Feeds:
Pos
Komentar

Archive for Desember, 2009

Neverland

NEVERLAND YANG BUKAN DONGENG

Jika Peter Pan memiliki Neverland sebagai pulau tempat dia bisa bermain dan menemukan kegembiraan tiada tara, saya memiliki Tuti Nonka’s Veranda, sebuah ruang maya dimana saya benar-benar merasa menemukan diri saya. Segala pikiran, perasaan, obsesi, dan renungan yang selama ini hanya saya simpan di dalam hati dan pikiran, menemukan media ekspresi yang leluasa di blog.  Melalui blog pula, saya bertemu dengan banyak teman baru, bertukar sapa, saling menimba pengalaman, dan bercanda. Sungguh blog adalah neverland bagi saya, yang membuat saya merasa seperti Peter Pan : ingin selamanya berada di sana.

Dalam perjalanannya, setelah me’maya’ pertama kali pada Februari 2008, blog ini alhamdulillah tumbuh dengan sehat. Dari data statistik, ada naik-turun jumlah pengunjung. Demikian juga jumlah posting per bulan dan jumlah komen yang masuk. Selama tahun 2009 saya posting 98 tulisan, jauh menurun dibanding tahun 2008 yang berjumlah 190. Penurunan ini selain disebabkan meningkatnya kesibukan, juga karena dengan meningkatnya jumlah komen yang masuk membuat saya harus mengalokasikan waktu lebih banyak untuk menjawab komen. Meskipun demikian saya selalu senang menjawab komen, karena di situlah media interaksi saya dengan teman-teman, yang menjadi tujuan saya blogging. Menjawab komen tidak selalu mudah, karena kadang-kadang ada komen yang ‘sulit’, yang harus saya pikirkan dulu agar bisa memberikan jawaban yang tepat. Saya juga harus menyediakan waktu untuk blogwalking, membalas kunjungan teman-teman yang sudah berkunjung di blog saya. Dalam blogwalking, saya selalu membaca benar-benar posting teman yang saya kunjungi sebelum memberikan komen, agar bisa memberikan komen yang tepat. Komen yang cuma basa-basi atau ‘ngasal’, pasti mengecewakan teman pemilik blog, bukan?


Grafik hits mengalami naik turun. Hits tertinggi terjadi pada 3 Desember 2009, yaitu 913 hits. Hari Sabtu dan Minggu biasanya grafik menurun, teman-teman pada libur ngeblog.

Saya berharap, pada usia 2 tahun, Februari 2010, jumlah posting saya bisa mencapai 300.

Hal lain yang membuat blogging menjadi neverland bagi saya adalah kopdar. Selama tahun 2009 saya telah melakukan 11 kali kopdar dengan teman-teman, yang semuanya meninggalkan kesan tersendiri. Saya selalu berharap bahwa sesudah kopdar dengan seorang/beberapa teman blogger, persahabatan di dunia blog akan menjadi lebih erat dan hangat. Sebagian besar harapan saya terwujud, meskipun ada juga beberapa teman yang sesudah kopdar justru tidak pernah lagi bersapa di blog. Saya sedih jika memikirkan teman-teman yang ‘hilang’ ini. Rasanya kopdar yang sudah dilakukan menjadi sia-sia dan tak ada artinya. Rasanya persahabatan yang pernah dijalin itu hanya fatamorgana. Namun sudah pasti saya tidak bisa memaksakan persahabatan dengan teman-teman yang sudah tidak tertarik lagi untuk bersahabat dengan saya. Maka yang bisa saya lakukan adalah ‘merelakan’ mereka pergi … hiks!

Siapa sajakah yang pernah kopdar dengan saya selama tahun 2009? Inilah albumnya … jreeeng!

(lebih…)

Read Full Post »

Proklamasi Sepasang Blogger

BRO & NA, AKHIRNYA … GO PUBLIC JUGA

Saya menatap langit di luar jendela dengan kebat-kebit. Mendung hitam bergantung tebal, hujan pun mulai jatuh tetes demi tetes. Sejenak kemudian, geledek meledak beruntun, menggetarkan telinga dan menciutkan hati. Aduh!

Tapi jangankan hanya hujan air, hujan duit pun akan saya terjang (sambil membentangkan sprei untuk nangkepin duit yang jatuh) untuk menemui mereka. Laut kan kudaki, gunung pun kuseberangi (yeee … terbalik buk!). Kami sudah janjian untuk ketemu hari Minggu sore ini. Pertemuan yang sudah saya tunggu sejak berminggu-minggu lalu, sudah menjadi bunga-bunga mimpi saya (haiyah!). Maka, tanpa sedikit pun rasa gentar, bahkan dengan penuh semangat, saya berangkat ke sebuah tempat makan yang terletak di Jalan Kaliurang.

Di Yogya terdapat ratusan tempat makan, tapi saya cukup pusing juga ketika mencari tempat makan dengan suasanayang nyaman untuk berbincang-bincang, menyuguhkan beragam makanan enak, sekaligus mudah dijangkau dari segala penjuru. Maklumlah, Uda Vizon tinggal di Kweni-Bantul, sementara Krismariana tinggal di Sleman. Saya sendiri tinggal di kota (ya’elaah …), demikian juga Bro Neo dan Nana. Resto Bumbu Desa sebenarnya cukup ideal, tapi saya sudah dua kali mengundang kopdar di sana. Rasanya nggak kreatif banget kalau kopdar kali ini bertempat di Bumbu Desa lagi. Jadi, saya memilih Food Fezt.

Saya sudah banyak kali bertemu dengan Uda Vizon dan Uni Icha. Pokoknya kalau ada kopdar di Yogya, mereka berdua, pasangan serasi nan saling mencintai ini, pasti selalu hadir. Krismariana dan suaminya yang ramah, Oni, juga sudah pernah bertemu saya setahun yang lalu. Nah, yang baru kali ini akan saya temui adalah Bro Neo dan Nana Harmanto . Kebetulan mereka pulang ke Yogya (dari sebuah kota nun jauh di bagian selatan Sulawesi) untuk liburan Natal dan tahun baru, jadi kesempatan ini langsung kami sambar untuk mengadakan kopdar.

Seperti apakah wajah teman-teman kutu komputer (saudaranya kutu buku) ini? Ini dia foto resmi yang dibuat dengan mempekerjakan secara paksa-tersiksa seorang staf  Food Fezt. Berhubung yang kopdar kali ini adalah orang-orang santun yang cukup malu untuk berpose heboh, maka foto pun dibuat dengan posisi konvensional alias minim gaya, kayak foto kakek nenek kita dulu …


Lho, para suami kok berdirinya di belakang wanita yang ‘salah’ (bukan istri masing-masing). Tebak, yang mana suami saya?

(lebih…)

Read Full Post »

Bukan Hari Ibu

SALAH KAPRAH YANG MEWABAH

Pagi tanggal 22 Desember kemarin, suami saya mencium pipi saya sambil mengucapkan “Selamat Hari Ibu ya …”. Saya, meskipun agak heran (karena biasanya dia tak pernah ingat Hari Ibu), tersenyum dan mengucapkan terimakasih.

Kemarin, di sebuah pertemuan dengan sekelompok ibu-ibu teman saya, salah seorang teman bercerita, bahwa pada tanggal 22 Desember di kantornya para karyawan wanita saling mengucapkan “Selamat Hari Ibu” (beberapa sambil cipika-cipiki tentunya, budaya impor yang semakin lama semakin terasa ‘lokal’ … ). Ia menolak ucapan itu, dan dengan sedikit masygul mengatakan bahwa ia bukan seorang ‘ibu’, karena ia tidak pernah melahirkan anak.

Setiap tanggal 22 Desember, ketika sebagian masyarakat Indonesia (karena banyak juga yang tidak ‘ngeh’, terutama di kampung-kampung) merayakan Hari Ibu, saya merasa nyesek. Bukan karena saya tidak punya anak, sehingga seperti teman di atas, merasa tidak berkepentingan dengan Hari Ibu, tapi karena kecewa atas salah kaprah yang tak kunjung usai tentang pemaknaan Hari Ibu. Sebagaimana pernah saya tulis setahun yang lalu di Selamat Hari Ibu , peringatan Hari Ibu di Indonesia berbeda secara substansial dengan Mother’s Day di Amerika.

Hari Ibu di Indonesia adalah untuk memperingati Konggres Perempuan Indonesia I di Yogyakarta, yang diikuti oleh organisasi-organisasi perempuan dari seluruh Indonesia. Konggres ini mengusung semangat kebangsaan, anti-kolonialisme, kemanusiaan, dan perjuangan harkat serta peran perempuan dalam kehidupan bernegara serta bermasyarakat. Sungguh merupakan kebangkitan semangat perempuan Indonesia yang visioner dan memiliki perspektif luas.

Namun sejak zaman Orde Baru, visi dan perjuangan peran perempuan yang luas tersebut direkduksi menjadi peran domestik sebagai ‘ibu rumah tangga’ saja. Melalui Dharma Wanita, peran perempuan ditarik ke belakang sekedar sebagai ‘pendamping suami’. Peringatan Hari Ibu lalu disamakan dengan Mother’s Day di Amerika, yang memang merupakan hari untuk memberikan penghargaan kepada perempuan sebagai ibu yang telah melahirkan anak-anak.


Rangkaian bunga dan bingkisan yang biasa diberikan kepada seorang ibu pada Mother’s Day (foto : Wikipedia)

(lebih…)

Read Full Post »

JALAN PULANG YANG TAK NYAMAN

Setiap hari, diperkirakan 20 wanita di Indonesia meninggal karena kanker serviks.

Ia seorang ibu yang tulus ikhlas mengasihi ketiga anaknya dengan sepenuh jiwa. Ia seorang isteri yang mencurahkan segenap cinta dan perhatian kepada suaminya. Ia juga seorang pekerja yang gigih memutar otak dan memeras keringat untuk membantu ekonomi keluarga. Ia masih cukup muda, cantik, dan santun. Semua orang menyukainya dan berharap ia terus hadir di antara mereka. Namun kanker serviks stadium IVB merenggut hidupnya dari sisi orang-orang yang dicintai dan mencintainya. Air matapun tumpah tak terbendung mengiringi kepergiannya.

Ia adalah salah seorang kerabat saya, yang berpulang beberapa minggu lalu.

Kanker. Nama penyakit itu membuat siapapun miris. Penderitaan yang panjang dan kematian segera terbayang jika orang mendengar penyakit itu datang. Bagi wanita, kanker payudara dan kanker serviks adalah momok paling mengerikan, dan merupakan penyebab kematian terbesar. Saya telah melihat tiga wanita yang saya kenal (dua di antaranya kerabat saya) meninggal, dan tiga lagi berhasil sembuh setelah menjalani operasi dan pengobatan.

Seminggu setelah menghadiri pemakaman kerabat saya, saya memeriksakan diri ke Yayasan Kucala, sebuah yayasan yang khusus menangani penyakit kanker. Saya melakukan papsmear dan palpasi payudara untuk mendeteksi adanya kanker. Sebelumnya, pada tahun 2005 saya pernah melakukan mammografi di MMC, Melaka – Malaysia, dan hasilnya baik. Menurut Wikipedia , mammografi adalah proses pemeriksaan payudara dengan menggunakan sinar X dosis rendah (umumnya berkisar antara 0,7 mSv). Mammogram menggunakan radiasi ion untuk menghasilkan gambar. Radiolog kemudian menganalisa gambar untuk menemukan adanya pertumbuhan sel yang abnormal.


Alat mammogram (foto : jpinternational.com), pemeriksaan payudara dengan mammogram (foto : sjra.com), dan hasil mammografi tampak di layar komputer (foto :centralcarolinahosp.com)

Adapun Papanikolau Test atau Papsmear adalah metode screening ginekologi yang digunakan untuk mendeteksi kanker serviks (mulut rahim) yang disebabkan oleh virus Human Papilloma Virus (HPV). Tes ini dilaksanakan dengan mengambil sedikit jaringan sel serviks untuk diperiksa di bawah mikroskop. Pengambilan sel serviks itu sendiri hanya membutuhkan waktu sekitar 1 – 2 menit, dan tidak menimbulkan rasa sakit.

Hasil pemeriksaan papsmear saya membutuhkan waktu satu minggu, tetapi dari pemeriksaan palpasi mamae, dokter (wanita) yang memeriksa saya menemukan sesuatu yang agak ‘tebal’. Untuk mendapatkan hasil yang pasti, Bu Dokter memberikan surat pengantar kepada saya untuk melakukan ultra sonografi (USG) di laboratorium klinik. USG ini menggantikan mammografi, karena proses mammografi tidak mengenakkan (menyakitkan) bagi pasien yang diperiksa.

Jreeng … ! Sempat agak tercekat, tapi saya pasrah saja, dan langsung pergi ke laboratorium klinik yang saya pilih.

(lebih…)

Read Full Post »

MERAYAP DI CISOMANG DAN MENEROBOS CISAAT

Hari Sabtu jam 5 pagi, ketika banyak orang Betawi masih dibuai mimpi (‘kali aja ada yang mimpi jadi Anggodo), saya uthuk-uthuk meninggalkan rumah kakak di Pasar Baru. Karena jarak ke Gambir cukup dekat, saya pilih naik bajay saja. Lima belas ribu nggak pake nawar. Abang pengemudinya gendut, membuat ingatan saya langsung konek dengan Mat Solar dalam sinetron “Bajay Bajuri”.

Suara bajay yang sember merobek pagi yang masih sedikit remang, membuyarkan kedamaian sesaat kota Jakarta. Abang bajay membawa saya bermanuver melewati Monas, menerobos dekat Masjid Istiqlal, lalu sreeet … jegrek, berhenti di depan stasiun Gambir.


Stasiun Gambir (foto boleh pinjem dari Yunus, http://www.panoramio.com)

Setelah bajay saya bayar lunas (ya iyalah, mosok ngutang), saya masuk ke stasiun. Beberapa orang portir (terimakasih kepada para fans teman, yang telah menjawab pertanyaan saya tentang istilah yang lebih halus untuk ‘kuli angkut’, semoga amal ibadah teman-teman semua diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa, amiiin …) menawarkan diri untuk membawakan kopor saya. Saya menggeleng sambil bilang ‘No, thank you’ (eh … nggak ding, pake bahasa Indonesia kok, hihi) dan langsung masuk ke dalam. Celingak-celinguk, saya tidak menemukan pintu dimana saya bisa naik ke kereta api saya.

“Pak, kalau mau naik Argo Gede di mana ya?” akhirnya saya bertanya kepada salah satu portir.

“Oh, di sono nooh … jauh, Neng! Mending saya antar aja” bapak tersebut menjawab dengan sigap.

Iya deh. Akhirnya kalimat saya ‘No, thank you’ (karena sok gagah mau bawa kopor sendiri) berubah menjadi ‘Yes, please’ (karena ternyata nggak tahu medan). Pak Portir itu langsung memanggul kopor Elle merah saya yang cantik ke atas bahunya, dan mencangklong tas berat penuh berisi buku di bahu yang satu lagi. Saya kasihan juga melihat tubuhnya yang kurus dan pasti belum sarapan sepagi itu.

“Pak, kopornya ditarik aja, ada rodanya kok.” saya bilang.

“Nggak papa Neng, ude biase …” jawab Pak Portir sambil berjalan dengan tegap. Langkahnya cepat, membuat saya terponthal-ponthal berusaha mengikuti dari belakang.

Yeeiy … ternyata pintu masuk yang benar cukup jauh, pakai naik tangga pula. Coba saya bawa kopor dan tas buku saya sendiri, pasti deh basah berkeringat.

Nah, inilah kereta yang akan membawa saya ke Bandung.


Kereta 3 nomor kursi 9D, itulah tempat duduk saya (foto : Majalah “Rel”)

Setelah menunggu sekitar 15 menit (sempat baca buku 5 halaman), pada jam 06.10 kereta Argo Gede yang saya tumpangi mulai bergerak. Jes … jes … jes … tuiiiiit!! Minggir, minggiiir … keretaku mau lewaat!

(lebih…)

Read Full Post »

PAMERAN, PAMERAN, WINDOW SHOPPING

Saya suka ke Jakarta. Sebagaimana seharusnya orang udik, saya suka melihat highrise building yang megah, fly over yang bersimpang susun, taman-taman yang hijau, dan billboard yang berwarna-warni. Memang ndesit banget. Hawong di Yogya ndak ada je

Tanggal 4 Desember kemarin saya ke Jakarta lagi. Ngapain? Nonton pameran. Ya, saya memang paling suka nonton pameran. Pameran selalu menyajikan kumpulan karya terbaik, di bidang apapun. Kapan lagi bisa melihat dan mengetahui karya-karya terbaik kalau bukan di pameran? Tentu saja kita bisa mendatangi langsung ke penciptanya, tapi itu berarti kita harus pergi ke banyak tempat. Jika pameran itu berskala nasional, bukankah lebih mudah mengunjungi satu tempat untuk melihat karya dari seluruh Indonesia, daripada mendatangi satu per satu lokasi dimana karya itu dibuat?

Dari sebuah pameran, kita bisa banyak belajar, mendapatkan beragam informasi. Jika nonton pameran, maka sasaran saya adalah buklet, leaflet, brosur, dan apa pun yang berisi informasi. Di Jakarta, hampir setiap minggu apa pameran di berbagai tempat. Maka jika anda tinggal di Jakarta, dan nggak pernah nonton pameran, wooo … rugi sangat!

Saya sama sekali tidak tahu jalan di Jakarta (lha wong orang udik). Yang saya agak kenal cuma seputar Pasar Baru dalam radius satu kilometer, di sekitar rumah kakak saya tempat saya sering menginap (kalau pas nggak nginap di hotel). Meskipun sama sekali tidak tahu jalan dan tidak kenal lokasi, saya pede aja jalan-jalan keliling Jakarta sendirian. Nekad? Nggak juga. Saya percayakan hidup mati saya pada sopir taksi Silver Bird atau Blue Bird. Begitu masuk taksi, saya catat nama driver dan nomor taksinya, dan saya smskan ke kakak saya diiringi pesan “Kalau ada apa-apa dengan saya, laporkan taksi ini ke Presiden”.

Orang bilang Jakarta itu panas, kumuh, macet. Herannya, saya kok selalu melihat Jakarta yang hijau, indah, lapang, dan lancar. Agaknya saya selalu dibimbing malaikat selama di Jakarta, sebab (seingat saya) nggak pernah ngalami macet yang bener-bener cet. Agak lambat sedikit memang kerap, tapi nggak pernah sampai berjam-jam. Atau, barangkali saya melewati bagian Jakarta yang ‘salah’, yang tidak menampilkan Jakarta yang sesungguhnya …


Langit biru, landscape yang lapang, taman hijau … gimana saya percaya Jakarta itu kumuh, coba?

Jadi, nonton pameran apa saya kemarin?

(lebih…)

Read Full Post »

Alamaaak … !

PE-ER  YANG  BERTUMPUK DAN TERMINAL 3

Dua hari saya tidak membuka blog (Jum’at & Sabtu) karena pergi ke Jakarta dan Bandung. Hari Minggu siang ini, setelah lunas membayar hutang tidur (plus bunga dan buahnya), saya membuka beranda. Alamaaak …. suegeerr!

Banyak sekali komentar yang masuk, dan menunggu untuk saya jawab. Ada 58 komentar, baik untuk posting terbaru maupun untuk posting-posting sebelumnya. Terimakasih, hatur nuhun, matur sembah nuwun untuk teman-teman semua yang telah sudi meluangkan waktu dan tenaga menuliskan komentar. Namun saya mohon teman-teman bersabar dan berlapang dada menunggu komentarnya saya jawab satu persatu. Juga mohon maaf yang sebesar-besarnya jika saya belum sempat berkunjung balik ke blog teman-teman. Insya Allah, segera setelah selesai menjawab semua komen, saya akan ngelencer ke blog semua teman-teman.

Karena terkesan membaca posting Om Trainer tentang Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta , saya sengaja memakai penerbangan Mandala Airlines (meskipun sebenarnya ada maskapai lain yang masih menyediakan tiket promo dengan harga lebih murah sekitar 100 ribu). Begitulah Om Trainer telah sukses meracuni saya. Karena pesawat domestik yang mendarat di Terminal 3 hanya Mandala dan Air Asia, maka saya pilih Mandala. Saya pengin lihat terminal baru ini, yang konon bagus dan megah.

Penerbangan dari Yogya yang seharusnya jam 06.10 delay sekitar 30 menit karena ada latihan terbang dari AAU (Akademi Angkatan Udara). Saya pernah memprotes latihan terbang yang mengganggu penerbangan umum ini kepada seorang teman saya yang menjadi petinggi di TNI AU, malah dijawab : “Harusnya masyarakat berterimakasih kepada TNI AU karena diperbolehkan numpang ikut memakai Adisucipto, yang memang milik TNI AU. Kalau nggak mau terganggu, ya bikin bandara sendiri saja!”  Welhadalaaah …

Begitulah, jadi saya mendarat di Terminal 3 sudah jam 07.30. Sebagaimana yang diceritakan Om Trainer, terminal yang mulai dioperasikan pada 15 April 2009 ini bersih (ya iyalaah … wong masih baru), luas, dan terlihat megah. Terminal ini dibangun dengan konsep eco modern airport, maksudnya bandara yang berwawasan lingkungan. Warna hijau mendominasi interior maupun eksterior, membuat suasana sejuk dan nyaman. Interior terminal banyak memakai kaca sehingga memungkinkan cahaya matahari masuk secara maksimal, dan mengurangi pemakaian listrik pada siang hari. Saat ini baru diselesaikan Pier 1 dengan luas 30.000 meter persegi yang mampu menampung 4 juta penumpang setiap tahun. Direncanakan, nantinya Terminal 3 akan memiliki 5 Pier.


Interior Terminal 3 di bagian kedatangan. Luas, bersih, dan sejuk dengan dominasi warna hijau

Menurut Hariyanto, Kepala Cabang Utama PT Angkasa Pura II Bandara Soekarno-Hatta, di terminal 3 dipastikan tidak ada ojek atau motor yang parkir di depan terminal. Juga tidak ada porter, tapi disediakan 300 troli yang bisa digunakan penumpang untuk mengangkut bagasi mereka. Jika penumpang terlalu lelah untuk berjalan sampai ke pintu keluar, naik troli ini pun lumayan juga kayaknya (jika tidak malu …)

Ruang keberangkatan terletak di lantai satu, dengan 30 gerai untuk check in. Ruang tunggu keberangkatan ada di lantai dua. Adapun ruang kedatangan terletak di lantai satu sebelah kanan. Kelak, Terminal 3 yang dibangun untuk penerbangan murah ini akan melayani penumpang dari 97 penerbangan keberangkatan dan kedatangan.


Ruang keberangkatan yang terletak di lantai satu. Saat ini belum begitu ramai, karena baru ada dua maskapai penerbangan yang beroperasi di Terminal 3.

Desain bangunan Terminal 3 ini terkesan modern dan dinamis, dengan tiang-tiang baja menyilang yang menyangga atap. Sepintas mengingatkan kita pada Kuala Lumpur International Airport, yang arsitekturnya juga didominasi dengan tiang-tiang baja menyilang (tapi harus diakui KLIA lebih megah …). Ohya, pemesanan taksi maupun bis bisa dilakukan di bagian dalam. Sedikit kritik, tempat menunggu taksi di bagian depan terminal tidak diberi peneduh, sehingga ketika saya antri menunggu taksi BB, haduuh … panasnya cukup menyengat!

Berapa biaya pembangunan Terminal 3? Agak simpang siur. Detik.news menulis 330 milyar, nasional.kompas.com melaporkan 300 milyar, sedangkan cetak.kompas.com mendapatkan angka 285 milyar. Mana yang betul? Entahlah …


Konstruksi bagian depan yang didominasi oleh tiang-tiang baja menyilang

Ohya, saya minta maaf tidak mengontak teman-teman yang ada di Jakarta. Karena saya di Jakarta pada hari kerja, yaitu hari Jum’at, saya pikir tidak bisa kopdar dengan teman-teman. Ngapain saya ke Jakarta dan Bandung? Ceritanya panjang, jadi besok saja ya (yee … emang ada yang nanya?)

(Sumber data : http://www.detiknews.com, http://tourism-indonesia.blogspot.com, http://nasional.kompas.com, http://cetak.kompas.com )

Read Full Post »

Rumah Mewah, Siapa Punya?

KENYATAAN ATAU SEBATAS IMPIAN?

Anda ingin punya rumah yang halamannya memiliki tennis court, jogging track, swimming pool, barbeque park, children play gorund, dilengkapi dengan super market, international hospital, cafe & resto, dan house keeping service 24 jam, serta terletak di pusat kota sehingga terbebas dari kemacetan? Mari … mariii … pilih hari ini juga sebelum kehabisan!!

Iklan rumah mewah yang diputar setiap akhir pekan pada jam tayang prime time ini hadir di sebuah stasiun teve swasta. Bukan hanya iklan dalam durasi 1 – 2 menit, tapi iklan dengan blocking time selama 30 menit full. Gambar-gambar mempesona yang memperlihatkan lokasi dan berbagai fasilitas rumah pun terpampang di layar televisi, dipandu dua wanita cantik dengan dandanan yang menunjukkan bahwa mereka berasal dari high society.

Penonton pasti ingin tahu, bagaimana caranya memperoleh rumah dengan fasilitas bak surga firdaus itu? Tentu saja bukan dengan rajin beribadah dan mengumpulkan amal saleh, melainkan dengan duit yang jumlahnya ratusan juta hingga milyaran rupiah. Mari kita lihat dua contoh berikut.


Rumah seluas 4×15 meter persegi ini harganya 835 juta ‘saja’

Nah … yang ini, 6×15 meter persegi, harganya ‘cuma’ 1,5 milyar …

Masih ada rumah dan apartemen yang harganya lebih mahal dari dua contoh di atas, hingga mencapai sekitar 3 milyar.

Saya merasa terganggu, mengapa rumah-rumah yang sangat mahal itu diiklankan di televisi, yang ditonton oleh jutaan rakyat Indonesia dari berbagai lapisan? Berapa persen sih dari jumlah penonton tersebut yang mampu membeli rumah super mewah tersebut? Bagaimana perasaan orang yang menonton iklan tersebut dari rumah kontrakan sempit di gang becek, atau yang sedang mengais rejeki di warung pinggir jalan, atau bahkan yang sedang kehilangan pekerjaan karena PHK ?

(lebih…)

Read Full Post »