RADIO, DUNIA SUARA SEPANJANG MASA
Di radio aku dengar lagu kesayanganmu
Kutelepon di rumahmu sedang apa sayangku
Kuharap engkau mendengar
Dan kukatakan rindu
Malam Minggu pukul tujuh aku apel ke rumahmu
Kubersiul dan bernyanyi membayangkan dirimu
Bercanda dan bercumbu duduk berdua denganmu
Reff:
Tetapi mimpi apa aku semalam
Kulihat engkau duduk berdua
Bercanda mesra dengan seorang pria
Kau cubit kau peluk kau cium
Di radio aku dengar lagu kesayanganmu
Kututupi telingaku dengan dua tanganku
Biarlah cepat berlalu dan kugadaikan cintaku
Kugantungkan cintaku … yeee..
Kugadaikan cintaku ….
Laaaa..lalala….lala..
Lirik lagu yang dinyanyikan oleh almarhum Gombloh di atas sebenarnya cukup mengenaskan, tapi mau tak mau kita tersenyum geli mendengarnya. Semula saya mengira judulnya adalah “Di Radio”, eh … sesudah nemuΒ di sini baru tahu kalau judulnya adalah “Kugadaikan Cintaku”. Lagu tersebut pernah sangat populer pada tahun 80-an (buat teman-teman yang lahir sesudah tahun 80, ma’ap … ). Gombloh yang memiliki nama asli Soedjarwoto Soemarsono meninggal 9 Januari 1988 pada usia 39 tahun.
Radio swasta niaga (sering juga disebut ‘radio amatir’) pernah menjadi media massa sangat populer pada kurun 70-an hingga 90-an, ketika dunia hiburan belum diambil alih oleh televisi-televisi swasta. Sekarang pun, radio amatir masih menduduki posisi cukup strategis, khususnya di kalangan anak muda.
Kegiatan radio amatir di Indonesia dimulai pada tahun 1930-an, ketika Indonesia masih berada di bawah penjajahan Belanda. Sudah tentu siaran-siaran yang ada pada saat itu sangat berbeda dengan siaran radio amatir jaman sekarang. Jumlah radio pun sangat sedikit. Dua orang yang tercatat memperoleh ijin dari pemerintah kolonial Belanda untuk menyiarkan radio swasta adalah Rubin Kain (YBIKW) dan B. Zulkarnain (YBOAU).
Pada zaman Jepang, semua radio dibungkam oleh pemerintah Dai Nippon. Baru pada tahun 1945, radio amatir muncul kembali. Bahkan, proklamasi kemerdekaan RI disiarkan ke seluruh dunia melalui pemancar radio revolusioner yang dibuat sendiri oleh Gunawan (YBOBD).
ORARI (Organisasi Radio Amatir Republik Indonesia) berdiri pada tahun 1969 di Jakarta. Kemudian pada tahun 1974 berdiri PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia). Begitulah, sekilas sangat pintas pelajaran sejarah radio swasta di Indonesia. Jika ada di antara teman-teman yang ingin tahu lebih banyak, silahkan ambil papan luncur dan segera menggelinding ke sini , oke?
Kenapa tiba-tiba saya nulis tentang radio swasta?
Alkisah, pada suatu pagi yang cerah, ketika awan putih merarak megah, burung-burung berkicau renyah, dan angin bertiup sepoi-sepoi basah (lebay buuuk … !) salah seorang dari empat orang sekretarisΒ Bunda Dyah Suminar menelepon saya. Mbak Nurul, begitu namanya, mengatakan bahwa Bunda Dyah akan siaran talk show di radio Rakosa Female FM, dan meminta saya mau menjadi salah satu sahabat yang on air by phone untuk memberikan tanggapan. Wahaha! Sudah tentu saya mau. Dipilih sebagai sahabat, dari sekian buanyaak sahabat Bunda Dyah, adalah kehormatan bagi saya.
Naluri reporter saya pun langsung hidup (halah!). Saya ingin datang sendiri ke studio, menyaksikan dan mendengarkan langsung acara talk show itu. Tentu saja sekaligus mengambil foto, agar posting di blog ‘seru’ dan ‘meyakinkan’ (begitulah serius dan beratnya perjuangan saya untuk membuat sebuah tulisan, sodara-sodara …).
Rakosa Female Radio berdiri tahun 1988 di bawah pimpinan Dra. Mirsawati, M.Si. Selain kegiatan on air yang disiarkan pada frekuensi 105,3 FM, Rakosa Female juga menyelenggarakan berbagai kegiatan off air, yang beberapa pernah mendapatkan penghargaan MURI, seperti Dansa Sepanjang Malioboro, Konvoi Kendaraan Berpasangan, dan Pemeriksaan Anemia Terbesar. Untuk mengetahui live streaming Rakosa Female, kita dapat klik di sini
Studio Radio Rakosa Female di Jl. Kaliurang Yogya. Wow … meraaah!
Talk show dengan mengundang Bunda Dyah, Ibu Wali Kota Yogya, adalah salah satu dari serangkaian talk show yang diadakan dalam rangka ulang tahun Rakosa. Ada 12 wanita pilihan yang diundang, semuanya wanita-wanita hebat dan berprestasi. Saya? Oh … saya mah sudah mujur banget bisa jadi dayang-dayang Bunda Dyah. Swear!
Bunda Dyah berdiskusi dengan Mbak Pipit (penyiar) dan Mas Ronny (pewawancara) sesaat sebelum acara on air
Sebagai sahabat yang dimintai tanggapan lewat telepon, seolah-olah saya berada nun jauh entah di belahan bumi mana (yang jelas bukan di ‘dunia lain’ … hehe). Tapi karena saya pengin melihat langsung talk show itu, ya sudah, saya ditelepon melalui talipong bimbit di ruangan Ibu Mirsa, yang hanya dibatasi tembok dengan studio siaran … hehehe!
Belahan bumi nun jauh tempat saya menerima telepon dari Mbak Pipit dan disiarkan langsung on air …
Mbak Pipit bertaya, apa yang sering kami obrolkan. Soal masakan, mungkin? Saya dan Bunda Dyah sontak ketawa haha-hihi. Waduh Mbak Pipit, ini dua emak-emak sama-sama nggak suka masak, jadi kami nggak pernah ngomongin soal masakan. Catat : bukan nggak bisa masak ya, tapi nggak suka masak. Kalau makan sih demen (ya’elaah!). Kami biasanya mendiskusikan, bagaimana agar para wanita bisa lebih maju, lebih pinter, lebih mandiri. Jangan cuma suka nonton sinetron, ngerumpi, ubyang-ubyung yang nggak ada juntrungnya. Program-program apa yang bisa dilaksanakan di lapangan. Sebenarnya sih, saya lebih banyak mengiyakan saja, lha wong Bunda Dyah jauh lebih piawai dan lebih berpengalaman dari saya …
Tiga wanita : tukang potret, Ibu Wali Kota Jogja, dan Ibu Direktur Rakosa Female
Talk show selama satu jam pada hari Rabu, 4 November 2009 itu pun berjalan dengan lancar. Ketika saya akan masuk ke mobil untuk pulang, beberapa pekerja yang sedang merenovasi bangunan di depan studio memperhatikan saya. Salah seorang kemudian nyeletuk, mungkin nggak kuat menahan rasa ingin tahunya :
“Bu, njenengan Bu Wali Kota nggih?”
Haa??!! Saya melongo, lalu ketawa ngakak (eh, sebetulnya nggak ngakak ding, cuma terpingkal-pingkal saja …).
“Sanes Pak. Niko, Bu Wali sing nitih mobil ngangge sopir. Nek kulo ming sopir pocokan … (Bukan Pak. Itu, Bu Wali yang naik mobil pakai sopir. Kalau saya cuma sopir tembak …) ” jawab saya masih sangat geli.
Wah, Bunda Dyah kayaknya perlu memasang poster wajah di segenap sudut kota, agar wajahnya dikenali oleh seluruh rakyat jelata … hehehe.
Waktu SMP dan awal-awal SMA, saya pernah menjadi fans sebuah radio swasta, yaitu radio Rasia 5. Ada dua acara yang sangat saya gemari, yaitu acara musik “Sweet Underground” (itu istilah jadoel untuk musik hard rock), “Sweet Memories” yang memutar lagu-lagu Barat lama (tahun 70-an), dan “Aldila” (Album Indonesia Lama). Pada waktu itu jumlah pendengar sangat banyak, yang tergabung dalam fans club. Masing-masing acara punya fans clubnya sendiri, dan sering mengadakan pertemuan, sehingga dari hanya kenal di udara akhirnya antar fans kenal pula di darat.
Setelah lepas SMA, saya tak pernah lagi berkelana di udara. Bahkan mendengarkan siaran radio pun sangat jarang. Itu pula yang menjadi salah satu sebab mengapa saya memilih datang ke studio untuk menyaksikan talk show Bunda Dyah, soalnya di rumah saya nggak punya radio!
Ini waktu saya melakukan press release sebuah acara organisasi, di Radio Anak Jogja (2006)
Anda pernah bersentuhan dengan dunia radio?
Sumber : http://duniaradio.blogspot.com, http://id.wikipedia.org, http://www.kapanlagi.com
dunia radio? ….aku kangen kembali ke dunia radio. Lagu yang sama pernah aku tulis menjadi judul posting juga mbak. Kalau ada waktu silakan.
http://imelda.coutrier.com/2008/07/17/kugadaikan-cintaku/
EM
Tuti :
Mbak Imel, saya sudah baca posting Mbak di atas. Wah, seru banget ya pengalaman Mbak jadi penyiar … eh, DJ. Saya pengin juga sih jadi penyiar, tapi suara saya kayaknya bakal membuat radio tempat saya siaran bangkrut karena ditinggalkan pendengar …. hehehe π
ahahaha…
saya hampir mosting lagu itu beberapa hari yang lalu.. lagunya emang unik, tante… lagu sedih, tapi kok ga kerasa sedih :p
setelah digoogling, saya juga baru tahu judulnya π
kirain “di radio”.
saya lahir tahun 85, tapi kok bisa tau lagunya ya?
ntah bagaimana lagu itu samar2 masuk dalam ingatan saya..
Tuti :
Wah … hampir mosting lagu ini? Berarti kita sehati dong? Diposting aja Pen, gak papa, kan isi tulisannya beda … π (ya iyalah … mosok Narpen mau nulis siaran sama Bunda Dyah juga, tak mungkiiiin … *ganjen.com*)
Narpen lahir tahun 85, tapi samar-samar ingat lagu ini? Coba tanya ke ibu, dulu hamil Narpen berapa lama? Jangan-jangan Narpen ngringkel di perut ibu selama 5 tahun … hihihi …. π
Baru mau aku kasih komentar …
Ternyata yang bersangkutan udah duluan …
Ya Bu …
Saya yakin Emiko aka Imelda pasti langsung menyambar postingan ini …
Saya inget dia pernah menulis pengalamannya menjadi penyiar radio di Jepang sana …
Dan juga mengambil tema lagu Gombloh itu sebagai pemanis postingannya …
Eh ndak taunya … ybs udah datang duluan …
hehehe
Salam saya
Tuti :
Iya Om, kadang saya curiga, Mbak Imel memasang kamera rahasia di belakang kursi saya, jadi begitu saya selesai nulis artikel dan klik “publish”, langsung deh Mbak Imel muncul … π
Saya baca posting Mbak Imel tersebut dua jam yang lalu Om, kebetulan dulu belum sempat baca (dan kayaknya memang belum kenal blog TE)
salam saya juga Om (*bonus senyum*)
EM itu ndak pernah tidur Bu …
hahahaha
Tuti :
Iya, saya percaya. Mungkin cuma ketiduran ya … π
…
Alm Gombloh kalo gak salah asli orang jombang..
Saya suka lagu merah putih, bener gak ya judulnya…
[YBIKW] owh baru tahu saya kalo itu maksudnya radio swasta, pernah liat mirip plat nomer mobil di tempelin ditembok rumah seorang teman..
Ubyang-ubyung apa sih buk, vocab baru nih..
Apa masih sodaraan sama klumbrak-klumbruk…? π
…
Saya gak cuman bersentuhan dengan radio buk, dulu kalau tidur malah suka meluk radio.. B-)
…
Tuti :
Ya, deretan lima atau enam huruf dan angka itu adalah kode pemilik pemancar radio. Sekitar tahun 80-an lagi boom orang punya radio pribadi, istilahnya ‘ngebrik’. Nah, kalau rumah atau mobil mereka ditempeli kode pemancar itu, wuah … keren banget deh … π
Beneeer … ubyang-ubyung itu sodaranya klumbrak-klumbruk, klentrak-klentruk, gulang-gulung, pecuca-pecucu ….. wakaka π Bahasa Jawa kok vocabnya jelek-jelek ya?
Wah, kalau tidur meluk radio? Kacian … pasti radionya menderita mendengar dengkuran Ata … hik hik π
Kalau tidak salah Gombloh besar di Surabaya. Lahirnya memang di Jombang. Lagu yang dimaksud berjudul Kebyar-Kebyar, salah satu masterpiecenya.
Tuti :
Nah, ini ada konfirmasi dari arek Suroboyo … π
Ya, lagu Kebyar-Kebyar memang sering dinyanyikan, terutama pada acara-acara yang bertema cinta tanah air.
Indonesia …
Merah Darahku, Putih Tulangku
Bersatu Dalam Semangatmu
Indonesia …
Debar Jantungku, Getar Nadiku
Berbaur Dalam Angan-anganmu
Kebyar-kebyar, Pelangi Jingga
Biarpun Bumi Bergoncang
Kau Tetap Indonesiaku
Andaikan Matahari Terbit Dari Barat
Kaupun Tetap Indonesiaku
Tak Sebilah Pedang Yang Tajam
Dapat Palingkan Daku Darimu
Kusingsingkan Lengan
Rawe-rawe Rantas
Malang-malang Tuntas
Denganmu …
(lirik diunduh dari http://www.kapanlagi.com)
Wah ngomongin soal radio memang menyenangkan, terlebih karena media itu kini mulai agak sedikit terpinggirkan dengan meruapnya pengembangan teknologi internet *halah bahasakuuu!!!*
Bu, kenangan saya tinggal di Jogja salah satunya adalah radio! Dulu nyaris tiap waktu sepulang sekolah/kuliah, mendengarkan radio adalah wajib!
Apalagi Radio Rakosa..:) Selain dia itu dulu klien saya (termasuk RB, Rasialima dan MBS yang juga klien saya), Rakosa itu dulu saya sukai ketika masih jadi radio humor di akhir 80-an dan awal 90-an.
Dulu kalau ndengerin penyiarnya ngelawak wah iso nganti kekelen dhewe….
Makasih, Bu..
Tulisan panjenengan semakin meruncingkan rindu saya pada Jogja! π
Tuti :
Kalau dengar/baca kata ‘meruap’ imajinasiku kok baskom yang diisi penuh dengan air mendidih ya …. (woo, itu ‘uap’, bukan ‘meruap’ … hihi π )
Sekolah SMPku dulu dekat radio Rasialima (waktu itu masih di sebelah barat bioskop Permata), jadi kalau pulang sekolah sering mampir ke radio itu untuk beli kartu pil-pen, atau memasukkan kartu yang sudah diisi. Kalau ke radio, dipaskan hari-hari tertentu, pas penyiar idamanku sedang siaran. Berharap bisa melihat wajahnya, gitu … hahaha!
Perusahaanmu dulu apa to Don, kok kliennya radio-radio swasta? Agensi iklan mungkin ya?
Ya, rindumu pada Yogya biar semakin runcing, jadi besok kalau pulkam langsung blesss! Nyoblos nganti tembus … π
mbak, sebetulnya kaluk siaran nggak pakai lipstik nggak papa ya…wong ora ketok oleh para pendengar hehe…
Tuti :
Wee …. lha ada penyiarnya yang ganteng je …. hihihi π (buka rahasia negara)
* RADIO??? waktu era 80an memang betul Top Markotop peran Radio amatir ya mbak, apalagi program PILPEN (pilihan pendengar, pesan lagu yang disukai untuk diputar).
* Suara penyiarnya (Female or Male) perasaan kok enak sekali didengar —-> empuk, lembut, sedikit berat dan mendesah (wahh kok jadi ngelantur sih sanjungannya….).
* Sekarang sih ndengerin radio cuma kalau lagi berkendaraan di jalan saja (terutama info2 jalan yang macet di Jkt)…..dan kalau keluar kota ya kadang “auto scan” gelombang FM setempat, wahhh….lucu2, rame dan heboh tingkah polah penyiarnya tuh mbak.
Tuti :
* Memang betul, tahun 80-an radio boleh dikata satu-satunya media massa yang bisa menghubungkan orang dengan orang lain di tempat yang berbeda secara real time. Waktu itu televisi kan belum banyak, telpon baru dimiliki orang-orang tertentu, ha-pe belum terbayangkan, apalagi fesbuk …
* Ya iyalah … suara penyiar pasti merdu dan enak di dengar, lha wong itu ‘senjata’ utama mereka jeh. Tapi semakin kesini, penyiar radio anak muda banyak yang suaranya biasa-biasa saja, tapi mereka jago ngocol sehingga bisa menarik hati pendengar.
* Memang penyiar radio jaman sekarang tantangannya lebih berat, karena bersaing dengan presenter teve yang bisa dilihat gambarnya, juga dengan jejaring sosial di dunia maya, jadi sudah pasti mereka berusaha tampil seheboh mungkin untuk bisa memenangkan persaingan π
mbak Tuti….thanks tulisan yang bagus sekali…mulai Gombloh sampai Rakosa…dan foto saya..Waduuh…tersanjung, masuk dalam tulisan bu Tuti yang indah ini..
Rasanya sejak SMA kita mesti punya radio kesayangan untuk didengar…dengan berbagai alasan… ingin dengar siaran2 favoritnya, lagu2nya…maupun suara penyiarnya yang sangat menarik (…dr suaranya ketoke penyiarnya …gagah…simpatik..).he..he..,,jebulane kleru…
Btw..setiap pagi sambil ngeblog atau bekerja…saya ditemani radio…untuk dengar berbagai hal..antara lain Rakosa female, karena program Tauziah paginya…lumayan bagus..
Tuti :
Iya, maaf Mbak Dyah … postingnya tertunda sampai dua minggu, soalnya merampungkan posting soal TMII dulu, habis itu ada situasi ‘gawat darurat’ yang disebabkan posting saya yang dikopi-paste …
Memang penyiar menyihir pendengarnya melalui suara, jadi kalau suaranya merdu, otomatis kita membayangkan pemilik suara tersebut juga pasti ganteng/ayu … jebulane … siarannya cuma pakai kaos oblong, sarung, dan sandal jepit … hehehe π
Saya sekarang di rumah mendengarkan teve Mbak. Lho, teve kok didengar? Iya, didengarkan siarannya (selalu Metroteve) sambil ngerjain ini-itu, nanti kalau ada berita menarik, baru nengok ke teve untuk lihat gambarnya … π
Assalamualaikum Mbak Tuti, bunda Dyah (sekalian mbak…nyapa bunda Dyah yang ikut jadi tokoh cerita dipostingan ini, hehehe)
Wow…gombloh…saya sangat suka mbak, lagunya asyik…dan pasti masih sangat ingat, hahaha…
Ngomongin radio juga mengingatkan saya pada masa-masa SMA & kuliah mbak. Apalagi pas kuliah sering begadang to ngerjain tugas2 & paling asyik kalau ditemani radio. Maklum mbak dulu di kost-an ku kalau bawa TV di kenakan biaya tambahan (hahaha, maklum anak kost jadi rada2 perhitungan & ngirit, hihihi). Kalau radio bebas biaya tambahan tsb.
Nah zaman kuliah saya rada rajin nulis cerita untuk dibacakan di radio “Pesona Indah” Rutin setiap hari kamis mlm +/- jam 21.00.
Title acaranya “Bistik” singkatan dari “Bisikan hati Kecil”, yang akan bercerita tentang berbagai hal, bisa cerita percintaan, orang tua, cita-cita, sahabat, orang2 sekitar, suka duka di tanah rantau, etc dech yang dikemas dalam cerita dan diselingin dengan lagu yang mendukung cerita tsb. Kalau dari hasil pemanatauan pada sa’at itu ini acara termasuk yang favorit bagi anak muda kala itu. Karena tokoh2nya terasa sangat dekat dengan mrk….(La iyalah krn karaktek tokoh2nya sendiri banyak saya ambil dari sobat2 saya, yang sedikit2 di plesetkan biar ceritanya jadi rada seru, hihihi….dasar nakal….)
Hem…jadi bernostalgia dech…Meski dulu nggak dibayar (itupun sudah rela banget, karena hati sudah sangat senang krn saya termasuk yang aktif nulis cerita dan ceritanya sering terpilih untuk diceritain….ceileh….lebay amat yach mbak, hihihi)…hanya terkadang sering juga dikirimi bingkisan dari sponsor radio mbak, khan kalau dipikir2 lumayan buat anak kost bisa dinikmati juga bareng sahabat2 dari hasilnya, hahaha….
Ok, dech mbak karena ceritanya udah paunjaaang lebar, saya tutup dulu, ntar yang lain komentarnya nggak kebagian, hahaha….
See you mbak, titip salam juga buat bunda Dyah….sayang hasil siarannya nggak nyampe Jakarta yach….kalau nyampe pasti saya bela-belain dengar dech hasil bincang2nya Bunda Dyah, pasti asyik khan ? π
Nb:
Mbak Tuti kapan launching buku tentang postingan2 yang pernah muncul di blognya ?. Apakah jadi thn ini ?
Best regard,
Bintang
Tuti :
Waah …. baru tahu saya, ternyata Mbak Elinda sejak dulu sudah jago nulis cerita ya. Memang kalau baca tulisan-tulisan di blog Mbak, bahasanya mengalir enak sekali. Ternyata sejak masih kuliah cerpen Mbak Sudah sering muncul di radio ya. Masih ada arsipnya nggak? Kalau ada, kan bisa diupload di blog, supaya kita yang dulu nggak sempat dengerin di radio, sekarang bisa membacanya.
Iya, siaran Rakosa Female memang hanya mencakup DIY dan sebagian Jawa Tengah, nggak bisa ditangkap dari Jakarta. Salamnya untuk Bunda Dyah nanti saya sampaikan, meskipun mungkin juga Bunda sudah membacanya langsung di sini.
Tentang buku yang berisi postingan saya, waaah … belum ada rencana Mbak, masih sebatas keinginan saja π
Terimakasih Mbak, salam hangat π
radio adalah temen belajar persiapan UMPTN he..he..
sblm jam 24.00 mantheng di Unisi, jam 00.00-01.00 di Geronimo, diatas jam 01.00 di RRI pro 2
Tuti :
Bro Neo dengerin RRI juga? Wah, lewat tengah malam begitu, biasanya siaran RRI adalah wayang kulit atau uyon-uyon monosuko ya? Pasti hapal tokoh-tokoh dalam pewayangan nih, Bro … π Pantaslah, bahasa Jawa kromo inggil Bro Neo bagus sekali …
bukan cuma wayang kok bu.. sering lagu2 jg… apalagi yg di pro 2 fm, satu yg khas banget dr RRI kalo lg acara lagu, yaitu backsound dr petikan gitar Joe Satriani..
kromo inggil bagus sekali.. ah gak juga bu… masih pating clemot kalo pake kromo inggil
Tuti :
Woo … gitu ya? Lha kok ada pro 2 FM, memang ada selain itu? Yang AM gitu, maksudnya?
Saya belum kenal petikan gitarnya Joe Satriani. Sampai saat ini, yang saya kagumi masih Jubing Kristianto.
Nggak lah Bro kalau pating clemot …. itu kan anak kecil habis makan kue coklat … π
Saya lahir tahun 82, Buk, kenal juga sama itu lagu…
“Jangan suka nonton sinetron, ngerumpi, dll”, setuju saya Buk!
Ly
Tuti :
Berarti lagu Gombloh itu dikenal lintas generasi ya? Atau mungkin Ly mendengarnya sejak masih dalam kandungan ibunda? π
ohhh ak suka lagu iniiiiii suka bangetttttttttttt! sebelum meninggal, Gombloh bikin video klip dengan titi qadarsih dengan baju nuansa putih-putih π
Aku suka banget lagu ini π
Tuti :
Wah, jangan-jangan kisah Yessy sama dengan lirik lagu ini ya? Jadi pria yang dilihat Gombloh bersama gadis pujaannya itu adalah suami Yessy sekarang? π
waktu jaman SMA dulu saya dan seorang sepupu ngefans pada sesosok penyiar radio…saking ngefansnya saya dan dia tak pernah absen mengikuti siaran2nya…sampai kami bela2in patungan beli radio kecil . Dalam bayangan kami, sang penyiar ini cuakep bin nggantheng wong suaranya saja merdu merayu, empuk, berat dan macho. Beberapa info masuk ketelinga kami, bahwa sang penyiar idola (katanya) tak secakep apa yang kami bayangkan…tapi kami berdua keukeuh penyiar ini paling cakep sakdunia kentara dari suaranya….wakakak…
Syahdan suatu hari radio itu mengadakan tanding sepakbola antara kru dan fansnya…Saya dan sepupu sengaja datang untuk melihat penampakan sang penyiar idola….badhalaah…ternyata benar, bayangan kami tentang wajah sang penyiar sungguh jauuuuuuuhhhh 11-31 dari bayangan dalam mimpi2 kami…. seketika kami berdua langsung ilfill…Mulai besoknya kami trauma nyetel radio itu lagi…
Tuti :
Aneh bin ajaib …. jadi Mbak Ayik mendengarkan suaranya atau mendengarkan wajahnya? (lho, bingung to? hihihi … π )
Saya dulu juga punya penyiar pujaan di radio Rasialima. Namanya ****** (rahasia, soalnya sekarang malu kalau mengingatnya π ). Tapi penyiar pujaan saya ini memang gagah dan ganteng Mbak, jadi sesudah melihat orangnya, saya semakin rajin mendengarkan siarannya (sampai-sampai kalau mau mendengarkan siarannya, saya dandan maniiis sekali …. hah, lebay!). Sampai suatu saat …. saya punya pacar dan nggak ada waktu lagi memimpikan sang penyiar pujaan π
hihihi lah aku disangka usia 17 tahun oleh pendengarku hahaha
Tuti :
Padahal usia Mbak Imel 71 tahun kan ? π (*sembunyi di bawah meja*)
*ketawa2 bacanya*
hihihihi…
suara memang bisa menipu yaa..
Tuti :
Iya memang …. sayangnya suara yang menipu itu nggak bisa dipenjarakan … π¦ (penjara suara bentuknya kayak apa ya *ngelamun*)
wah…Rakosa…deket sama kantor saya tuh Bun…
Radio…
Dulu kk saya pernah jadi penyiar radio, hampir selama 10 tahun..
Tiap hari minggu dia bawain acara anak2, dan saya selalu jadi pengisi di acara itu: nyanyi….hehehehe…..suara anak2 kan selalu bagus, jadi pede aja suaranya bergema seantero Purworejo…hihi…
Begitu bunda pengalaman saya dengan radio..
Kalau mendengarkan radio, jaman kuliah sy hobby mendengarkan radio (karna tidak punya tv), pernah ikut2 siaran di radio kampus waktu awal2 uji coba, tapi giliran udah beneran dilaunching malah gk pernah ikut kegiatan2 radio kampus sama sekali….ngilang ngurus skripsi & lain2…
Tuti :
). Cicak-cicak di dinding ‘kali yaa …. atau “pelangi-pelangi, alangkah indahmu … ” π
Wadoow … pengin dengar suara Yustha nih. Suka nyanyi apa dulu? Cicak-cicak dimakan buaya? (husy!! Pak SBY kan sudah bilang, jangan pakai istilah cicak dan buaya lagi
Sekarang masih suka nyanyi, Yustha? Boleh dong saya undang … π
saya baru tau radio pas kuliah lho tante!
ahahaha.. parah pisan. maksudnya.. bener2 ngeh dengan keberadaan radio ya waktu kuliah..
sebelumnya, saya pikir radio itu sesuatu yang obsolete π
*parah pisaannn…*
waktu tingkat dua s1, radio menemani saya begadang hampir tiap malam..
sempet agak ilfil juga klo dengerin radio tengah malem.. klo ga ttg horror, ya ttg curhat dengan suara penyiar yg (menurut saya) agak2 lebay, hihihi..
skrg? rasa2nya saya jg ga punya radio, tante..
tapi klo di mobil, suka banget lho dengerin radio (biarpun cuma hitungan menit)
Tuti :
Ya ampyun, anak kota nggak kenal radio? Kenalnya kabel sama kumparan ya Pen … hihi π
Jaman saya kecil, ada sandiwara radio dalam bahasa Jawa yang disiarkan RRI Yogya. Suatu saat, kisahnya berjudul “Godril”, tentang arwah gentayangan dan hantu-hantu. Hwaaa …. kalau habis dengerin sandiwara, seminggu nggak berani ke kamar mandi sendirian. Padahal sandiwaranya seminggu sekali, so …. selama berbulan-bulan nggak pernah berani ke kamar mandi sendirian, bahkan sampai lama sesudah sandiwara itu selesai … π¦
Di mobil saya biasanya dengerin musik dari CD. Soalnya kalau dengerin radio, lagunya sering yang saya nggak begitu suka. Tapi besok mau coba dengerin radio ah …
lagunya Gombloh itu ya saya masih ingat, dan waktu itu saya masih anak-anak.
Tuti :
Kalau sekarang, sudah jadi bapaknya anak-anak ya Mas? π
duluu suka banget kirim2an lagu lewat radio, buu.. palagi jaman taksir menaksir hehehe, barang kalii..
pernah juga menang kuis radio hehehe π
Tuti :
Ade, barang kali itu misalnya : kerikil, pasir, sampah …. π
Trus? Mas yang sekarang ini dapetnya dari radio?
Sampai tiga tahun lalu saya masih siaran di satu radio di Jogja. Sampai sekarang kalo dengerin radio jadi pengen siaran lagi …
Btw, Bu Tuti gak suka masak? Sama dong! π
Tuti :
Wah, Reva dulu siaran di radio mana? Coba tiga tahun yang lalu sudah ngeblog, pasti bisa dengerin suara Reva di udara ya … π
Reva juga nggak suka masak? Ayoo, kita bikin kelompok ‘Perempuan Suka Makan Enak Tapi Tak Suka Masak’ … pasti kelompok kita bakal jadi sasaran rayuan para pemilik resto … wakaka π
Saya jaman muda dulu … tidak begitu fanatik pada satu radio …
pun juga frekuensi mendengarkan radio tidak begitu sering …
seringnya malah nyetel musik sendiri …
Interaksi dengan Radio terus terang saja baru terjadi akhir-akhir ini … ketika saya mempunyai Mobil … sehingga bisa petentengan mendengarkan radio di Mobil … hehehe
Dan radio saya adalah …
IRadio … selalu itu yang saya dengar setiap berangkat dan pulang kantor …
IRadio adalah radio yang hanya menyiarkan lagu Indonesia … itu sebabnya saya suka …
Salam saya
Tuti :
Ya owloh Om … baru dengerin radio di mobil aja udah petentengan, gimana kalau mobilnya dipasangin teve? Salto dan push up ‘kali ya … π
Hm, ternyata Om asli 24 karat pecinta lagu Indonesia (*menjura tujuh kali*)
wah waktu di jakarta dulu, saat awal, blom punya TV, radio saya slalu mantheng ke Ramako.. itu thok…
Tuti :
Beruntunglah Ramako menjadi pilihan Bro Neo …
saya juga suka Ramako, Bro… tapi sekarang jadi Lite-FM, melo melulu lagunya, dan banyak yang jadul, lha aku gak kenal lagune, Bro… sekarang malah jarang dengar Ramako… hiks, maaf Ramako…
Tuti :
*gak kenal Ramako* π₯
Wah, tos dulu Om! Saya juga suka mendengarkan I-Radio. Apalagi kalau acara Pagi-pagi. Jadi, sesama penggemar Rafiq dan Poetri dong Om…
Tuti :
Kayaknya bakal muncul blog I-Radio Fans Club nih … π
walah.. saya pernah tuh jadi penyiar pas SMA dulu. bentaran doang sih, tapi berkesan banget.. pengen deh rasanya balik lagi siaran.. π
anyway, saya juga tau gombloh koq. wong bapak saya sering banget nyetel lagu2nya di rumah.. xixixi
Tuti :
Ngelamar aja lagi jadi penyiar, Mas Billy π
Ngemeng-ngemeng, Mas Billy lahir tahun berapa sih? (lho, kok trus jadi petugas sensus saya ni)
jaman kuliah dulu, saya suka sekali mendengar radio, soale gak punya hiburan lain selain itu di kos-kosan, hehehe… π
berarti, bunda dyah tadi itu siaran langsung ya bu tuti? sayang ya, gak tau dari awal, sehingga gak bisa ikut mendengarkan…
kayaknya kalimat mas tukang itu adalah doa bu tuti, agar nanti bu tuti menjadi bu wali kota beneran. catet bu wali kota, bukan istri wali kota, hahaha… π
Tuti :
Lho, siarannya udah tanggal 4 November lalu kok Da. Apa ada siaran ulangan? Tapi memang sih, waktu itu pemancar Rakosa sedang ngadat sehingga hanya bisa ditangkap di sekitar Jl. Kaliurang, dan Bu Mirsa mengatakan akan disiarkan ulang …
Waduh, saya nggak berani mengamini doa mas tukang itu Da. Mboten mawon, mboten sanggup … π
hehe..radio memang masih mengudara sepanjang masa..
apa khabar bu? sehat2? masihaktif ngeblog ya?
Tuti :
Kabar baik, Uda Alex. Wah …. lama sekali nggak mendapat kunjungan Uda Alex nih. Tentu saja masih aktif ngeblog, lha wong ini sumber kebahagiaan hidup je … π
hehehee jaman dulu ya hobby ndengerin radio…alamakkk temanku ada yg jatuh cinta sama penyiar radio
tapi aku suka sama suara Oom Sambas ato bu Tuti Adhitama di TV…hehehehehe
sekarang? klo kangen ndengerin radio lewat hp..radio dari Semarang tapi..cuma kadang bingung sama bahasa anak muda jaman sekarang…kaco beliau (ikutan ngerusak bahasa ah)
Tuti :
Kisah pendengar yang jatuh cinta kepada penyiar radio ternyata sudah menjadi cerita klasik dimana-mana ya π
Om Sambas dan Ibu Tuti Nonka … eh, salah … Tuti Adhitama memang penyiar-penyiar teve senior, yang memiliki ciri khas dan karakter kuat. Kalau nggak salah, Ibu Tuti Adhitama sekarang di Metroteve Group.
Wah, radio Semarang bisa ditangkap dari Kanada ya Mbak? Hebat dong. Kenapa radio-radio lain nggak bisa?
Wahhh … pengalaman yang seru. Sepertinya saya sedang berhadapan dengan seseorang yang cukup penting neh, uups …
Radio Amatir? gak ngerti klo mw nangkepnya gmana sih caranya ?
oiya, ijin tukeran link ya buu …
Tuti :
Mau nangkep radio amatir? Pakai jala dan karung … π
Oke, silahkan blog saya di-link, lha tapi URL Aditya kok nggak dicantumkan, jadi gimana saya mau nge-link?
Dunia radio? Wah, itu sih makanan saya sehari-hari. Saya dan suami memilih untuk tidak membeli televisi dan mengandalkan radio. Jadi, tiap hari dari pagi sampai malam, saya pendengar setia radio. Kadang berita2 di radio itu unik-unik. Kadang lebih berani, dibandingkan berita di televisi. Tapi paling suka kalau penyiarnya “ndagel”, bisa ngekek-ngekek sampai sakit perut… hehehe.
Tuti :
Di rumah Kris nggak ada televisi? Wah …. hebat! Bener-bener pasangan yang unik dan nyentrik. Hare gene … bisa hidup tanpa teve, bukan main!
Narpen mungkin teringat karena saat balita, ayahnya suka nyetel lagu itu melalui kaset, dan disetelnya berulang-ulang. Kadang ayahnya pegang gitar dan menyanyikan lagu itu….hehehe//tak terasa memori itu terekam.
Pas SMP, saya bela2in kirim lagu di acara pilihan pendengar. Dulu..penyiarnya yang disukai remaja namanya mas Mung Mulyono….terus pas ada acara gembira ria…hehehe..bela2in datang sama teman. Yahh dulu kan memang belum ada TV…
Btw mbak Tuti, tiap malam saya masih nyetel radio lho, menemani saya kerja…soalnya kalau nyetel radio kan bisa sambil kerja, lha TV mesti ndadak dipentelengi
Tuti :
Oh, jadi Narpen kenal lagu itu bukan karena kelamaan di kandungan Mbak Enny ya … hihihi … π
Jaman dulu memang radio jadi satu-satunya hiburan dan sarana komunikasi massa. Kalau sekarang, remaja merasa gak gaul kalau gak ngFB.
Saya tiap malam di depan komputer ditemani teve Mbak. Loh, siapa bilang teve harus dipentelengi? Lha wong teve itu dicuekin, bahkan dipukul pun boleh aja kok … (*ngawur.com*) π
Waduh, kalau soal radio engga bisa komen banyak nih. maklum, saya jarang banget dengerin radio. palingan cuma sesekali aja dengerin lagu, itu pun frekwensinya saya ganti-ganti (jadi saya engga hapal nama-nama stasiun radio,apalagi penyiarnya) hihihi..
Tapi di rumah, ibu saya setiap pagi pasti nyetel radio. biasanya nostalgia dengerin lagu-lagu era 80-an. lagu gombloh juga sering diputar.
Sama bu tuti, saya juga ngiranya judul lagu gombloh itu “di radio”. saya aja baru tau kalo judulnya “kugadaikan cintaku”setelah baca postingannya bu tuti ini.
btw, kalau siarannya Rakosa Female FM sampai jakarta, pasti saya dengerin tuh siarannya bu tuti.abis saya penasaran sih, suaranya bu tuti (maklum, belum pernah dengar) hehe..
Tuti :
Wah … Yasmin nggak kenal radio? Kayaknya belum lengkap deh perjalanan hidup seseorang kalau belum melalui fase menjadi penggemar radio … hehehe.
Yang siaran di Rakosa Female itu Bunda Dyah, saya cuma ngomong tiga menit saja lewat telepon. Pengin dengar suara saya? Kalau mau, dengerin CD lagu saya aja … π
hihihihi…dua bunda ini lagi di radio seru banget ya π
empat tahun yang lalu itu aku sangat suka dengerin radio acara pagi2 sambil naik bus menuju tempat kerja, nama acaranya kalo gak salah let’s scramble your morningnya U FM, 94.7 seru banget…duetnya Imam dan odit…love them!!!
sayang setelahg di Duri gak bisa dapet siaran itu hiks π¦
pernah juga diriku ditelp sama U FM untuk live talk pembacaan ramalan oleh paranolmal *aku lupa namanya*…hahahahaha…iseng bu π sayang ramalannya gak bagus jadinya aku anggep hanya ramalan aja hihihihi…
satu lagi bunda, temen sekosatku satu kamar selama setahun itu adalah penyiar lepas di salah satu radio di karawang…hihihihihi….
terus pengen dunk dengerin bunda tuti untuk siaran π atau CD rekamannya juga gpp…soalnya kok gak nyampe duri ya ? π
Tuti :
Ria, yang siaran itu Bunda Dyah, aku cuma nimbrung beberapa menit aja … π
Dengerin radio sambil naik bus? Pakai earphone pastinya ya? (ya iyalaah … mosok nenteng radio segede gaban naik bus … hihihi π ). Semoga Imam dan odit baca komen Ria ini ya, sehingga Ria ditelpon lagi untuk diajak live talk, atau malah ditawari membuat pemancar U FM di Duri …
Merespon ramalan sebaiknya memang gitu Ria : kalau jelek nggak usah didengerin, kalau baik jadikan sumber semangat. Tapi ramalan mah biasanya umum banget, sehingga tanpa ada ramalan pun, sesuatu bisa terjadi pada kita, misalnya “minggu depan harap berhati-hati untuk menghindari tindak kejahatan seseorang” … yee, tanpa diramal pun, kita memang harus selalu hati-hati kan?
CD rekaman siaran itu mestinya ada di Bunda Dyah, karena waktu itu pihak radio Rakosa Female menjanjikan akan memberikan satu copy rekamannya.
Saya aja yang kelahiran 93 hapal banget lagu ini… bkin seger kuping ni lagu kan tante?… pagi” sambil sarapan sering muter lagu ni.. ehehe.. walopun nyolong lagunya di 4shared.. ahahah . π
Hi there, always i used to check web site posts here in the early
hours in the morning, because i love to learn more and more.