GAGAL TOTAL …
Konon, pengalaman pertama selalu luar biasa. Luar biasa menyenangkan, atau luar biasa menyakitkan. Menyenangkan tentunya kalau sukses, dan menyakitkan pastinya kalau gagal. Nah, saya baru saja memiliki pengalaman pertama gagal total! Bagaimana rasa hati saya? Hiks … hiks … kecewa dan sakit banget!
Sesudah “24 Sauh”, proyek berikutnya yang akan dikerjakan adalah menulis novel bersama. Proyek baru ini disambut dengan antusias oleh teman-teman. Beberapa teman memang tidak bisa ikut karena sibuk dengan pekerjaan masing-masing, tapi beberapa penulis baru bergabung, menggantikan posisi penulis yang absen. Saya, meskipun seharusnya juga sibuk (sumpe, seharusnya saya bahkan prei ngeblog!), tetap nekad bergabung. Setelah dua puluh tahun ‘mati suri’, jiwa kepengarangan agaknya ditiupkan kembali ke dalam tubuh saya. Saya seperti hidup untuk yang ke dua kalinya. Penuh semangat dan gairah!
Menandatangani novel untuk sahabat (foto : Yoga)
Asyik juga kayaknya menulis novel berantai. Saling menyambung, saling menimpali. Masing-masing dengan kreativitas, imajinasi, dan keunikan gaya yang sudah menjadi ciri khas setiap penulis. Rasanya sudah tidak sabar lagi menunggu giliran, menyambung kisah yang sudah ditulis teman sebelumnya. Komunikasi intens pun dijalin lewat threat di Facebook.
Bab pertama ditulis oleh seorang teman, yang sekaligus menjadi pemrakarsa dan koordinator proyek. Supaya semua teman bisa mengikuti jalan cerita sejak awal, maka Bab I tersebut dikirimkan ke e-mail masing-masing teman. Saya membuka attachment berisi Bab I dan dengan penuh antusias membaca baris demi baris …..
Alinea pertama hingga ke tiga biasa saja. Namanya juga baru pembukaan. Ibarat artis tampil di panggung, baru mengambil nafas, membangun suasana, dan menjajagi penonton. Alinea ke lima, sang artis mulai beraksi, dan kening saya berkerut. Alinea ke delapan, mata saya terbelalak. Alinea ke sepuluh, saya tersedak. Alinea ke tiga belas, duduk saya mulai melorot di kursi. Alinea ke enam belas, ke dua puluh, ke sekian ….. saya benar-benar terhenyak! Huwaaaaa ….. !!
Saya shock berat! Tubuh lunglai, tulang belulang serasa berlepasan. Semangat pun runtuh berantakan …
Bab I novel yang digadang-gadang itu sarat dengan adegan seks yang ditulis secara vulgar, dan dilakukan oleh tokoh-tokoh yang haram melakukannya. Jalan ceritanya tidak masuk akal. Karakter tokoh-tokohnya tak terbangun dengan baik. Benar-benar di luar ekspektasi saya!
Oh, saya bukan sok suci atau sok moralis, juga bukan perawan kencur yang naif, yang girap-girap terhadap perbincangan mengenai seks. Itu adalah bagian dari kehidupan. Tapi pembicaraan masalah itu haruslah dalam frame yang serius dan konstruktif, dengan landasan berpikir yang ilmiah-religius. Tidak dalam format yang semata-mata mengeksploitasi nafsu erotisme. Saya sungguh tidak bisa menerima!
Resign. Tanpa perlu berpikir dua kali, saya langsung memutuskan untuk mundur dari keikut-sertaan menulis novel bersama. Kecewa, marah, muak, dan sedih menyesaki hati saya. Saya merasa seperti dikhianati. Impian tentang menulis novel bersama yang begitu indah, tercampak dalam kubangan berupa tulisan yang jauh dari nilai estetika, etika, dan agama.
Dari sebuah kegagalan, kita harus bisa memetik pelajaran. Kesalahan besar yang terjadi dalam proses penulisan novel bersama ini adalah, tidak adanya konsep awal yang matang. Seharusnya, disepakati dulu tema, visi, dan garis besar cerita, tanpa membatasi kreativitas setiap orang untuk mengembangkan imajinasinya. Harus disepakati pula bahwa tulisan tidak mengandung unsur pornografi, kekerasan, dan masalah-masalah yang bisa memecah-belah kerukunan hidup beragama dan bernegara.
Beberapa hari setelah saya menyatakan resign, koordinator penulisan novel bersama (sekaligus penulis Bab I), menghubungi saya, mengatakan bahwa Bab II sudah ditulis oleh teman lain dengan bagus sekali, sangat mengharukan dan menyentuh. Dia menanyakan apakah saya mau kembali bergabung? Saya bilang ‘no, thank you’. Meskipun bab-bab selanjutnya ditulis dengan bagus, tapi persepsi orang sudah terlanjur buruk ketika membaca Bab I novel ini. Bisa jadi, orang bahkan sudah menutup dan meletakkan novel ini di awal, sebelum sempat membaca bab-bab berikutnya.
Seorang penulis memiliki tanggung jawab atas apa yang ditulisnya. Sama seperti seorang guru, atau ulama, yang memiliki tanggung jawab atas apa yang diajarkannya. Tanggung jawab kepada dirinya sendiri, kepada umat, dan kepada Tuhan. Tanggung jawab dari sisi substansi maupun moral.Β Sebuah tulisan bisa benar secara substansi, tapi salah secara moral. Jika seseorang melakukan sesuatu yang salah karena membaca tulisan kita, maka kita adalah orang pertama yang harus bertanggung jawab.
Dari kontak dengan teman-teman lain, saya memperoleh informasi bahwa beberapa teman juga mengundurkan diri setelah membaca Bab I novel bersama itu. Tema novel yang dirancang oleh pemrakarsa proyek, yang berkutat seputar perselingkuhan, pengkhianatan, dan pembunuhan, memang sangat tidak cocok dengan beberapa di antara kami. Nggak banget deh.
Ufff ….. rupanya saya memang harus melanjutkan ‘mati suri’ saya di dunia pernovelan. Dan … hei! Bukankah saya memang sedang menghadapi tugas berat yang harus saya selesaikan? Yang mengharuskan saya berkonsentrasi penuh dan melupakan sejenak kehidupan dunia maya?
Teman-teman, sekaligus saya mohon maaf yang sebesar-besarnya jika akhir-akhir ini jarang berkunjung ke blog teman-teman. Saya benar-benar harus membatasi waktu bermain-main dan memanjakan kesenangan. SayaΒ juga mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada teman-teman yang masih sudi berkunjung dan memberikan komentarΒ di blog saya.
Mekaten rumiyin sederek-sederek, kepareng kulo nyuwun pamit, lengser keprabon lan tutup kayon …. *
*terjemahan untuk yang tidak faham bahasa Jawa :
Demikian saudara-saudara, saya mohon pamit, mengundurkan diri dan menurunkan layar pertunjukan …
Jangan patah semangat maju terus berkarya…ambil hikmatnya dan jadikan semua itu pengalaman…dan kalau mampu bikin z novel karya sendiri…lam kenal dan semoga sukses selalu…
Tuti :
Terimakasih Herry. Betul, ada pelajaran berharga yang bisa saya petik dari pengalaman ini. Bikin novel sendiri? Memang lebih asyik. Besoklah, kalau sudah ada waktu …
Salam kenal juga, dan sukses juga untuk Herry π
Mbak… saya setuju dan senang sekali mbak sudah mengundurkan diri dari penulisan novel bersama itu. Sulitnya untuk bekerjasama ya memang begitulah. Kalau menurut saya setiap pengarang kan punya pemikiran dan gayanya sendiri sehingga untuk menjadikan satu pemikiran dua pengarang aja susah, apalagi lebih dari dua.
Ayo mbak semangat lagi lanjutkan tugasnya. Kalau bisa sudah selesai waktu saya ada di Jakarta, biar kita bisa main-main nih hihihi.
EM
Tuti :
Yes, absolutely right, Mbak. Menulis novel bersama itu sangat tidak mudah. Hanya bisa dilakukan jika para penulis yang bergabung memiliki kesamaan visi (bukan kesamaan gaya menulis, sebab itu justru akan bisa memperkaya novel). Kemarin, kesepakatan untuk membuat novel bersama itu sebenarnya lebih didasari pada semangat pertemanan. Sebab kalau untuk menulis novel, sebenarnya saya sendiri pun bisa.
Oke Mbaaaak ….. saya kembali ke tugas semula ya. Doakan Agustus sudah selesai (memang itu batas akhir saya), dan kita bisa keliling Indonesia bersama … *mimpi kali yeee* π
waduuuh …. pengalaman menyedihkan ya mbak ….
saya dukung untuk tidak ikut lanjut, saya percaya itu bukan mbak Tuti banget lah.
selanjutnya … saya doakan cepat selesai tugasnya…kita santai lagi….
Tuti :
Iya Mbak Dyah, itu pengalaman yang sangat mengejutkan. Soalnya sama sekali diluar dugaan …. π¦ Besok kalau sudah ada waktu, nulis novel sendiri aja ‘kali ya … dengan salah satu tokohnya adalah Mbak Dyah, yang saya kagumi kiprah dan prestasinya π
Njih, siap laksanakan! Saya kembali ke tempat tugas …. *balik kanan langkah tegap, majuuuu …. jalan!* π
…
Waduh saya doki-doki shiteru nih, terjemahanya: deg-degan alias ndreweli..
Baru kali ini bu Tuti sewot..
..
Kalo sekiranya mboten cocok, nggih mboten sah tumut buk.. Musti jaga image dong..
π
…
Rencana bertapa berapa lama buk, belum2 saya udah kangen je..
π
…
Tuti :
…..
Nggak usah deg-degan Ta, wong ngamuknya nggak sama Ata kok
Lagian, ngamuknya sudah lewat, sekarang sudah senyum manis lagi … π
….
Iya Ta, aku nggak jadi ikut. Sudah resign kok. Image memang harus dijaga, jangan sampe dicolong kancil (loh, kok kancil sih? π )
….
Huwaaa …. dikangenin brondong imut kayak Ata, pingsan aku …. *klepek-klepek*
π π
Jangan pernah menyerah…,
tapi mengerjakan novel pesanan
dan dikerjakan ramai-ramai seperti itu
memang kurang memberi rasa nyaman,
mending mbak tuti buat novel baru
hasil kontemplasi sendiri,
pasti akan lebih kereeen……
ditunggu…..
maju terusss…..
Tuti :
Iya Bang …
Memang lebih asyik bikin novel sendiri. Kemarin itu, semangatnya kan untuk kebersamaan dan pertemanan. Lagipula, kalau nulis novel keroyokan kan saya cukup nulis satu bab saja, sekitar 15 – 20 halaman. Dari segi waktu, itu lebih memungkinkan untuk kondisi saya saat ini. Tapi ‘musibah’ Bab I itu membuat semuanya berantakan.
Yo wis, gak sido wae … π
Yeiiiy … Abang suruh saya maju terus. Lampunya lagi merah Bang, tunggu hijau dulu … π
Thinks First Think ya bu
Tuti:
Yes, indeed …
Thinks First Think, and think again …
Bu Tuti, saya salah lagi. Bukan ini yang saya maksud. Maksud saya. First think first. Aduh malunya kebolak balik.
Tuti :
Oh, yang pertama itu salah to Pak? Lha saya malah ndak tahu je kalau salah π Lebih malu saya dong π π
* Salut saya untk mbak Tuti yang tetap menjaga integritasnya, sehingga jati diri tetap sesuai aslinya krn tidak tercemar oleh pesanan….
* Walaupun sdh ditutup, tapi sekali2 layarnya dibuka dikit ya mbak, intip2 penontonnya……
* Good Luck di Agustus nanti mbak……
Tuti :
* Terimakasih, Mas Karma. Apa lagi sih yang kita miliki, jika idealisme dan integritas pribadi sudah tergadai?
* Pasti, lha ini juga lagi ngintipin komen Mas Karma …. π
* Mohon doanya, semoga Agustus tetap Agustus … π
Nanti muncul-muncul pasti sudah jadi Doktor…
Hayo wani taruhan π
Tuti :
Yang pasti, nanti muncul-muncul tetap perempuan Don π
Wani taruhan piro? Bakmi Kadin, opo gudeg Yu Djum? Waah … kemurahen … π
Bunda, tt setuju bunda mengundurkan diri. Setuju banget..
Ntar kalo bunda dah selo (ada gk ya selonya), bunda nulis novel sendiri aja Bun…. Tt dukung deh…
Tuti :
Terimakasih dukungannya, Tt ….
(haduuh … saya lebih dari 50 kg lho, emang kuat ndukung saya? π π )
Apapun keputusan Ibu Tuti …
Saya yakin ini sudah merupakan sikap ibu Tuti …
Yang jelas … saya heran … kok ya ndilalah koordinatornya yang menulis seperti itu ya …
Jujur jadi penasaran saya …
kek apa sih Bab 1 ituuuu ???
π
Eniwei …
Take Care Ibu …
Semoga cepat selesai tugas-tugasnya ya Bu …
supaya ibu bisa blog walking dengan lancar seperti dulu lagi
Salam saya
Tuti :
Yeeeiiiy …. ketahuan deh, Om pengin baca Bab I itu kan? π π
Mau saya kirim via e-mail Om? Tapi siap-siap ya …. (siap-siap tutup mata maksudnya π )
Terimakasih doanya Om. Iya, saya sedih nih, nggak sempat lagi baca tulisan Om yang lutju-lutju … π¦
hahaha… ceritanya begituan toh! Pantes mbak tuti tersedak, trus, sampe mlorot dari kursi..hhahaha..
Tuti :
Iya tuh. Tapi mlorotnya dari kursi, sebenarnya karena kursinya licin dan kakinya patah satu … hihihi π
Wah, saya beri jempol buat Ibu.. saya juga kadang suka meringis kalo baca novel yang diselipi adegan seperti itu.. saya pikir banyak cara lain untuk membuat sebuah novel menarik.. ya kan Bu? Btw, Ibu mau kemana? Jangan lama2 resign dari menulis blog ya Bu.. nanti pencerahan kami hilang..
Oya Bu, nanti kalo sudah diterima jempol saya tolong dikembalikan lagi ya Bu, mau dipakai buat mengetik blog lagi, hehe..
Tuti :
Makacih jempolnya, Clara (hiiiiy ….. ngeri dikasih jempol doang π¦ )
Memang, banyak cara yang lebih edukatif, konstruktif, inovatif, dan selotif (lho, kok selotip sih? π ) untuk membuat sebuah cerita menarik.
Saya nggak kemana-mana kok Cla, cuma mengurangi waktu untuk ngeblog. Pasti besok ngintip-ngintip lagi ke beranda ini, membalas salam tamu-tamu yang datang … π
Haduuuh …. jempolmu kemana ya tadi π¦ Jangan-jangan …. digondol kucing …. kyaaa!!
setuju dan memberi selamat kepada bu Tuti yang mundur dari ‘arena’. mending mundur kalo tidak sesuai dengan hati nurani.
Tuti :
Begitulah, Anna. Novel itu nggak penting banget kok, jauh lebih penting menjaga integritas diri.
Terimakasih ya sudah mampir π
Mbak, janji ya, begitu tugas selesai balik lagi ngeblog ya…
semoga sukses dengan tugasnya…aku merindukanmu…
Tuti :
)
Iya Mbak, aku janji …. tapi janji palsu boleh nggak?
Suwun doanya Mbak …. aku merindukan oleh-olehmu juga (hayah, kok oleh-oleh sih!
Setiap orang punya hak untuk memutuskan segala sesuatunya.
Iya Bu, bikin novel sendiri kemudian diterbitkan sendiri barangkali akan lebih nyaman.
Tuti :
Bikin novel sendiri, diterbitkan sendiri, terus dibaca sendiri ya Mas? π
Maturnuwun sudah mampir … π
Kalau saya ada di posisi Bu Tuti, saya juga akan bersikap seperti Ibu…mundur….
OOT…
maaf ya Bu Tuti, waktu ketemuan dengan Uda kemarin kami memang sengaja nggak memberitahu Ibu, kami pikir Bu Tuti pasti sibuk sekali, jadi kami nggak berani mengganggu.
salam hangat selalu, Bu Tuti…
Tuti :
Jadi kita tukar posisi saja yuk … (lho?? π¦ )
Nggak apa-apa Nana, memang kita punya agenda kesibukan sendiri-sendiri. Sampai ketemu lain kali ya … π
Baru sempat mampir lagi ke blog ini setelah sekian lama absen, ealah, lha kok pemiliknya pamitan lagi… π
Mudah-mudahan sukses dengan tugas-tugas offlinenya ya Bu.
Tuti :
Waah …. selamat datang kembali ke blog ini Mas Nardi, setelah sekian lama menghilang. Iya, maksudnya mau pamit nih, tapi nggak janji juga, soalnya siapa tahu besok kangen pada dunia maya dan balik lagi ke sini … π
Terimakasih supportnya, sukses untuk Mas Nardi juga.
bu, sy juga nggak suka baca novel tema perselingkuhan atau seks bebas yg ditulis org Indonesia sendiri, nggak sesuai budaya kitalah, buku itu langsung saya taruh dan nggak saya baca2 lagi
kalau yg nulis org luar ya biarin aja, tetapi tetap cuma sekadar tau,
sy jg mau istirahat sebentar bu, anak2 mau UN
semoga sukses kehidupan nyatanya (apa ya bu, kuliah lagikah?)
Tuti :
Begitulah, Mbak Monda. Buku seperti itu meracuni benak kita, apalagi kalau dibaca oleh anak muda yang masih bergejolak dan belum bisa mengendalikan diri.
Selamat membimbing putra-putri ya Mbak, semoga UNnya lancar dan sukses. Tentang kesibukan saya, iya betul Mbak, saya jadi murid lagi … π
waah kayanya bab I nya itu emang dahsyat sampe2 bu tuti langsung ilfeel.. he he..
tetep menulis dg idealisme sendiri ya bu.. ditunggu karya-karyanya.. π
Tuti :
Yaaah …. yang jelas saya kaget banget, Yun π¦
Tetap menulis dengan idealisme sendiri, pasti! Tapi kayaknya masih harus nunggu waktu luang. Jadi, sabar-sabarin aja nungunya ya Yun π
Sip bun..
teteup semangaaat.. π
Tuti :
Semangat ’45! (weleh … sekarang sudah tahun 2010 buk! π )
Sebuah keputusan yang mantap dan pas sekali Bu Tuti… Salut… π
Kayaknya kita akan mengalami nasib yang sama Bu; bertapa dalam waktu yang cukup lama dan meninggalkan sejenak hiruk pikuk dunia maya… tapi, kalau sesekali menjenguk blog, bolehlah, buat intermezo, biar gak stres-stres amat… hehehe…
Selamat berkarya Bu, kita saling doakan ya… (Agustus jhe… hahaha…)
Tuti :
Betul Uda. Keputusan itu saya ambil tanpa ragu sedikitpun. Saya jelas tak mau menulis seperti itu, bahkan menjadi bagian dari novel yang sebagian isinya seperti itupun saya sangat keberatan.
Sejak dulu kita memang senasib ya Da π … iya, nengok blog sekali-sekali memang nggak apa-apa. Yang jelas saya selalu membuka blog saya untuk menjawab komen teman-teman, adapun untuk posting dan blogwalking, apa boleh buat terpaksa harus dikurangi π¦
Agustus … haduuuh … !! π¦
Nulis sama Lala aja, yuk, Bun? π
Tuti :
Nulis bareng Lala? Wow, senang sekaliiii! π
Waduuh … tapi saya minder ….. π¦
Membaca tulisan mbak Tuti ikut kaget…untung nggak sampe jatuh dari kursi..nyaris sih tapi karena ngantuk….hihihi…
Mbak, menulis barengan, sambung menyambung memang harus sesuai dengan hati…dan setiap teman yang menyumbang telah kita kenal dari gaya tulisan, cara pandangnya dalam kehidupan…bukankah dari sekian blog kita ahirnya juga terdampar pada blog yang itu2 aja? Selain karena kesibukan, namun karena kita juga ada persamaan dengan tulisan teman tadi…sama seperti membaca koran…kita akan cari kolom tertentu…dan senang jika menemukan kolom tadi ditulis oleh orang yang gaya tulisannya kita sukai.
Saya senang mbak Tuti akhirnya mundur…saya sendiri juga nggak suka membaca novel yang isinya sex dengan bahasa vulgar…lha zaman masih muda aja….ceritanya pengin tahu seperti apa sih yang namanya blue film itu. Akhirnya nonton rame-rame…sembunyi di kamar asrama yang terkunci rapat…belum selesai udah hueek…..dan ternyata yang kabur sebelum selesai bukan hanya saya aja….hihihi
Tuti :
Lain kali kalau duduk pakai seat belt Mbak, biar kalau ngantuk nggak jatuh …. π π
Ya, betul sekali. Nulis bersama memang harus tahu dulu karakter tulisan teman-teman yang akan bergabung. Juga harus disepakati dulu tema dan garis besar tulisan, supaya kita tidak terkaget-kaget karena cerita berbelok ke arah yang tidak kita duga. Nah, untungnya tulisan yang ‘serem’ itu muncul di Bab I, sehingga saya (dan beberapa teman lain) bisa resign sejak awal. Coba kalau saya sudah terlanjur nulis, lalu tulisan seperti itu baru muncul belakangan, kan repot saya harus menarik kembali tulisan saya …
Wahaha … Mbak Enny pernah nonton BF? Terus kabur hueek-hueek? Untung nggak sampai pingsan … wakakaka … π
saya sangat sepakat dengan keputusan Bu Tuti untuk mengundurkan diri dari team penulisan novel bersama. Seperti juga yang selalu saya jaga, bahwa tulisan kita harus kita pertanggungjawabkan kepada diri sendiri, pembaca dan Tuhan. Apalagi kalau profesi kita adalah sebagai pendidik, maka akan lebih berat lagi pertanggungjawabannya
Tuti :
Begitulah, Mas Narno. Kita kan sama-sama guru (juga penulis), maka tanggung jawab itu dobel jadinya. Lagipula, dengan nulis yang ‘bener’, tulisan kita banyak dibaca kok, jadi mengapa harus nulis yang ‘nggak bener’?
gagal biasa dan awal dari kesuksesan dan tentunya membuat kiat tahan uji, menyerah jangan karena akan menguatkan kita dalam hal apapun, stress…mmmhh…jangan bangett bahaya…
Tuti :
I agree! Setuju! Akur! π
Sebuah keputusan yang tepat….
Saya doakan Bu Tuti bisa segera membuat novel sendiri deh…setelah menyelesaikan kewajibannya. He he….
Ayo, rampungkan….
Tuti :
Alhamdulillah banyak yang mendukung keputusan saya.
Terimakasih doanya, Bang Hery. Besok kalau saya berhasil nulis novel sendiri, insya’allah Bang Hery masuk dalam daftar yang akan saya kirimi (ingatkan saya ya Bang π )
Sekarang harus menyelesaikan ‘tugas negara’ dulu Bang … π
Alhamdulillah ternyata nurani dan prinsip mampu mengalahkan kerinduan utk menuliskan sebuah novel yg telah lama diinginkan.
Semoga Mbak Tuti sudah bisa tersenyum manis lagi sekarang ya . π
salam
Tuti :
Ya, Bunda. Prinsip dan hati nurani harus selalu kita jaga, sebab semakin sering kita melanggar hati nurani, semakin lemah suara hati nurani itu mengingatkan kita akan kebenaran. Apa jadinya jika sudah demikian? Ya, kita semakin gampang saja berbuat salah.
Terimakasih Bunda, senyum saya memang selalu manis kok (hayaahh … ! π )
salam saya, Bunda
I’m gonna miss you, Bu…….!!
Bertapa kenapa sih? Jangan lama-lama, ya π
Tuti :
Sure, I’ll miss you too, Lee … π¦
Bertapa supaya sakti, ngunduh ilmu dari para maha guru. Nggak … nggak lama kok. Doakan nggak lama ya … (saya kan selalu rindu kehidupan hura-hura di dunia maya … yeiiiy! π )
Waduh, untung kalo gitu mbak Tuti mundur, keputusan yang pas mbak, daripada akhirnya novel berantai itu nggak genah …weleh-weleh….
Nah, kalau mbak Tuti konsen ke tugas utama itu…saya dukung 100% dech…biar Agustus nanti tuntas….dan mbak Tuti bisa fokus buat kejutan lagi, misalnya launching NOVEL lagi yang lebih yahut π atau sesauatu yang bikin kita2 ikutan Surprise…
Yach itung-itung balas kangen dari mati suri itu mbak, hahaha….
Iyach, mbak saya juga akhir2 ini jarang blogwalking, paling sekali-kali doang, krn memang lagi fokus ke prioritas utama. Tapi yang jelas saya selalu kangen sama blognya mbak Tuti dan sahabat2 maya di blog lho…..So, tetap kalao sempet pasti mampir, hehehe…..
Selamat beraktivitas lagi mbak….YES….Semangatttttttt π π π
Bintang
Tuti :
Doakan saja ya Mbak, semoga tugas bisa saya selesaikan, dan bisa bangun pula dari mati suri menulis novel … hehehe …
Saya juga usahakan blogwalking, meskipun sedikit-sedikit (sesempatnya). Nah … bolak-balik saya intip, kayaknya Mbak Linda belum posting baru deh …. π
Selamat beraktivitas juga Mbak. Sukses ya!
salam hangat,
tenyata ibu juga seorang penulis yang hebat
subhanallah
Tuti :
Ah, nggak kok, Kang Achoey … cuma iseng-iseng dan hobi aja … π
Alhamdulillah
lha nerusin nulis novel yang Bab I nya berjudul “LATAR BELAKANG ” atau “PENDAHULUAN” aja bu.. π
Tuti :
Lhaa … itulah Mas. Sejak dulu masih LATAR BELAKANG melulu … belum pindah-pindah juga ke LATAR DEPAN π
wah mbak Tut, jangan nulis Novel rame2 yg ga jelas gitu dunk…hehehe mending tulisan mbak Tut seorang….
saya tunggu novel2 nya…..selamat belajar lagi, menimba ilmu….dan semoga cepet selesai cepet nulis lagi
bravo
Tuti :
Tadinya saya bayangkan akan seru sekali nulis bareng dengan teman-teman. Tapi rupanya novel bersama memang hanya akan berjalan baik kalau ditulis oleh teman-teman yang sepaham dan seide.
Terimakasih dukungannya Mbak Wied, semoga Mbak Wied juga lancar memasak terus ya … π
salam,
“Seorang penulis memiliki tanggung jawab atas apa yang ditulisnya. Sama seperti seorang guru, atau ulama, yang memiliki tanggung jawab atas apa yang diajarkannya.”
Aku tersentuh membacanya, mba tuti ini bisa dibilang guru yang baik tiap aku baca blognya, karena banyak sekali ilmu yang aku dapat *bukan lagi ngegombal*
Dan semakin ingin berguru setelah membaca tulisan yang satu ini. Mari kita bernyanyi saja Mba “I Quiiit… I Quiiit….” hehehe… Tapi abis itu nyanyi Letto “Iiingat tuk muulai lagiii”
ditunggu novelnya Mba…. π
salam
-japs-
Tuti :
Hallooo … Japs! Kemane ajeee? Kirain udah meninggal (meninggalkan dunia maya maksud saya … π )
Ah, Japs bisa aja nyenengin hati orang tua (haduh, tua deh gue π¦ ). Thanks ya Japs, aku langsung meluncur ke blogmu ya …
Wah keren bisa nerbitin buku.. pengen sih π
Tuti :
Pengin nerbitin buku, langkah pertama adalah : nulis buku … π
Kesulitan memulai? Lho, tapi konon sesudah kesulitan akan ada kemudahan Mbak? Apa kira-kira yang seperti itu berlaku juga untuk Mbak Tuti dalam hal yang satu ini? Siapa tahu Mbak? Hehe……….. maaf, komentarnya ngawur…. tapi barangkali patut untuk direnungkan ya…? (nggendring ………. mlayu sipat kuping ngidul bablas…)
Tuti :
*baca komen Mbak Ikah sampai 3x, lalu merenung …. dan njranthal ngoyak sing mlayu nggendring neng kidul pasar telo * π π
Mbak Tuti, saya turut prihatin, sedih, dan kecewa dengan pengalaman mbak dalam menulis bareng. Saya sama sekali tidak menyangka prosesnya berjalan di luar dugaan seperti itu. Bukan apa-apa, tadi pagi …. what a coincidence! saya berpikir untuk mengajak mahasiswa saya yang jurusan bahasa Inggris untuk menulis cerbung berbahasa Ingris – itung-itung practise writing in English gitu lo mbak. Idenya mirip kan? Tetapi setelah tahu pengalaman mbak, saya …. tetap akan mencobanya. Mudah-mudah dalam kerangka akademik, penulisan cerbung ini akan lain. Saya tidak bisa berkata “tentu saja” karena harapan saya terhadap orang lain sering tidak kesampaian juga.
Mudah-mudahan Mbak Tuti kembali semangat dengan ide-idenya dan dengan menulisnya.
Tuti :
Nulis novel/cerbung bersama sebenarnya asyik kok Mas Benny, asal sejak awal sudah dibangun komitmen bersama tentang visi, garis besar cerita, serta rambu-rambu lain yang harus dipenuhi oleh setiap penulis yang ikut berpartisipasi. Ini untuk menjaga agar tidak terjadi ‘hal-hal yang mengagetkan’ di tengah jalan, seperti yang saya alami. Kalaupun terjadi juga, ada landasan yang kuat untuk ‘mendiskualifikasi’ bagian naskah yang keluar jalur itu.
Selamat menulis cerbung keroyokan, semoga sukses π Saya sendiri belum berniat menulis lagi, masih sibuk dengan tugas lain …
mbak, salam kenal, baru smalam tadi saya buka blognya ketika lagi nyari “kain tradisional indonesia” eh ketemu tulisan ttg tanah toraja, bagus sekali sampe berkali kali baca. lah kok saya baca lagi artikel tulisan terakhir mbak bilang mo turun layar pertunjukan, duh mbak ayo dong buka lagi layarnya, soal masalah yg vulgar itu (namanya orang kan suka aneh2), anggap aja sentilan kecil, kalo gusdur alm bilang “gitu aja kok repot”, bener bgt, ga perlu repot repot mikir ntar cepet ubanan.
Tuti :
Terimakasih, Cici. Sampai mau baca rekaman perjalanan ke Toraja berkali-kali … π
Layarnya masih dibuka kok Cici, cuma nggak sesering dulu …
kegagalan awal dari keberhasilan heheheh… betulkan.., π
Tuti :
tuulll … π