JALAN PULANG YANG TAK NYAMAN
Setiap hari, diperkirakan 20 wanita di Indonesia meninggal karena kanker serviks.
Ia seorang ibu yang tulus ikhlas mengasihi ketiga anaknya dengan sepenuh jiwa. Ia seorang isteri yang mencurahkan segenap cinta dan perhatian kepada suaminya. Ia juga seorang pekerja yang gigih memutar otak dan memeras keringat untuk membantu ekonomi keluarga. Ia masih cukup muda, cantik, dan santun. Semua orang menyukainya dan berharap ia terus hadir di antara mereka. Namun kanker serviks stadium IVB merenggut hidupnya dari sisi orang-orang yang dicintai dan mencintainya. Air matapun tumpah tak terbendung mengiringi kepergiannya.
Ia adalah salah seorang kerabat saya, yang berpulang beberapa minggu lalu.
Kanker. Nama penyakit itu membuat siapapun miris. Penderitaan yang panjang dan kematian segera terbayang jika orang mendengar penyakit itu datang. Bagi wanita, kanker payudara dan kanker serviks adalah momok paling mengerikan, dan merupakan penyebab kematian terbesar. Saya telah melihat tiga wanita yang saya kenal (dua di antaranya kerabat saya) meninggal, dan tiga lagi berhasil sembuh setelah menjalani operasi dan pengobatan.
Seminggu setelah menghadiri pemakaman kerabat saya, saya memeriksakan diri ke Yayasan Kucala, sebuah yayasan yang khusus menangani penyakit kanker. Saya melakukan papsmear dan palpasi payudara untuk mendeteksi adanya kanker. Sebelumnya, pada tahun 2005 saya pernah melakukan mammografi di MMC, Melaka – Malaysia, dan hasilnya baik. Menurut Wikipedia , mammografi adalah proses pemeriksaan payudara dengan menggunakan sinar X dosis rendah (umumnya berkisar antara 0,7 mSv). Mammogram menggunakan radiasi ion untuk menghasilkan gambar. Radiolog kemudian menganalisa gambar untuk menemukan adanya pertumbuhan sel yang abnormal.
Alat mammogram (foto : jpinternational.com), pemeriksaan payudara dengan mammogram (foto : sjra.com), dan hasil mammografi tampak di layar komputer (foto :centralcarolinahosp.com)
Adapun Papanikolau Test atau Papsmear adalah metode screening ginekologi yang digunakan untuk mendeteksi kanker serviks (mulut rahim) yang disebabkan oleh virus Human Papilloma Virus (HPV). Tes ini dilaksanakan dengan mengambil sedikit jaringan sel serviks untuk diperiksa di bawah mikroskop. Pengambilan sel serviks itu sendiri hanya membutuhkan waktu sekitar 1 – 2 menit, dan tidak menimbulkan rasa sakit.
Hasil pemeriksaan papsmear saya membutuhkan waktu satu minggu, tetapi dari pemeriksaan palpasi mamae, dokter (wanita) yang memeriksa saya menemukan sesuatu yang agak ‘tebal’. Untuk mendapatkan hasil yang pasti, Bu Dokter memberikan surat pengantar kepada saya untuk melakukan ultra sonografi (USG) di laboratorium klinik. USG ini menggantikan mammografi, karena proses mammografi tidak mengenakkan (menyakitkan) bagi pasien yang diperiksa.
Jreeng … ! Sempat agak tercekat, tapi saya pasrah saja, dan langsung pergi ke laboratorium klinik yang saya pilih.
Laboratorium ini masih baru di Yogya. Tempatnya bersih, harum, dan nyaman. Karena saya — alhamdulillah — jarang sakit, saya pikir sekalinya periksa bolehlah pilih tempat yang bagus (meskipun agak mahal). Memanjakan diri sedikit, begitu ceritanya.Yah, siapa tahu hidup saya tak lama lagi, kan?
Ruang pendaftaran pasien yang luas, nyaman, dan indah. Ada hot spot juga di sini, sehingga sambil menunggu kita bisa berselancar di dunia maya.
Kimono warna pink dari klinik ini yang akan saya pakai ketika menjalani pemeriksaan USG
Laboratorium klinik ini sangat woman friendly. Interiornya didominasi warna merah dan pink, bersih, indah dan harum. Jika kita tidak ingin bagian tubuh kita yang diperiksa ‘go public’, kita juga bisa meminta dokter wanita. Tapi kalau memang ingin ‘aneh-aneh’, mungkin malah seneng ya kalau diperiksa dokter yang muda dan ganteng … (hayah!).
Foto USG dari laboratorium klinik ini kemudian saya bawa ke dokter di Yayasan Kucala untuk diinterpretasi. Hasil pemeriksaan papsmear saya bagus, artinya tidak ada indikasi saya terkena kanker serviks. Alhamdulillah. Tapi Bu Dokter mengerutkan kening ketika mengamati foto USG saya. Bibirya sedikit mencong ke kiri, kelihatannya ia berpikir serius. Akhirnya dia menyarankan saya untuk konsultasi lagi kepada dokter bedah, untuk memastikan apakah benjolan kueciiiil itu harus diambil atau tidak. Aduh!
Saya tak mau ambil risiko, jadi langsung mendaftarkan diri untuk periksa ke dokter bedah. Antara kebat-kebit (mengira-ira berapa lama lagi umur saya tersisa) dan pasrah, saya memasuki ruang periksa Bu Dokter Bedah. Ibu yang cantik ini mengamati foto USG saya, melakukan palpasi payudara, lalu tersenyum enteng.
“Ah, nggak papa ini … kecil sekali kok, nggak sampai setengah senti. Nggak usah khawatir.” ucapnya
“Jadi nggak perlu dioperasi Dok?” saya menegaskan.
“Nggaaak … Ibu makan yang bergizi saja, banyak berolahraga. Jangan merokok, minum alkohol, apalagi nge-drugs …”
Yee, Bu Dokter. Mana mungkinlah saya nge-drugs. Paling-paling minum obat pusing, kalau belum habis bulan dompet sudah kempis …
Setiap perempuan berisiko terkena kanker serviks. Diperkirakan 80% perempuan akan terinfeksi HPV semasa hidupnya, dan 50% di antaranya akan terinfeksi HPV yang dapat menyebabkan kaker serviks. Untuk mencegah terjadinya infeksi HPV 16 dan HPV 18 yang menyebabkan 71% kanker serviks, sangat dianjurkan untuk melakukan vaksinasi HPV. Vaksinasi ini dilakukan dalam 3 tahap pemberian, yaitu bulan ke 0, bulan ke 1 atau 2, dan bulan ke 6.
Organ reproduksi wanita dan virus HPV penyebab kanker serviks (foto : GlaxoSmithKline)
Jika berbicara tentang kanker, orang selalu bertanya, “stadium berapa?”. Sebenarnya, pengertian stadium itu gimana sih? Untuk kanker serviks, stadium dan harapan hidup 5 tahun jika diobati dengan benar adalah sebagai berikut :
Stadium I : Kanker hanya tumbuh di rahim. Harapan hidup 70 – 75%
Stadium II : Kanker menyebar ke serviks. Harapan hidup 60%
Stadium III : Kanker menyebar ke luar rahim, tapi masih dalam rongga panggul, belum menyerang kandung kemih dan rectum. Harapan hidup 25%
Stadium IV : Kanker sudah menyebar ke organ sekitarnya dan ke luar rongga panggul seperti tulang, paru-paru, dan hepar. Harapan hidup 0%
Pada stadium I dan II, umumnya orang yang terkena kanker belum merasakan keluhan apapun. Ia baru akan merasakan sakit setelah kanker memasuki stadium III. Itulah sebabnya, sangat banyak penderita kanker yang terlambat datang ke dokter, karena sebelumnya mereka memang tidak memiliki keluhan apapun. Agar tidak terlambat mendeteksi adanya kanker, pemeriksaan rutin sangat penting, sehingga pengobatan dapat diberikan sejak dini.
Kerabat saya yang meninggal beberapa minggu yang lalu itu dibawa ke rumah sakit ketika sudah mencapai Stadium IVB, stadium paling tinggi dengan harapan hidup 0%. Mengapa seterlambat itu dia berobat ke dokter? Karena sebelumnya ia sangat takut pergi ke dokter, sehingga memilih pengobatan alternatif dengan meminum segala macam ramuan. Endapan berbagai ramuan jamu tanpa menghiraukan dosis itu akhirnya membuat ginjalnya rusak, sementara kankernya sama sekali tak terobati. Ia meninggal setelah koma selama dua minggu. Sesungguhnya, kondisi koma itu lebih baik baginya, sebab jika tidak, ia akan menderita rasa sakit yang luar biasa.
Pengalaman empiris yang saya peroleh dari sekeliling saya membuat saya aware pada jenis penyakit yang satu ini. Sudah pasti semua orang akan mati, demikian pula saya akan mati. Tapi, jika Allah mengizinkan, saya ingin mati dengan mudah, tanpa perlu sakit berkepanjangan yang akan merepotkan keluarga dan orang-orang lain di sekitar saya. Jika Allah mengizinkan, saya ingin pergi tidur, dan tahu-tahu Allah memanggil saya. Begitu saja.
(Sumber : Wikipedia, materi Seminar “Pencegahan Kanker Leher Rahim Mutakhir” Yayasan Kucala, brosur dari Glaxo Smith Kline)
* Moga2 saya PERTAMAx nih mbak….Comment saya malah ikut trenyuh dengan cerita yang di atas, saya makin sayang buanget kpd istri krn itu semua momok bagi kaum Hawa…
* Ada satu hal yang nanti saya suruh bojoku ikut mbaca posting mbak Tuti, terutama VAKSINASI HPV, saya gak monitor sdh belum ikut vaksinasi itu ya…sepertinya bermanfaat sekali sbg pencegah…
* Sekali lagi saya yg kaum Adam ngucapin TERIMAKSIH BUANYAK atas artikelnya, jadi tahu tentang duka dan was2 kaum Hawa pada berbagai jenis penyakit tsb.
Tuti :
* Alhamdulillah memang pertamax, Mas Karma … 😀 Syukurlah kalau cerita di atas membuat Mas Karma semakin sayang pada isteri. Memang seharusnya begitu.
* Terimakasih kalau Mas Karma mau menunjukkan artikel ini kepada isteri. Semoga Mbak akan tergugah untuk melakukan vaksinasi (jika memang belum). Sebenarnya saya ingin menjelaskan tentang siapa saja perempuan yang berisiko tinggi menderita kanker serviks, apa penyebabnya, dan bagaimana pencegahannya, tapi karena penjelasannya akan banyak memakai kata ‘seks’, saya agak gamang mengingat blog ini dibaca oleh segala usia … 🙂
* Meskipun ini adalah penyakit kaum hawa, tapi para suami juga sangat perlu memahaminya. Apalagi virus HPV seringkali masuk ke tubuh perempuan ketika berhubungan dengan suaminya.
* Alhamdulillah ternyata yang sdh vaksinasi dan baru saja selesai tahap akhir baru Delia, itu pun rame2 bertiga dengan yang lain, agak murah katanya….nah, istri lagi bersabar nunggu nyari temannya yang berminat agar bisa bareng dan lebih murah katanya…karena cost`nya juga ya lumayan mengganggu dapur ibu2….
* Selamat NATAL 2009 bagi saudara2 kita dan siapa saja yang merayakannya…..Bahagia & Damai selalu.
Tuti :
* Syukurlah kalau Delia sudah vaksinasi. Wah, bagus sekali. Kemarin saya tanya ke Yayasan Kucala, biaya vaksinasi di sana Rp. 650.000,- Kalau di rumah sakit negri dan rumah sakit swasta mungkin berbeda. Memang sukup mahal, tetapi untuk mencegah bahaya yang lebih besar, nampaknya memang harus diusahakan. Semoga istri Mas Karma segera menemukan teman yang bisa diajak vaksinasi bersama-sama.
Wah bunda jangan nakut-nakutin ah. Gusti Allah belum kepingin manggil Bunda kok. 😀
Tapi saya bingung, kok sepertinya dari tulisan Bunda ini, kanker Serviks jadi semacam “penyakit umum”, layaknya batuk pilek? Setahu saya kanker itu kan ada pemicunya ya?
Tuti :
Nggak nakut-nakutin kok. Lha kan memang kematian itu selalu ada di dekat kita? Hanya saja kita tidak tahu, kapan ia akan menunjuk diri kita untuk menerima giliran …
Memang betul, virus HPV itu masuk ke tubuh sebagian besar wanita, tetapi yang kemudian menimbulkan kanker, tidak semuanya. Memang betul kanker ada pemicunya, antara lain gaya hidup yang tidak sehat. Tapi sering juga kanker itu muncul tanpa diketahui sebabnya dengan pasti.
waspadalah…waspadalah….dia mengitip disekitar kita…sungguh tidak sopan ngintip kok diam2….
Tuti :
Kalau tidak diam-diam namanya bukan ngintip Mbak, tapi ‘mentheleng’ …
Kanker, ataupun juga tumor. Istilah yang satu ini memang bikin ngeri, apalagi bagi yang pernah mengalami atau terlibat di dalamnya. Saya pernah mengalaminya ketika masih di SMA (saat lagi semangat-semangatnya hidup waktu itu). Dua kali lagi, kanan kemudian kiri. Yang pertama saya masih bisa tabah menjalani (meskipun benjolannya sudah tergolong besar, giant kata dokternya). Untuk yang kali kedua saya nangis, nggak mau lagi (yang kali pertama saya tidak nangis, hanya nangis ketika sadar sesudah operasi saja karena sakitnya nggak tertahan lagi, periiih sekali). Pengalaman yang pertama sudah bikin trauma, kapok. Meskipun akhirnya mau juga menjalani operasi yang kedua. Alhamdulillah tidak ada keganasan, dan sampai saat ini tidak ada gangguan lagi. Hanya saja, kalau merasa senut-senut jadi ngeri, khawatir terulang lagi.
Saya punya teman yang punya pengalaman lebih hebat lagi. Dia seorang survivor, mantan penderita kanker payudara yang cukup ganas, kini menjadi relawan di Yayasan Kanker. Perjuangan dia begitu berat saat melawan penyakit itu. Saat jauh dari keluarga, dia harus berjuang untuk sembuh. Suaminya sedang S3 di Belanda, putri semata wayangnya di Indonesia, dan dia sendiri di Australia, ambil program S3. Ketabahannya dalam berjuang untuk hidup sering memberi inspirasi pada saya untuk tidak takut menjalani hidup ini. Sering dia menasehati saya untuk tetap sehat, tetap hidup, karena kedua anak saya masih membutuhkan saya, katanya.
Tahun kemarin saya sempat diajak Bu Pangesti Wiedarti, Ph.D ini melakukan penelitian “Eksplorasi Keberhasilan Pengelolaan Diri Pasien Kanker Perempuan di DIY dalam Operasi dan Perawatan Lanjutan Radioterapi dan Kemoterapi”. Kami mencari data dengan mewawancarai beberapa survivor kanker perempuan di DIY. Dari pengalaman mewawancarai mantan penderita kanker ini saya mendapatkan pelajaran yang sangat berharga. Saya jadi lebih menghargai hidup saya dan menjadi lebih bersyukur atas apa yang dikaruniakan tuhan kepada saya.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan survivor tidak terkait dengan kesadaran mereka untuk melakukan deteksi diri kanker. Survivor pada umumnya mengetahui bahwa mereka menderita kanker tanpa mereka sadari sehingga stadium kanker sudah mencapai tingkat lanjut. Ketika seorang perempuan didiagnosa kanker payudara atau vaginal, reaksi psikis seperti ketakutan, panik, dan khawatir amat mendominasi perasaannya. Pada awalnya mereka tidak bisa mempercayainya bahkan ada yang menolaknya sehingga tidak mau menjalani perawatan medis. Namun, sejalan dengan adanya dukungan dari keluarga, terutama suami, mereka berobat dengan perasaan nyaman. Walaupun dukungan suami sangat berarti, ternyata motivasi terbesar bagi survivor untuk bertahan hidup adalah anak-anak mereka karena para survivor amat menyadari peran penting mereka sebagai seorang ibu. Secara medis, hal utama yang mempengaruhi keberhasilan mereka adalah mematuhi anjuran dokter, kontrol secara rutin, menjaga kesehatan, dan mempelajari perkembangan penyakitnya. Sementara itu, secara nonmedis keberhasilan bisa mereka dapatkan dengan cara mendekatkan diri pada tuhan, berpikir positif, logis, optimis, serta adanya dukungan keluarga tadi. Sekali seorang perempuan didiagnosa kanker dan dia menempuh operasi dan perawatan lanjutan, terjadi perubahan pada pandangan hidupnya. Biasanya dia mau berbagi agar orang lain yang mengalami hal yang senada dapat mengambil manfaat dari pengalamannya.
O, maaf, kepanjangan komment saya. Semoga kita terhindar dari penyakit semacam ini. Saya juga ingin mengakhiri hidup dengan damai, tidak merasakan sakit ketika malaikat mencabut nyawa saya. Tapi apakah bisa? Sementara amalan saya masih seperti ini?
Tuti :
Wah, saya nggak ngira kalau Buhan ternyata seorang survivor. Hebat! Pasti membutuhkan keteguhan hati yang luar biasa untuk bisa melewati masa-masa berat itu. Alhamdulillah Buhan berhasil mengalahkan kanker, dan sekarang hidup sehat wal afiat. Tentunya pengalaman yang sangat berharga ini membuat Buhan semakin beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Tentang keinginan untuk mati dengan mudah dan enak, kayaknya itu keinginan setiap orang ya. Kalau ditanya, saya juga belum siap Buhan, lha wong amalan masih sedikit … 😦
Ibu Tuti sayang,
Terima kasih untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman lewat postingan yang berharga ini.
Sekarang banyak kampanye untuk sosialisasi masalah ini… *pink ribbon itu kan Bu? Supaya kita semua peduli thd hal yang ternyata sangat dekat dan bukan lagi sesuatu yang, “ah..mustahil… gak mungkin deh!”
Bagaimana sih tindakan kita pribadi -supaya aware akan hal ini? Apakah harus mengikuti langkah-langkah seperti yang Ibu Tuti share disini? Yaitu memeriksakan diri, melakukan test dan melaksanakan pola hidup sehat, begitu..?
Aku sendiri sampai sekarang belum kepikiran untuk, katakanlah -papsmear atau melakukan medical check-up lainnya. Padahal pernah dianjurkan oleh seorang kenalan bbrp waktu yang lalu. Bagaimana menurut pendapat Ibu? *Oalaah, saya ini dosen..bukan dokter, Hen!”*
Bu, aku turut lega atas hasil pemeriksaan Ibu… Kebahagiaan sebagai sesama perempuan -ya Bu?!
Salam Sayang,
Tuti :
Betul Hen, kampanye tentang perlawanan/perlindungan diri terhadap kanker ini disimbolkan dengan pita warna pink. Mengenai tindakan pencegahannya, selain melakukan vaksinasi HPV, juga mempraktekkan hidup sehat, baik sehat secara biologi dan fisiologi maupun sehat secara moral dan akhlak (tahu kan maksud saya, Hen?).
Memang papsmear lebih dianjurkan kepada wanita yang sudah berusia di atas 40 tahun, tetapi vaksinasi sebenarnya bisa dilakukan sejak remaja. Adapun palpasi payudara bisa dilakukan sendiri. Caranya, cobalah cari di buku-buku atau di internet. Soalnya kalau gambarnya aku tampilkan di sini, nanti blogku kebanjiran pengunjung karena ada gambar wanita telanjang … hehehe …
Terimakasih atas dukungan sayangnya Hen, aku juga lega hasil pemeriksaanku baik. Paling tidak, sampai tahun depan (waktu check kembali), aku boleh merasa tenang.
Salam sayang juga,
klo papsmear saya lakukan setiap 2 th sekali…(klinik dan dokter kluarga selalu menilpun mengingatkan saya)…
tapi mammogram blom pernah saya lakukan, padahal family dokter saya sudah menyuruh 2 kali….hehehehe malas aja…
baca postingan mbak tut…saya jadi mikir juga
Tuti :
Baguslah kalau Mbak Wied sudah rutin papsmear 2 tahun sekali. Kalau nggak salah, jika 3 kali berturut-turut hasil test papsmear bagus, tes boleh dilakukan dalam interval yang lebih panjang lagi (saya lupa persisnya).
Untuk deteksi dini kanker payudara, sekarang nggak dianjurkan pakai mammografi lagi Mbak, tapi pakai USG. Selain lebih nyaman, juga lebih aman.
Aduh, Bu…
Terus terang sebelumnya saya minta maaf .. tapi saestu, karena saya paling ngeri kalo mbahas penyakit2 begini, saya skip ke bawah dan langsung komentar.
Tau saya… tau kalau ini nggak baik 🙂 Tapi ya gimana lha wong serem jhe….
Wes, pokoknya mari kita saling berdoa semoga kita diberi jalan pulang yang lebih mudah (sperti kata ibu, tidur trus tau2 pulang) :))
Tuti :
Yo wis Don, kalau memang takut baca tentang penyakit, ya dilewati saja. Aku nggak bakal kasih hukuman kok 😀
Tapi kalau periksa ke dokter jangan takut ya. Soalnya kalau nggak diperiksa sejak dini, tahu-tahu sudah sakiiiit biangeeet, dan nggak tertolong lagi. Akibatnya, cita-cita untuk mati dengan nyamanpun (halah, cita-cita kok aneh … 🙂 ) jadi sukar terlaksana … 😦
mmm…
Tuti :
Hmmm?
Bu, nambo lagi!
…. Meski sudah dianjurkan oleh seorang kenalan untk melakukan papsmear, tp belum kujalani…
Perasaan dan pikiranku adalah (analoginya) persis sama dan sebangun dgn komentar mas DV *halo Mas, lam kenal!* … Hati kecilku ingin ‘melewati’ saja bagian ‘kudu melakukan pemeriksaan’… Kira-kira Ibu bisa nangkep ‘kan maksudku?
Nah..nah..nah…
Tuti :
Nggak tuh. Sumpe aku nggak nangkep maksudmu (apalagi dikaitkan dengan komen DV) *blo’on.com*
…
Sedih.. 😦
Ingat seseorang..
…
Tuti :
…..
Ikut berempati atas kesedihanmu, Ta
Semoga kesedihan itu suatu saat akan pupus ya
….
Klinik baru ini Pramita ya Bu? alamatnya di mana ini ya? Saya ketinggalan up date jogja nih…
Saya baru tahu stadium kanker ini dari tulisan bu Tuti ini…sebelumnya sering dengar tapi nggak paham…
Saya sendiri belum pernah melakukan kedua pemeriksaan tersebut. Nanti kalau saya mau periksa, saya juga akan milih dokter perempuan hehe… 🙂
Tuti :
Wahaha … kalau aku sebutin nama kliniknya, jadi promosi dong Na 😀
Saya tahu stadium kanker juga baru sekarang ini, setelah membaca makalah seminar yang diadakan oleh Yayasan Kucala. Betul, Na … lebih sreg diperiksa dokter wanita, lha wong acaranya ‘buka-bukaan’ je … hihi 😀
Satu lagi tulisan khas Ibu Tuti(-K)
Informatif dan komplit …
Semoga kita semua sehat-sehat saja ya Bu …
(Kali ini saya serius)
Salam saya Ibu
Tuti :
Terimakasih Om ….
Terimakasih juga untuk kesediaan Om kali ini serius beneran …
Terimakasih jika Om bersedia menanyakan kepada Tante, sudah test papsmear dan USG mamae apa belum …
Terimakasih juga untuk salamnya, Om …
🙂 🙂
informasinya lengkap sekali bu tuti, bahkan nama kliniknya juga ada, hehehe… 😀
sepertinya setiap wanita perlu mengetahui hal ini secara detail, dan setiap pria pun harus memahaminya, sehingga dapat memperhatikan istrinya secara lebih maksimal (jangan cuma bisa make, ngerawat juga kudu, hehehe..)
Tuti :
Nama kliniknya ada ya Da? Wah, saya harusnya dapat bonus satu kali periksa gratis nih … 😀
Kalimat Uda ‘jangan cuma bisa make’ itu bikin saya ngakak … wakakaka! 😀 Ustadz gitu looh … 😀
Info berguna nih mbak, thank you ya..
Tuti :
Sama-sama Zev. Thanks udah mampir … 🙂
walahhhh…aku mau testing juga ah…
serem nih bunda…bayangin aja….segitu banyak perempuan yang meninggal gara2 gak aware dengan kangker yang satu ini….
really good info for all women in the world…
Tuti :
Iya, Ria. Karena kebetulan aku menjumpai beberapa wanita yang terkena penyakit ini, jadi aku aware. Bagi teman-teman yang tidak pernah melihat kawan atau kerabatnya terkena, mungkin memang kurang memiliki perhatian.
Semakin dini menjalani test, semakin bagus Ria. Tapi karena Ria masih muda dan belum nikah, papsmear kayaknya belum perlu.
gejala2 dini kanker serviks tu gmna ???…
Tuti :
Pada tahap dini, nggak ada gejalanya. Kalau sudah terasa sakit, itu berarti sudah stadium II atau III.
aku terima kasih kepada kamu . sangat baik uraiannya.
Tuti :
terimakasih …
ihh, serem yah mbak tuti … mudah2an pacar kutu yg sekarang lg co ass nantinya bisa membantu pencegahan kanker ini T-T. klo merhatiin di pinggir tol Jakarta Merak dari arah Tomang ke Kebon Jeruk ada plang yang super gede buat peringatan kanker serviks, mungkin karena segitu bahayanya yah …
mulai deh komen ngasal, ayo mbak tuti ngaku, kmaren di RS make hotspotnya buat update blog kan, hayoo hayoo ^^. Di Lab Pramita yah, di Jakarta kayaknya ada juga deh, dia punya cabang di mana2 kali y
Tuti :
Wah, pacar Adit calon dokter ya? Pastinya ia akan sangat aware terhadap bahaya penyakit ini. Bagus sekali kalau dia kelak mempelajari dan mengabdikan ilmunya untuk membantu dan menolong para wanita yang terkena kanker. Memang kanker ini berbahaya, tetapi kalau kita melakukan pencegahan sejak dini, tidak perlu khawatir …
Haha … nggak, kemarin saya nggak bawa laptop kok, lagian nggak pakai nunggu lama, jadi nggak sempat up date blog waktu mau periksa. Ya, klinik ini memang punya cabang dimana-mana. Di Yogya saja ada 3 tempat.
Tulisan ini mengingatkan saya bahwa sudah waktunya mengunjungi dokter. Saat masih kerja, minimal setahun sekali general check up (maklum diwajibkan kantor)…nahh sekalian saya menambah beberapa pemeriksaan yang perlu. Dan jadi ingat periksa terakhir 2 (dua) tahun lalu….
Tuti :
Dengan semakin bertambahnya usia, chek-up kesehatan rutin memang sangat dianjurkan. Tentunya kondisi kesehatan Mbak Enny selalu terpantau, karena setiap tahun melakukan general check-up. Saya sendiri, karena nggak ada kewajiban dari institusi, rada kurang teratur. Terakhir general check-up tahun 2005, sudah 4 tahun yang lalu … 😦
Sip, kulasannya lengkap dan mantap mbak.
Sebagai sharing, 2,5 tahun lalu saya sibuk sekali cari dan baca artikel tentang kaker payudara mbak, karena ibu saya sempet kena penyakit ini. Alhamdullillah kondisi ibu saya sekarang sehat kembali setelah melakukan 2 kali operasi dan perawatan & check up rutin.
Duch mbak, bener dech, lebih baik mencegah daripada mengobati. Karena selain sakit yang dirasa juga biayanya tidak sedikit mbak.
Yuk mari mencegah dgn pola hidup sehat, seimbang, agar kita semua terhindar dari penyakit2 ini.
Best regard,
Bintang
Tuti :
Wah, ikut bergembira karena ibunda Mbak Elinda berhasil sembuh dari penyakit kanker payudara. Tentunya kanker ibunda diketahui sebelum stadium lanjut ya? Memang pemeriksaan dini sangat perlu, agar tindakan pengobatan dapat diberikan dengan efektif. Mbak Elinda juga rajin memeriksa diri sendiri kan?
Betul, mencegah selalu lebih baik daripada mengobati. Sayangnya, kadang-kadang kita ini belum memiliki kesadaran untuk mencegah. Kalau sudah kena, baru deh kalang-kabut … 😦
Mari menjalani pola hidup sehat. Semoga kita selalu diberi kesehatan oleh Allah SWT. Amin.
salam hangat,
salam
segala penyakit itu pasti ada obatnya, itu yang di ajarkan Rasulullah kepada kita. kalo kita percaya ya pasti sembuh.
Tuti :
Ya, benar. Tentu saja kepercayaan bahwa segala penyakit ada obatnya itu disertai upaya pencegahan penyakit dan upaya mencari pengobatan yang benar, bukan? Namun Tuhan juga menciptakan penyakit sebagai ‘cara’ kita untuk pulang kepada-Nya. Jadi memang tidak semua penyakit bisa sembuh.
Na’udzubullahi min zaliik…..
Kalo boleh minta aku pingin sakitnya yang ringan-ringan aja, Mbak, kayak batuk pilek,gitu.. Itupun maunya 1 hari aja, biz tu sembuh dan hidup bahagia selamanya…wkwkwk….
Pengennya…
😦
bolehkan..?
🙂
Tuti :
Namanya keinginan, tentu saja boleh, Dewi. Akupun penginnya gitu : jangan sakit yang berat-berat. Memang siapa sih yang nggak pengin sehat wal afiat? Makanya, ayo menjalani pola hidup sehat. Makan bergizi, berolah raga, cukup istirahat … 🙂
Informatif, semoga banyak yang tersadarkan. Salam
ALRIS
Tuti :
Terimakasih Bang Alris. Jangan lupa ingatkan istri untuk memeriksakan diri ya … 🙂
Makasih Bu Tuti, untuk pencerahannya. Info ini perlu saya teruskan ke istri saya nih…
Kanker memang penyakit yang berbahaya dan mematikan. Bahkan plesetannya pun bikin kepala pusing tak terkira di penghujung bulan ya, Bu… yang bikin Bu Tuti, dan saya tentunya, harus ‘ngedrugs’ saking pusingnya 😀
Tuti :
Betul Bang Anderson, kanker memang penyakit yang sulit disembuhkan jika sudah terlanjur berkembang pada stadium lanjut. Tetapi jika ditemukan ketika masih pada stadium dini, kemungkinan sembuh masih besar kok. Oleh sebab itu bagus sekali jika Bang Anderson segera mengantarkan istri untuk melakukan check-up. Seorang istri pasti akan berterimakasih sekali jika suaminya memiliki perhatian akan kesehatan dirinya (dan tentunya makin mencintai Bang Anderson … 🙂 )
Nah, untuk ‘kanker’ dompet …. obatnya agak murah Bang. Kalau masih pada stadium awal, cukup diolesi minyak angin di kening dan dipijit-pijit … 😀
mungkin rajin2 check up kali ya.. dan lakukan langkah2 preventifnya sambil berdoa supaya diambil dengan cara yang ringan 😀
salam kenal yah!
Tuti :
Betul sekali, Elia. Pencegahan selalu lebih baik daripada pengobatan.
Salam kenal juga, terimakasih sudah berkunjung 🙂
semoga semua wanita semakin tangguh
Tuti :
Terimakasih Kang Achoey, doa seorang ustad insya’allah dikabulkan Allah …
kini….
cuma bisa diam
diam-diaman
terasa suram….
kelam…..temaram….
😦
Tuti :
Kok diam-diaman Bang?
Kenapa nggak diajak ngomong aja?
🙂 🙂 🙂
(wah … Bang Mike berpuisi nih …. )
bu tuti, emang bener kalo saat datang bulan tidak bersih dapat menyebabkan kanker serviks? kemungkinan resiko terkena kanker serviks itu untuk usia berapa ya? numpang nanya ya bu .. hehehe …
Tuti :
Menurut yang saya baca, penyebab kanker serviks adalah virus HPV, yang datang dari luar tubuh. Kemungkinan kena kanker serviks memang lebih besar pada wanita yang sudah di atas 40 tahun, meskipun ada juga yang kurang dari itu. Makanya untuk pencegahan, lebih baik imunisasi HPV saja.
Dan mbak…. saya sangat prihatin karena pemeriksaan Pap smear apalagi vaksinnya itu MAHAL sekali untuk ukuran Indonesia!
Saya pernah pap smear di jakarta agustus lalu, karena sekaligus memeriksa IUD, saya harus bayar 850 ribu saja. Bayangkan kalau setiap periksa wanita Indoensia harus menyiapkan uang segitu banyak? Saya memang ditawari vaksinnya, tapi terus terang waktu itu lebih mikir ke duitnya. Karena di Jepang SEMUA, (Pap smear, mammo) itu gratis! Ya mending yang gratis kan?
Tapi saya ngaku dosa, krn saya mengabaikan undangan dari kelurahan setiap tahun (sudah 2 tahun berturut) untuk periksa semua Kanker. Tahun pertama karena baru melahirkan Kai, dan tahun ke dua pergi ke Indonesia. Biasanya kami mendapat undangan itu bulan Februari. Janji deh, abis ini saya buka undangannya, semoga masih berlaku. Dan kalau tidak ya menunggu tahun fiskal baru.
Wanita memang lebih tahan sakit…dan karenanya lebih tidak ketahuan jika sebetulnya di badannya sudah bercokol setan-setan ganas yang siap mencabut nyawa.
EM
Tuti :
Untuk test papsmear saja, di Yogya tidak begitu mahal Mbak. Kemarin saya di Yayasan Kucala (papsmear & pemeriksaan payudara) hanya membayar Rp. 85.000 kok. Untuk imunisasi HPV memang masih agak mahal, yaitu Rp. 650.000,- Tapi kalau dilakukan dalam rombongan, bisa lebih murah.
Wah, hebat ya Jepang bisa menggratiskan semua test termasuk vaksinasinya. Ya iyalah, wong negara kaya, dan jumlah penduduknya tidak sebanyak Indonesia.
Betul Mbak, wanita lebih tahan sakit, lha wong memang sering disakiti …. ehehe, maksudnya, secara kodrat memang sering harus berjuang dengan rasa sakit : mulai dari menstruasi, malam pertama (hihi!), hamil, sampai melahirkan. Coba pria disuruh hamil, apa nggak gulung-koming … 😀
saya Ketua YKI … Yayasan Kanker Indonesia , cabang kota Yogyakarta mbak.
Hari hari kalau kegiatan…salah satunya menengok pasien kanker dari keluarga tak mampu, dan melakukan kegiatan papsmear untuk Ibu ibu di beberapa wilayah kecamatan.
kalau hasilnya bagus…saya senang sekali, tapi kalau ada yang harus dirawat lanjut …. waduuuh …. prihatin sekali, apalagi sampai positip Ca Cerviks.
Sayangnya pemeriksaan ini masih cukup mahal … sehingga sedang kami usulkan menjadi hal yang bisa dijangkau oleh kemampuan masyarakat.
Tuti :
Ya, saya pernah baca di salah satu posting Mbak Dyah, bahwa panjenengan adalah Ketua YKI. Apakah memang cukup banyak ibu-ibu yang terkena penyakit ini, Mbak? Memprihatinkan ya, karena selain mengancam nyawa, pengobatannya masih sangat mahal.
Bagus sekali kalau pemeriksaan papsmear (syukur vaksinasi HPV juga) bisa dibiayai pemerintah, minimal disubsidi. Mungkin dengan desakan dari Tim Penggerak PKK Kota, bersama-sama dengan TP PKK Kabupaten, Pemerintah akan memberikan perhatian yang lebih besar padamasalah ini.
bu…saya baca ini sambil ngelakuin sadari….karena saking takutnya….
tapi..kok ada yang something wrong saya temukan…..
ada tonjolan di dalam, ga keliatan di luar (ya ga keras2 amat sih) kayak kolang kaling…hehe…., di pinggir kiri atas (dada sebelah kiri)……sebesar biji kacang. itu apa ya bu?? aduuhhh…….
itu kelenjar payudara (susu atau apalah) atau tumor….atau bakal kanker ya bu…..
hiks…hiks….
oh ya saya ngelakuin hari ke-23 semenjak hari pertama menstruasi…
semua faktor resiko ca payudara alhamdulillah ga ada yang terkait di diri saya….
oh ya bu….kl boleh tau nih….tes yg baik apa ya bu? biaya standard minimal brp y?
makasih bu……………(mohon informasinya) hiks..hiks….
Tuti :
Emily, tentu saja saya tidak berani dan tidak berkompeten untuk memberikan penilaian terhadap benjolan di dada Emily. Saya bukan dokter, bahkan dokter pun memerlukan pemeriksaan dengan peralatan terlebih dulu untuk mengetahui benjolan itu apa. Saran saya sih, lebih baik langsung periksa saja ke dokter.
Sekarang untuk pemeriksaan ca payudara sudah memakai USG. Biayanya kalau di rumah sakit pemerintah mungkin tidak terlalu mahal. Saya kemarin, karena di klinik swasta, biayanya Rp. 225.000,-.
Saya doakan semoga benjolan itu bukan apa-apa ya, Emily …