AKU BERTANYA
Tuhan, dimanakah Kau berada, ketika bencana-bencana ini terjadi? Kucari wajahMu, kuingin melihat kehendakMu.
Apakah Kau murka kepada kami, sehingga mengirimkan hukuman yang demikian pedih? Pasti kami banyak dosa, pasti kami telah durhaka. Ampunilah kami. Kau Maha Bijaksana, maka semoga Kau beri kami kekuatan, agar dapat mengatasi bencana ini dengan sabar. Kau Maha Pemurah, maka semoga Kau limpahkan rizkiMu agar kami dapat membangun kembali semua yang telah sirna. Kau Maha Pengasih, maka semoga Kau berikan tempat terbaik di sisiMu bagi saudara-saudara kami yang telah kau panggil, dan semoga kau sembuhkan pedih hati kami karena kehilangan orang-orang yang kami kasihi.
Rumah-rumah roboh, nyawa hilang dan harta benda musnah tak bersisa (foto : dok. harian “Kedaulatan Rakyat”, Yogyakarta)
Atau, Tuhanku …
Apakah Kau ingin menunjukkan fenomena alam kepada kami, agar kami mempelajarinya dan berperilaku sesuai dengan hukum alamMu? Bahwa lapisan kerak bumi terdiri atas lempeng-lempeng yang bergerak, dan jika lempeng-lempeng tersebut saling bertumbukan maka akan menimbulkan gempa yang mampu menghancurkan segalanya dalam sekejap mata? Apakah ini caraMu memberitahu kami, bahwa alam semesta ini demikian luas dan memiliki kekuatan tiada tara, sehingga tidak pantas manusia sombong dan berpongah diri?
Longsor akibat gempa telah menelan rumah dan mengubur manusia di bawah tumpukan batu (foto : dok. harian “Kompas”, Jakarta)
Aku juga bertanya-tanya ….
Yang menurunkan bencana kemarin ini, Tuhan yang mana? Apakah Tuhan orang Islam, Tuhan orang Nasrani, Tuhan orang Hindu, atau Tuhan yang mana? Jika misalnya yang menurunkan bencana ini Tuhan orang Islam, mengapa Tuhan-Tuhan agama lain diam saja, padahal umat Mereka juga ikut menderita? Atau Tuhan berbagai agama sudah berunding, dan sepakat seia-sekata untuk memberi pelajaran kepada umatNya masing-masing?
Bagaimana ini?
Masjid Istiqlal Jakarta, Gereja Kathedral Jakarta, Vihara Watu Gong Semarang (foto : dok. Tuti Nonka)
amien… semoga mereka yang tertimpa musibah ini diberikan segala kekuatan dan ketabahan, serta rezeki yang berlimpah paska ujian ini ya Mba…
dan setiap korban yang telah tiada mendapatkan tempat terbaik disisi-Nya, Yang Rahman dan Rahiim… amien…
semua itu misteri-Nya ya Mba? kita tak pernah habis pikir dan tanya akan setiap Skenario-Nya. Atau karena logika kita tak akan pernah mengerti setiap Maksud-Nya.
Karena saya tak pernah habis pikir, begitu besar hal yang direnggut-Nya kembali untuk membuat makhluknya berpikir, mungkinkah karena manusia sudah sedemikian bebal-Nya? Ah, Tuhan… ampuni aku hamba-Mu yang bebal ini…
salam
-japs-
Tuti :
Memahami bencana memang tidak mudah ya Japs. Para ulama pun memiliki pendapat yang berbeda-beda. Sebagian mengatakan bahwa bencana diturunkan Tuhan untuk memberi peringatan atau hukuman kepada umat manusia yang telah banyak melakukan dosa. Saya pribadi kurang ‘setuju’ dengan pendapat ini, meskipun memang ada bencana-bencana besar yang disebutkan dalam Kitab Suci sebagai bentuk kemurkaan Allah pada suatu bangsa, misalnya bencana yang terjadi di Sodom dan Gomorah. Tetapi mengartikan bahwa setiap bencana adalah hukuman Allah, rasanya juga tidak selalu tepat, sebab banyak di antara korban-korban bencana tersebut adalah orang-orang yang taat beragama. Kalau memang bencana diturunkan sebagai bentuk hukuman, tentunya daerah-daerah yang merupakan pusat perjudian, pelacuran, para penjahat dan koruptor itu yang kehancurannya paling parah. Nyatanya kan tidak selalu demikian.
Bahwa bencana mengingatkan manusia akan kebesaran Tuhan, saya setuju. Dan saya setuju dengan pertanyaan Japs : begitu besar hal yang direnggut-Nya kembali untuk membuat makhluknya berpikir, mungkinkah karena manusia sudah sedemikian bebal-Nya?
Kalau melihat banyaknya kerusakan yang terjadi di bumi kita ini akibat ulah manusia, nampaknya kita memang sudah terlalu bebal …
Semoga dikuatkan bagi keluarga yang terkena musibah, kita yang mendengar yang melihat semoga bisa tersentuh untuk membantu mereka yang sedang dalam musibah.
Bagaimanapun kita tidak bisa mengelak dari musibah semacam ini, ini sudah menjadi qada dan qadar yang diatas. Semoga kita bisa siap menerimanya.
Namun dibalik setiap musibah, anehnya peristiwa semacam ini kerap jadi tontonan. Jangankan yang begini, rumah kebakaran saja, warga tuh doyan nonton. Aneh kan….??? bikin team pemadam kebakaran susah menyelamatkan rumah yang terbakar. Lihat photo2 diatas, ada yang nonton reruntuhan juga …. ngapain coba???
Menariknya lagi, gempa yang terjadi di Tasik tidak merobohkan 113 rumah adat di kampung Naga loooh… Sementara di wilayah lain, rumah beton banyak yang roboh. Tentu ini bukan kehendak kita bukan?
Tuti :
Manusia memang aneh, Pakde. Ada hawa nafsu negatif dalam diri manusia, antara lain perasaan iri atau senang melihat kesusahan orang lain. Itulah sebabnya orang suka nonton musibah kebakaran, kecelakaan, longsor, dan sebagainya. Bahkan bukan cuma nonton, sering kali ada juga yang tega menjarah harta orang-orang yang sedang tertimpa musibah. Begitulah jika manusia sudah dikendalikan setan, maka hawa nafsu negatifnya yang menang.
Tentang 113 rumah di Kampung Naga yang tidak roboh, penjelasannya bisa dilihat dari berbagai aspek. Mungkin kekuatan gempa di Kampung Naga tidak sekuat di wilayah lain. Mungkin jenis tanah di sana berbeda, sehingga bisa meredam getaran tanah. Yang jelas, konstruksi rumah adat dari kayu yang ringan, memang lebih tahan gempa dari pada rumah beton yang berat. Lagi pula, meskipun rumah dibangun dengan beton, jika konstruksinya tidak benar, sambungan-sambungan kolom dan baloknya tidak benar, tetap bukan bangunan yang tahan gempa.
Assalamu ‘alaykum Wr. Wb
Apa kabar sahabat? 😀
Hmmm…nice blog.
salam kenal dan salam blogger… semoga kita bisa bersilaturrahmi. Saya ucapkan selamat menunaikan ibadah puasa. semoga amal ibadah kita diterima oleh Alloh, amin. Semangat yuk…!!!
Tuti :
Wa’alaikumsalam …
Kabar baik, salam kenal juga kepada Mas Ahmad. Saya juga mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa, semoga lancar dan sehat hingga bisa beribadah dengan khusuk sampai akhir nanti. Amin.
Hehehe tulisanmu menarik, Bu Tuti!
Sangat-sangat menarik dan membuat kita semua bisa merefleksikan kembali tentang eksistensi kepercayaan :))
Aku, secara pribadi dan tak mewakili institusi apapun, percaya bahwa bencana alam bukanlah sesuatu yang datangnya dari Tuhan manapun 🙂
Bencana alam datang dari alam, dan alam juga ciptaan Tuhan.
Tuhan mengijinkan bencana tapi tidak membuatnya terjadi.
Bagiku, bencana barangkali sama dengan ketika kita dijambret orang. Dan bukankah dijambret itu bukan sesuatu yang datang dari Tuhan meski penjambretnya juga ciptaan Tuhan.
Entahlah, itulah sebabnya disebut misteri 🙂
Tuti :
Donny Verdian, aku senang banget baca komentarmu. You got the point! 😀
Sejak aku baca di blogmu, ketika kau menulis : “Tuhan, agamamu apa? Aku mau ikut agamamu, supaya aku masuk surga”, aku langsung tahu kalau pikiran ‘nyleneh’ kita sejalan 😀 Ingat nggak, waktu itu aku kasih komen : Tuhan sebenarnya ada berapa sih? Tuhanku dan Tuhanmu saling kenal nggak? Bagaimana hubungan mereka? Dan jawabanmu atas komenku, kau ngakak …. 😀 😀
Aku senang ada teman yang bisa menangkap guyon sufi kayak gini. Sudah pasti kau Katholik yang sangat taat, dan aku Muslim yang (sangat taat nggak ya? wah … kayaknya biasa-biasa aja deh 😀 ), dan kita sangat beriman pada Tuhan. Tapi bisa berpikir ‘yang lain’ seperti ini, justru membuat kita yakin, bahwa Tuhan pasti cuma satu, dan Tuhan kita sama, iya toh?
Tentang keyakinanmu bahwa Tuhan tidak membuat bencana, tapi mengijinkannya terjadi, dalam Islam ada dua paham berbeda yang disebut dengan Jabariyah dan Kadariyah (tentang ini Uda Vizon pasti jauh lebih paham dari aku). Paham yang pertama meyakini bahwa apapun yang terjadi di dunia ini adalah atas kehendak Allah. Daun jatuh atau air menetes, itu karena kehendak Allah. Jadi, sesudah menciptakan alam semesta ini, Tuhan masih terus ‘bekerja’.
Paham yang kedua meyakini, bahwa Allah hanya menciptakan alam semesta satu kali dengan sebuah sistem yang berupa hukum alam, dan selanjutnya semua terjadi mengikuti hukum alam itu. Hukum alam itu misalnya, adalah terjadinya gempa karena bertumbuknya lempeng-lempeng kerak bumi. Tanpa Tuhan harus ‘bekerja’, gempa itu pasti terjadi kalau lempeng-lempeng bumi bertumbukan.
Uda Vizon, tolong dikoreksi penjelasan saya ya …. (maklum, pengetahuan agama saya cuma seujung kuku … 🙂 )
Menarik nih diskusinya…. 😀
Mengenai kedua aliran, Jabariyah dan Kadariyah yang Bu Tuti sebutkan tersebut memang begitulah adanya. Itu sebuah hal yang wajar saja dalam berpikir.
Sebetulnya, mengenai terjadinya bencana di muka bumi, dalam al-Quran sudah jelas konsepnya. Coba kita lihat surat ar-rum (30) ayat 41:
Telah tampak kerusakan di darat dan laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar kembali ke jalan yang benar
Artinya, segala bencana yang terjadi di muka bumi ini adalah sepenuhnya karena ulah tangan manusia.
Tuhan menciptakan alam ini dengan rumusan hukumnya sendiri, yang lazim disebut sebagai hukum alam. Air disedot oleh matahari dan menggumpal menjadi awan. Hingga saat tertentu, awan mencair dan turun menjadi hujan. Hujan mengguyur daratan, sebagian diserap tanah melalui pepohonan dan sebagian mengalir melalui sungai yang akhirnya bermuara di laut. Air disedot matahari lagi, begitulah seterusnya. Hanya saja, semua proses itu akan berjalan dengan baik selama ekosistem yang mendukungnya memiliki keseimbangan. Jadi, apabila terjadi bencana alam berarti telah terjadi ketidakseimbangan atau lebih tepatnya kerusakan ekosistem. Karena sementara ini hanya manusia yang selalu mendayagunakan alam, jangan-jangan mereka pulalah sebenarnya yang melakukan kerusakan terhadapnya.
Seperti yang saya sebutkan dalam komentar saya, bahwa melalui bencana ini, Tuhan sedang berbicara kepada kita dengan memberi peringatan. Para korban yang berjatuhan, sesungguhnya bukan merekalah yang sedang diuji, tapi kita, yang tetap hidup, untuk menyaksikan “pengorbanan” mereka. Apakah dengan kejadian itu kita akan tersadar atau justru semakin tidak tahu diri.
Perlukan kita menggugat Tuhan akan hal ini? Pastinya tidak, toh semua yang Dia perbuat terhadap hambaNya memiliki maknanya sendiri-sendiri. Tinggal kita yang harus cerdas membacanya dengan penuh keikhlasan dan kesabaran… 😀
Btw, pengetahuan agama Bu Tuti luar biasa juga nih… Jarang-jarang ada yang mau diskusi soal-soal beginian. Dari komentar yang dibalas, terlihat sebuah diskusi yang dahsyat… mantap! 😀
Tuti :
Terimakasih ‘komen atas komen’nya yang komplit-plit Da 😀
Tentang pengetahuan agama saya … hahaha … Uda bercanda. Jelas Uda Vizon jauh lebih mumpuni dari pada saya. Oh ya, meskipun pemikiran saya mungkin agak ‘liar’, tapi saya bukan penganut aliran Is-Lib lho … 😀
Yang pasti, itu adalah kuasanya Tuhan umat manusia… 😀
Musibah itu sebetulnya bukan ujian buat para korban. Tapi, justru ujian dan peringatan bagi kita yang tidak terkena sama sekali. Mereka yang arif, akan dapat memberi makna baik terhadap bencana ini, sementara mereka yang egois, akan memanfaatkan bencana ini untuk kepentingan pribadi mereka. Mari kita lihat nanti, siapa yang turun ke gelanggang karena tulus membantu, dan siapa yang turun dengan membawa “bendera”nya masing-masing… Dan disinilah ujian itu sedang berlangsung…
Tuti :
Quote : Yang pasti, itu adalah kuasanya Tuhan umat manusia… 😀
Itu jawaban untuk pertanyaan saya di alinea terakhir ya Da? Hmm … good, jawaban yang ‘aman’ 😀
Karena Uda mencantumkan emoticon 😀 saya menduga Uda sebenarnya menangkap ‘guyon’ atau ‘sindiran’ saya kepada kita semua, para pemeluk agama. Atau justru Uda menganggap jalan pikiran saya seperti jalan pikiran anak-anak seusia Afif? Hahaha …
Pendapat Uda bahwa musibah sebenarnya adalah ujian bagi kita yang tidak terkena musibah, sangat menarik. Betul sekali Uda, ini ujian bagi kita. Siapa yang cuma nulis atau ngomong doang, siapa yang benar-benar menyumbangkan tenaga dan hartanya (*cepat-cepat ke bank atau ATM untuk transfer ke rekening dompet bencana*)
Pemikiran Bu Tuti ini justru pemikiran terdahsyat dan terberani yang pernah saya baca. Jarang-jarang lho orang yang mau mengekspresikan isi hatinya kepada Tuhan secara terbuka begini… Itu menunjukkan kalau Bu Tuti bertuhan dengan sangat logik… 😀
Tuti :
Saya merasa Tuhan sangat dekat dan akrab, seperti sosok yang saya kenal dengan baik, sehingga kadang-kadang saya suka bercanda tentangNya. Canda itu sama sekali bukan didasari oleh sikap melecehkan, tetapi sebaliknya, justru karena rasa cinta dan akrab. Lagipula, Tuhan adalah Maha Segala, termasuk Maha Kaya Canda 😀
Jakarta yang hanya dapat goyangnya saja sudah pada pucet semua…
Tuti :
Maklum goyang gempa Mbak, jadi pucet. Coba goyang ndangdut, pasti sumringah … 🙂
Assalamu a’laikum wr wb.
Mbak Tuti, gak usah terlalu keras berfikir dan mempertanya sunatullah yang sudah tertulis di LAUHUL MAHFUDZ. Lagipula kata Allah, dibalik kesulitan, ada kemudahan. Bersyukurlah ketika memperoleh karunia dan bersabarlah ketika menimpa musibah, kata Allah begitulah ciri ciri orang yang beriman.
” Hai orang orang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan sholat, sesungguhnya Allah bersama orang orang yang sabar”
” Dan janganlah kamu mengatakan kepada orang orang yang gugur di jalan Allah, ( bahwa mereka itu ) mati, bahkan sebenarnya mereka itu hidup tetapi kamu tidak menyadarinya
” Dan sungguh akan KAMI berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang orang yang sabar”
” yaitu orang -orang yang apabila di timpa musibah, mereka mengucapkan ” Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rojiu’n”
” Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rob mereka dan mereka itulah orang orang yang mendapat petunjuk ”
( Qs 12 : 153 – 157 )
Wabillahi wal hidayah wassalamu alaikum wr wb.
Tuti :
Terimakasih atas tausiahnya, Mas Shofwan. Sangat mencerahkan, semoga bisa diterima teman-teman yang lain juga.
Aku blangkemen baca tulisan ini…bukan hanya menyentuh…tapi seperti menampar hatiku…mak plok!…
Membayangkan bila ternyata satu hari Tuhanku menimpakan suatu azab padaku apapun ujudnya, sanggupkah aku menerimanya… ? Tidaaakkkk……
Tuti :
Mbak, habis ditampar “mak plok” terus bisa ngomong atau malah tambah blangkemen? 🙂
Kita semua pasti berdoa, semoga tidak diazab Tuhan. Tapi kalau diuji, tidak apa-apa Mbak, karena kalau kita lulus ujian berarti kita akan naik kelas. Kalau tidak lulus ujian? Berarti kita disadarkan bahwa kita belum baik, harus meningkatkan diri … 🙂
Wah… kalau saya cenderung melihatnya dari sisi lain. Saya percaya secara keseluruhan setiap peristiwa sepedih apapun pasti ada hikmahnya. Seperti gempa bumi ini pasti akan membuat orang terus dan terus belajar tentang bumi mereka. Manusia (terutama para ilmuwannya) akan terus tertantang untuk terus mempelajari planet habitatnya sendiri. Sehingga suatu saat mereka bisa meramalkan saatnya gempa bumi seperti halnya meramalkan cuaca.
Yang penting adalah mari kita terus belajar ilmu2 dari Allah yang bertebaran di alam semesta (bukan hanya yang terdapat pada Al-Quran saja) ini termasuk ilmu bumi atau geologi ini untuk kesejahteraan umat manusia sekaligus berniat ibadah (bisa saja kan…. belajar dan bekerja sambil berniat ibadah?) agar juga mendapatkan pahala
dan tidak hanya sekedar bingung dan mencari2 hal yang iseng seperti tuhan mana yang menjatuhkan bencana, dll… huehehe…Tuti :
Mencari hikmah dari setiap peristiwa, itu sudah pasti, Mas Yari. Kalau manusia tidak mau berpikir, merenung, dan mencari hikmah, maka ia adalah makhluk bebal yang tak beda dengan keledai. Bahkan keledai pun tak mau jatuh di lubang yang sama untuk ke dua kalinya, kan? 😀
Tentang ‘bingung dan mencari-cari hal yang iseng seperti Tuhan mana yang menjatuhkan bencana’ …. hehehe … sebenarnya itu adalah sindiran saya kepada kita semua, para pemeluk agama.
Setiap pemeluk agama meyakini bahwa mereka adalah ‘pemilik syah’ Tuhan, bahwa Tuhan adalah milik agama mereka sendiri. Seolah-olah orang Islam memiliki Tuhan sendiri, orang Kristen memiliki Tuhan sendiri, dan begitu pula pemeluk-pemeluk agama lain. Semua meyakini agama mereka yang paling benar. Nah, kalau begitu, jadinya ada banyak Tuhan dong? Jika logika ini diikuti, maka akan timbul pertanyaan-pertanyaan ‘iseng’ seperti yang saya tulis. Dari pertanyaan-pertanyaan itu, apa kesimpulannya? Jelas, TIDAK MUNGKIN ADA BANYAK TUHAN. Tuhan ya cuma satu. Manusia sendiri yang menyebutnya dengan nama yang berbeda-beda, beribadah dengan syariat agama yang berbeda-beda.
Sebagai Muslim, sudah pasti saya meyakini Tuhan alam semesta adalah Allah Sub’hanahu Wa Ta’ala, tetapi saya menghormati jika ada orang beragama lain dan beribadah dengan caranya sendiri. Biarlah Allah SWT yang menilai.
Mas Yari, jangan terlalu serius, sekali-sekali mari berpikir agak ‘keluar jalur’. Tapi jangan mengikuti ‘kenakalan ‘ ini jika iman belum cukup kuat … bisa bahaya … 😀
Tuhan tidak kemana-mana Bu, hanya kita saja yang justru tak jarang meninggalkan Tuhan padahal tak mungkin kita meninggalkan bumi ciptaan Tuhan
Tuti :
Betul Mas, Tuhan tidak pernah kemana-mana, sebab Tuhan ada dimana-mana …
Lho, kok saya tanya dimana Tuhan? Ya, kan kiasan aja … 🙂
sepertinya surat ini ditujukan untuk Tuhan..
tapi bu, saya jadi ingat ayat al quran yang artinya kira “telah timbul kerusakan di bumi dan di laut, karena ulah manusia sendiri..” yang zhaharal fasaadu fil barri wal bahri itu lho…
jadi, semoga bencana ini makin bikin kita sadar posisi sebagai makhluk…
Tuti :
Betul Shige, surat ini saya tujukan kepada Tuhan. Perangkonya berapa ya 😀
Tentang ayat yang kau sebut itu, memang betul. Tetapi bencana pun ada yang buatan manusia, ada juga yang murni berasal dari alam, seperti gempa bumi dan gunung meletus. Nah, kalaupun dalam musibah gempa dan gunung meletus ada unsur ‘kesalahan manusia’, maka salah manusia adalah ‘kenapa mereka tinggal di wilayah gempa atau di lereng gunung berapi’ … 😀
Menyadari posisi kita sebagai makhluk, maka kita harus berbakti kepada Sang Khalik.
Bunda…
cantik banget tulisannya 🙂
Turut berduka untuk semua korban bencana alam yg terjadi di Tasikmalaya juga Jogja di waktu lampau.
Hmmm Tuhan ada bunda, gak menyuruh ada bencana tapi diijinkanNYa, supaya pada melek untuk menyayangi alam. Kan disuruh memelihara bumi serta isinya bukan menghancurkan dengan semena – mena dieskploitasi.
Tuti :
Terimakasih pujian cantiknya, Ka (ops! untuk tulisan saya ya … kirain untuk foto saya …. hihihi 😀 )
Hmm … pendapatmu sama dengan DV : Tuhan tidak menyuruh ada bencana tapi diijinkannya. Nah, yang dikasih ijin tuh siapa? 🙂 (*bercanda*)
Memang betul kita harus menyayangi alam (dipeluk-peluk, dibelai-belai …
), tapi kalau gempa mah … kita sayang apa nggak, kalau memang mau gempa ya gempa aja …. Artinya, kita harus mempelajari sifat bumi, dan menyesuaikan diri hidup di atasnya. Artinya (lagi), kalau tinggal di daerah gempa, bikinlah rumah yang konstruksinya tahan gempa, kenali gejala-gejala terjadinya gempa, pelajari cara menyelamatkan diri jika terjadi gempa, simpanlah uang di bank sehingga kalau rumah roboh tertimbun batu, uangnya tidak hilang, dst, dst …
Tuti, jawabnya mungkin adalah : Tuhan-tuhan yang lain sangat menghargai kerukunan hidup beragama. Bagaimana?
Tuti :
Menarik sekali jawabannya, Pak. Jadi karena Tuhan-Tuhan pada rukun, bikin gempa pun gotong royong ya … 😀
HHHmmmm … no comment …
Semoga kita tetap percaya pada kekuatan NYA …
Semoga kita tetap tunduk pada perintah NYA
Semoga kita tetap bersyukur dengan apa yang telah kita dapat dari NYA …
Salam saya
Tuti :
Om bilang ‘no comment’? Lha yang ditulis itu apa Om kalau bukan komen? 😀
Piss Om, bulan puasa … 😀
Salam kenal bu tuti
Kalo ditanya Tuhan Kau dimana? Jelas jawabannya.. Tuhan ada di dalam lubuk hati kita yang paling dalam. Kita tidak perlu mencariNya karena Tuhan selalu disisi kita, Dia memberikan kehidupan bagi kita, memberikan segala sesuatu yang kita butuhkan dindunia, walaupun kadang kala kita tidak merasakannya. Bencana yang terjadi bukan lah karena Tuhan memberikan hukuman bagi kita semua, akan tetapi semoga saja bencana yang akhir-akhir ini terjadi adalah ujian bagi kita, karena hukuman hanya untuk bangsa yang dimurkai oleh Nya… dan semoga Bangsa kita ini tidak termasuk bangsa yang dimurkai olehNya…amien. amien
Tuti :
Salam kenal juga, Mase
Betul Mase, Tuhan memang ada di hati kita. Betul juga, bahwa bencana ini adalah ujian bagi kita. Bagi kita yang terkena musibah, kita diuji apakah kita sabar atau tidak. Bagi kita yang tidak terkena musibah, kita diuji apakah kita memiliki rasa solidaritas dan kasih sayang kepada saudara-saudara kita yang tertimpa musibah. Marilah kita saling mengingatkan dan menggalang kesalehan sosial, agar bangsa kita menjadi bangsa yang dirahmati dan disayangi Allah.
Turut berduka cita atas semua korban bencana alam itu ya bu…sedih banget karena manusia sebenarnya diingatkan dengan adanya bencana2 ini tetapi mereka gak pernah sadar untuk membenahi lingkungan …
terjadi maka terjadilah … Allahu Akbar!
Tuti :
Ya, Ria. Bencana alam memang seharusnya mengingatkan kita akan kebesaran Tuhan Sang Pencipta. Kalau ciptaannya saja memiliki kekuatan sedemikian besar, sudah pasti diciptakan oleh Sang Pencipta Yang Maha Besar.
Tetapi gempa memang akan terus terjadi, sebab ini fenomena alam, yang mengikuti hukum alam. Kalau alam tak lagi bergerak, maka tandanya kiamat sudah tiba …
Tuhan sedang ingin bercanda dengan kita Buk..
Tuhan ada dimana saja, tp tetap menjaga kemisteriusannya supaya kita terus bertanya..
Mungkin seperti itu, ilmu saya masih cetek buk..
semalem ada gempa lagi tuh..
Semoga Tuhan merahmati kita semua. Amiin..
Tuti :
Tuhan lagi bercanda ya, Ta? Ah, kalau begitu kita harus tersenyum … 🙂 Ilmuku juga masih cetek Ta, makanya tanya sama teman-teman … 🙂
Iya, semalam ada gempa lagi, saya juga merasakannya dan sempat lari keluar rumah dengan deg-degan (trauma gempa Yogya 2006). Syukurlah cuma sebentar dan tidak terlalu keras.
Ya, semoga Tuhan merahmati kita. Tanpa rahmatNya, hidup kita sia-sia.
Semoga dari musibah-musibah yang terjadi kita semua bisa mengambil hikmah positifnya yach mbak. Semakin menjadikan kita sebagai hamba-hamba yang selalu ingat dan dekat kepada NYA. Krn Dia lah tempat kita meminta semua kemudahan dibalik setiap musibah dan kesusahan.
Jadi ingat lirik lagunya bimbo mbak “Aku jauh Engkau jauh, Aku dekat Engkau dekat, …”
Semoga kita semakin dekat pada NYA, dan senantiasa ingat pada NYA. Amien.
Ikut prihatin yang dalam kepada saudara-saudara kita yang kena musibah, semoga selalu diberi kekuatan dan ketabahan.
Best regard,
Bintang
Tuti :
Sebagai orang yang beriman, kita memang harus selalu mengembalikan segala ‘urusan’ kepada Allah SWT. Ada peristiwa-peristiwa yang mudah kita pahami dan kita petik hikmahnya, tetapi ada juga yang pelik dan belum mampu kita tangkap hikmahnya. Namun demikian, dengan keimanan kita, kita selalu yakin bahwa Allah Maha Tahu dan semua yang berasal dariNya adalah kebaikan.
salam hangat,
saatnya kita berbaikan dengan alam, jangan hanya di eksploitasi terus…
kalo alam “tersinggung dan marah” sedikit saja, takkan kuasa kita menahannya
sungguh dahsyat kekuatan alam, sungguh berlipatlah kuasa Sang Penciptanya
Tuti :
Betul, Bro. Peristiwa alam ini seharusnya memberikan pelajaran kepada kita, agar kita berperilaku sesuai dengan karakter alam. Ada ilmu yang mempelajari tentang gempa, dan dengan adanya gempa-gempa ini, kita berharap semoga para ahli gempa semakin memahami bagaimana gempa terjadi, apa tanda-tandanya, dimana lokasi daerah yang berbahaya, sehingga kita bisa lebih awal menyelamatkan diri.
Gempa kemarin hanya peristiwa kecil jika diukur dengan skala kekuatan alam semesta. Maka sudah pasti, Sang Maha Pencipta adalah Yang Maha Besar.
gempa lagi di Yogya????
kabarnya pusatnya di wonosari yah?
wuihhh ngeri
Tuti :
Ya, gempa lagi di Yogya. Ya, pusatnya di sebelah selatan Wonosari, tapi cukup jauh kok, 200 km lebih, jadi goyangannya hanya sebentar dan tidak sekuat gempa 2006.
Memang ngeri, tapi mau gimana lagi. Kan saya nggak mungkin pindah ke Canada, Mbak Wieda 😀
* Saat goyang, saya dilantai-3, semua berebut keluar… saya ngumpet dikolong meja, dan hati mendekat Tuhan (doa terus…), padahal tadinya doa cuma wkt shalat saja……
* Kok ilmu manusia masih cetek tenan ya mbak, bolehlah tahu gempa krn terjadinya benturan lempeng bumi….tapi KAPAN ITU akan terjadi masih menjadi misteri……Ya Allah limpahkanlah sedikit saja ilmu untk manusia agar mampu memprediksi kapan gempa terjadi (walau itu sdh menjadi kehendakMU)—-> agar saudara2ku dapat terhindar dari bencana…..
* KETUHANAN YANG MAHA ESA…..kita semua menyepakati.
Tuti :
Betul, Mas Karma. Ilmu manusia masih cetek sekali, makanya kita tak boleh sombong. Semoga suatu saat nanti ditemukan teknologi untuk memprediksi waktu, lokasi, dan kekuatan gempa yang akan terjadi, sehingga evakuasi dapat dilakukan untuk menyelamatkan jiwa manusia.
Ketuhanan Yang Maha Esa, ya sudah pasti. Alinea terakhir itu pertanyaan ‘nakal’ yang jangan ditanggapi dengan mind set tauhid, melainkan filsafat ketuhanan (haiyah, apa pula itu 😀 )
mbak …saya sebetulnya saya sudah baca sejak mbak publish, tapi masalah agama adalah masalah yang peka, sehingga saya mau lihat dulu tanggapan orang-orang bagaimana.
waktu itu saya mau tulis begini
>Yang menurunkan bencana kemarin ini, Tuhan yang mana? <
Seakan Tuhan yang mbak tanyakan adalah tuhan dengan huruf kecil, yang mewakili tuhan yang diberhalakan. Padahal saya tahu TUHAN itu satu dan sama. Pengertian manusia yang terbatas saja yang mengkotakkan dengan nama "agama". Padahal jika kita mau melampaui tata cara dan belenggu bernamakan “agama” itu, kita akan lebih dekat dengan “Tuhan Sang Maha” itu. Namun ini perlu kedewasaan pikiran yang tidak semuanya bisa mengerti dan setujui.
Saya akui setiap orang berpikiran lain, karena agama adalah ikatan individu dengan Sang Penciptanya. Tidak ada yang bisa mengganggu meskipun seagama, meskipun pasangan hidup.
Kalau mbak tahu doa Bapa Kami, di situ ada kalimat “dan janganlah masukkan kami dalam cobaan”, yang selalu menjadi polemik di kalangan orang kristen. Apakah Tuhan men”cobai” kita? dan kapan kita tahu bahwa yang kita hadapi sekarang itu adalah cobaan atau tidak?
Well, saya sendiri percaya Tuhan tidak pernah coba-coba mengganggu kita, Dia tidak pernah mau menyiksa umatnya, malah sebaliknya kita yang mencobai Tuhan kok….
Dan jika kita membuka mata akan sekeliling kita… mereka yang meninggal serentak karena bencana, menjadi “peringatan” untuk kita, tapi…. seorang miskin yang mati kelaparan karena tetap tidak bisa makan meskipun sudah mengais sampah di sudut kota sana atau saudara kita sendiri yang menjadi korban dalam tabrak lari… bukankah itu juga “peringatan” buat kita. Setiap detik, banyak sekali kejadian-kejadian yang sepatutnya menjadi “peringatan” bagi kita, tapi….kita hanya mau (sedikit) sadar jika terjadi sesuatu yang “besar”.
Manusia saja encok sana sini, brodol sana sini jika menjadi tua. Mungkin bumi pun semakin tua sehingga kadang dia tidak bisa berdiri tegak, bergetar sana sini, dan kadang jatuh…..
EM
Tuti :
Mbak Imel, saya perlu membaca komen Mbak dua kali, agar dapat memberikan jawaban yang ‘pas’. Ini bukan komen sederhana yang bisa diberi jawaban ‘standar’ … 😀
Tentang alinea terakhir, yang mempertanyakan ‘Tuhan yang mana’, sudah pasti jangan ditanggapi dengan persepsi ketuhanan yang ‘serius’. Ini pikiran ‘usil’ saya, yang sebenarnya muncul setelah membaca tulisan di blog DV (mohon baca juga jawaban saya untuk komen DV). DV nampaknya menangkap pikiran ‘usil’ dan ‘jahil’ saya, makanya dia ketawa. Begitu juga Uda Vizon.
Sebenarnya pikiran usil ini adalah canda yang di sisi lain, justru menggugah pemikiran ketuhanan yang serius.
Begini …
Dari pertanyaan-pertanyaan yang saya munculkan itu, jelas kita akan menarik kesimpulan bahwa TIDAK MUNGKIN ADA TUHAN LEBIH DARI SATU. Bagaimana mungkin alam semesta ini ‘dikuasai’ oleh banyak Tuhan? Tidak terbayangkan, bukan? Maka, seperti yang Mbak katakan, pengkotak-kotakan iman kita kepada Tuhan dalam bentuk ritual dan label agama itu sebenarnya mencerminkan kebodohan kita sendiri. Masalahnya, setiap pemeluk agama meyakini bahwa agamanyalah yang benar, dan semua pemeluk agama lain akan masuk neraka. (Itulah sebabnya DV menulis, “Tuhan, agamamu apa? Aku mau ikut agamamu, supaya aku masuk surga”). Padahal, bagaimana kita tahu bahwa agama kita yang benar?
Satu-satunya cara, barangkali, adalah dengan membuka diri, membuka pikiran dan hati mempelajari agama lain, membandingkannya tanpa prejudice, sehingga dengan kebeningan hati dan pikiran, kita akan menemukan kebenaran yang hakiki itu.
Saya belum pernah mendengar doa Bapa Kami, terimakasih sekali Mbak sudah mengutipkannya untuk saya. Tentang ‘cobaan’ oleh Tuhan, nampaknya di dalam agama Kristen dan Islam memang berbeda. Di dalam Islam, cobaan dari Tuhan memang ada. Cobaan dari Tuhan itu bukan untuk menyiksa manusia (saya setuju dengan Mbak Imel, Tuhan tidak pernah menyengsarakan manusia, melainkan manusia yang menyengsarakan dirinya sendiri), tetapi justru untuk meningkatkan kualitas keimanan manusia, menggembleng manusia agar menjadi pribadi yang lebih kuat, arif, dan rendah hati.
Saya setuju sekali Mbak, bahwa mereka yang tertimpa musibah itu merupakan ‘peringatan’ kepada kita. Sayangnya, seringkali kita hanya ‘sadar’ ketika ‘peringatan’ itu sedang terjadi di depan mata. Sesudah ‘peringatan’ itu lewat, kita pun lupa lagi …
Bumi semakin tua, pasti. Semakin lama semakin dekat ke saat kiamat …
Weew … ini jawaban komen paling panjang yang pernah saya tulis 😀 Terimakasih untuk komennya yang serius dan ditulis dengan sungguh-sungguh, Mbak Imel. Saya sungguh senang dengan diskusi seperti ini
Quote: Tentang alinea terakhir, yang mempertanyakan ‘Tuhan yang mana’, sudah pasti jangan ditanggapi dengan persepsi ketuhanan yang ’serius’.
tentu saja saya tahu mbak bercanda…. bahkan tadinya saya mau menulis… “Loh kalo mbak ngga tau apalagi saya” hehehe. Tapi itu tidak akan menjadi diskusi serius dan berhenti di situ saja kan?
EM
Tuti :
‘Tuhan yang mana’ akan menjadi diskusi serius atau tidak, tergantung pada cara kita memaknai kalimat itu, dari perspektif bercanda atau dari perspektif serius.
Tapi kalau diskusi serius, memang ini masalah yang berat … saya sendiri merasa belum cukup punya ilmunya
Saya jadi ingat chattingan saya dan nechan imelda tempo hari yang topiknya nyaris persis seperti ini. Ketika itu saya katakan bahwa agama adalah bentuk ekspresi manusia terhadap kepercayaannya akan sebuah kekuatan Maha Dahsyat di luar dirinya, yang dia sebut sebagai Tuhan.
Cara manusia mengekspresikan itulah yang berbeda-beda. Mana yang benar? Semuanya terpulang kepada diri masing-masing. Bukankah keimanan itu adalah pembenaran akan sebuah keyakinan dalam hati, disebutkan melalui lisan dan mewujudkannya melalui perbuatan? Jadi, seseorang yang mengimani sesuatu harus menyatakan keimanannya itu melalui lisan dan sebagai konsekwensinya, dia harus mewujudkannya dalam perbuatan berupa mengikuti segala ritual dan ajaran agama yang dianutnya.
Dengan kata lain, agama adalah cara kita menuju Tuhan. Hanya saja, kita perlu konsisten. Bila kita telah memilih sebuah agama, maka kita harus konsisten dengan ajaran agama tersebut, jangan mencampuradukan dengan ajaran yang lain.
Mengenai murka Tuhan kepada kita, itu adalah hal yang biasa saja. Seperti halnya kita terhadap anak, terkadang kita harus sedikit “keras” dengan memberi hukuman kepadanya, dengan maksud agar dia mendapat pelajaran dari itu. Hal tersebut kita lakukan, karena kita sayang pada anak kita tersebut. Menurut saya, Tuhan juga begitu, Dia beri kita sebuah bencana, karena Dia sayang kepada kita, agar kita tidak terporosok terlalu jauh dalam kenistaan…
Walah… ini balasan komen atas komen yang terpanjang yang pernah saya lakukan, hehehe… 😀
Tuti :
Tambah sedikit Da, dalam mengamalkan ajaran agama, kita juga harus kritis, memilah mana ajaran yang benar, mana yang tidak jelas dasar hukumnya, dan mana yang benar-benar salah. Sebab tidak sedikit ajaran yang merupakan tambahan atau bahkan penafsiran keliru dari tuntunan yang sebenarnya.
Jangan khawatir, besok akan ada balasan komen atas komen yang lebih panjang lagi, Da 😀
semakin memantapkan posisi indonesia sebagai negeri dengan sejuta bencana. miris ya, mbak?
tulisan ini penuh sindiran sekaligus pengharapan. mudah-mudahan ini semata ujian untuk kita naik kelas, bukan hukuman apalagi bentuk kemurkaan Allah. bagaimanapun, yang telah terjadi ini sungguh membuat kita prihatin.
semoga allah mengabulkan doa-doa kita dan melindungi negeri ini dari lebih banyak lagi bencana.
Tuti :
Negeri dengan sejuta bencana, Uni? Jika bencana itu murni berupa bencana alam, kita masih bisa merasa ‘agak lega’ (loh??). Maksud saya, bencana itu karena fenomena alam. Tapi yang membuat kita benar-benar miris adalah kalau bencana itu akibat ulah manusia yang tamak dan merusak alam. Atau juga bencana dalam bentuk kehancuran moral dan akhlak.
Saya percaya bencana-bencana alam ini bukan bentuk kemurkaan Allah, sebab banyak di antara korban adalah orang-orang yang beriman, dan Allah tidak mungkin murka kepada makhluknya yang beriman, bukan?
Emang cantik….
Ya tulisannya, ya komen-komennya, ya penulisnya…ehemm!
Inilah yang bikin blog Mbak Tuti masuk dalam daftar blog “wajib” untuk aku kunjungi.. Yang di tulis selalu menambah wawasan, disajikan dengan guyon, tapi sentuhannya daleemmm…banget. Sampai ke dasar hatiku lo, Mbak..(lebay!)
Udah gitu, komen yang masuk juga bikin ademm… Uh…senangya disini, terasa damai dan indahnya perbedaan.
Salut buat Bpk M.Shofwan, DV, Mbak Ikyu_san, Uda Vizon… dll. Komennya menyejukkan hati: mantep to!
Tuti :
Ehm …. lagi puasa banyak dipuji, jadi nggak lapar nih … wakaka 😀 Terimakasih, Dewi. Tulisan Dewi juga bagus lho, saya suka baca, cuma … ya itu, jarang posting (maklum sibuk-buk-buk terus ya 🙂 )
Mantep tenan komen Dewi ini. Iyo to? To!
Apa yang menurut persepsi manusia tidak menyenangkan seperti bencana gempa, tsunami, dsb, boleh jadi bagi Tuhan biasa saja. Gempa barangkali salah satu mekanisme untuk memperbaiki posisi bumi. Anak kecil yang disunat memandang dokter atau bengkong sebagai orang yang sadis. Padahal menurut persepsi sang orangtua, dokter atau bengkong adalah orang yang mulia. Saking mulianya, mereka dibayar mahal untuk “menyakiti” anak mereka.
Efek terburuk dari gempa adalah kematian. Menurut persepsi manusia, mati adalah situasi yang paling menyedihkan. Padahal, dalam “sisdur” Tuhan, mati hanyalah boarding pass untuk menuju kehidupan yang lebih abadi dan menyenangkan (mudah-mudahan).
Belum lagi, kalau dilihat hikmahnya. Negara2 yang biasa kena gempa seperti Jepang malah menjadi negara yang maju.
Jadi, anggap saja gempa sebagai rencana Tuhan untuk “menyunat” anak-anaknya agar lebih sehat di masa mendatang.
Belum lagi hikmah lain:
1. Pabrik bahan bangunan akan panen pesanan
2. Tukang bangunan akan panen order.
3. LSM kemanusiaan memperoleh panggung untuk mentas.
4. Pejabat juga dapat panggung untuk cuap2.
5. Reporter tv dapat panggung untuk menunjukkan kebolehannya.
6. TNI ada order untuk membersihkan puing dan mendirikan tenda, daripada latihan baris-berbaris terus di asrama.
Nah, salam bu Tuti. Semoga nggak kena gempa lagi ya…
Tuti :
Setuju, Bang Hery. Gempa adalah mekanisme alam untuk memperbaiki posisi bumi. Sama halnya dengan gunung meletus, yang merupakan proses penyeimbangan kekuatan-kekuatan yang bergerak di dalam perut bumi utuk mencapai keseimbangannya (wah … ini ilmiah banget Bang 🙂 ).
Tentang efek terburuk dari bencana, selain kematian menurut saya adalah hilangnya harta benda, orang-orang tercinta, dan mungkin juga sakit/cacat menetap yang akan membuat hidup menjadi sangat berat. Tentang kematian, bagi sebagian orang mungkin merupakan pintu gerbang menuju pada kebahagiaan abadi, tetapi bagi sebagian besar orang, kematian adalah menakutkan karena mereka tidak siap mempertanggungjawabkan amal perbuatan mereka sewaktu hidup.
Tambah satu bentuk hikmah dari bencana Bang :
7. Bloger jadi punya bahan untuk ditulis 😀 😀
Ya, semoga nggak kena gempa lagi ya Bang (lho, katanya justru negara yang sering kena bencana malah maju kayak Jepang … 🙂 )
mbak… lagi lagi Tuhan mencoba kita, yaah.. kita yang Islam, Kristen maupun yang lain.
Tulisan mbak Tuti membuat yang membaca merenung. Kita, manusia…bukan apa2, bukan siapa2 dan tak kuasa apa2. Makanya… ra sah sok kuat, sok kuasa, sok menang….
Tuti :
Itulah salah satu hikmah yang harus bisa kita ambil dari terjadinya bencana ya Mbak : manusia itu tidak punya daya apa-apa.
Semoga saudara-saudara kita yang tertimpa musibah diberi kekuatan dan kesabaran, semoga kita semua yang tidak tertimpa musibah terketuk untuk membantu, dan semoga pihak yang berwenang (pemerintah) bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Satu hal lagi, saya pernah mendengar, bahwa orang yang meninggal karena bencana, ia mati syahid. Maka bagi yang meninggal, ia telah menemukan tempat terbaik di sisiNya. Amin.
mbak Tuti… berkat panjenengan, saya jadi nulis tentang Batik.
dan.. bahagialah kita karena batik akan ditetapkan oleh Unesco sebagai warisan budaya dunia. nuwun njih inspirasinya..
Tuti :
Saya baca koran hari ini, Unesco memang sudah menetapkan batik sebagai Warisan Tak Benda milik bangsa Indonesia. Presiden menghimbau agar pada tanggal 2 Oktober besok kita semua memakai batik sebagai bentuk penghargaan kita pada warisan bagsa ini. Ayo kita semua pakai batik! 🙂
Pasca Semedi, tulisan Bu Tuti(non)K yang ini menggigit banget …
Tuti :
Semedi? Di mana? Puncak gunung Merapi? Sama Mbah Marijan? Wah … rosa tenan 😀
aku juga bertanya
ketika terjadi bencana2 itu
kenapa pemerintah masih
seperti dulu, selalu gamang
dan terkesan kurang taktis
dan efektif dalam mengatasi
bencana bencana itu
aku juga bertanya
kenapa bantuan pemerintah
pusat cuma Rp 5 miliar,
sementara Bank Century
digelontorkan Rp 6,7 triliun ?
aku juga bertanya ;
apa kabarnya Mbak Tuti
yang baik hati ?
🙂
Tuti :
Pemerintah kurang taktis dan efektif ya Bang, padahal sekarang sudah ada institusi tingkat nasional yang khusus ditugaskan untuk menangani bencana (saya lupa namanya). Kalau tentang dana dari pemerintah pusat yang cuma 5 milyar, sementara untuk bank Century 6,7 trilyun, jawabnya gampang Bang. Yang terkena bencana ini kan orang-orang kecil, jadi bantuannya juga kecil saja. Sementara bank Century kan melibatkan ‘orang-orang besar’, jadi butuh dana besar juga 😦
Kabar saya? Alhamdulillah baik-baik saja Bang … tetap cantik dan ceria (*gubrak! ngejungkel masuk gerobak*
)
Bu Tuti, saya baca postingan ini 3-4 kali, dan hampir selalu kehilangan kata untuk ditulis sebagai komentar.
Tentang paragraf terakhir, saya rasa ini sindiran halus ya…
Saya tak ingin berkomentar tentang itu, karena pasti lebih banyak yang lebih mumpuni. Saya yang bodoh ini hanya ingin berempati kepada bumi. Pastilah ia terlampau penat karena manusia serakah membangun gedung-gedung bertingkat seberat puluhan ribu ton itu. pasti dia sakit karena manusia dengan tamaknya menggali keraknya, menggunduli hutannya, mencemari lautnya. Dia sudah mengeluh tapi tak didengar.
Maka…………. ia menggeliat sejenak………….
Tuti :
Terimakasih Nana begitu serius, membaca tulisan saya sampai 3-4 kali (3 – 4 = -1 dong? 😀 )
Paragraf terakhir itu bisa dilihat sebagai guyon, sindiran, tapi bisa juga dilihat sebagai sesuatu yang serius. Saya juga belum cukup ilmu untuk membahasnya kok, Na.
Hmm … kalau bumi menggeliat, begitu dahsyat akibatnya ya? Bagaimana pula kalau bumi marah? Yak terbayangkan … 😦
Pendidikan mempengaruhi pola pikir dan kepribadian seseorang!… Itulah mengapa pendidikan amat penting!
Seperti biasa, tulisan ‘ringan’ dengan pemikiran yang ‘dalam’.
Tuti :
Terimakasih Mbak Henny.
Saya setuju, pendidikan membentuk pola pikir dan kepribadian seseorang. Dan tentu bukan pendidikan formal di sekolah/kampus saja, kan?
Kadang saya berpikir, betapa tak berartinya kita ini…
Adanya goyangan sedikit aja, semua udah berantakan, tak terbayangkan bagaimana kiamat nanti
Tuti :
Memang betul. Adanya bencana alam membuat kita diingatkan, betapa manusia ini makhluk kecil yang tidak berarti …
Kiamat tidak bisa dibayangkan Mbak, dan semoga kita tidak usah mengalaminya (sudah meninggal duluan)
mbak Tuti… berkat panjenengan, saya jadi mencoba belajar menulis,,, Saya mereka-reka apa gerangan yang Mbak Tuti lakukan ketika menulis sebuah posting…. saran dan kritikmu sangat Saya harapkan (via eamil di FB ya),,,,
Tuti :
Terimakasih Pak HaHa …
Saya juga masih terus belajar menulis kok. Insya Allah akan saya balas via email (wah … special request nih 🙂 )
Allah telah berikan udara secara Cuma Cuma kepada seluruh manusia kepada seluruh hewan dan tumbuhan, begitu juga dengan air…Sudah kita mensyukurinya?? Allah bagikan itu semua Cuma Cuma… Sudah kita mensyukurinya?? Allah berikan kepada seluruh makhluk kekayaan… Sudah kita mensyukurinya?? Allah telah berikan ketampanan dan kecantikkan…Sudah kita mensyukurinya?? itulah sebabnya mengapa kita harus banyak bersyukur kepada Allah karena Allah telah memasukkan iman kedalam hati kita, keyakinan yang benar bahwa tidak ada satupun yang patut disembah dalam beribadah, yang dimintai pertolongan, yang menghidupkan dan mematikan , yang memiliki tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi beserta isinya , yang menurunkan hujan, yang meniupkan ruh di dalam rahim, yang mengirimkan angin, yang menumbuhkan tanam – tanaman, yang merajai hari pembalasan, yang kekal tak berujung akhir kecuali Allah SWT…….
Bulik Tuti yang baik, ada tiga konsepsi tentang Tuhan:
(1) Tuhan sebagai pencipta keberadaan dan keabadian (Ibrahimisme: Yahudi, Kristen, dan Islam; Hinduisme umumnya),
(2) Tuhan sebagai sebab-bentuk dari keberadaan dan keabadian (Buddhisme, Spinoza-isme, pantheisme, saintisme, dll),
(3) Keberadaan dan keabadian sebagai sebab-efisien dari Tuhan (panentheisme, sufisme, al Farabi, dll).
Dapat kita ramalkan, masa depan theologi adalah yang nomor 2 itu; sedang yang nomor 1 & 3 akan ternegasi (khususnya: manusia makin cerdas dari generasi ke generasi.
****
Bulik, di mana Tuhan? Tuhan ada di dalam setiap keberadaan sebagai sebab-bentuk.
Hamzah Fanzuri: “Kucari dari Barus sampai Kudus, ketemu di rumah sendiri”.
Ada tulisan di internet bahwa Syiah mengajarkan Tuhan tak maha kuasa (kekuasaan Tuhan terbatas). Kawan dekat saya yang tertarik pada theologi Iran, menyatakan bahwa ada pemikir Iran yang mengajarkan bahwa tubuh kehidupan (khususnya: manusia) adalah “cithakan” dari “jiwa”.
Maka theologi Syiah dekat ke materialisme (nomor 2 tsb di atas).
****
Jika Bulik ada waktu, renungi surat ini secara intensif. Bulik, theologi nomor 2 itu adalah yang paling mampu untuk mengondisikan manusia untuk makin dewasa dari generasi ke generasi. Nuwun
For the sake of my responsibility/ I have written the truth, so hear me
ruwihadi/ perumnas majasanga, indonesia
revolution
v