PENTING NGGAK PENTING
Berapa banyak baju seragam yang anda miliki? Buanyaak? Seragam apa saja? What? Anda nggak punya baju seragam? Waduuh … pasti anda bukan orang Indonesia!
Heran, kita ini suka banget berseragam. Mulai dari TK sampai SMU, bahkan ada mahasiswa perguruan tinggi yang masih diharuskan memakai seragam. Belum lagi seragam kerja, seragam organisasi, seragam manten, seragam olah raga, seragam haji, seragam ini-itu … Bahkan ada sekelompok orang (biasanya sih ibu-ibu … hihi) yang kompak membikin seragam tanpa alasan dan tujuan tertentu. Pokoknya bikin baju kembaran! Mantep tenan …
Sebagian orang tidak suka — bahkan benci — berseragam. Pada umumnya mereka adalah seniman, dan orang-orang yang mendambakan kebebasan diri dari segala macam ikatan. Tetapi sangat banyak juga orang yang suka-rela dan bahagia berseragam.
Mengapa orang suka memakai baju seragam?
Haah, gadis kembar 4? Wah … gimana dulu sang emak ngasih ASInya ya?
Orange! Orange! Walaah … jeruk keprok kok pakai kain batik …
Pakaian seragam meniadakan perbedaan, memberikan identitas, dan memasukkan pemakainya dalam sebuah komunitas tertentu. Dengan pakaian seragam, orang kaya atau miskin, berlebih atau pas-pasan, berpangkat atau kelas akar rumput, alim atau berandal, semua menjadi sama. Seragam meniadakan perbedaan. Ada semangat egaliter di sana.
Masyarakat Timur dengan budayanya yang mengutamakan kebersamaan sangat cocok dengan konsep ‘seragam’. Orang happy kalau sama dengan anggota masyarakat lainnya. Hal seperti ini tidak dijumpai di masyarakat Barat, yang lebih menonjol dengan individualismenya.
Bagi sebuah perusahaan, seragam kerja berperan dalam membentuk citra perusahaan. Karyawan yang mengenakan seragam perusahaan dituntut untuk berperilaku sesuai dengan standar perusahaan. Mereka menjadi bagian dari perusahaan dan mewakili perusahaan, bukan mewakili diri mereka secara pribadi. Desain seragam pun mencerminkan karakter sebuah perusahaan.
Di dunia militer, seragam bukan hanya merupakan identitas kelompok/korps, tapi juga menjadi atribut kebanggaan. Seragam bahkan juga menunjukkan kekuasaan. Itulah sebabnya, seragam yang paling banyak dipakai oleh orang yang tidak berhak adalah seragam militer. Dengan pakaian gagah nan berwibawa itu, orang bisa merayu calon isteri sekaligus calon mertua, bisa juga menipu dan memeras orang lemah yang takut berurusan dengan popor dan sepatu lars.
Seragam militer memang kereeen …………..
Seragam juga dianggap properti wajib ketika kita pergi umroh atau haji. Sampai-sampai mukena pun dibuat seragam. Bisa dimaklumi, karena pada waktu melaksanakan ibadah haji, ada sekitar 2 juta umat tumplek blek di kota Makkah yang sempit, terutama di sekitar Masjidil Haram. Dimana-mana orang berjubel. Kota yang asing, dengan bentuk bangunan nyaris sama serta nama-nama tertulis dalam huruf Arab, sangat potensial membuat orang tersesat atau hilang di jalan. Baju seragam akan memudahkan orang mengenali dan menemukan kembali kelompoknya. Di masjid, ketika hampir semua orang mengenakan mukena putih (kecuali wanita Arab yang berpakaian hitam), mukena dengan warna bordir yang sama, atau tanda khusus di belakang kepala, akan memudahkan untuk mencari teman satu rombongan.
Parade peragawati batik di Padang Arafah. Tampak di belakang adalah Jabal Rahmah. Di bukit inilah Adam dan Hawa bertemu, setelah diusir Tuhan dari surga dan terpisah selama ribuan tahun di bumi …
Hah, apa ini? Geng Nero menghajar anggota baru? Ooh … ini olah strategi dalam out bond, bagaimana cara menyusun jembatan kayu agar semua bisa lewat dengan selamat, tidak jatuh dan dimakan ‘buaya’ …
Di Universitas Islam Indonesia, kampus saya, juga ada seragam karyawan. Dulu, pada saat pemakaian seragam ini akan diterapkan, pihak universitas mengedarkan angket kepada seluruh karyawan untuk menentukan warna yang paling disukai. Cukup demokratis, kan? Dari hasil angket, terpilih warna biru tua. Menurut saya, ini memang warna paling cocok untuk UII, karena lambang UII pun berwarna biru. Setiap tahun kami memperoleh seragam baru, lengkap dengan jilbabnya. Blazer ini dipesan dari perusahaan konveksi, dan jahitannya tak kalah rapi dengan blazer-blazer bermerk.
Selain seragam universitas yang berwarna biru tua, ada lagi seragam yang dibagikan fakultas. Nah, yang ini warnanya berbeda-beda, tergantung ‘selera’ masing-masing fakultas. Di fakultas saya, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, semula akan dipilih warna coklat muda, tapi banyak yang protes (terutama ibu-ibu), soalnya yang berkulit gelap (seperti saya!) akan kelihatan semakin padam (lampu ‘kali … ).
Akhirnya, dipilih warna merah bata agak oranye. Nah, ini cerah! Kayak seragam pasukan pemadam kebakaran. Semua setuju, kecuali bapak-bapak. Ya, mana pantaslah bapak-bapak memakai warna ngejreng begitu. Maka untuk bapak-bapak dipilih warna lebih muda. Meskipun saya masih saja pengin ketawa kalau lihat bapak-bapak memakai hem warna jingga itu, nampaknya beliau-beliau cukup berbesar hati dan berbahagia mengalah pada ibu-ibu (takut diboikot rupanya … hehe!)
Foto resmi karyawan UII ….
Seragam biru dipakai hari Senin, dan seragam merah hari Kamis. It’s okay, I proud wearing our uniform. The problem is, jadwal ngajar saya kebetulan adalah pada hari Senin dan Kamis. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana mahasiswa selama 2 jam kali 14 kali pertemuan dipaksa memelototi saya memakai baju yang sama! Itu penyiksaan yang tiada tara, bukan?
Jadi, saya hanya satu kali saja memakai seragam itu, selebihnya saya memakai baju yang lain. Agar tidak terulang memakai baju yang sama, saya membuat catatan ‘jadwal pemakaian baju’. Apalagi kalau saya mengajar dua mata kuliah untuk kelas yang sama, maka catatan pemakaian baju itu wajib dibuat. Jika mengajar dua mata kuliah di kelas yang sama, maka mahasiswa akan melihat saya hilir mudik di depan kelas 24 – 26 kali. Kalau tidak dicatat, bisa-bisa baju yang sama tampil 3 – 4 kali. Mahasiswa bisa protes, “Boring Buuuk … !”
Suatu ketika, setelah selesai memberikan kuliah, seperti biasa saya menanyakan pada mahasiswa, apakah ada yang akan bertanya. Seorang mahasiswi yang duduk di kursi terdepan, dan sejak tadi menyimak dengan tekun, menunjukkan jari dengan sedikit malu-malu. Saya pun mendekat, agar suaranya yang lirih bisa saya tangkap.
“Boleh tanya Bu?’ ia sedikit ragu
“Ya, silahkan … ” saya antusias
“Ng … anu … Ibu kalau beli baju dimana?”
“…….. “
Ajubile! Kirain mau tanya materi kuliah yang selama dua jam saya sampaikan, sampai kaki pegel (karena berdiri terus) dan tenggorokan kering (karena ngomong terus). Yaelaah … yang ditanya kok baju ….
Barangkali paguyuban bloger Indonesia juga perlu bikin baju seragam?
hahhahaha
paguyuban blogger Indonesia bikin seragam batik Margaria!!!! setujuuuu hihihi
(kain untuk saya jatah utk 2 orang ya mbak)
saya pernah tulis tentang kembaran juga tuh mbak… Bagaimana ibu-ibu selalu pakaikan baju yang sama untuk anak kembar atau adik kakak hihihi. Ibunya Gen malah jarang pakaikan baju yang sama utk Gen dan adik kembarnya karena HEMAT…. daripada punya 2 setel baju yang sama mending 4 baju yang berbeda yang bisa diputer-puter kan…
soal seragam memang orang Indonesia sukaaaaa banget bikin seragam ya. SD negeri di sini bajunya tidak seragam mbak. Jadi Riku bisa pakai batik juga tuh ke sekolah (cieee)
Saya sejak mendarat di Jepang belum pernah punya seragam, kecuali satu…. jaket Perhimpunan Pelajar Indonesia Yokohama National University… so pasti kumpulan Indonesia deh hihihi
Mbak? Mau ngga kembaran sama saya. Kita buat yuuuk …hahahahah (Lahhh aku ngga bisa pake jilbab nih. pake kerudung lepas aja boleh ngga?)
EM
Tuti :
Ide bagus nih! Paguyuban Bloger Indonesia berseragam batik. Yo’i! Batik kan Indonesia banget. Ntar kalau sudah punya seragam batik, bikin satu lagi seragam tenun atau songket. Top markotop ….
Iya, saya ingat, Mbak pernah menulis tentang kembaran ini. Ada foto-foto Mr. Gen waktu kecil kan. Ibunya Mr. Gen memang hebat, punya pemikiran yang extra ordinary. Biasanya, kalau orang punya anak kembar kan pengin menonjolkan kekembarannya, jadi apa-apa dibuat sama persis. Memang lucu sih ngeliatnya. Wah … sebenarnya Mbak punya kans untuk punya anak kembar lho, karena kembar itu kan keturunan. Coba lagi dong Mbak, siapa tahu bisa punya kembar 3 atau 4, kan asyik …. (huwaa … bayangin kayak apa ramenya Kai punya adik kembar 4 😀 )
Kembaran sama Mbak Imel? Mauuuu!! Tahun depan ya Mbak, kalau Mbak mudik lagi, kita kopdar terus foto-foto pakai baju kembar. Seruu!! Nggak usah pakai jilbab Mbak, nanti Mr. Gen bingung, dikira Mbak kesambet ‘virus’ apa … 😀
Aku masih sering pake seragam, kalau koor di gereja atau beberapa kali dulu pas ada sodara mantenan, Bu.
Tapi seragam yang paling berkesan adalah ketika SMA dulu, seragamnya adalah “BEBAS”!!!
karena SMA saya di De Britto hehehe 🙂
Tuti :
SMAmu itu memang SMA yang unik, maka alumninya pun menjadi orang-orang yang unik dan hebat seperti dirimu … 😀 😀
Ini Mbak Imel ngajak seragaman batik, mau nggak? (aku ingat komentarmu di postinganku tentang batik, yang menurutmu batik ‘jatuhnya nggak enak di badanmu’ … lah, memang batik untuk dipakai, bukan untuk dijatuh-jatuhin hehehe … 😀 )
hihihi… itu mahasiswi tertarik sama pakaian-pakaian ibu dosen rupanya. kebayang deh kalau harus menggunakan pakaian yang sama dalam beberapa kesempatan. tapi bagi orang-orang tertentu yang koleksi pakaiannya tidak banyak, seragam mungkin malah menyelamatkan, mbak.
penggunaan seragam memang bermanfaat, namun ada pula mudharatnya, yakni kalau harus ngebela-belain beli seragam padahal beberapa hal tidak memungkinkan.
Tuti :
Iya Uni … saya sadar betul (nggak pingsan gitu loh 😀 ) bahwa ngajar di depan kelas itu menjadi pusat perhatian mahasiswa. Ya iyalah, mereka kan harus memandang kita selama sekitar dua jam, pastilah penampilan kita pun tak luput dari pandangan mereka. Makanya, kalau pakaian nggak oke, saya merasa nggak pe-de … 😀
Kalau untuk membeli seragam sampai harus ‘maksa diri’, itu mah salah kaprah ya Uni … Seragamnya mewah banget, atau terlalu banyak?
Btw, seragam dokter itu paling simpel ya, putih-putih doang. Tapi paling gampang di-matching-kan dengan baju apa pun 🙂
Hihihihihi
terus bunda jwab apa itu mahasiswanya?
Aku tahu bunda.. dia nanya soalnya mo kasih kado nanti akhir semester ke bunda, biar gak salah beli takut selera bunda beda ^_^ hehhehe
hayuuuuks, seragam bun?
warna merah ya bun 😀
sexy hehehe
Tuti :
Aku jawab : “Owgh … saya nggak pernah beli baju, semua dikasih mahasiswa” … hihihi, nggak ding. Itu mah nodong secara halus ya 🙂 Aku jawab, “Saya beli di mana aja, dari Lenteng Agung sampai Los Angeles” … eh, nggak ding. Wah lupa aku Ka, jawab apa ya waktu itu? 😀
Seragam warna merah? MERAH? Yes, yes, yesss … !! Aku kan penggemar warna merah. Lady in red, gitchu … (haiyah!)
* Sesungguhnya sejak lahir kita semua sudah berseragam, seragamnya adl TELANJANG, yg sebelumnya berbalut seragam plasenta….
* Insya Allah saat kembali berpulang kehadiratNYA kelak, kita pun dikenakan seragam KAFAN putih……
* Jadi seragam yang rame apapun warnanya spt seragam yg jreng saat mbak Tuti memberikan kuliah, ternyata merupakan hasil peniruan saja…..
Tuti :
Itulah, Mas Karma. Karena sekarang nggak mungkin lagi pakai seragam ketelanjangan seperti waktu lahir dulu (wew, bakal kacau dunia!) dan karena besok kalau mati berseragam kafan putih, maka mumpung masih hidup pakai seragam yang berwarna-warni … ehhehe 😀
Hihihi… Penampilan tetap nomor satu ya buk..
Tapi masak sampai tersiksa gitu sih pake seragam yg sama terus..?
Keqnya gak bakal ada mahasiswa yg berani protes buk, tp kalo bisik2 dibelakang ibu sih mungkin aja hehe..
Tuti :
Absolutely right, Ta. Penampilan adalah segalanya … 😀
Lho, yang tersiksa itu bukan yang pakai seragam Ta, tapi yang lihat. Bayangkan, 2 jam kali 14 kali, lihat orang pakai baju ituuuuuu …. melulu, apa nggak mules bin cekot-cekot tuh?
Nah, pasti Ata dulu sopan di depan, tapi suka bisik-bisik di belakang punggung Bu Guru ya? Bisik-bisik apaan? Bukan “eh, punggung Ibu bolong”, gitu kan? (emang kuntilanak? )
Ini cerita tentang baju seragam juga Mbak. Alkisah…(dengerrin Mbak, saya mau cerita nih…), saya yang anak tunggal ini pernah ngiri dengan para sepupu yang masing2 dikeluarganya punya seragam (baca: baju kembaran) setiap kali lebaran. Jadi anaknya pakde X, sejumlah 5 orang semua kembaran. Anaknya pakdhe Y sejumlah 4 orang, semua seragam…9 anaknya simbah saya (dari pasukan 14 yang tersisa) , 8 rombongan diantaranya kembaran semua. CUma Bapak saya yang beranak tunggal (saya) nggak ada kembarannya.
Jadi tiap lebaran pasti saya (agak) rewel karena ngiri pengin punya seragam seperti sepupu saya…akhirnya, Ibu terpaksa nitip ke beberapa budhe untuk minta dibeliin seragam seperti yang dipunya anak2nya… Suatu kali saya punya 8 baju yang masing2 sama dengan 8 rombongan sepupu saya, belum lagi baju lebaran yang dibelikan ibu khusus untuk saya. Pas hari H nya saya bingung, mau pakai baju seragam yang kembar sama rombongan yang mana…..
Apakah Mbak Tuti sudah cukup bingung membaca cerita saya ? Syukurlah kalau begitu…. Wassalam…
Tuti :
Mbak … selain ikut seragaman dengan yang 8 rombongan sepupu itu, kayaknya Mbak Ayik perlu nambah 1 seragam lagi, yaitu seragaman dengan saya 😀 Nanti pas lebaran, kita kembaran ya Mbak. Awas kalau nolak!
(jawaban saya kayak orang bingung nggak Mbak? 😦 )
waktu di Indonesia ya seragaman terus ….. seragam hansip, seragam korpri … seragam mantenan ….. seragam pameran
sekarang? boro2 …. ndak “belong” mana2….jadi ndak punya seragam
hiks …. ngiri berat
Tuti :
Seragam hansip juga Mbak Wied? Wew! Pernah sukses nangkep maling atau orang pacaran? 😀
Ndak ‘belong’ mana2? Gimana kalau ‘belong to me’ aja? 😀 Mau seragaman sama saya?
*ikutan komen ya bu! ;))
Kalo disuruh milih antara seragam atau bebas… paling gampang milih berseragam. karena tidak usah pusing lagi milah-milih baju…tapi saya sudah melewatkan masa-masa mengenakan seragam baik waktu sekolah maupun kerja… sekarang yang penting praktis, tidak kepanasan dan sopan!
makasih… hehehe
Tuti :
Monggo komen, Mbak Henny (nggak usah beli karcis kok 😀 )
Wah, kalau saya disuruh milih, ya milih dua-duanya (lho, namanya bukan milih ya?). Seragam oke, bebas juga ayo. Justru milah-milih baju itu asyik banget. Apalagi nyoba dan ngaca sambil muter-muter di depan cermin (yaelaah … 😀 )
Lah, kok sudah lewat masa-masa berseragam, menopo sampun pensiun?
Maturnuwun ugi, Mbak Henny 🙂 🙂
aku setuju sama Mbak Marshmallow, baju seragam itu kadang bisa menyelamatkan orang yang punya dikit baju kayak aku, Mbak… Orang-orang pikir, kita tuh patuh sama peraturan, setiap hari pakai baju seragam, padahal emang nggak ada baju laen…hehehehe…
Seandainya kantor ngasih baju seragam, aku pasti selalu pakai. Kan bisa menghemat pengeluaran untuk beli baju baru…
Tuti :
Lah … kenapa nggak ndaftar jadi polwan aja Wi, kan seragaman terus saban hari 😀 Atau petugas parkir, atau klining servis, atau bu pos, atau pelatih lumba-lumba …. wahaha 😀 kok pilihannya aneh-aneh yak … 😀
kaluk baju kepanitiaan itu sukanya sekali pake deh…karena bahan dan warna kadang ihik…ihik…
Tuti :
Mbak, warna ‘ihik … ihik’ … itu campuran merah, kuning, hijau, blonteng-blonteng ungu dan totol-totol oranye ya …
waduh bunda.. seragamnya bagus-bagus yaaa.. 4 wanita dlm seragam biru itu cantik2 semua euyy… 😀 he he.. yang orange2 juga ngga kalah cantik2 kook… 😀
Tuti :
4 gadis biru itu cantik-cantik, secantik 5 ibu jeruk keprok? Lha iya, wong ibu sama anak je, ya pasti sama cantiknya. Cuma yang biru masih kriuk-kriuk, yang oranye sudah kreot-kreot … 😀
Paguyuban blogger juga punya seragam kalo pas event pesta blogger bun.. 🙂 aku juga punya tuh kaosnya meskipun ga datang ke acara, hehe..
salam blogger bunda… (loh?) 😀
Tuti :
Wah, aku nggak punya tuh kaos blogger. Besok kalau ada pesta blogger lagi, datang ah. Mau titip kaos Yun? Siip, jangan lupa ongkos pesawat PP untuk yang dititipi ya (nah lo, ternyata ada maunya! )
salam blogger juga Yun … (sama nggak dengan salam pramuka? 😀 )
Ndak usah jauh-jauh …
Tiap hari saya pakai seragam Bu …
Ini berlaku juga untuk rekan sekerja saya …
Bro Neo di Sulawesi juga
Afdhal di Kalimantan …
Semua memakai seragam yang sama …
Warna Beidge … nda nggaya babar blas …
Full Branding pula …
hahaha …
Salam saya
Tuti :
Ndak usah jauh-jauh? Gimana ndak jauh Om, lha wong Yogya – Jakarta, Yogya – Sulawesi, dan Yogya – Kalimantan je … 😦
Hm … seragam corporate Om gak gaya blas ya? Gimana kalau ditambah bulu merak Om? Atau pakai kalung gigi macan? Atau krah bulu landak? 😀
salam juga Om … (ah, Om kok nggak bosen-bosen sih salaman melulu)
he..he.. tapi yang full branding tuh bisa jadi pengenal sekaligus pembeda juga lho…
kalo gak ada brandingnya, bisa-bisa dikira polsushut kita, alias polisi khusus hutan a.k.a jagawana he.he..he..
untung disini hutannya sdh tdk selebat di tempat afdhal he..he..he.. jd polsushutnya lebih dikit
btw itu namanya warna Beidge ya?? baru tahu
kirain hijau semu coklat nan mbladus
(*oon mode dot com*)
Tuti :
Weh, polsushut? Lha kalau Om Trainer yang di Jakarta, jaga hutan apa dong? 😀
Jadi penasaran nih, brand-nya apa siiy … (halah, kok kenes amat, kayak Yessy Mochtar 😀 )
Mengenai seragam Paguyuban Blogger …
hahahaa …
lucu juga kali yaaaa …
salam saya
Tuti :
Lucu? Yeee … kita bukan mau bikin seragam badut lho Om! Bukan baju polkadot gombrong yang perutnya diganjal balon itu …
mungkin ibu dosennya selalu tampil cantik ketika mengajar, jadinya yang ditanya bajunya…huhehehehehe…
Ayo ibu, kita bikin seragam batik untuk paguyuban blogger senusantara seperti usulnya bunda dyah..huhehehehe
kalau udah jadi aku pesen satu ya 😀
Tuti :
Ih, Ria kok gitu sih, jadi malu …. (*tersipu-sipu dengan wajah merah jambu*)
Otree … kita bikin desainnya dulu yak. Adakah di antara blogger yang pura-pura bisa mendesain baju?
Pesenannya udah kucatat Ria, nggak pakai telor kan? 😀
Bagi militer seragam itu memang perlu. Tidak ada militer diseluruh dunia yang tidak berseragam. Ini juga akan terkait dengan konvensi Jenewa yang mengatur perlakuan terhadap Tawanan Perang.
Anehnya banyak orang sipil yang meniru-niru pakaian seragam militer misalnya loreng dan pakai baret. Lihat Satgas Parpol tuh, kenapa harus loreng ?
Jika ada yang ter-rayu oleh seragam ya salah sendiri dunk, kok gampangan banget.
Salam dari Surabaya
Tuti :
Pakde, cerita dong tentang konvensi Jenewa itu … mmm, Pakde pernah jadi tawanan perang ya?
Satgas Parpol pakai loreng, biar kayak macan Si Raja Hutan mungkin ya Pakde? Tapi kalau nggak salah, di pemilu kemarin seragam satgas sudah nggak boleh pakai loreng lagi.
Hm, untung saya nggak terayu oleh seragam Pakde (soalnya nggak pernah ada yang mau merayu … hihihi ). Kalau terayu oleh seragam itu gampangan, yang ‘susahan’ terayu oleh apa Pakde? 🙂
salam untuk Surabaya …
yang bahaya kalau sampai ngomongnya harus seragam, mikirnya harus seragam, partainya harus seragam, warna pagernya harus seragam, milihnyapun harus seragam…kita pernah ngalami hal tersebut beberapa tahun yang lalu untuk masa yang panjang…salam kenal untuk Mbak Tuti..
Tuti :
Betul, Mas AJP. Masih untung kemarin itu nggak diwajibkan punya pasangan hidup yang seragam juga ya … 😀
Salam kenal lagi? Perasaan kemarin sudah … 😀
Iya deh, yuuk kenalan. Perkenalkan, saya Tuti … Mas Agus siapa (lho???!!)
huahahaha… kejadian bu tuti di kelas itu juga pernah saya alami.. 😀 ketika sesi kuliah sudah hampir selesai, seorang mahsiswi tunjuk tangan dengan ragu-ragu. Saya coba dekati, biar dia semakin pe-de. “Ya, ada yang mau ditanyakan?”. Dengan sedikit ragu-ragu si mahaiswi itu pun menjawab, “ee… anu.. mmmm…. bapak kok ganteng amat sih?”. huahahaha…. kebayang gak seperti apa ekspresi saya? ya jelas bersemu merah nih muka…. 😀
mengenai seragam… selama belajar di pondok, kami nyaris tidak berseragam. kalau belajar, kami berpakaian bebas, asal tidak kaos dan jeans. asyik juga…
sampai saat ini saya tidak punya seragam. bahkan, ketika diharuskan pakai batik korpri dalam sebuah upacara, saya terpaksa pinjem teman, soalnya saya males belinya, hahaha… 😀
Tuti :
Udaa … hahaha … sudah ada mahasiswi yang nanyain itu ya, soalnya saya juga mau tanya yang sama : “Uda kok ganteng amat sih?”
hihihi …
Kalau yang tanya saya, bersemu merah nggak wajah Uda? Pasti nggak ya, lha wong yang tanya sudah emak-emak … 😀 😀
Saya bukan korpri Da, jadi nggak punya seragam batik itu 🙂 Btw, saya pernah lihat pak tani nyangkul di sawah pakai seragam korpri. Weh … petani ternyata punya NIP juga ya 😀
bentar-bentar…. (*ngebayangin wajah uda bersemu merah*)
br comment deh…masih ada ya baju korpri itu.. perasaan sdh lama banget gak lihat he.he..he..
Tuti :
Saya mah luuama ngebayanginnya, Bro … 😀
seragam korpri sampai sekarang masih ada bro. tapi, motifnya tidak seperti yang dulu lagi, sudah lebih baru dan sama sekali beda dengan yang lama… celakanya, keduanya aku sama sekali tidak punya, huahaha… 😀
Tuti :
Wah, Uda nggak punya seragam korpri to? Apa bisa naik pangkat Da? 😀
@ uda:
boleh dong share pengalaman baju korpri itu… yg skr kaya apa ya? jd penasaran, jangan2 pernah lihat tapi gak tahu kalo itu seragam korpri… dilengkapi dg foto yach biar lebih jelas he..he…
soalnya bagi saya seragam korpri itu ya batik biru itu… 🙂
Tuti :
Seragam korpri yang batik biru itu sudah jadi putih karena mbladus Bro … 😀
bro… karena aku gak punya bajunya, jadi gak bisa aku kasi lihat fotonya… ntar deh, tak cari foto teman-teman, biar dirimu gak penasaran… 😀
Tuti :
Gampang aja Uda, besok tanggal 17 datang ke upacara bendera korpri, pasti dapat tuh foto seragam yang diimpikan Bro Neo … 😀
Wah, dosen juga ya?? *gak boleh sok akrab ikut2an manggil ‘uda’ nih!
Pak, cool bgt gak punya seragam hehehe… badung juga ternyata… peace!
Tuti :
Boleh kok ikutan panggil Uda, Mbak Heny. Dijamin Uda-nya lebih senang dipanggil begitu, soalnya jadi berasa muda … Udah ganteng, muda lagi … hihihi 😀
henny… just call me “uda”, ok… 😀
Tuti :
@Henny : tuuuh … kan, beliaunya seneng banget dipanggil ‘Uda’ … 😀
saya tiap hari pakai seragam bu.. sama dg om trainer
ada untung nya juga, tdk bingung tiap hari harus memadupadankan kemeja dan celana, lha wong pilihannya itu dan itu saja
paling yg dicari: oh yg ini kancingnya lepas, yg itu ketiaknya sedikit berjendela, yg ono krahnya udah kaku he..he.he..
tp ada enaknya juga, tdk perlu biaya banyak utk kemeja, alias penghematan he..he..he..
Tuti :
Bro, boleh nggak saya tanya sesuatu yang sifatnya pribadi? (*serius mode on*)
Kalau Bro Neo keberatan jawab, nggak apa-apa kok … sumpe.
Ehm, ituuuh … foto Bro di avatar (eh, bener ya?) itu foto kapan? Saya agak susah ngebayangin Bro pakai seragam hijau kecoklatan nan mbladus yang full branding itu dipadu dengan wajah dalam foto … ihiks … 😦
Swetujuh …
Walaupun ndak eksklusif …
Tapi kantong selamet …
ndak perlu repot beli baju …
Tuti :
ndak perlu nyuci, ndak perlu nyetrika …. (wooh, Om Trainer ndak pernah nyuci dan nyetrika baju? Ya iyalaa … kan ada Bunda, ya Om? 🙂 )
avatar yg mana neh? kalo yg dipojok kanan ini blm lama saya ambil ibu, br kurang lebih 4 bulan yg lalu
tp kalo yg di kanan atas pd blog saya mah.. udah lama banget. seragamnya aja sdh ganti
itu 6-7 th yg lalu 🙂
waktu masih ngganteng nggantengnya ..idih..
Tuti :
(*balik ke blog BroNeo untuk ngamatin foto si empunya blog yang lagi ganteng-gantengnya … 😀 *)
Maksud saya, yang muncul di komen ini lho Bro, yang hitam-putih ini lho … Iki foto opo se? Jujur aku bingung … hihihi …
wah, ternyata, saya emang harus bangga pake seragam SMA…
artikel nya mantapp buk! lebih lengkap dan lugas dari wikipedia.. hihihihi
salam kenal buk…
Tuti :
Emang seragam SMAmu keren banget yak?
Terimakasih, Aur … wew, lebih mantap dari Wikipedia? Sudah diganduli beras lima ton soalnya 😀
Salam kenal juga Aurora. Namamu siapa? (lho??)
Untuk urusan seragam emang biasanya ibu-ibu yang heboh dan “rewel”. Agak susah menyatukan pendapat dan selera yang berbeda-beda. Kalau bapak-bapak biasanya manut hehe,,,
Sewaktu masih ngajar dulu, saya juga pakai seragam. Ada 4 macam seragam untuk dipakai Senin s.d Kamis. Jumat pakai bebas asal batik.
Saya suka males pakai seragam yang nggak pas dengan badan saya (kedodoran), atau pernah juga warnanya idihhhh…..banget…nggak pede deh…
Tuti :
Memang ibu-ibu suka rewel soal seragam, karena bagi ibu-ibu penampilan kan nomor satu, jadi soal warna, model, bahan, dll itu jadi sesuatu yang sangat crucial 😀
Seragam ngajar ada 4? Wah, banyak banget ya. Kalau di tempat kerja saya, seragam diukur badan, jadi masing-masing orang pasti pas. Nah, kalau soal warna, memang kita harus kompromi dengan selera banyak orang … 😀 Untuk seragam yang ‘idih’, saya juga kalau bisa ‘melarikan diri’ … 😀
Mbak, mahasiswanya terkesan dengan baju mbak Tuti tuh….jadi ingin ikutan belinya dimana?
Seragam kalau ganti-ganti jadi bingung mesti menghafalkan, tapi memang seragam menandakan dia berperan “sebagai apa”.
Kalau rajin jadi panitia kondangan, baju seragamnya jadi banyak sekali….
Tuti :
Hahaha … iya ‘kali Mbak, mahasiswa saya pengin beli juga ‘kali 😀
Kalau seragamnya macam-macam, dibikin jadwalnya Mbak, terus ditempel di pintu lemari pakaian, jadi nggak bakal keliru pakai alias ‘saltum’, salah kostum …
Nah, itu betul. Kebaya seragam manten saya banyak sekali, dan nggak bisa dipakai lagi, karena warnanya biasanya ngejreng 🙂 Kadang khawatir juga, pas makai ndilalah ketemu orang yang dulu ngasih seragam, wah … baju gratisan nih 😀
Wah jadi kangen saya pakai seragam. Itu…coklat2 yg dilengannya ada badge lambang kabupaten. Sudah setahun nggak kepakek karena kuliah lagi. Nggak tahu tuh masih cukup apa nggak, soale body jadi tambah berbobot karena kebanyakan duduk dikelas. Btw, enak ya Mbak jadi pusat perhatian mahasiswa, sayang di t. Sipil UGM nggak ada dosen perempuannya. Andai mbak Tuti ngajar di MPBA UGM pasti saya sebagai mahasiswa akan tanya: “Bu, baju ibu beli dimana, harganya berapa, kayaknya cocok tuh untuk istri saya?” whakakakak………….
Tuti :
Seragam coklat-coklat? Woh, Masnur pegawai Pemda ya. Pemda mana?
Btw, masak sih di MPBA UGM nggak ada dosen perempuannya? Saya tak nglamar deh kalau gitu 🙂
Ohya, istri Masnur mirip dengan saya ya? 😀 (awas, jangan keliru lho … hihihi)
pemkab kita reog Mbak (mana ya tuh….), btw. satu2nya dosen perempuan adl ketua jurusan t. Geologi.
Tuti :
Oooh …. Ponorogo to? Jadi Mas Nur ini mantan pemain reog? Masih suka makan beling Mas? 😀
Oh ya, Ketua Jurusan T. Geologi, Bu siapa itu (saya lupa namanya) dulu sering muncul di koran sesudah Yogya diguncang gempa, memberikan analisis geologis …
kalau tanpa seragam mungkin ya sulit membedakan antara teman satu dengan yang lainnya… pokoknya pasti bingung… 🙂
Tuti :
Lho, mbedain teman kan dari namanya, wajahnya, bentuk tubuhnya, dan suaranya, bukan dari seragamnya 🙂
Aku orang yg paling gak suka kalo harus berseragam. Makanya begitu lulus kuliah, saya mati2an gak mau disuruh kerja di bank (padahal sesama alumnus banyak yg tujuannya kerja di bank). Alasanku sih simpel: karena di bank harus berseragam! Nah lo…barusan lulus udah banyak tuntutan. hehehe…
Kalopun pergi bareng2 temen, seragamnya gak mau yg ngeplek. Paling2 sama2 nge-jeans, ato sama2 pake merah. Kan bisa bebas, merahnya atasannya, bawahannya, ato tasnya doang. Pokoke ada merahnya. Itu namanya seragaman tapi tetap merangsang kreativitas.
Tuti :
Seragam yang tetap merangsang kreativitas itu memang sekarang lagi nge-trend Fan. Kayak yang sering ditampilkan grup penyanyi atau penari, yang diseragamkan hanya warna dan bahannya saja, modelnya terserah masing-masing. Masih kelihatan senada, tapi tidak kaku dan ‘harga mati’.
YAYASAN AL-BAROKAH
Jl.Raya Indihiang PO.Box: 05/IH
Tasikmalaya 46151
No.Rek: 909.36440.99 Bank MUAMALAT a/n Redi Mulyadi
e-mail: redi_mulyadi200@yahoo.co.id
Tasikmalaya,3 September 2009
Kepada:
Yth.Para Dermawan
Di-
TEMPAT
BANTUAN DANA “DOMPET PEDULI” GEMPA TASIK
Dengan hormat,
Gempa bumi berkekuatan 7,3 skala richter pada Rabu (2/9) pukul 14.55 WIB yang episentrumnya berada di 142 km barat daya Tasikmalaya dengan kedalaman 39 km telah mengguncang beberapa daerah di wilayah Jawa Barat.Akibat gempa bumi yang dahsyat tersebut, selain mengakibatkan ribuan rumah yang mengalami kerusakan parah dan ringan serta harta benda, juga menimbulkan banyak korban jiwa.
Khusus di Kabupaten Tasikmalaya beberapa kecamatan mengalami kerusakan parah seperti Kecamatan Cigalontang, Kecamatan Cisayong, Kecamatan Sodonghilir, Kecamatan Salawu dan Kecamatan Sukahening.
Sehubungan adanya bencana gempa yang dahsyat melanda sebagian wilayah Kabupaten Tasikmalaya, maka kami dari Yayasan Al-Barokah membuka “Dompet Peduli Gempa Tasik” bagi warga yang menjadi korban.
Karena itu, kami mengharapkan bantuan dari para dermawan di seluruh Indonesia dan dunia bagi korban bencana gempa Tasik berupa barang maupun uang. Sebab, masih banyak korban yang belum menerima bantuan, terutama yang berada di daerah terpencil dan sulit terjangkau.
Sumbangan berupa barang dari para dermawan dapat dikirim ke Yayasan Al Barokah melalui PO.Box: 05/IH Tasikmalaya 46151 untuk barang dan weselpos. Sedangkan bantuan berupa uang dapat ditransfer ke No.Rekening: 909.36440.99 Bank MUAMALAT a/n Redi Mulyadi.
Akhir kata, kami mengucapkan terima-kasih atas segala bantuandan kebaikan yang Bapak/Ibu berikan bagi para korban bencana gempa Tasikmalaya, semoga Tuhan YHE membalas dengan pahala yang melimpah.Ammin.
Hormat kami,
REDI MULYADI
Ketua
SS.MUSTOFA Sekretaris
Tuti :
Terimakasih informasinya
Yang saya sukai dari baju seragam adalah; saya gak perlu minder. Karna semua sama.
Tuti :
Ya iyalaa … kalau nggak sama namanya bukan seragam Mas … 🙂
Ternyata baju bu dosen betul-betul menarik, sampai harus ditanya di mana belinya.
Tuti :
Hehehe … jangan-jangan mahasiswa itu mau nawarin saya baju Mas … suruh milih sendiri di toko langganan saya 😀 (*ngarep.com*)
nah bener itu, saya kalau lihat seragam yang nyantel di almari…. sampai kebek … kapan makainya lagi … dari seragam manten/jadi panitia, seragam organisasi..
Btw…betul mbak, mestinya UII nggak usah ada seragam … biar beragam, asal rapi, islami …. mahasiswanya juga senang melihatnya. Trus…. bisa beli di tempat saya … Halaah..dodolan again….
Blogger seragam ?…. boleh boleh … masing2 daerah saja ya ..he..he…
Tuti :
Apalagi Mbak Dyah, yang aktif di berbagai organisasi sosial, kegiatan kelompok, dan memiliki network sangat luas, pasti seragamnya bertumpuk-tumpuk. Kalau seragam organisasi mungkin sering dipakai, tapi kalau seragam panitia manten, memang hanya sekali pakai ya Mbak? Eman-eman …
Untuk karyawan UII, memang seragam terus, tapi dosennya (kayak saya) sering mbandel nggak pakai seragam .. hehehe …
Wah, lha itu Mbak Imelda malah ngajak para blogger seragam pakai batik Margaria je, gimana Mbak? 😀
Hahaha..boleh juga tuch mbak Tuti usulnya, para blogger punya seragam dan fotoan bareng, wah-wah seru-seru, kapan lagi bisa mejeng sambil kembaran yach….
Mbak Tuti foto kembaran baju sama sang suami lupa dipajang tuch 🙂 Bukannya biasanya kita kalau sudah menikah paling sering kembaran sama suami, biasanya kalau pergi ke pesta, hahaha….biar ketahuan pasangan sejolinya, hihihi…
Ok, mbak saya tunggu liputan dan cerita berikutnya 🙂 🙂 🙂
See you 🙂
Best regard,
Bintang
Tuti :
Iya nih, kapan ya bisa kopdar sama Mbak Elinda? Nggak usah seragam juga nggak apa-apa, yang penting bisa foto-fotoan … 😀
Foto yang pakai baju sarimbit (seragam) dengan suami kebetulan nggak ada, padahal sering juga lho kami pergi menghadiri resepsi (biasanya sih pernikahan) dengan memakai baju kembar. Seperti kata Mbak, supaya kelihatan kompak, dan langsung dikenali sebagai pasangan hidup 😀
Mbak dan suami juga sering pakai baju sama ya? 🙂
salam hangat,
Saya terakhir punya seragam kira2 1.5 tahun yg lalu. Jadi kalau sekarang nggak punya seragam, bukan orang Indonesia lagi ya? Hihihi. Saya paling suka seragam batik, soalnya kesannya eksotik … (halah, istilah’e kuwi lo!) Tapi dulu seragam yg saya punya, batiknya cuma di bagian lis kancing baju dan lengan, sisanya kain warna putih saja…
Tuti :
Yang disebut seragam nggak cuma seragam kerja lho Kris, seragam panitia/keluarga manten juga termasuk. Nggak pernah punya kebaya seragam manten juga? Wah, besok kalau kalau ada saudara mantu, ngelamar jadi panitia ya … 😀
Seragam warna putih? Baru dengar sekarang ada seragam kerja warna putih, selain di rumah sakit … Bukannya Kris dulu di penerbit Kanisius? Seragamnya begitu ya? (*manggut-manggut*)
yah, curang wes diborong om nh ama broneo..
wes pokoke ngono lah bu … intine kami berseragam
merdeka..
halah !!!!
bedane, Om NH cuma 5 Hari … nah aku karo broneo 6 Hari berturut2 make seragam yang sama, wes jan koyok cah panti asuhan … hihihihi.
ada satu bedanya lagi …. seragam’ku 2 = seragam’nya broneo 1
*yukk kaburrrrrr, ndelik nang sekaten*
Tuti :
Seragam 2 dipakai untuk 6 hari? Hadoooh … mesakke konco kerjamu Dhal, pasti idungnya tersiksa oleh bau seragammu yang semerbak … hihihi 😀
Barusan tadi sore aku buka puasa dengan anak-anak yatim di panti asuhan … mereka pada pakai seragam batik dan sarung. Aku terharu ingat dirimu, Afdhal … 😥
Kalau saya sih orangnya tengah2, nggak terlalu ekstrim, pakai seragam okay, nggak pakai seragam juga okay. Tergantung seragamnya juga sih, kalau seragamnya norak ya ogah juga sih pakai seragam. Tetapi kalau seragamnya keren apalagi kalau itu dapat mengangkat kewibawaan **halaah** memakainya juga sangat okay banget…..
Btw, itu lima
nenek-nenekwanita kembar berbaju orange itu kok mengingatkan saya pada oranje bouven van Nassau?? Apa lagi pengin promo di kedutaan besar Belanda?? Tapi bagus deh manyala seragamnya. Itu kok bisa kompakan bareng begitu, gimana ngasih ASI-nya ya?? Wakakakakak….. kaboooor… 😆Tuti :
Seragam yang keren itu yang kayak apa, Mas? Seragam satpam? Iya, kayaknya seragam satpam cocok banget buat Mas Yari lho … 😀
Nah, itu lima neli (nenek lincah) memang lagi pengin jadi bangsawan Belanda keturunan dinasti Oranye 😀 Lha, tapi karena sudah nenek-nenek, mereka nggak lagi ngasih ASI Mas. Panjenengan ini gimana to?
terimakasih infonya
sekarang semua berlomba buat seragam batik, untuk menggalakkan pemakaian batik, nah. . . . . yang jadi masalah, apakah satpam juga boleh pake seragam batik, padahal mereka sudah dibekali dengan sergam batik seperti yang dipunyai karyawan lain? kan kasian mereka pake putih-biru melulu? saya sudah cari peraturan mengenai ini, tidak ada aturan yang melarang pake batik, sih. . . .. bagaimana ini?………..thanks
tutinonka.wordpress.com