DURIAN RUNTUH DAN MALL BEKAS KUBURAN
Durian diciptakan Tuhan sebagai buah yang kontroversial. Banyak orang begitu menggemarinya dan serasa naik ke surga bila menyantapnya, tapi banyak juga yang mencium baunya dari jarak sepuluh meter saja sudah kelenger. Orang yang memperoleh rejeki nomplok sering diibaratkan dengan ‘mendapatkan durian runtuh’. Sebaliknya, orang yang sial akan ditamsilkan dengan ‘kejatuhan durian’. Durian yang jatuh dari pohon adalah durian yang tua dan masak, sehingga pasti rasanya pun nyusss luar biasa. Tapi kejatuhan durian? Heuheu … membayangkan saja sudah membuat kita pingsan kesakitan.
Esplanade, gedung pertunjukan super modern di Singapura ini berbentuk buah durian tengkurep. Entah apa yang ada di benak para arsitek dari DP Architects (Singapore) dan Michael Wilford & Partners (London) sehingga memilih durian ketika mendesain Esplanade. Yang jelas pasti bukan karena mereka habis mendapatkan durian runtuh, terlebih-lebih lagi kejatuhan durian.
Esplanade dibuka pada 12 Oktober 2002, dibangun dengan biaya S$ 600 juta atau sekitar 3,6 trilyun. Bangunan ini berdiri di atas lahan seluas 6 hektar, menghadap ke pantai Marina Bay. Esplanade memiliki Concert Hall dengan 1.600 kursi penonton, dan stage yang mampu menampung 120 pemain musik. Juga terdapat Theatre berkonsep opera house dengan 2.000 kursi penonton, dan panggung berukuran 39 x 23 meter. Gedung theatre terdiri dari 4 tingkat, sehingga meskipun memiliki kapasitas 2.000 kursi, jarak terjauh kursi dengan panggung hanya 40 meter, masih memungkinkan bagi penonton untuk menyaksikan dengan jelas art performance di panggung.
Durian ‘nyungsep’ yang luar biasa. Duri-duri runcing yang mengerikan itu membentuk sistem pencahayaan dan sirkulasi udara yang canggih (foto : Taufik Darmawan, Garuda Magazine)
Kiri : foyer ke arah Concert Hall (foto : Wikipedia). Kanan : salah satu art work yang ada di Jendela (foto : Taufik Darmawan, Garuda Magazine)
Di Esplanade juga terdapat Recital Studio dengan akustik yang prima, berkapasitas 250 orang, dimana berbagai konser musik dapat ditampilkan disini. Kemudian terdapat juga Jendela (memang yang dimaksudkan adalah ‘jendela’ dalam bahasa Melayu), yaitu ruang pamer untuk visual art dengan pemandangan indah ke Marina Bay. Lalu ada library@esplanade, perpustakaan dengan jumlah koleksi 50.000 buah, berupa bentuk cetak maupun elektronik. Di library@esplanade juga tersimpan CD dan DVD musik classic, jazz, dan pop, tarian, opera, orchestra, dan teater Broadway.
Sosok aneh berkerudung cokelat itu adalah patung rusak yang dilempar dari ruang pamer Esplanade …
Bercerita tentang Singapura tanpa menyebut Orchard Road adalah keterlaluan. Bagi sebagian besar orang (Indonesia terutama), jalan panjang yang dipadati pusat perbelanjaan ini adalah tempat yang wajib dikunjungi. Dari sekian banyak mall yang terdapat di Orchard, Ngee Ann City adalah mall terbesar. Di mall ini terdapat Takashimaya, department store yang menyediakan berbagai barang bermerk seperti Vacheron Constantine, Louis Vuitton, Channel, dan sebagainya, yang semua dijamin asli 100%. Juga terdapat toko buku Kinokuniya, salah satu toko buku terbesar di Asia Tenggara.
Waktu ke Kinokuniya pada tahun 2001, kami sempat bertemu dan bersalaman dengan SBY. Pada waktu itu beliau sudah cukup populer, tapi belum memegang jabatan yang terlalu penting. SBY adalah penggemar buku, dan waktu itu kami lihat beliau memang asyik sekali menyimak buku dari rak ke rak. Nah, kami, karena kegirangan menemukan banyak buku bagus, dan tak bisa menahan diri untuk membelinya, akhirnya harus menanggung akibatnya ketika pulang. Bagasi kami overweight 30 kg, dan harus membayar tambahan biaya yang sangaaaat mahallll …. huhuhu ….
Ngee Ann City, mall terbesar di Orchard Road (foto : Wikipedia)
Sumpah … samber geledek, ini di Orchard Road, bukan Malioboro …
Masih suasana tahun baru 2007, tetapi pekan diskon sudah lewat. Aduuh, nyeseeel ….
Nama Orchard Road berasal dari tahun 1840, ketika di sepanjang kiri kanan jalan tersebut masih ditumbuhi dengan nutmeg (pala) dan pepper (merica), dan orchard. Selanjutnya, masih di abad 19, sepanjang jalan tersebut menjadi pusat kuburan (haah … ternyata bukan hanya pusat pertokoan saja yang ada di dunia … ). Ngee Ann City, yang sekarang menjadi pusat kegiatan manusia hidup, dulunya adalah kuburan China. Grand Central Hotel, sebelumnya adalah kuburan Sumatra. Banyak lagi bekas kuburan lain yang sekarang sudah menjelma menjadi property bisnis. Yaah, karena orang mati tak bisa melawan orang hidup, tak berdayalah mereka digusur. Entahlah, apakah arwah mereka suka gentayangan menggelitiki orang-orang hidup yang menggusur mereka …
Jika kita ingin membeli produk-produk elektronik dan IT, jangan berbelanja di Orchard Road. Selain mahal, kita tidak tahu keaslian produk yang kita beli. Pergilah sebentar ke Sim Lim Square, dikenal dengan SLS, di Rochor Canal Road. Pusat elektronik ini memiliki luas 36.000 meter persegi, terdiri atas 6 lantai. Harga disini dijamin murah, dan produknya asli. Meskipun demikian, sungguh mati saya tidak tertarik mengunjungi tempat ini, karena saya bukan penggemar gadget. Belikan sajalah, terserah spesifikasinya, pokoknya nyaman dipakai (enak aja … !)
Sungguh salah besar kalau orang datang ke Singapura dan hanya berbelanja di Orchard Road sampai pingsan. Selain Esplanade yang wajib dikunjungi khususnya oleh para pecinta seni, Singapura menyediakan berbagai situs non shopping penting lainnya, seperti Singapore Botanic Garden, Science Centre Singapore, Singapore Zoo, Jurong Bird Park, Asian Civilization Museum, dan tentu saja Pulau Sentosa. Ohya, ada juga tempat yang cukup indah dinikmati, terutama pada malam hari, yaitu Clarke Quay dan Boat Quay yang terdapat di tepi Singapore River.
Clarke Quay dan Singapore River, menjadi salah satu tempat wisata dan transportasi air (foto : Wikipedia)
Bulan Januari 2007, masih tersisa suasana Natal di Clarke Quay. Saya pengin naik kereta Santa Claus, tapi ternyata nggak boleh …
Nama Clarke Quay diberikan untuk menghormati Sir Andrew Clarke, gubernur kedua Singapura yang memerintah pada tahun 1873 – 1875. Di Clarke Quay berderet restoran, night club, dan kafe yang menyajikan live music. Menyusuri sepanjang Clarke Quay, hidung kita akan digelitik oleh berbagai aroma masakan yang membuat usus menari-nari. Menu yang disajikan kebanyakan chinesse food, meskipun ada juga beberapa restoran yang menyajikan menu ‘halal’.
Jika ditanya, apakah saya masih ingin ke Singapura lagi, maka tanpa ragu saya akan menjawab YA!! (apalagi kalau dibayari … qiqiqi … ). Saya belum puas menjelajah Esplanade, pengin banget nonton opera dan konser musik disana. Saya juga pengin ke Pulau Sentosa lagi, nonton dancing fountain yang dulu waktu saya ke sana belum ada.
Ada yang berminat mensponsori saya? Nggak usah ragu-ragu, kirim e-mail atau sms saja …
(Sumber : Wikipedia, Garuda Magazine)
kayaknya jalan2nya seru bgt deh!!!
saya aja yang di sponsori bu hi hi hi
Tuti :
Yeee …. malah minta disponsori. Kalau capres mah pabrik mie juga mau … 😀
hihihih mbak saya baru tahu tuh gedung durian…. Yang saya inget cuma Bugis Junction, Clarke Quay dan Boat Quay, eh sama pulau Sentosa.
Waktu makan di Clarke Quay senja hari bersama seorang ibu Jepang, kami di”paksa” makan 2 kepiting besar banget. Sial, mentang-mentang dia dengar kami berbahasa Jepang, dipaksa bayar segitu mahal. Untung cuma pesan kepiting, kalau ngga sudah pasti terbuang. Dan sambil makan di tepian Sungai itu, saya pikir aneh-aneh aja ah orang Singapore dan kenapa kok kitanya mau aja makan di pinggir kali. Sungai itu juga ngga bersih-bersih amat loh mbak.
Hmmm memang sih saya tidak bisa membayangkan seandainya kita membuat lokasi wisata di pinggir Ciliwung atau Kali Brantas misalnya…
Ada satu lagi mbak tempat makan yang ada circus-circusnya namanya. Duuuh jorok deh, makanannya dibuang ke bawah dan ada kucing ngider-ngider cari makanan. Saya paling ngga bisa makan kalau ada binatang sih hihihi. (Mungkin karena emang alergi bulu binatang ya)
Ngga di Circus itu, ngga di Long John Bar, Raffles Hotel, hmmm jorok hihihi. Saya pernah tulis sedikit tentang Long John Bar di http://imelda.coutrier.com/2008/11/22/pasutri-dan-pekerja-yang-baik/
Tuti :
Gedung ‘Durian Nyungsep’ itu sangat populer, menjadi kebanggaan orang Singapura, dan menjadi kajian studi arsitektur karena desainnya yang unik. Saya benar-benar pengin ke sana lagi, menikmati semua art performance nya yang hebat.
Saya dua kali ke Clarke Quay, tahun 2001 dan 2007, dan kebetulan kesananya selalu malam, jadi yang kotor-kotor nggak kelihatan … hihihi … Tapi memang tidak semua sudut singapore bersih. Saya sempat agak ‘syok’ ketika ke Orchard Road, karena semula saya bayangkan bersiiih sekali, ternyata ada juga sampah-sampah daun kering bertebaran (waktu duduk-duduk di bawah pohon yang ada di foto itu).
Konon, Lee Kuan Yew dulu menerapkan hukum keras tentang kebersihan di Singapura, karena etnis tertentu di sana memang terbiasa hidup kurang bersih. Sehingga, orang meludah di jalan pun dihukum. Nggak tahulah, apakah sesudah Lee Kuan Yew tak lagi berkuasa, ‘hukum kebersihan’ itu juga tak lagi dipatuhi …
Ok Mbak, saya akan baca tulisan Long John Barnya. Tancaaap ke TE …. !
artikelnya bagus nih….thanks atas infonya ya !
Tuti :
Artikelnya bagus? Iya dong! Saya, gitu loh …
Saya belum pernah ke Singapura lho bu Tuti. Yang jauh sudah pernah yang dekat malah belum. Keterlaluan sih. Ditunggu lagi laporan pandangan matanya tentang Singapura. Biar jika saya kesana saya tidak lagi keblusak-blusuk karena sudah baca petunjuk dari suhu dan pakar perjalanan.
Oh ya, usul bu. Laporan pandangan mata ketika pergi haji dan umroh yang katanya sudah berkali-kali.
Tuti :
Memang jalan-jalan nggak harus ke tempat yang dekat dulu kok, Pak Eko. Saya sudah sampai ke Eropa, tapi belum pernah ke makan raja-raja di Imogiri, yang jaraknya cuma sekitar 20 km dari rumah 😦 . Ini soal kesempatan (dan siapa yang mbayarin … hehehe … 😀 ). Tentang cerita perjalanan ke Singapura, kayaknya cukup deh, soalnya takut teman-teman pada bosan. Lagipula masih banyak perjalanan-perjalanan lain yang juga ingin saya ceritakan …
Tentang perjalanan Haji dan Umroh, sudah saya posting Desember 2008 di https://tutinonka.wordpress.com/2008/12/09/makkah-dan-madinah-kota-suci-allah/ . Memang saya lebih banyak mengeksplor tempat-tempat yang penting, bukan ritual ibadahnya, sebab untuk ritual ibadah saya pikir sudah sangat banyak ditulis oleh orang lain. Selamat menikmati (dan segera menyusul jika belum pernah melaksanakannya)
Takashimaya dan Ngee An di Orchard Road itu kan mall besar, tapi kok tidal serame mall2 di Indonesia, dan harganya mahal-mahal. Tuh sudah sampai LItle India belum atau naik perahu di China Town.
Tuti :
Mungkin tergantung musimnya Mas Gun. Kalau pas musim liburan dan event-event khusus (akhir tahun), mall-mall di Orchard Road itu penuh orang berbelanja. Little India sudah, tapi nggak banyak belanja, soalnya barang-barangnya India semua (ya iyalaaa … namanya juga Little India!). Di China Town nggak naik perahu, cuma beli lukisan dan beberapa porselen antik …
waaaa … pengiiin ….. kalau jalan2 lagi ke orchard road trus nemu dompet culun apapun itu … jangan lupa oleh2i saya ya Mbakkk … (kedhip45x)
Tuti :
Waduh, di Singapura nggak ada yang culun Mbak Ayik, semua galak dan berani (eh, arti ‘culun’ maksud Mbak Ayik sebenernya apa sih? sualnya, sepengetahuan saya culun itu artinya pemalu dan rada-rada kuper gitu … 🙂 )
Esplanade (Theatre-nya) juga banyak dibantu sama teknisi2 bule. Tuh desainnya aja “dibantu” dari London. Sama seperti waktu F1 malam hari di Singapura ternyata teknologi2nya juga sarat teknologi impor dari negeri2 bule. Rupa2nya S’pore sampai saat ini hanya maju secara economically, secara teknologi sih kayaknya Indonesia nggak ketinggalan2 amat sih sama s’pore. Hanya saja mungkin kita nggak ada duitnya sehingga kita nggak bisa ‘membayar’ insinyur2 bule. Sama aja kayak Malaysia bangun Petronas, saya lihat di acara “Megastructures” di NGC channel, wuiih….. insinyurnya bule2 semua. Dan pengujian aerodinamika itu gedung aja dilakukan di Illinois, AS (kalo nggak salah, yang jelas sih memang di AS). Ah, kalo gitu sih bukan prestasi putra-putra Malaysia sendiri namanya. Huehuehue……
Mendingan jembatan suramadu ya,
yang katanyabuatan anak bangsa sendiri. Tapi bener nggak ya, Suramadu itu asli buatan Indonesia??Tuti :
Benul … eh, benar dan betul … pembangunan Singapura dan Malaysia memang masih mengandalkan ahli-ahli dari luar negeri. Saya pernah baca, salah satu (mungkin jug salah dua atau salah tiga) anggota tim perancang Petronas adalah insinyur dari Indonesia.
Tentang jembatan Suramadu, saya belum membaca desain tekniknya, tetapi kayaknya sih dirancang dan dibangun oleh putra-putra bangsa sendiri. Iya, memang siapa bilang kita bodoh?
fotonya indah-indah
Tuti :
Apalagi kalau ada fotonya Mas Narno
wah kalo saya gak bakal betah lama2 di singapur, gak biasa hidup dengan banyak aturan..
biasa hidup semrawut hahaha… 🙂
Tuti :
Waduuh …
Terlalu banyak aturan memang nggak enak, tapi biasa semrawut juga tak elok …
asik tante tuti, saya juga mau..
gimana klo lain kali kita pergi bareng? (tentunya dibayarin tante, hehe..) klo tante lagi males, nanti saya bantuin tante pilihin gadget di SLS. syukur2 klo ga suka, ya gadgetnya buat saya 😀
Tuti :
Nah, ini! Perlu sekali, lain kali ke SLS sama Narpen. Jadi Narpen yang ublek-ublek seisi SLS untuk milih gadget, saya duduk di kantin menikmati es krim. Oke, kita berangkat sendiri-sendiri (pakai tiket sendiri-sendiri juga … hihihi … ), ketemu di pintu masuk SLS 😀
Wah tempat yang eksotik Bunda ….
Hhmm … itu dalam rangka apa sich perjalanan ke Singapura …
Jadi pengennn …… T_T
Salam semangat Bocahbancar …..
Tuti :
)
Memang tempatnya sangat eksotik. Saya kesana dalam rangka merayakan HUT Kemerdekaan RI (apa hubungannya?
salam, semoga semangatnya selalu terjaga 🙂
Sekilas emang kaya’ Malioboro ya itu fotonya, tapi begitu liat bisnya.. Ooo,, pasti bukan. Beda banget sama jalur 4 yang biasa membiangi macet di Malioboro, hehee 🙂
Tuti :
Kayaknya Muzda langganan naik bis jalur 4 yang lewat Malioboro … 😀
ini yang aku suka dari blog ini, informatif dan selalu ada cerita. pengambarannya sungguh memikat. oh kapankah aku kesana. bolehkah aku ikut bu atau mbak neeh. serius lhoo. aku punya rencana ke ke singgapura tahun 2010. waktu dulu seeh aku bisa nabung tapi sekarang tidak. jadi bisakah aku diajak mbak. serius neeh. bener kok
Tuti :
Kayaknya banyak yang berminat jalan-jalan ke Singapura nih. Gimana kalau kita ngadain piknik bareng para bloger? Berangkat sendiri-sendiri dari kotanya masing-masing, kumpul di Orchard Road … 😀
Kawan, untuk ke Singapur memang nggak harus nabung dulu kok. Yang penting ada uang 😀
Dari sekian banyak tempat tuh yg paling ingin aku kunjungi ketika ke sana (kapan ya ….) adalah SLS karena aku gila gadget … biasa laki-laki! hehe ….
Tuti :
Doooh … yang laki-laki … 😀
Kayaknya emang udah dari sononya ya, laki-laki suka kabel (gadget jaman sekarang sudah wireless, bego!) dan segala sesuatu yang nyetrum … hihihi
Saya mah lebih suka ke toko buku, CD/DVD, atau fashion. Biasa, perempuan … 😀
jalan-jalan yang asyik banget bu tuti…
kapan ya giliran saya…?
ya deh, mimpi dulu aja 🙂
Tuti :
Giliran Uda Vizon insya allah akan datang, nggak lama lagi. Besok kalau ke Singapura beneran, dicocokkan sama mimpinya ya Da … 😀
wah jalan jalan yang mengasyikkan, tentunya pemandangannya yang berbeda
sukses selalu dan selamat
Tuti :
Memang beda, Mas Totok. Kalau jalan-jalan di tanah air banyak lihat orang Indonesia, kalau jalan-jalan ke Singapura banyak ketemu orang Singapura … 😀
Terimakasih, sukses juga buat Mas Totok
Di kosku malah pabriknya duren bu Tuti
Tuti :
Woooh … kostnya di pohon duren ya?
Justru karena durennya menghadap ke atas, Esplanade barangkali dirancang supaya tidak kejatuhan durian dan di arti lain, esplanade seperti durian yang ditumpahkan isinya ke bawah untuk berkat bagi semua warga Singapura..
*sungguh ini komentar yang saya buat terlalu nggathuk-nggathuke biar menarik hihihi*
Tuti :
Senajan nggathuk-nggathukke, tapi gathuk tenan kok Don.
Iya betul, durian yang lembut, manis, gurih, wangi, dan memiliki nilai ekonoms tinggi itu memang jatuh ke rakyat Singapura. Jadi Singapura bukan kejatuhan durian, tapi mendapatkan durian runtuh alias rejeki yang melimpah ruah …
Tapi mereka memang pekerja keras, lha wong negaranya nggak punya sumber daya alam apa pun. Beda sama alam kita yang kaya raya (meskipun sekarang banyak yang rusak … ihiks 😥 )
Wah bener-bener ibu Tuti ini …
Selalu lengkap jika menyajikan catatan perjalanan …
And BTW …
Kerudung merah strikes again …
(jongkok.pasrah.com)
Tuti :
Om … Om, kalau jongkok di pinggir kali ya, biar ‘yang jatuh’ langsung hanyut …. hihihi … 😀
Durian nyungsep … ahh mbak Tuti bikin saya tersenyum bacanya.
Khas cerita perjalanan mbak Tuti …
Btw, bukannya itu di depan Mal Malioboro yak?
hehehe ….
Tuti :
Weleeh … Mbak Enny, saya sudah ‘sumpah samber geledek’ gitu lho 😀
Memang Orchard Road yang legendaris itu nggak jauh beda dengan Malioboro yang juga legendaris. Bedanya, di Malioboro banyak pengamen dan warung lesehan, di Orchard banyak peragawati semlohai lalu lalang dengan dandanan top markotop … 😀
jadi pengen 😛
Tuti :
Yuuk maree …
Meskipun luarnya penuh duri tetepi mempunyai rasa yang begitu enak.he3x nice post salam http://kusnenda89.wordpress.com/
Tuti :
Itulah durian … maka kita tidak boleh mencela jika melihat orang berwajah durian, siapa tahu hatinya seperti daging buah durian : lembut, manis, dan wangi … 🙂
salam.
pengen duren jadi nya he3x
Tuti :
tapi bukan duda-keren toh? 😀
Dengan bangga saya persembahkan “Bertuah Award 2009” kepada adinda. Mohon di lihat di blog saya. Terima kasih dan selamat berkarya. Salam
Tuti :
Waaah … terimakasih Mas Cholik. Langsung cabuuut …. ambil award …. 😀
Wow, mbak catatan perjalanan yang unik dan lengkap. Wah-wah saya terkagum2 lihat foto dan ceritanya yang seru. Jadi ikut ngebayangi ke sana nich mbak, pasti seru banget yach lihat berbagai koleksi dan interiornya juga oleh2 yang bisa kita bawa pulang tentunya.
Ok, mbak Tuti saya tunggu postingan unik berikutnya, cerio 🙂 🙂 🙂
Best regard,
Bintang
Tuti :
Fotonya yang bagus-bagus itu saya ambil dari Wikipedia dan Garuda Magazine. Foto perjalanan saya sendiri sebagian besar ada wajah saya, jadi kalau semua dimuat, nanti teman-teman bosaaan …. 😀
Kalau mau beli oleh-oleh yang murah di Singapura, bisa pergi ke toserba Mustafa, toko ini sangat besuaar dan buka 24 jam.
Kapan yuk jalan-jalan bareng, Mbak Lin?
salam hangat, dan selamat berkarya 🙂 🙂
durian nyungsep dan genthong tradisionil di halaman, perpaduan yg unik!
Tuti :
Durian kayaknya lebih cocok dipadu dengan susu, sirup dan es Mbak, jadi es teler … 😀
Baru sekali ke Singapur, itupun disponsori kantor … jadi ga sempet kemana2 … paling cuman Orchard Road, Clarke Quay dan Mustafa
sekarang dah ga ngantor, jadi sama kayak bu tuti, mau cari sponsor dulu hehehe ..
Tuti :
Ayo kita bikin proposal dulu Uni, untuk cari sponsor 😀
Eh, ada nggak sih teman bloger yang tinggal di Singapura? Kalau ada, boleh deh kita numpang di rumahnya. Disuruh bantu-bantu cuci piring dan ngepel juga mau … hihihi …
aku kok kehilangan fikir dan kehabisan kata kata …… sudah panjang waktuku terbuang, tapi aku tak berdaya
Tuti :
Lha yang Bang Sis tulis ini apa kalau bukan kata? 😀 Terimakasih sudah mampir lagi ke beranda saya Bang.
hmm…nice posting…
saya setuju sama mas Yari NK…
setau saya, si durian itu dulu sebetulnya “salah design”. awalnya jauh dari bentuk duren, just “kaca”. alhasil, atap segede itu suangaat menyilaukan ketika tertimpa sinar matahari. jadi konon, seluruh penjuru negeri pun protes. lalu singapore pun “minjem” arsitek luar. lalu dibuatlah pelat- pelat yg didesign utk “saling memotong” pantulan cahaya dari atap bangunan itu. nah, dari jauh keliatan seperti kulit duren…
salam,
nana
Tuti :
Nice comment!
Betul Na, saya juga pernah baca seperti itu, bahwa ‘duri’ yang mengerikan itu adalah bagian desain yang ditambahkan belakangan, untuk menghalangi sinar matahari yang terlalu banyak. Kemarin waktu nulis, saya lupa nggak menyinggungnya. Thanks … 🙂
Whoaaa kangen Sing bu 🙂
kangen jalan2 malemnya
kangen naik bis umumnya (sesuatu yang juaraaaaang bgt saya lakukan di Indo)
kangen hotel sheraton yg gede
kangen naik sub way
kangen denger org ngomong singlish sampe saya harus pasang telinga bener2 :p
Weleh, malam ini mesti baik2 sama suami :p biar di sponsori hehehhe
Tuti :
Yang dikangenin Eka ternyata banyak yang belum pernah saya rasakan (naik bis umum, menginap di Sheraton yang guedee, naik subway … 🙂 )
Ssstt … kalau berhasil merayu suami untuk disponsorin berlibur ke Sing, jangan lupa ajak saya ya … 😀
Edyann … itu foto terakhir mbakku pake baju yang senada sama Santa Claus! hihihi … biar di sangka salah satu perinya ya, mbak? xixixixix
Tuti :
Bukan, biar disangka isterinya Santa Claus …. 🙂
Terima kasih ilmunya mbak, akan saya sebarkan ke siswa-siswa saya dengan harapan mampu menumbuhkan imajinasi siswa. Terutama membangun mimpi siswa.
Tuti :
Terimakasih juga, Mbak Puspita. Mimpi memang harus dibangun, sebab seseorang hanya akan bisa maju jika memiliki mimpi. Semoga para siswa Mbak termotivasi, apalagi dengan bimbingan guru yang inovatif seperti Mbak Puspita.
Singapore negara yg tidak membosankan. yg paling penting lg nih: bebas visa. soalnya dah kapok berurusan ama neg yg ber-visa klo kita mau kesono. mo jalan2 aja kok dibikin repot.
klo buat jalan2 kan ga hrs kaya raya. tul ga?
Tuti :
Kalau ke Eropa, ada satu visa yang bisa dipakai untuk masuk ke beberapa negara sekaligus, namanya visa Schengen. Tapi ada beberapa negara yang tidak mau menerima visa itu, misalnya Inggris. Ya nggak usah ke Inggris lah …
Kalo buat jalan-jalan memang nggak harus kaya raya, modal jalan kan cuma kaki … 😉
Hai! If you’re interested in Singapore, go to http://www.sip.sg and register with Singapore-Indo Portal for free (gratis!) now. We are launching on 11/01/11 and you may just win the top prize of a Luxury Holiday to Singapore. Mau ke Singapore tahun 2011? SIP!