang memiliki concern sama, ayo silahkan bergabung dengan Mas Willy …
Terimakasih informasinya 🙂
Ow brung garuda yg d sbut2 n jd lmbang negara kita adlh brung itu,aq bru tw,!:)