HARUS DISAYANG SEBELUM HILANG
Ribut dengan negara tetangga akibat budaya kita diserobot nampaknya sudah menjadi ‘agenda rutin’ tahunan. Setelah reyog Ponorogo, musik angklung, lagu Rasa Sayange, dan banyak lagi, baru-baru ini kita kembali tersengat oleh penayangan iklan pariwisata Malaysia yang menampilkan wayang dan tari Pendet. Heboh ini semestinya menyadarkan kita akan dua hal : betapa kayanya budaya kita, dan betapa kita harus serius menjaganya agar tidak hilang diserobot orang.
Batik adalah salah satu cipta budaya tertinggi bangsa kita. September 2009 nanti, batik akan diajukan ke UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda milik Indonesia, mengikuti wayang (2003) dan keris (2006) yang sudah lebih dulu diakui oleh UNESCO.
Batik, siapa tak suka? Saya penggemar batik, meskipun tidak berarti setiap hari saya mengenakan batik. Ketika kecil saya punya beberapa teman yang orangtuanya memiliki perusahaan batik, dan kami sering bermain di antara para perajin batik yang sibuk bekerja. Saya masih ingat aroma malam, gondorukem, soga, dan suasana ‘dapur’ batik. Sekarang, saya mengoleksi berbagai kain batik. Jika ada waktu luang, koleksi itu saya keluarkan dari lemari, saya gelar satu demi satu, saya nikmati keindahan corak dan warnanya.
Orang tua saya juga lekat dengan batik. Ibu saya, sejak kecil hingga wafat pada usia 92 tahun, tak pernah lepas dari kain batik dan kebaya. Ayah saya, meskipun tidak terlalu sering mengenakan pakaian Jawa, tapi memiliki beberapa bebed dan blangkon batik (dan beliau sungguh gagah sekali dengan pakaian itu).
Batik yang dikenakan keluarga bangsawan Jawa tempo doeloe (cover buku “Batik” by Rudolf G. Smend)
Jangan salah, foto di atas bukan foto saya bersama ayah dan ibu saya. Jelas dong. Pertama, saya bukan berasal dari keluarga bangsawan. Kedua, mosok sih orang tua saya tega mencukur rambut saya seperti pelawak Gogon begitu … hihihi …
Nah, kalau yang di bawah ini baru foto asli saya dengan pakaian batik. Oh, sudah pasti koleksi saya tidak cuma dua itu (yaelaah … !), tapi yang lain masih menunggu peragawati yang cocok untuk memperagakannya (maksud saya, yang tingginya cuma 155 dan kelebihan berat badan 10 kg … yee, mana ada peragawati kayak gitu ya?)
Monggo …. tumbas nopo Bu? Cieee …. ijo ni yee …
Kita memiliki jenis batik yang sangat kaya. Secara garis besar, batik bisa dikelompokkan menjadi batik keraton Jawa dan batik pantai utara. Batik keraton Jawa pun ada dua macam, yaitu batik Yogya dan batik Solo. Apa bedanya batik Yogya dan batik Solo?
Batik Yogya memiliki warna dasar putih dengan batikan berwarna coklat tua. Karakter motif batik Yogya adalah tegas, formal, sedikit kaku, dan patuh pada pakem. Semua bentuk motif memiliki makna. Batik Solo memiliki warna dominan coklat sogan kekuningan. Motifnya lebih luwes, lebih bervariasi dan berwarna-warni. Konon, karakter yang berbeda ini berkaitan dengan sikap politik yang berbeda dari keraton Yogya dan Solo. Keraton Yogya anti kolonial, sementara keraton Solo pro kolonial. Hubungan dekat Keraton Solo dengan bangsa Belanda mempengaruhi corak batik mereka, lebih ‘bebas’ dan luwes, tidak kaku. Sementara Keraton Yogya, yang madhep manteb melawan Belanda, corak batiknya pun tegas dan ‘tak kenal kompromi’.
Batik Yogya motif baru yang sudah dimodifikasi. Kain batik ini berbentuk sarung dengan pasangan selendangnya. Kain panjang yang asli tidak memiliki ‘kepala’ (tumpal)
Lho …! Lho … mana kepalaku? Tolooong …. ada head hunter! Kembalikan kepalaku! Kalau tidak, nanti malam akan jadi glundung pringis di bawah tempat tidurmu!
Batik pantai utara memiliki karakter yang sangat berbeda dengan batik Yogya-Solo. Masyarakat pantai utara (Cirebon, Pekalongan, Lasem, Semarang, Tuban, Kudus) adalah masyarakat kota pelabuhan yang banyak berinteraksi dengan bangsa asing. Batik yang dibuat di wilayah ini banyak dipengaruhi oleh kain sari, yang dibawa oleh para pedagang dari India. Para wanita Belanda yang mengikuti suami mereka bertugas di sana juga memberikan pengaruh pada motif batik sesuai selera mereka, yaitu buket bunga. Demikian juga wanita-wanita keturunan China.
Batik pantai utara memiliki warna-warna cerah, banyak mengeksplorai motif bunga (buket). Yang unik, batik Cirebon dan Semarang sering menampilkan gambar manusia, binatang, kapal, rumah, dan bentuk-bentuk lain yang mirip karikatur.
Beberapa motif dan warna batik Pekalongan yang cerah : hijau, merah, hijau
Selendang sutera dengan warna merah-oranye bermotif bunga dari Pekalongan, salah satu koleksi yang paling saya sukai
Batik Cirebon. Paling kanan adalah motif Mega Mendung, motif khas Cirebon yang sekarang mulai populer
Motif batik Cirebon yang unik, menggambarkan berbagai aspek kehidupan manusia (ada yang diseret segala … hiii … kasihan …)
Batik Semarang dengan motif wayang. Motif ini termasuk jarang dibuat orang, karena lebih sulit dibanding motif bunga
Selain Yogya, Solo, Cirebon, Pekalongan, Semarang, Kudus, Lasem, Tuban, dan kota-kota lain di pantai utara Jawa, batik juga ditemukan di Madura. Batik Madura ini memiliki kekhasan dalam warna dan corak. Meskipun goresannya tidak sehalus batik pantai utara ataupun batik Yogya-Solo, dan warnanya rada ‘norak’, batik Madura memberikan kesan ‘eksotis’ (menurut saya lho!)
Sarung Madura ini saya peroleh sewaktu nonton Pekan Raya Jakarta di Kemayoran, 2008. Kombinasi warna yang agak ‘keras’ antara kuning muda, hitam dan merah memunculkan kesan ‘eksotis’ …
Batik tulis Madura ini saya beli pada Pameran Tekstil & Batik di JEC Yogya, Agustus 2009. Kata ibu pembuatnya, ia membatik kain ini dalam waktu 4 bulan …. wooww! Saya nyesel telah menawarnya mati-matian …
Di luar Jawa, daerah yang memiliki batik adalah Sumatera Selatan. Pada awalnya, batik-batik yang ada di Sumsel didatangkan dari Lasem, pantai utara Jawa. Selanjutnya, orang Sumsel belajar membuat batik sendiri, dan sekarang bisa kita jumpai batik-batik yang indah dari Palembang. Karakter orang Sumsel menyukai warna-warna cerah, cocok dengan karakter batik pantai utara. Di Palembang juga bisa kita temukan motif ‘jumputan’ (motif ikat). Beberapa batik Palembang dihias dengan prada berwarna kuning emas. Prada pada batik Palembang tebal dan menonjol di atas kain, berbeda dengan prada batik Jawa yang tipis dan meresap ke kain.
Batik Palembang memiliki warna-warna cerah, dibuat dari bahan organdi, sutera, dan crepe
Selain Palembang, kain batik juga terdapat di Riau. Batik Riau memang masih ‘baru’, dikembangkan sekitar sepuluh tahun terakhir ini oleh Ibu Septina Rusli, isteri Gubernur Riau, dengan mengeksplorasi motif-motif bunga yang terdapat pada kain songket. Pengerjaan batik Riau adalah dengan metoda ‘colet’, dan tidak terlalu banyak memiliki cecek (titik-titik kecil yang mengisi suatu bidang). Warna-warnanya cerah, sebagaimana warna-warna kain songket.
Pola batik Riau berupa salur-salur memanjang dengan motif flora. Tidak banyak cecek sebagaimana yang terdapat pada batik Jawa dan pantai utara
Kalimantan Selatan memiliki batik sasirangan, yang dibuat dengan proses ikatan (‘jumputan’ dalam batik Jawa). Kain diikat mengikuti motif-motif tertentu, kemudian dicelup dalam pewarna. Bagian-bagian yang diikat akan meninggalkan warna berbeda dari warna celupan. Batik sasirangan pada umumnya memiliki pola salur-salur memanjang, tetapi tidak secara nyata menampilkan motif flora sebagaimana batik Riau.
Batik Sasirangan dari Kalimantan Selatan, memiliki pola salur-salur memanjang dengan motif jumputan
Kain batik dihasilkan melalui proses panjang yang memerlukan ketelitian, ketekunan, dan keahlian. Dimulai dari menggambar motif di atas kain, menutup motif pada bagian-bagian tertentu dengan malam (lilin), mencelup warna, mengerok lilin, dan mencelup lagi. Semakin banyak warna yang ingin dimunculkan, semakin rumit prosesnya, karena pencelupan dan pengerokan lilin harus dilakukan beberapa kali. Penutupan motif dengan malam bisa dilakukan dengan canting (menghasilkan batik tulis) ataupun cap (menghasilkan batik cap). Karena lebih rumit dan membutuhkan waktu pembuatan yang lebih lama, harga batik tulis lebih mahal daripada batik cap.
Motif yang sudah ditutup dengan malam (lilin)
Menutup motif dengan malam memakai cap. Harus akurat agar sambungan capnya benar-benar tepat
Para pembatik menutup motif dengan malam memakai canting
Batik adalah warisan budaya Indonesia yang sangat berharga. Kekayaan motifnya, makna yang terkandung di dalam setiap motifnya, demikian indah dan mempesona. Maka sudah seharusnya kita semua mencintai dan memelihara batik sebelum ia hilang diambil orang …
Bagaimana dengan koleksi busana anda? Pastinya sudah ada batik di lemari pakaian anda, kan? Sekarang batik bahkan sudah dibuat untuk berbagai keperluan, mulai dari taplak meja hingga sprei. Jadi jika di rumah anda belum ada sesuatupun yang bermotif batik, segeralah berburu ke Pasar Beringharjo di Yogya, Pasar Klewer di Solo, desa Trusmi di Cirebon, atau di manapun juga di planet bumi ini, untuk mendapatkan batik. Nah, untuk koleksi batik yang lengkap di Yogya, ada toko-toko dari grup Margaria, milik Bunda Dyah Suminar.
Masukkan memiliki batik sebagai salah satu dalam daftar things must do before you die !
Ealaaah … Kanjeng Raden Mas Tumenggung Sing Bagus Dewe, kalau mau berenang jangan pakai bebed dan blangkon dong, nanti kesrimpet …
Batik madura “norak” wah..wah..! Kalo mbok bariah denger bisa tersinggung trus ngadu ke suaminya yg langsung ngasah clurit..gimana tuh buk.. Hehe..
Tentu saja saya juga punya baju batik buk meski cuman 2 potong, 1 warna putih motif keris yg katanya cuman dipake keturunan darah biru hehe
Atunya warna item motif wayang hohoho..
Udah lama gak denger kata -glundung pringis- inget eyangku yg slalu nakuti aku waktu kecil, kalo masih maen diluar menjelang malam 😀
Tuti :
Yee … Ata, kan saya nulis ‘norak’ (dalam tanda petik), jadi bukan norak yang sebenarnya norak. Maksud saya … gimana ya, susah menjelaskannya, saya tidak menemukan kata yang tepat, makanya terus memakai kata ‘norak’. Lagipula, kan saya tambah ‘eksotis’ (keder juga nih kalau bener-bener ada orang Madura yang ngasah clurit … 😦 )
Batik Ata motif keris dan wayang? Wah, hebat tuh. Menunjukkan keperkasaan seorang pria (ciee … !)
Sudah lama ya nggak dengar glundung pringis? Kalau sekarang, mau lihat? 😀
Suka ma batik maduranya bu.. *hmm apakah ibu mau menyumbangkannya pada saya hihihihihi 😆 *
Tuti :
Ade suka batik Maduranya? Berarti, selera Ade ‘norak’ dan eksotis … hihihi 😀
wah mbak, kalau tulisan ini sudah ada lama, pasti saya akan pakai untuk mengajar. Dulu saya pernah tulis ttg batik secara ringkas/mudah untuk murid bahasa Indonesia saya, jadi sama sekali tidak lengkap.
Entahlah mbak, aku kalau pake setelan batik seperti pake daster aja sih…jadi agak malas. Kalau untuk kebaya sih OK OK aja.
EM
Tuti :
Buku tentang batik cukup banyak kok Mbak, tapi …. nah, ini ironisnya, semua ditulis oleh orang asing. Ternyata justru orang asing yang tekun dan serius mempelajari batik, kemudian mengoleksi dan menulis bukunya. Bukunya muahall-muahall lho … harganya sekitar 400 – 500 ribu. Memang edisi lux sih, dengan hard cover, kertas mewah dan foto-foto full color. Yah, kalau buku tentang batik dicetak di kertas murah, dengan foto hitam putih, jelas akan jelek …
Mbak Imel kalau pakai batik kayak daster? Hihihi …. memang daster batik itu ‘merusak’ citra ya? Tapi sekarang motif dan mode baju batik sudah sangat beragam, dan menurut saya cantik-cantik lho …
Mbak Tuti,
Saya berharap malam ini ada glundung pringis dibawah tempat tidur saya, tapi pastikan itu kepala Mbak tuti yaaa…jangan manohara lho, aku nggak suka…Lumayan, kepalanya aja bisa buat tamba kangen… Qiqiqi…ihhh horor ahhh…
Lhah itu yang ada buruh mbatiknya hasil jalan2 ke kampung batik laweyan ya Mbak…
Tuti :
Bener nih, Mbak Ayik mau lihat glundung pringis di bawah tempat tidur malam ini? Tak kirim yo Mbak, tapi bukan kepala saya, kepala sundel bolong aja … hiiiy ….
Wah, itu fotonya bukan saya ambil di Laweyan, tapi di perusahaan batik “Plentong” Yogya. Waktu ke Solo, saya nggak sempat ke Laweyan, cuma ke Kauman saja …
Wah… ternyata selain Penulis Mbak Tuti juga Kolektor Batik yang lengkap…. bangga saya…
Apa khabar Mbak Tuti…?! semoga semakin sehat dan sukses selalu, maaf lama nggak Blogwalking ke sini.
Selamat menunaikan Ibadah Puasa.
Salam dari Valencia – Spanyol.
Tuti :
Ya, saya suka mengoleksi kain-kain daerah. Selain batik, saya juga mengoleksi kain songket dan tenun. Kapan-kapan deh saya ulas.
Wah, saya juga minta maaf Bang Michael, saya juga sudah lama nggak mampir ke blog Abang. Lho, sekarang sudah di Spanyol to? Terakhir saya baca tulisannya masih di Hongkong. Uenaknya bisa jalan-jalan ke luar negri terus 🙂
Bunda…. kalo kain sasirangan dari kalimantan termasuk batik juga gak yah?
Terus terang saya gak terlalu mengamati motif2 batik. Saya tahunya batik solo-Jogja-Pekalongan dan sasirangan itu.
Infonya bermanfaat banget bunda 😉
nambah ilmu deh !
Thank u ya bunda 🙂
Tuti :
Eka, terimakasih sekali diingatkan tentang kain Sasirangan. Iya, Sasirangan termasuk batik juga. Saya punya beberapa, dan sebenarnya sudah difoto juga, tapi waktu nulis malah kelupaan tidak dibahas. Sekarang sudah saya tambahkan, sekalian dengan batik Riau yang semula juga belum saya tulis.
Sekali lagi terimakasih ya Eka … 🙂
kalau lagi kerja di haruskan pakai batik biar batik kita populer di dalam negeri maupun di luar negeri ( cuma saran bagi yang berminat )
Tuti :
Di beberapa instansi, ketentuan memakai batik memang sudah diterapkan pada hari-hari tertentu. Memang harus begitu, supaya batik tidak mati dan dilupakan bangsa pemiliknya sendiri.
Karena saya pns jadi tiap jumat selalu pake batik. Dan karena saya orang kampung pakai batik waktu hajatan adalah wajib. Dan ketika sekarang kuliah di Jogja kesempatan utk koleksi baju batik semakin luas, bahkan kuliahpun sering batikan, matching kok ternyata. Tapi biasanya saya beli batik nggak ngerti makna motifnya cuma mengikuti suasana batin dan cocok saja.
Btw, kalau dipakai model walau tanpa kepala tetap modis kok, saya seneng tuh dengan positioning potongan batiknya, pas dan enak dilihat (hayah….sok pengamat mode……)
Tuti :
Oh, Mas Nur sekarang lagi kuliah di Yogya ya? Di mana Mas? (bukan di masjid to … kuliah subuh? Hehehe … 😀 )
Memang motif batik tidak semua orang tahu maknanya. Barusan saya baca di koran, Sultan HB X mengatakan ada 1500 motif batik Yogya ….. wow!
Mas, modelnya itu saya lho! Sumpah, itu saya! Lha kepalanya kemana? Ya itu … jadi glundung pringis
untuk megamendung saya pernah mewawancarainya untuk edisi profil usaha
Tuti :
Mewawancarainya? Mewawancarai mega mendung? Emang kain batik bisa diwawancara ya Mas? 😀
Bengkulu juga punya batik Bu Tuti, namanya Batik Basurek. Aslinya dari daerah Rejang Lebong. Motifnya berupa aksara Rejang berisi kata-kata mutiara atau simbol-simbol tertentu. Sekarang sudah digalakan juga di sana untuk menggunakannya. Dari beberapa yang saya miliki, cuma satu yang saya beli sendiri, soalnya yang lain itu adalah pemberian kampus untuk seragam, hahaha… 😀
Tuti :
Betul, Da. Saya pernah baca dan lihat foto batik besurek, tapi belum punya koleksinya. Kapan-kapan deh, kalau sempat ke Bengkulu, pasti saya akan cari. Batik besurek juga belum begitu dikenal, maka harus lebih giat dipromosikan.
Kapan pulang ke Bengkulu Da? (mau nitip batik … 😀 )
Mbak Tuti, tulisannya menarik.
Saya suka batik, juga kain khas daerah. Jadi, kalau saya mendapat tugas ke daerah, saya sempatkan untuk beli batik atau kain songket khas daerah tsb.
Tuti :
Sama Mbak, saya juga suka mengoleksi kain-kain tradisional dari berbagai pelosok Nusantara. Selain batik, juga songket dan tenun. Ketika mengamati kain-kain itu, saya membayangkan tangan-tangan terampil para wanita yang membuatnya, dan rasa kagum serta penghargan tinggi itu muncul di dada.
tulisan yang baik untuk menambah wawasan saya Bu,
salam
Tuti :
Terimakasih, Mas Andif. Syukurlah kalau tulisan ini bermanfaat.
posting yang menarik banget nih…
itu semua koleksi batik bu Tuti? wuih, hebat…
saya juga suka batik, tapi yang berwarna coklat dan netral..bukan yang “norak” pake petik ituh…
Tuti :
Betul Na, semua yang ada di foto itu adalah koleksi saya. Dikumpulkan selama bertahun-tahun, ada yang usianya sudah 10 tahun. Bagi saya, batik bukan sekedar kain, tapi sebuah karya seni.
Saya suka batik segala warna, baik warna coklat (Yogya-Solo) maupun warna-warna cerah dari pantai utara.
Selamat berbatikria, Na 🙂
Batik …
Motifnya bermacam-macam ya bu
demikian pula maknanya …
Ini tulisan khas Ibu Tuti(-K)
Detail … lengkap … menarik …
dan ada kocaknya …
Thanks Ibu
Salam saya
(apa kita rela budaya luhur ini “diclaim” orang ?)
Tuti :
Betul Om, motif batik sangat beragam. Kita akan semakin mencintainya kalau tahu apa makna filosofis yang terkandung di dalamnya (terutama untuk batik-batik klasik dari Yogya dan Solo).
Ya Om, kalau saya menulis, saya menginginkan sebuah tulisan seperti artikel di majalah, jadi sebisa mungkin lengkap, ada fotonya, lay-outnya bagus, dan meskipun serius tapi rada cengengesan sedikit … nges … nges … nges … 😀
mbak Tuti….adik teman saya di Jkt ada yg mengembangkan “batik Papua”….tapi saya blom pernah melihat gimana motifnya….
Disini saya pakai daster batik yg saya beli di Beringharjo seharga 20 ribu…eh ditanya ama tetangga…mo coctail party dimana? gara2 batiknya ada benang2 emasnya…cantikkk katanya..
Waktu daster itu saya pakai ke Mall yg di Ambarukmo….saya megang apa aja pramuniaganya pasti bilang…”itu mahal bu”…walaaaaah ngenyek tenan
palagi pas masuk The Body Shop…
Tuti :
Wah, batik Papua? Menarik banget tuh. Saya pernah melihat di Garuda Magazine, peragaan busana dengan dasar budaya Papua, tapi dibikin sangat modis tanpa meninggalkan karakter Papuanya. Woooh … menarik banget loh …
Daster yang pakai benang-benang emas? Dikira mau pergi ke pesta koktail? Wah, itu menunjukkan betapa indahnya batik kita kan, sampai daster yang cuma untuk dipakai di rumah saja dikira baju pesta.
Nah … tapi jangan dipakai ke Amplaz, kalau nggak mau sakit hati … hihihi … 😀
Tenang buk, cak sarip suami mbok Bariah ngasah clurit buat nyariin rumput sapinya.. 😀
Menurut saya batik madura itu rame, berani dan ngejreng hehe..-peace-
Batik Yg cocok buat pemuda ganteng single seperti saya, motif apa ya buk.. selain keris dan wayang.
Saya kok gak percaya glundung pringis masih eksis, karena anak kecil sekarang udah gak mempan ditakutin..
Justru mereka penasaran pengen lihat..xixi..
Mungkin glundung pringis sekarang juga pada sembunyi takut diajak maen film dan sinetron horor hahaha…
Tuti :
Hooo …. Cak Sarip mau motong rumput to? Tak kira mau motong rambut saya (yee … salon ‘kali … 😀 )
Tapi bener, saya suka batik Madura. Ya itu, karena ‘norak’ dan ‘eksotis’ itu, kan ‘saya’ banget …
Hm, batik yang cocok buat pria muda ganteng yang masih jomblo? “Parang Gurdo” mungkin cocok ya Ta? Yang seperti apa itu? Embuh, aku juga asal nyebut aja kok … qiqiqi ….
Glundung pringis nggak eksis lagi? Iya, soalnya anak-anak jaman sekarang lebih menyeramkan dari pada glundung pringis, jadi si glundung pringis nggak pe-de lagi untuk tampil
maksudnya mewawancarai pengusahanya Bu, rumahnya di Trusmi, di situ memang sentra pembuatan batik. pendapatan masyarakat sebagian besar dari usaha batik
Tuti :
hehehe … iya Mas, saya paham. Makanya kalau nulis jangan hemat-hemat amat dengan kata-kata, kayak puisi … 🙂
Bisa jadi ini menjadi pengingat kita semua betapa bangsa kita ini terkenal sebagai gudangnya pembajak. Contoh sederhananya adalah pembajakan film dan lagu-lagu. Saya sendiri mengakui masih menggunakan dan membeli produk2 bajakan. Karmakah ini? Semoga tidak. Semoga pemerintah pun mau menyelesaikan dengan baik dan tidak ada lagi kasus pembajakan warisan budaya yang luhur itu….
Tuti :
Hm, mengingatkan diri sendiri bahwa kita adalah bangsa pembajak? Memang pada kenyataannya, kita adalah pembajak kelas wahid. Bukan hanya lagu, film, software, tapi juga merk-merk terkenal. Tetapi, saya melihat ada perbedaan disini. Kita tidak pernah mengakui bahwa Gucci, Channel, atau Microsoft, itu milik Indonesia. Nah, Malaysia mengatakan bahwa lagu Rasa Sayane, Reog Ponorogo, tari Pendet, dll, itu milik mereka.
Btw, karena kita sadar bahwa pembajakan itu identik dengan pencurian, mari kita bertanya kepada hati nurani kita sendiri : mengapa kita memakai barang curian? Jika kita tidak punya wewenang dan kekuasaan untuk mencegah pembajakan, setidaknya marilah kita meninggalkan barang-barang bajakan. Begitu, Bang Aswi?
Kalau melihat foto-foto batik diatas, jadi teringat dengan eyang yang setiap hari memakai kain batik, jadi kalau jalan pelan sekali gitu. Karena eyang dah nggak ada, jadi kain batik eyang sekarang diwariskan ke mama 🙂
dan membaca tulisan bunda, aku jadi tau jenis-jenis kain batik, dan jadi suka sama batik 🙂
salam kenal bunda 🙂
Tuti :
Semoga Mama Radesya menyimpan dan memelihara kain-kain batik almarhum eyang dengan baik ya? Kalau nggak, kirimkan saja ke saya 😀
Memang kita harus mengenal dan mencintai karya bangsa kita sendiri. Selain batik adalah warisan budaya, secara obyektif batik memang indah. Ayo rame-rame pakai batik!
Salam kenal juga, Radesya 🙂
sayangnya pemimpin negeri ini sepertinya “kurang” tanggap terhadap persoalan yang sedang dihadapin bangsa. saya lebih sependapat dengan apa yang dikatakan Permadi,SH, bahwa negeri ini butuh pemimpin yang berani untuk mengajak rakyatnya mengganyang malasyia. Mungkin hanya itu satu-satunya jalan agar malasyia tidak terus menginjak-nginjak harkat dan martabat kita sebagai bangsa yang merdeka. salam.
Tuti :
Pemimpin kita kurang melindungi dan kurang peduli pada kepentingan bangsa, serta kurang memelihara kekayaan alam dan budaya, saya setuju. TKI di luar negri tidak mendapat perlindungan yang memadai, kekayaan alam kita dijual murah, memang iya. Tapi mengganyang Malaysia? Mmm … ‘mengganyang’ itu manifestasinya bagaimana? Menyerbu dan membombardir negara tetangga itu dari darat, laut, dan udara?
Saya lebih setuju pada menindak tegas pelanggaran yang mereka lakukan. Kapal melanggar batas perairan, tembak! tentara memindahkan batas negara, lawan. TKI kita disiksa, tarik semua dari Malaysia. Menyerobot kekayaan budaya, putuskan hubungan diplomatik. Ajukan ke Mahkamah Internasional. Mungkin begitu ya …
ide bagus ini, mbak.
supaya “barang” kita gak seenaknya lagi dipakai oleh negara tetangga itu, kita dokumentasikan aja dalam posting blog..
Tuti :
Setuju!
Mari, para blogger Indonesia, kita mendokumentasikan kekayaan budaya kita sebanyak-banyaknya. Jika sebelum ini kita tidak banyak tahu dan tidak banyak mengenal kekayaan kita sendiri, mari mulai sekarang kita gali dan kita kumpulkan, kita pelihara, dan kita kembangkan.
Yuuk …. !
Lho fotonya GRAY Tuti Nonka mana ?? yang ngagem batik kain wiron khas Jogja, dan kebaya tanpa kutubaru ?
He..he…guyon mbak….
lengkap juga koleksi mbak Tuti…ada juga batik Banyumasan, Rembang,dll…. Monggo kita pakai batik, agar bisa sekaligus mengangkat perekonomian sektor riil..
Tuti :
Waduh, berani ngaku-ngaku GRAY, bisa-bisa saya dilaporkan ke polisi, diblack-list dan dan diusir dari Yogya … 😀
Betul, Mbak Dyah, ada batik Banyumasan … saya punya satu, motifnya ‘daun lumbu’, tapi mau saya pasang fotonya, kayaknya kok sudah terlalu banyak foto. Kalau batik Rembang dan batik Tuban saya belum punya.
saya lumayan suka batik bu… terutama untuk kondangan he..he..he.. tapi sayang, agak sulit mencari yg ukurannya cocok he..he…
kalo beli kain, seumur umur baru sekali saya bu, motif “sido asih dasar cemeng” itupun untuk “kado” pacar saya 😉
Tuti :
Sulit mencari ukuran yang cocok? Pesan saja di butiknya Bunda Dyah Suminar, pasti cuocuok … (Mbak Dyah, sudah saya promosikan lho batik Margaria-nya 😀 )
Kalau untuk kado pacar, pilihan motif ‘sido asih’ sudah pas banget Bro, jangan ‘sido pisah’ … 😦
Bu, saya orang Jawa (meski banyak orang menyangka saya keturunan Cina) tapi saya tak terlalu suka batik.
Sampai seusia ini saya baru punya tiga baju batik. Yang pertama kubeli waktu ulang tahun kantor di Jogja dulu (2003), tapi ya cuma kupake sekali saja lalu malas pake.
Yang kedua dan ketiga kubeli waktu mau berangkat ke Sydney november lalu. Yang kedua kupake sekali dan sesudahnya kekecilan lalu kusumbangkan ke Charity, dan yang ketiga masih tergantung di lemari baju, belum pernah kupake dan belum tertarik memakai.
Entahlah, tapi saya kurang suka saja, rasanya ‘jatuh’nya nggak enak gitu di badan….
Tuti :
Donny Verdian, wong Jowo asli, ora seneng batik? We lha dalah, ciloko tenaaan …..
Nah, itu batik ketiga, yang masih tergantung di lemari, coba deh dipakai. Wis to, mesti tambah ganteng. Nek ora tambah ganteng, berarti pancen sing nganggo ora ganteng … qiqiqiqi …
Kalau soal ‘jatuh’nya nggak enak di badan, itu bukan salah batiknya, tapi salah penjahitnya …. 🙂
(Nek nganggo bebed piye Don, gelem ora? 🙂 )
Batik?? I love it…
nenek saya adalah pengoleksi batik dan cuman satu yang di wariskan ke cucu tersayangnya ini, sampai skr batik itu sayang kalau di jahit rok, jadilah kalau pengen berkebaya dengan kain repot untuk bikin kainnya…heheheh tapi gpp karena sayang rasanya kalau di potong2…
wahhh bu…ini informasi tentang batik bagus banget lengkap..kap..kap… sesuai dengan asal daerahnya.
Tuti :
Betul, Ria. Saya juga sering merasa sayang memotong kain tradisional yang bagus dan langka untuk dibuat rok. Tapi untuk batik, karena relatif masih agak gampang diperoleh, saya tega-tegain membawanya ke penjahit untuk dibuat rok berbentuk ‘kain panjang’, biar gampang makainya. Nah, untuk tenun-tenun dari Sumbawa yang cukup langka, juga beberapa songket, saya biarkan saja tetap berbentuk lembaran kain asli. Sayang banget kalau dipotong.
Masih ada beberapa batik yang belum masuk Ria, seperti batik Banyumasan, batik Rembang, batik Cilacap, batik Wonogiri … wah, banyak lho jenis batik kita ini.
aku pernah beberapa tahun hidup di Pekalongan, tapi baru setelah baca postingan ini bisa membedakan batik utara n batik selatan, hihihihi
tapi ekeh lebih sreg ama Batik Yogya….
ya mungkin juga sesuai dengan sifat orang yah, tegas, formal, sedikit kaku, dan patuh pada pakem serta senggol bacok
🙂
Tuti :
Hah? Jadi sifat Afdhal itu tegas, formal, sedikit kaku, patuh pada pakem, dan senggol bacok?
Nggak salah nih? (*bolak-balik nengok kembali ke postingan Afdhal yang penuh haha-hihi*)
Hm …. musti ati-ati nih sama Afdhal, takut nyenggol dan dibacok 😦
Setuju,mbak, Indonesia harus segera mendaftarkan kesenian & hasil budaya2 milik kita tsb ke UNESCO. Jangan sampai keduluan oleh bangsa lain.
Hem, kulasannya apik mbak, gimana kalau mbak Tuti coba buat bukunya, bila perlu di buku tsb dilengkapi dengan foto dan gbr2 motif batik dan cerita dari tiap motifnya dan kalau bisa menceritakan tentang batik yang ada di seluruih tanah air kita. Biar tetap ada buku tentang batik yang ditulis olah orang Indonesia yang juga lengkap dan up date, gimana mbak ?.
Di Jkt ada museum batik mbak, tapi sepertinya koleksinya nggak lengkap banget (meski ada kursus singkat cara membatik juga bila ada pengunjung mau mencoba).
Sekali lagi artikelnya Top mbak, terima ksh atas infonya yach. Sukses terus dech 🙂 🙂 🙂 See you 🙂 🙂 🙂
Best regard,
Bintang
Tuti :
Menulis buku tentang batik memang menarik sekali Mbak Elinda, tetapi saya jelas bukan ahlinya. Dibutuhkan penelitian yang cukup luas dan mendalam oleh orang-orang yang memang banyak mengetahui tentang batik. Saya sendiri hanya sekedar pecinta dan kolektor batik kecil-kecilan.
Tapi memang betul, buku-buku tentang batik yang ada adalah hasil karya orang asing semua. Sudah seharusnya ada buku tentang batik yang ditulis oleh bangsa kita sendiri. Semoga pihak-pihak yang berwenang (Dirjen Kebudayaan mungkin?) menaruh perhatian pada hal-hal semacam ini.
Lain kali kalau ke Jakarta, saya akan menyempatkan diri mengunjungi museum batik … 🙂
Salam hangat, mbak … 🙂
huahahhihihihuhu…*ketawa guling-guling*
Tak pikir itu fotonya Mbak Tuti waktu masih imut…! sumpah…!
hahahahahahahaha..
*ketawa ala Mbah Surip*
Aduh, Mbak… aku sakit perut nih, kebanyakan ketawa. Mbak Tuti kudu ngajak buka bersama nih ntar sore…..
Btw, glundung pringis itu apa sih, Mbak….
Tuti :
Hahahah … tambah dong, sama *ketawa bantal-bantal* 😉
Dewi pikir itu beneran fotoku? Hah … ini fitnah … ini lebih kejam dari pembunuhan …
Glundung pringis itu Dewi, adalah hantu yang berbentuk kepala doang, suka menggelundung mendekati orang seperti Dewi, dan sesudah wajahnya menghadap Dewi, ia akan meringis …. Pengin lihat? (*hiyaaaa!!!*
)
Wah, kalau masalah perbatikan saya nggak ngeh. Feelingnya nggak dapet deh…Maaf ya Bu…
Tuti :
Nggak apa-apa Bang, maklum Bang Hery kan bukan orang Jawa. Lain kali saya posting tulisan soal songket dan ulos ya Bang, pasti Bang Hery ngeh … 😀
Wah, saya suka batik Mba Tuti, seneng jadinya baca tulisannya hehehe…
Kemarin lalu waktu ke Museum Ullen Sentalu juga banyak diceritakan tentang batik oleh Mbak Yu pemandu museumnya, dijelaskan perbedaan antara batik Jogja dan Solo persis seperti yang Mba Tuti jelasin di atas, bagus deh, saya jadi makin inget hehehe…
Yang menarik juga filosofi di balik motif batik itu, saya cuma inget motif Parang sama Kawung, hehehe. Motif Parang yang tajam memiliki arti kecerdasan dan ketajaman pikiran, dan ndak boleh dipakai saat pernikahan ya Mbak Tuti? hehehe… Sama Parang Barong yang dulunya milik Sultan, dan ndak boleh ada yang pakai dengan ukuran lebih besar dari Beliau, tapi sekarang di Malioboro sudah banyak yang jual dengan ukuran parang sampai 30cm. Menarik lah pokonya cerita-cerita tentang Batik disana… hehehe…
Waktu ke Cirebon juga sempat antar Mba-Mba temen kantor ke Trusmi… disana jenis batiknya lebih berwarna-warni dengan motif bebas. Tapi ada yang Cirebon banget, motif Wadasan sama Megamendung… Batik pesisir… hehehe… saya kebayangnya batik dan kebaya yang dulu dipaka nyai-nyai di jaman Belanda kaya di film-film, cantik-cantik…. :p
Tuti :
Hallo Japs! Lama buangeeet nggak nongol, kemane aje? Sehat-sehat aja kan?
Iya, saya juga suka banget motif-motif batik. Apalagi sekarang ini, banyak motif batik dan desain pakaian baru yang sangat modis. Pokoknya keren abis. Saya sudah memutuskan (halah, kayak hakim aja 😀 ) lebaran besok mau berbatik ria. Hahaha …
Japs sudah ke Ullen Sentalu ya (saya sudah pernah nulis tentang museum itu, Japs sudah baca belum ya?). Terus terang, apa yang saya tulis tentang batik memang sebagian keterangannya saya peroleh dari Mbak Pemandu di Ullen Sentalu (terimakasih ya Mbak … 😀 ).
Saya juga sudah pernah ke Trusmi. Batik Cirebon memang bagus-bagus. Warnanya cerah dan motifnya beraneka. Nah, kalau tentang nyai-nyai jaman Belanda itu, dasarnya memang cantik Japs, jadi nggak pakai apa-apa pun juga cantik (husy! sensor
)
boleh minta batik & penjelasann nya yaa,,
ad tugas kripsi tentang batik sejarah indonesia thanks buanget buat mbak tuti
Tuti :
Minta batik? Lha … saya bukan juragan atau pedagang batik je! Kalau minta foto, silahkan saja diambil 🙂
Selamat nulis skripsi tentang batik ya Vic, semoga dapat nilai A 🙂
( thanks )
Minal Aidzin walfa’idzin mohon maaf yaa mbak2 abang2 tante2 & mas2 sekalian
Tuti :
Ya, terimakasih … nanti aku sampaikan ke mbak2, abang2, tante2, dan mas2 yang ada di seluruh jagat blog sphere …
waduh…. mbak tuti Batik Indonesia udah tenar hampir ke seluruh “ASIA”
Tapi sayang pmerintah blum di daftarin…
jadi,,, keduluan MALAYSIA dehhhh
MALAYSIA udah cliem batik2 indonesia dan kerajinan lainnya………….
gmn tuh mbak….????
[…] pernah saya tulis di Meniko Batik Mas, Mbakyu , Indonesia sesungguhnya memiliki banyak jenis batik, bukan hanya batik Jawa saja. Ada batik Riau, […]
Mbak Tuti, terimakasih infonya yang selayang pandang tetapi kaya. Saya mohon izin memakai tulisan dan gambar anda untuk menambah rujukan kuliah ya, tentang antropologi seni. Apakah mbak Tuti punya gambar batik Palembang yang lebih terang? Wah, ngelunjak ya permohonannya. Belum lama ini teman saya membantu mengedit penerbitan buku mewah tentang batik milik seorang kolektor. Sayang saya cuma sempat menengok sekilas, tak mencatat data buku itu. Tampaknya batik Jawa. Motifnya unik2, mungkin pesanan sang kolektor. Misalnya motif lereng dari yang kecil lalu makin ke tengah makin besar. Motif naga aneka posisi dan ekspresi. Tapi gitu deh harganya khas harga coffee table books, tak terjangkau kantung PNS, hehe. Maka gambar2 yang mbak Tuti lempar ke publik ini amat membantu. Matur nuwun mbak. Salam batik.
Tuti :
Riawanti, silahkan saja jika akan memakai tulisan dan foto-foto saya sebagai rujukan, hanya mohon untuk disebutkan sumbernya. Batik-batik yang ada di foto itu semuanya adalah koleksi pribadi saya. Tentang batik Palembang, sebenarnya kain aslinya jauh lebih indah dari foto yang saya buat. Tapi saya tidak punya foto yang lain (belum sempat bikin).
Buku-buku tentang batik memang sudah cukup banyak, tapi ya itu … hampir semuanya ditulis oleh orang asing, dan berupa coffee table yang harganya sekitar 400 – 500 ribu. Memang mahal banget. Saya masih mencari buku tentang batik tulisan Iwan Tirta, tapi belum berhasil menemukannya.
Oh ya, ada satu lagi tulisan saya tentang batik, bisa diklik disini https://tutinonka.wordpress.com/2009/10/02/ini-hari-batik/
5av,informasi tentang batiknya tolong dilengkapi dunkz, 5ksh
Tuti :
Ok, diusahakan …
Batiknya bagus bagus apalagi yang ada motif etnik…
rasanya pingin nih pakai baju batik, boleh dong kirim 1 lengan pendek ukuran M, carikan motif yg bagus…
saya T-170, B-66, Lingkar perut 32…
Beneran nih mbak.. bayar juga boleh
Tuti :
Waduh … maaf saya bukan penjual batik, Mas Pampang 😀
Kalau pengin beli batik, dimana saja ada kok. Apalagi sekarang batik semakin populer …
mohon kenalkan blog saya http://pampangsuniaso.wodpress.com
Tuti :
Terimakasih perkenalan blognya …
Ditulis saja URLnya di komen, supaya bisa dikunjungi balik
Mau tanya bu,
tentang Kain motif jumputan itu bagaimana dan seperti apa berikut cara pembuatannya.
Saya bener-bener ngga ngerti abis soal si JUMPUTAN ini. Mohon informasinya, kalau bisa bales ke email saya. makasih, maturnuwun.
Tuti :
Kain motif jumputan itu cara membuatnya dengan ‘dijumput’ (wah … apa ya bahasa Indonesianya ‘dijumput’?). Maksudnya diambil sebagian dari kain dengan cara dijahit jelujur, kemudian diikat erat, dan dicelup ke zat pewarna. Bagian yang diikat tidak ikut tercelup, sehingga ketika ikatan kain dibuka, bekas ikatan itu akan membentuk motif-motif tertentu.
Wah maaf … jawabannya di blog ini saja ya … supaya teman-teman lain juga bisa ikut membaca 🙂
batik madura kereeeen suukaaaa…
saya bikin aksesoris yg ada nuansa batik maduranya bu…
monggo sekiranya sudi ditengok… hihihihi
flifro.wordpress.com
Tuti :
Batik Madura memang eksotis. Terimakasih flifro, saya akan kunjungi dan lihat aksesorisnya. Kapan ada diskon? (wah, belum-belum yang ditanya diskonnya … hehehe … 😀 )
bu… panjenengan nggadhahi putri mboten,, hehe,, ?? 🙂
Tuti :
We lha …. kalau punya gimana? 🙂
[…] batik can be classified into Batik Keraton Jawa and Batik Pesisir. (https://tutinonka.wordpress.com/2009/08/29/meniko-batik-mas-mbakyu/) Solo (Surakarta) and Yogyakarta batik are the Batik Keraton Jawa, but both have differences. Yogya […]
bu, izin mengambil gambarnya untuk begron blog saya nggih
terima kasih
Tuti :
Silahkan … 🙂
Ibu, tulisannya sangat menarik..
Terimakasih telah menambah informasi buat kami..
Kalau berkenan, Ibu bisa lihat-lihat album kami,
berbagai produk batik dari cap hingga tulis ada di kami..
Silakan add saja : Asta Batik di facebook.
Trimakasih Bu..
Salam,
Asta Batik
Tuti :
Terimakasih …
Ya, kapan-kapan saya akan berkunjung ke Asta Batik. Terimakasih informasinya 🙂
Dengan tas kertas berarti konsumen ikut mempromosikan usaha anda….!
Salam kenal dan salam hangat.
Dengan TasKU creative mengajukan penawan product saya tas kertas, beserta harga, ukuran,bahan,dll
Tas kertas kecil uk 17,5 x 29 x4,5cm @Rp 600;/pc minl pesan 3000pc
Tas kertas sedang uk 20 x 30 x 6,5 cm @Rp 850;/pc minl pesan 2000pc
Tas kertas uk 30 x 33 x 9cm @Rp 1100;/pc minl pesan 1500pc
tas kertas jumbo uk 32 x 45 x 12cm @ Rp1700;/pc minl pesan 1000pc
Bahan kertas craft coklas/samson 120grm
harga diatas dengan cetak 1 warna, klo nambah warna mulai Rp 100 s/d 400;/pc
dengan desain apa yang di inginkan.
Tali pakai kertas.
proses pengerjaan 1 s/d 2 minggu dari acc desain
demikian penawaran dari tasku creative, semoga bisa kerja sama tuk packing segala pdoduct2 usaha bpk/ibu
demikian info/penawaran dari saya , saya ucapkan terima kasih
saya tunggu kabar baik dari bpk/ibu.
TasKU creative
dsn. Gedongan rt 05/05
jl magelang km 5 pass slokan mataram kebarat 1,3km
yogyakarta 55284
telp 0274 – 9646400 / 081226932239
a/n Bantoro.
Bu…batiknya bagus-bagus..jadi kepingin terutama batik semarangnya, saya susah mencari batik semarang buat seragam suami karena wajib pake kalau hari kamis……
Tuti :
Saya memperoleh batik Semarang di pameran. Kalau di pasaran, mungkin memang belum begitu banyak ya. Lagipula harganya masih lumayan mahal …
Apakah seragam suami harus batik Semarang?
mau nawarin desain batik baru klo mba mbak berkenan??karena saya ada beberapa motif yang saya buat dalam kertas kalkir trnsparans,,,ya mingkin bisa dijadikan batik baru dan kekayan budaya kita…..
Tuti :
Terimakasih, tetapi saya hanya mengoleksi kain-kain yang sudah jadi saja …
tulisannya menarik dengan gambar yang langsung bikin ngeh…cuma saya penasaran aja sama batik kalimantan…mungkin waktu tulisan ini dibuat, batik kalimantan belum “in” kali yaa…kalau memang mungkin, tolong dong bu, ulas sekalian ttg batik kalimantan…hehehe
TQ Ganz Buat Ngerjain TUGAS W nyari disini ajja??
Bagi yang mau menjadi pengusaha batik tulis modern dan tradisional, boleh hubungi saya di 08129410310, saya pencipta mesin batik tulis berbasis komputer pertama di Indonesia yang sudah terdaftar di Patent, salam Agus M
ojenessu
mbak Tuti, salam boleh juga tuh batik ku di colek, fb: adeliabatik.com