PE-ER YANG BERTUMPUK DAN TERMINAL 3
Dua hari saya tidak membuka blog (Jum’at & Sabtu) karena pergi ke Jakarta dan Bandung. Hari Minggu siang ini, setelah lunas membayar hutang tidur (plus bunga dan buahnya), saya membuka beranda. Alamaaak …. suegeerr!
Banyak sekali komentar yang masuk, dan menunggu untuk saya jawab. Ada 58 komentar, baik untuk posting terbaru maupun untuk posting-posting sebelumnya. Terimakasih, hatur nuhun, matur sembah nuwun untuk teman-teman semua yang telah sudi meluangkan waktu dan tenaga menuliskan komentar. Namun saya mohon teman-teman bersabar dan berlapang dada menunggu komentarnya saya jawab satu persatu. Juga mohon maaf yang sebesar-besarnya jika saya belum sempat berkunjung balik ke blog teman-teman. Insya Allah, segera setelah selesai menjawab semua komen, saya akan ngelencer ke blog semua teman-teman.
Karena terkesan membaca posting Om Trainer tentang Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta , saya sengaja memakai penerbangan Mandala Airlines (meskipun sebenarnya ada maskapai lain yang masih menyediakan tiket promo dengan harga lebih murah sekitar 100 ribu). Begitulah Om Trainer telah sukses meracuni saya. Karena pesawat domestik yang mendarat di Terminal 3 hanya Mandala dan Air Asia, maka saya pilih Mandala. Saya pengin lihat terminal baru ini, yang konon bagus dan megah.
Penerbangan dari Yogya yang seharusnya jam 06.10 delay sekitar 30 menit karena ada latihan terbang dari AAU (Akademi Angkatan Udara). Saya pernah memprotes latihan terbang yang mengganggu penerbangan umum ini kepada seorang teman saya yang menjadi petinggi di TNI AU, malah dijawab : “Harusnya masyarakat berterimakasih kepada TNI AU karena diperbolehkan numpang ikut memakai Adisucipto, yang memang milik TNI AU. Kalau nggak mau terganggu, ya bikin bandara sendiri saja!” Welhadalaaah …
Begitulah, jadi saya mendarat di Terminal 3 sudah jam 07.30. Sebagaimana yang diceritakan Om Trainer, terminal yang mulai dioperasikan pada 15 April 2009 ini bersih (ya iyalaah … wong masih baru), luas, dan terlihat megah. Terminal ini dibangun dengan konsep eco modern airport, maksudnya bandara yang berwawasan lingkungan. Warna hijau mendominasi interior maupun eksterior, membuat suasana sejuk dan nyaman. Interior terminal banyak memakai kaca sehingga memungkinkan cahaya matahari masuk secara maksimal, dan mengurangi pemakaian listrik pada siang hari. Saat ini baru diselesaikan Pier 1 dengan luas 30.000 meter persegi yang mampu menampung 4 juta penumpang setiap tahun. Direncanakan, nantinya Terminal 3 akan memiliki 5 Pier.
Interior Terminal 3 di bagian kedatangan. Luas, bersih, dan sejuk dengan dominasi warna hijau
Menurut Hariyanto, Kepala Cabang Utama PT Angkasa Pura II Bandara Soekarno-Hatta, di terminal 3 dipastikan tidak ada ojek atau motor yang parkir di depan terminal. Juga tidak ada porter, tapi disediakan 300 troli yang bisa digunakan penumpang untuk mengangkut bagasi mereka. Jika penumpang terlalu lelah untuk berjalan sampai ke pintu keluar, naik troli ini pun lumayan juga kayaknya (jika tidak malu …)
Ruang keberangkatan terletak di lantai satu, dengan 30 gerai untuk check in. Ruang tunggu keberangkatan ada di lantai dua. Adapun ruang kedatangan terletak di lantai satu sebelah kanan. Kelak, Terminal 3 yang dibangun untuk penerbangan murah ini akan melayani penumpang dari 97 penerbangan keberangkatan dan kedatangan.
Ruang keberangkatan yang terletak di lantai satu. Saat ini belum begitu ramai, karena baru ada dua maskapai penerbangan yang beroperasi di Terminal 3.
Desain bangunan Terminal 3 ini terkesan modern dan dinamis, dengan tiang-tiang baja menyilang yang menyangga atap. Sepintas mengingatkan kita pada Kuala Lumpur International Airport, yang arsitekturnya juga didominasi dengan tiang-tiang baja menyilang (tapi harus diakui KLIA lebih megah …). Ohya, pemesanan taksi maupun bis bisa dilakukan di bagian dalam. Sedikit kritik, tempat menunggu taksi di bagian depan terminal tidak diberi peneduh, sehingga ketika saya antri menunggu taksi BB, haduuh … panasnya cukup menyengat!
Berapa biaya pembangunan Terminal 3? Agak simpang siur. Detik.news menulis 330 milyar, nasional.kompas.com melaporkan 300 milyar, sedangkan cetak.kompas.com mendapatkan angka 285 milyar. Mana yang betul? Entahlah …
Konstruksi bagian depan yang didominasi oleh tiang-tiang baja menyilang
Ohya, saya minta maaf tidak mengontak teman-teman yang ada di Jakarta. Karena saya di Jakarta pada hari kerja, yaitu hari Jum’at, saya pikir tidak bisa kopdar dengan teman-teman. Ngapain saya ke Jakarta dan Bandung? Ceritanya panjang, jadi besok saja ya (yee … emang ada yang nanya?)
(Sumber data : http://www.detiknews.com, http://tourism-indonesia.blogspot.com, http://nasional.kompas.com, http://cetak.kompas.com )
(maaf) izin mengamankan PERTAMA dulu. Boleh kan?!
Pengen denger ceritanya yang dua hari di Bandung dan Jakarta.
Tuti :
Waah … Mas Al ini kerjanya pasti ngintipin orang nulis posting ya, habis selalu dapat pertamax 😀
Cerita dua hari di Bandung dan Jakarta bisa jadi 5 posting lho, apa nggak bosen bacanya?
hihihi mbak terkena racunnya OM NH ya…..
BTW ngga papa kok mbak ngga kasih tahu datang ke Jakarta hari Jumat….. soalnya saya juga ngga di Jakarta kok hihihihi
EM
Tuti :
Iya Mbak … selain mempopulerkan “The Beauty of Blogging”, Om Trainer juga mulai menyebarkan “The Poison of Blogging” … hihihi 😀
Begitulah nasib kita Mbak, pas Mbak Imel ada di Jakarta, saya nggak bisa ke Jakarta. Giliran Mbak Imel di Tokyo, saya ada acara di Jakarta … 😦 Tapi tahun depan insya Allah bisa direncanakan untuk kopdar ya Mbak 🙂
salam,
Om trainer boleh juga… Bisa sampai mempengaruhi Ibu Tuti hehehe…
Tapi aku tertarik dgn cara Bu Tuti membayar hutang yang plus bunga plus buah itu.. Wuaah baik hati buanget ya…
Tuti :
Belum tahu ya Hen, Om Trainer itu bukan cuma bisa mempengaruhi saya, tapi mencuci otak sekian banyak trainee juga … hawong profesinya memang nyuruh orang begini-begitu-begono … 😀
Bayar utang tidur? Iya Hen, utang tidurnya enam jam, bayarnya delapan jam … hehehe
Terminal Tiga ada Mesin Kopi Otomatisnya 😀
Tuti :
Mesin kopi otomatis? Maksudnya, kalau kita mau mengkopi satu buku, bukunya tinggal ditaruh di atas mesin, lalu mesinnya bisa membalik halaman sendiri, gitu? *goblog.com*
Wah, saya kemarin nggak lihat mesin kopi otomatisnya, padahal ngantuk banget wong malamnya kurang tidur. Pakai koin berapa untuk segelas kopi? Bisa nggak kita minta gulanya sedikit saja, atau agak banyakan , gitu? 😀
Satu sama !!!
Bu Tuti telah meracuni saya dengan JUBING
Saya balik meracuni Bu Tuti dengan TERMINAL 3
hahahaha …
Tuti :
Jadi kita racun-racunan ya Om … hihihi!
That’s the beauty of blogging, bisa berbagi info dan juga berbagi virus … 😀
Btw, posting kita saling melengkapi ya Om, foto-foto Om diambil pada malam hari, foto-foto saya pada pagi hari.
Baca posting malah kayak baca novel panjang tenan 😀 salam dingin2 hangat panas
Tuti :
Walah … ini mah termasuk posting saya yang pendek, cuma 600-an kata. Biasanya sekitar 1000 kata, Udien.
Btw, salamnya lagi demam ya … panas dingin 😀
wow, menarik juga untuk menjadi airport pertama yang saya kunjungi secara nyata (tentunya kasus nyasar ke bandara gara2 salah naik bus nggak dihitung kan?!) … megah dan nyaman, ideal banget deh.
Tapi koq desain tiang2 itu dari luar jadi kayak stadion sepakbola yah, uups ^^
Tuti :
Nyasarnya nggak sampai ke Bogor kan? 😀
Stadion sepak bola? Wah, karena saya bukan penggemar bola, jadi nggak kepikiran ke sana …
wah kebetulan saya punya ketertarikan tersendiri dengan toilet.. gedung sebagus apapun, klo toiletnya kurang cihuy, rasanya kurang sreg buat saya..
klo toiletnya gimana ya, tante?
Tuti :
Toiletnya bagus, bersih (lha wong masih baru … ). Entahlah kalau besok sudah semakin banyak penumpang pesawat yang landing di closet, apa masih bersih juga … 😦
terminal tiga tuh domestik?? hehehehe
kapan yah saya nyobain..(ih ikutan keracunan juga……)
hahahahahahaha
Tuti :
Awaaas … virus beracun menular! 😀
mmmm. . .
ditunggu oleholehnya saja bulek,,
ahahay. .^^,
Tuti :
Hayaah!
Saya penasaran sama terminal tiga ini, sejak beberapa waktu lalu sudah dengarberitanya… Desainnya menurut saya malah kurang unik.
Seperti jadi followernya KLIA… aku lebih suka bentuk design terminal 1 dan 2 serta Ngurah Rai….
Tapi nanti kalau balik aku tetap maunya dari Jkt ke Jogja naik Garuda aja…
Tuti :
Followernya KLIA? Iya sih. Memang kesan yang diperoleh dari Terminal 3 ini modern dan minimalis, beda dengan Terminal 1 dan 2 yang bergaya etnik dan didominasi warna cokelat bata. Menurutku, kelemahan Terminal 1 dan 2 adalah pada plafond selasarnya yang terlalu rendah, sehingga kita merasa seperti akan ‘kemblegan’ … 😉
Ya iyalah Don, semua juga lebih suka naik Garuda (kalau ada uang), lha wong tiketnya lebih mahal je … Menurutku, kelebihan Garuda adalah pramugarinya profesional, penuh percaya diri, tapi tetap sopan dan ramah (meskipun beberapa sudah ‘stw’ … 🙂 ).
Hahaha…selamat mengerjakan pe-er mbak….Ditunggu ceritanya 2 hari di Jkt & Bandung. Hahaha..kayaknya pe-er nya jadi nambah dech, hahaha 🙂 🙂 🙂
Sip dech, sekarang mbak Tuti siap2 lanjutkan pe-ernya yo, tak tinggal dulu dech kalau gitu 🙂
Best regard,
Bintang
Tuti :
Haduh … haduh …. pe-erku tambah banyak nih 😦
Ngumpulinnya agak lamaan dikit ya Bu Guru … 😀
Datang lagi nih sekedar blogwalking salam
Tuti :
Terimakasih atas kunjungannya. Saya akan segera berkunjung balik begitu ada kesempatan 🙂
* Wah kapan2 mau nyoba MANDALA ah biar tahu jerohannya Terimnal-3…..bersih dan pasti masih sepi.
* Pantesan… biasanya cepat sekali jwbn2 mbak Tuti, koq skrg agak lama, jangan2 lagi ke LN nih…eh ternyata ada ekspedisi ke Jkt-Bdg, Iya ditunggu hasil posting`nya mbak.
Tuti :
* Hehehe … ikut ketularan nih, pengin tahu Terminal 3. Cepetan, mumpung masih bagus dan bersih …
* Iya, ma’af belum sempat jawab komen untuk posting yang kemarin. Ini saya nduluin njawab posting terbaru dulu. Cerita perjalanannya? Waduh, njawab komen aja belum selesai, blog walking aja belum sempat nih …
Jamaah haji di terminal berapa. Bu? Ada keluarga yang ingin kujemput. (Sejak kapan Bu Tuti jadi petugas Bandara?)
Tuti :
Bukan di terminal Lebak Bulus ya? Atau Pulo Gadung? 😀
aku pernah moto2 juga loh bun 😀 tapi gak pernah di posting dan pas cek menghilang itu foto2nya…aku dah 3 kali lewat terminal itu, memang bagus kok…keren ya bun 😉
Tuti :
Naaah … makanya jangan nunda-nunda posting, keburu ilang kan fotonya 😉
Menurutku sih, lebih keren penumpang yang lewat sana (yang mau ke Duri itu lhooo … 😀 )
yg mau ke duri??? hihihihi…yang pulang dari duri itu bunda 😀
btw…nanti bunda kalo naik pesawat lagi foto sama pilotnya dong…siapa tau pilotnya ganteng sekalian sampein salam kenal dari cewek yg di Duri…hihihihihi
Tuti :
Waduh, foto sama pilot? Lha ketemu pilot aja ndak pernah je Ri … 😀 (lagian kalau pilotnya ganteng, pasti aku simpan sendiri …. fotonya …. 😀 )
wah, saya blm pernah ke terminal 3 neh.. paling terminal umbulharjo yg sering he..he…
ada gak ya flight dr parepare yg landing di terminal tiga?
Tuti :
Terminal Umbulharjo sudah nggak ada Bro, sudah pindah ke Giwangan … 😀
Kayaknya sih, yang ada flight dari Parepare ke Notoprajan …. 😀
…
Owh weekend kmaren lg plesir toh, pantesan biasanya balesin komen cepet..
Lah kemaren saya sampek bolak-balik buka blog bu Tuti sehari sampek 5 kali lom dibales juga 😀
..
Kulo kudu ngguyu..
Baca bu Tuti protes ke petinggi AU, eh malah di skak’ balik..
He..he..
..
Sama kayak pendapat mas Dv, saya suka eksterior fasilitas umum yg ada sentuhan budaya Indonesia-nya..
Tp bukan saya menolak desain yg modern, karena saya suka interior yg minimalis..
..
Tuti :
……
Iya Ta, maapkan daku plesir gak pamit sama dirimu … hik …
Bolak-balik sampek 5 kali sehari? Oh, Ata sekarang nyambi bawa angkot to? 😀
…..
Iya Ta, pengalaman bagi saya, untuk lain kali ati-ati kalau mau nyekik … eh, nyekak orang. Hawong nggak tahu kalau Adisucipto itu miliknya TNI AU 😦
…..
Ah, itu mah namanya gampang ‘jatuh suka’, Ta. Ada sentuhan budaya tradisional suka, modern suka, minimalis suka, mringis suka …. 😉
…..
..
Bukan sopir angkot buk, tp kenek truk sampah he..he..
Dan untungnya daku gak suka mringis, takut di lalerin 😀
..
Uwong jowo kok pake’ alamak tho buk, ikut-ikut suami ya.. 😮
..
Tuti :
Wah bilang ‘alamak’ diprotes Ata. Yo wis, tak ganti ‘duhbiyung’ wae … 😀 (arti asal katanya kan sama, ‘alah mak’ dan ‘aduh biyung’)
Mbak kalo ke jakarta, mbok ya sempetin ketemu aku…:(
Tuti :
Aduuuh, Yessy … kemarin itu aku cuma sehari di Jakarta, pas hari kerja, dan kebetulan acaraku padat, jadi ma’aaaaf kalau nggak ngontak Yessy. Lain kali deh, kalau ke Jakarta lagi, insya Allah aku nyari Yessy. Cep … cep … jangan nangis ya … 😀
saya juga pernah menggunakan terminal ini ketika pulang dari padang tempo hari. terminal ini memang sangat bagus dan patut dibanggakan seperti kata om nh…
saya justru protes, kenapa bu tuti ke jakarta gak kasih kabar? kan saya bisa nebeng, hahaha…. 😀
Tuti :
Lho, saya kan sudah kirim kabar, saya kirim pakai merpati pos …. jangan-jangan si burung merpati ketemu konconya di jalan … eh, di udara, terus kopdar dan lupa menyampaikan surat saya kepada Uda Vizon … 😀
yeeeeeeeeeeeee
maunyaaa
aku juga mauuuuuu
Tuti :
Haiyah, ini pria-pria gagah kok pada mau ngikutin emak-emak, ntar para gadis pada ngiri sama saya loh! 😀
Kira-kira 5 tahun ke depan, bikin tulisan ttg terminal 3 lagi, Bu. Nanti dibandingkan. Kalau tetep bersih dan bagus, berarti pengelolanya hebat hehehe.
Tuti :
5 tahun lagi, jangan-jangan blog sudah nggak ‘usum’, Kris. Sudah ganti media baru yang lebih canggih (entah seperti apa, aku belum bisa membayangkan … 🙂 )
Saya belum pernah menginjakkan kaki di terminal 3 ini Bu…
jadi kepengen deh melihat sendiri…*kapan ya?
Tuti :
Kalau cuma ‘menginjakkan kaki’ nggak cukup, Na. Harus jalan keliling, lihat-lihat, baru bisa menikmati keindahannya … hehe ..
Huhuhuhu.. Ibu.. saya ada di terminal 3 juga pada hari Kamis, 3 Desember 09. Sangat terkesan dengan interior ruangnya, keren dan bersih sekali. Tapi berhubung saat itu harus merasakan delay pesawat selama 4 (EMPAT) jam.. rasanya duduk di terminalnya terasa tidak se-menyenang-kan menit-menit pertamanya..
Tuti :
Delay 4 jam? Empat jam? Four hours? Halah, halah …. (*geleng-geleng kepala*)
Pesawatnya apa Clara? M atau AA? Haduh … promosi buruk nih 😦
Kapan ya bu tuti posting tentang bandara sultan hasanuddin makassar, sisan ketemu anak lanang sultan afdhaluddin ????
Tuti :
Aku pernah ke Bandara Sultan Hasanuddin, bulan Juni 2008 (nggak tahu, itu bandara yang lama ‘kali ya … ). Mau banget ke Makassar lagi, sesuk nek njagong manten anak lanang Sultan Afdhaluddin … 🙂
Saya malah punya pengalaman kurang menyenangkan pas transit di terminal 3 dari Bengkulu ke Jogja. Lha gimana begitu turun dari Mandala, kita masuk ke terminal untuk ngurus transit di lantai satu.
Penjaga tiketnya bilang, “cepet ya pak pesawat sudah mau berangkat” Lho padahal masih mau pipis dll.
Akhirnya jalan setengah berlari sepanjang koridor terus naik tangga ke lantai II menuju penjaga tiket keberangkatan.
Kaki rasanya capek banget, eeeee…begitu sampek pesawat. Ternyata pesawat yg sama dg tempat duduk yg sama. Kirain pesawatnya ganti.
Heran kok kita disuruh muter2 terminal seluas itu hanya untuk naik pesawat yg sama. Capek deh?!! Kayak nggak ada prosedur yg lebih baik, selain ngerjain orang.
Kalau arsitekturnya menurutku malah seperti kehilangan ke Indonesiaannya. Megah dan bersih sih, tapi baja yg “pating pecothot” itu malah kurang nyaman bagi saya. Hehehe……..
Tuti :
(*mohon ijin ketawa dulu, membayangkan Mas Nur lari-lari sambil nahan pipis …. :D*)
Pengalaman Mas Nur tampaknya perlu dilaporkan ke pihak Angkasa Pura, agar ada pembenahan manajemen bandara. Memang nggak lucu, kalau sudah jauh-jauh berjalan ternyata balik lagi ke pesawat — bahkan tempat duduk — yang sama.
Memang Terminal 3 ini disiapkan untuk penerbangan murah, sehingga tidak dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas penunjang kenyamanan seperti elevator dan ban berjalan, seperti yang ada di Terminal 2. Saya tidak tahu bagaimana untuk naik ke pesawat, tapi ketika saya turun kemarin, tidak ada fasilitas garbarata (lorong yang menghubungkan ruang tunggu dengan pintu pesawat). Jika memang tidak ada fasilitas garbarata, maka penumpang yang membawa bagasi kabin cukup berat akan repot juga naik turun tangga pesawat.
Di Kuala Lumpur juga demikian. Selain KLIA yang lengkap fasilitasnya, ada juga bandara (saya lupa namanya) yang melayani penerbangan-penerbangan murah. Seperti di Terminal 3, bandara murah ini tiak dilengkapi dengan fasilitas kenyamanan, sehingga penumpang terpaksa ‘agak berkeringat’ sedikit (lha wong naik pesawat murah kok … 🙂 )
Tentang tiang-tiang baja yang ‘pating pecothot’ itu, saya cuma bisa ketawa …. 😀 kepala sama hitam, selera boleh putih-hitam … hehe
salam
jakarta banyak kemajuan yach, terkhir saya ke jakarta beberapa bulan lalu.
Tuti :
salam juga,
yang mundur juga ada kok Mas, itu lokomotif kan nggak bisa mbalik … 😀
Mesin kopi otomatis..gk mau uang kusut, bakal ‘dilepèh’..hehe… *dicritani sapa ya? Lupa.*
Welha..masuk sini to? Ni balesan komen wijna je..
Hehe…resiko blogwalking pake hp.. 🙂
Tuti :
Horotoyooh … keblasuk to 😀
wawawwa, bu tuti ini “menclak-menclok” di mana-mana ya..
ckckckckc, masih aktif ya bu, saluuut!!
*aku izin pasang blog ibu di blogrollku yaaaa*
salam kenal,,,
fatma
Tuti :
Hehe … menclak-menclok, kayak kutu loncat aja 😀
Salam kenal juga, Fatma. Terimakasih sudah berkunjung dan me-link blog saya … 🙂
Saya cuma sempat lihat terminal 3 ini saat mengantar si mbak yang orang tuanya meninggal, jadi ya hanya lihat dari depan.
Sayangnya belum sempat masuk ke dalam, karena selama ini selalu pakai Garuda, standar penerbangan yang digunakan oleh kantor.
Mbak Tuti curang….padahal mungkin aja bisa ketemu untuk maksi Jumat siangnya
Tuti :
Sekali-sekali naik pesawat murah Mbak, lewat Terminal 3 … 🙂
Saya juga paling merasa sreg naik Garuda, tapi kalau pas kena tiket yang muahaalll, wah … kayaknya sayang …. hehe
Mbak, kemarin itu saya cuma sehari, dan banyak tujuan. Kecuali kalau Mbak Enny juga tertarik nonton pameran, mungkin kita bisa nonton bareng …
hebat ya konstruksi tiang begitu bisa bangun bangunan yang megah. benar2 menguras otak buat berpikir.
Tuti :
Konstruksi baja memang sangat kuat, tapi sebenarnya tidak tahan api. Kalau kena panas tinggi, baja akan meleleh dan bangunan akan ambruk
buDe,
terimakasih atas tulisan terminal 3nya, membaca coretan buDe membuat air mataku menganak sungai di pipi, karena tulisan buDe mengirim senyum ibuku ke kamar rinduku, ke ruang ruang hidupku yang hilang.
Terminal 3 Cengkareng adalah bagian dari penggalan sejarah hidupku. Hampir selama 3 bulan dari Juli sampai September 2009, setiap hari Sabtu sholat subuhku selalu di terminal itu. Kemudian jam 06.00 terbang ke Yogya dengan AA, untuk menemani ibuku dan memandangi wajah ibuku di hari hari akhir hayatnya.
Di mushola mungil lantai 2 ruang tunggu itu mungkin masih tercecer do’a do’aku, yang selalu kulantunkan saat itu, kubungkus dengan lembaran cinta, dalam kemasan baktiku untuk orang tua, memohonkan ampunanNya untuk ibuku tercinta. Tiga bulan itu ibuku keluar masuk rumah sakit karena Leukimianya, sampai saat beliau diajak pulang ke haribaan Allah SWT, 20 September 2009, persis 1 Syawal 1430 H.
Andaikan buDe tidak menulis terminal 3, aku pasti tidak pernah ‘ngeh’ kalau arsitektur dan design terminal 3 itu pantas dikomentari.
Hanya satu ingatanku tentang bangunan itu, closet duduknya sangat serampangan pemasangannya, lantainya memiliki ketinggian dan material yang sama dengan ruang luarnya….kupikir tak akan sampai berumur satu tahun pasti sudah akan berantakan dipergunakan oleh user yang menggunakannya dengan sak enak udele dewe. Hampir setiap minggu menggunakannya, di akhir bulan ketiga sudah kurasakan percepatan ketidaknyamanannya, user yang menggunakan dengan berjongkok sudah meninggalkan luka di tutup closet yang seharusnya diduduki, tempat tissue yang tidak tersedia, juga tempat sampahnya, mudah2an saat ini belum menjadi saudara kembar terminal Pulau Gadung ….
Terimakasih buDe, terus menulis untuk pencerahan sahabat2mu yang sak-hohah banyaknya itu…
Salam oplok owok mbang sembuk-an
Tuti :
buDe? (waduh, keponakan yang mana ini?)
Oh ya, yaaa …… *mengangguk-angguk*
Sungguh kenangan yang mengharukan di Terminal 3 ya? Aku sejujurnya menyesal tidak sempat menengok ibunda waktu di rumah sakit, tapi kondisi nampaknya memang tidak memungkinkan. Semoga ibunda memperoleh tempat yang paling indah di sisi Allah SWT. Kini doa anak-anak yang sholeh lah yang masih bisa sampai kepada beliau.
Tentang toilet di Terminal 3, sebagaimana toilet di tempat umum manapun di negara kita, memang sangat mengkhawatirkan kondisinya. Yang semula bagus pun dalam waktu singkat menjadi rusak, apalagi yang sejak semula dibuat dengan serampangan. Sebenarnya, meskipun lantai toilet memiliki elevasi yang sama dengan lantai di luar ruangan, bisa saja diberi semacam ‘tanggul’ rendah agar air tidak melimpah keluar. Soal kloset duduk dan dijongkokin, memang orang kita banyak yang tidak terbiasa dengan kloset duduk (mungkin karena terbiasa jongkok di atas sungai … 😦 ). Untuk fasilitas umum, memang sebaiknya disediakan dua macam kloset, duduk dan jongkok.
Maturnuwun Mas Oplok
bu tuti sukses membuat saya penasaran untuk mencoba terminal 3 bandara soekarno hatta. kapan ya saya bisa mencoba terminal 3 ini? kalo ndak ada halangan, saya sekeluarga rencana mau ke jogja bulan februari atau maret. pengennya sih ya lewat terminal 3 ini, tapi mungkin naik pesawatnya air asia (sekalian nyoba air asia, soalnya belum pernah sebelumnya) hehey ..
semoga aja sekalian bisa kopdaran sama bu tuti (*ngarep.com*) hihihi …
Tuti :
Hahaha … virus mulai menular! Terminal 3 semakin populer, dan semakin bikin orang penasaran. Cepetan Yasmin, sebelum Terminal 3 jadi kumuh kayak Terminal 1. Kalau Terminal 2 sih masih bersih dan indah (itulah sebabnya selama ini saya sering bela-belain naik Garuda untuk menghindari Terminal 1). Heran betul saya, kenapa sih Terminal 1 tidak dibuat sebersih dan seindah Terminal 2? Bukankah di Terminal 1 pun banyak wisatawan asing yang memakai pesawat domestik selain Garuda?
Siip, sip … besok kalau ke Yogya kontak saya ya, kita kopdar! 🙂