Sahabat …
Apa yang paling nikmat menemani Anda ketika sedang blogging, ketika melewatkan golden times? Orang-orang tercinta? Owgh, pasti. Musik yang indah? Sure. Camilan yang kress? Setuju. Tapi semua itu tak akan lengkap kalau tidak ada sesuatu yang diminum, yang mengalir perlahan di kerongkongan, penuh rasa dan membuat hidup menjadi sempurna ……….
Apa gerangan minuman yang membuat hidup Anda terasa sempurna?
Sahabat saya, seorang penulis yang memiliki bahasa begitu indah (yang di status facebooknya selalu ia tulis ‘dipetik dari langit’), menghadiahkan sebuah tulisan yang sangat saya suka, yang sekarang saya hadirkan di TV untuk dinikmati sahabat-sahabat semua. Ia memiliki kepekaan rasa begitu dalam, dan kebeningan hati yang menenteramkan siapa saja. Widyawati Puspita Dewi, nama lengkapnya, tapi ia suka dipanggil Dada. D-a-d-a? Iya, Dada. Bukan paha atau kepala. Ya iyalah, dia kan bukan ayam goreng … ow-ow!
Dada belum memiliki blog. Adakah di antara teman-teman yang bersedia membuatkan blog untuk sahabat saya ini? Owgh … Dada pasti akan senang sekali, absolutely! Dada sudah menulis cerpen dan menjadi reporter sejak SMP, dan beberapa kali memenangkan lomba penulisan cerpen dan novelet di majalah Gadis, Femina, dan lain-lain. Cerpennya juga ada dalam antologi “24 Sauh”.
Bu Tut (bukan Buntut loh …) dan Dada
Paling nikmat menyimak tulisan Dada sambil menyeruput minuman kesayangan saya : teh. Jadi, saya akan menyeduh teh asli kegemaran saya, sambil mempersilahkan Dada membagi kisahnya tentang minuman yang sama …
Dada, silahkan disajikan “Teh”nya ….
*menata cangkir untuk menuang teh panas dari poci*
………………..
T E H
Setiap pagi aku minum teh. Teh manis, tepatnya. Kebiasaan minum teh ini sudah berpuluh tahun kulakukan. Sejak SD, mungkin TK malahan, aku begitu terbiasa dengan air bewarna coklat itu. Di rumahku dulu, air teh ini diseduh tiap pagi di sebuah panci besar. Tentu saja bukan hanya untukku tapi untuk seluruh anggota keluarga, seharian.
Rasa teh, apalagi teh dari Jawa … hmm … enak … mantap! Karena bukan berasal dari teh celup yang biasanya encer kalau diseduh.Tapi teh yang ini adalah teh tubruk. Kental. Bahkan sepet rasanya. Tapi inilah teh Jawa, asli. Langsung dari daun teh, yang coklat kehitaman langsung mengembang saat diseduh dengan air mendidih. Ya, harus mendidih. Buat kami orang Jawa, ya inilah teh. Kental dan sepet.
Kami memang peminum teh sejati. Setia sekali. Tapi jangan tanya, jenis-jenis teh pada keluargaku. Meskipun kami semua tak bisa hidup tanpa teh, tapi kami sama sekali bukan pengamat teh. Dan aku rasa, kami hanya tahu 1 atau 2 jenis teh saja. Artinya hanya teh merek itu-itu saja yang kami minum. Cara menyeduh teh yang baik dan benarpun, aku yakin, kami tak begitu tahu. Bahkan kami tak peduli dengan teh yang jadi kebanggaan kami adalah sekedar teh produksi lokal.
Teh produk lokal yang telah membuat kami mengglobal …(foto : Dada)
Bertahun-tahun teh yang dicampur dengan gula, berhasil mengenyangkan kami. Menjadi pengganti sarapan atau pengenyang di saat jam tanggung untuk makan. “Paling tidak teh manis itu akan mengganjal perut kalian, sampai tiba waktunya untuk makan,” begitu kata ayah. Dan benar kata ayah. Daripada ayah dan ibu harus mengeluarkan uang lagi untuk membeli makanan ringan, mending kami minum banyak teh manis jika perut kami mulai nagih untuk diisi.
Bukan karena mereka tak ingin mengeluarkan sedikit uang lebih buat anak-anaknya, tapi karena mereka memang tak punya sedikit uang lebih! Lebih baik uang itu untuk membeli buku atau lauk sekalian untuk makan ‘besar’. Uang lebihnya ayah dan ibu jarang terjadi. Jika sampai ada, rasanya itu anugerah!
Yang jelas, teh bagi keluarga kami adalah teh yang mengenyangkan kami, membesarkan kami. Aku dan kedua kakakku. Dengan teh itulah, kami bisa “survive”. Sampai hari ini kami cinta pada teh. Setiap hari minum teh. Memang bukan lagi untuk mengenyangkan perut kami, melainkan karena kami berhutang budi padanya.
Bukan karena kini aku menjadi pengusaha teh. Sama sekali bukan. Atau 2 orang kakakkupun tidak harus punya pabrik atau perkebunan teh untuk menjadi 2 orang direktur seperti sekarang ini.
Minum teh ternyata memang sudah cukup. Jika hati berkata cukup.
Kesegaran alam yang menumbuhkan teh menghantarkan kesegaran minuman ini ke dalam tubuh kita (foto : tobaphotographerclub.com)
Bicara tentang teh, tak akan lepas dari perkebunan teh yang biasanya kita temui di dataran tinggi yang terjal, dingin dan kabut yang pekat, di pinggang gunung antara 800-2000 meter di atas permukaan laut. Pada hamparan hijau ini, para pemetik teh akan memainkan jemarinya, memetik pucuk-pucuk teh saat matahari mulai mengintip. Setiap pagi, mereka harus berselimut embun dan kabut dingin. Tubuh mereka yang kurus itu harus menahan hempasan angin dingin. Bertahan atas guyuran hujan yang akrab dengan pegunungan.
Pucuk-pucuk teh yang dipetik inilah yang kemudian diolah melalui proses fermentasi/oksidasi. Berdasarkan cara pengolahannya, teh dikelompokkan menjadi 4 jenis : teh putih (hanya dikeringkan), teh hijau (tanpa fermentasi), teh oolong (sedikit fermentasi) dan teh hitam/merah (full fermentasi).
Teh selain sebagai minuman yang memiliki rasa dan aroma yang atraktif, juga merupakan sumber kafein alami, teofilin dan antioksidan dengan kadar lemak, karbohidrat atau protein yang rendah.
Ada banyak manfaat teh, antara lain : dapat menurunkan tekanan darah tinggi, menurunkan kolesterol, menurunkan resiko terkena stroke, mencegah kadar gula darah yang tinggi, dll. Selain segala kebaikan manfaat dari teh di atas, yang jelas teh juga bermanfaat sebagai “penyelamat perut” dalam keluarga kami.
Pucuk hijau daun teh, biru langit dan gunung, putih kebaya pemetik teh … hmm … paduan yang sempurna yang menghadirkan kesempurnaan (foto : detikfinance.com)
……………………
Presenter TV :
Rasanya saya dan Dada dilahirkan di dunia yang sama (ya iyalah, emang ada dunia yang lain? ). Dunia masa kecil yang penuh kesederhanaan, sempit dengan keterbatasan, namun hangat dan sedap dengan teh yang selalu tersaji sepanjang hari. Keluarga saya juga peminum teh yang bahagia dengan pilihan penghangat perut yang memiliki rasa khas ini. Sampai sekarang, saya minum teh sepanjang hari, meskipun tidak sampai membawa teh dari rumah ke kantor, seperti yang dilakukan Dada … 🙂
Inilah teh saya …
Teh hangat dan sepotong kue … mmmm …. teman yang membahagiakan di pagi, sore, maupun malam hari … (foto : Tuti)
PS :
Mohon maaf yang seluas samudera, saat ini saya masih tersandera oleh kesibukan yang harus saya selesaikan, jadi untuk sementara saya belum bisa menjawab komen para sahabat serta berkunjung balik ke blog sahabat-sahabat … 😦
Begitu saya merdeka, pasti saya akan segera go public …. 😀
sebelumnya salam kenal Mbak Widya..
aku udah baca cerpen embak lho.. 🙂
..
wah kalo ngeblog enak ditemanin teh ya..
bentar-bentar..
*kedapur gedubrakan bikin teh*
..
aku sih bukan maniak teh..
tapi kalo teh di campur susu, alias teh tarik baruu suka banget..
..
bener banget tuh, kalo teh tubruk lebih manteb dari teh celup..
apalagi tehnya NASGITEL..
wuih..bisa merem melek nyruputnya..
hi..hi..
..
teh cap sintren kok aku baru tau ya..
taunya cap Bandulan, poci, naga, prenjak, 999, 555, pak djenggot..
he..he.. yang pasti enak semua.. 😉
..
salam Mbak Widya..
salam Bu Tuti..
*senyum* 🙂
..
Mas Septarius, salam kenal juga… terimakasih telah menjadi penikmat tulisan saya ya… baik “Teh”, juga cerpen saya… 🙂
Ada berbagai merek teh, Mas… banyak sekali… jadi mungkin Teh “Sintren” ini hanya melengkapi ratusan merek teh itu, bisa jadi Mas Septa tak sempat mengenalnya. (Dan kebetulan teh inilah yang telah pula melengkapi episode kehidupan keluarga saya). Ya, semua jenis teh ini dengan bermacam mereknya, enak dengan masing-masing rasa uniknya.
Monggo nge-teh, Mas…
*senyum juga*
Cieee … berbalas senyum nih … 🙂
Dear Dada,
thank God.. saya temukan Dada di sini…. sudah lamaaaa sekali saya coba cari Dada…… Let’s keepm in touch, for old time’s sake .. 🙂
Terima kasih banyak buat Tutinonka..
Sukses buat kalian berdua.
Salam,
Iman Setiadji
(sahabat pena Dada era ’80-an)
..
Iya deh Senyum saya buat Bu Tuti juga..
Biar adil..
🙂
..
salam kenal ,Mbak Widya.
aku juga penggemar teh, tapi bukan dari kecil, setelah besar baru tau kalau teh itu minuman yg benar2 nikmat, jadilah sekarang aku maniak teh, yg minum teh seharian terutama teh hijau, diseling dgn air putih juga tentunya.
di blog ku pun ,aku ada menulis ttg sedikit sejarah dan manfaat teh ini.
salam Mbak Widya.
salam Mbak Tuti.
salam.
Salam kenal juga buat Bunda Don’t Worry (… be happy… 🙂 ),
Tampaknya kita sama-sama penggemar teh ya.. wah, teh hijau ya… pasti bermanfaat!
Nanti coba saya “jalan-jalan” ya, ke blog Bunda…
Salam Bunda… ! Selamat menjadi semakin maniac teh…
🙂
Saya terus terang bukan penggemar teh. Dalam satu keluarga hanya bapak saya yang minum teh, dan hanya saya yang minum kopi.
Tapi sejak beberapa waktu yang lalu, karena gangguan perut saya coba minum teh rasa fruity, spt strawberry, lemon, peach, apel…dan ketagihan. Padahal cukup mahal tuh tehnya karena impor dari Inggris.
Karena saya tidak bisa minum teh pahir, skr yang jadi kekhawatiran justru gulanya.
EM
Sebenarnya selain penggemar teh, saya juga penggemar kopi Mbak “Ikkyu San”… dan kopinya kopi pahit.
Untuk minum teh pahit, mungkin bisa dilatih lho, Mbak… perlahan, dicoba dulu saja dengan mengurangi jumlah gulanya… meski butuh waktu bertahap, tapi mungkin bisa membantu perlahan untuk merubah kebiasaan.
Kalau saya, di pagi hari memang “butuh” teh manis. Tapi kalau teh berikutnya di hari itu, teh pahitpun akan menyenangkan. (Saat ini saya juga peminum kopi pahit sudah bertahun-tahun, meski dulu kopi saya juga berawal dari kopi manis).
Jadi, mungkin masih bisa perlahan dikurangi “jatah” gulanya dalam teh y, Mbak… supaya “waspada” aja… Bukankah sedia payung sebelum hujan adalah sebuah sikap yang bijaksana?
Salam,
Dada
Nama asli Mbak Ikkyu_san ini Mbak Imelda, Da … 🙂
Salam kenal Mbak Dada…
Bu Tuti, link ke blognya Mb Dada gak ada ya?
Saya suka minum teh, tapi tidak menjadi penggemar teh sejati. Yang paling saya suka adalah minum teh pada sore hari ditemani pisang goreng dan menikmatinya di teras rumah sambil melihat anak-anak bermain di halaman… 🙂
Uda, Mbak Dada emang belum punya blog…
Salam kenal juga buat Mas Vizon dan Mbak Henny,
Ya saya belum punya blog.. 🙂 Masih suka menulis-nulis saja di Facebook. Sambil menunggu seseorang yang berbaik hati mau membuatkannya untuk saya… hehe… jadi malu… (tapi mau!.. haha).
Teh itu bisa menjadi pelengkap setiap suasana… seolah dapat menentramkan jiwa. 🙂
Maaf Da, waktu Uda baca posting ini saya memang belum cerita kalau Dada belum punya blog … 🙂
Hai mbak Widyawati / mbak Dada….salam kenal…
(Mbak saya suka sekali pas baca cerpennya di “Sauh” lho 🙂 )
Wow ternyata kali ini dua orang penulis berkolaborasi jadi satu, dan sama-sama penyuka teh….amboi…
Ngomong2 saya juga punya kebiasaan yang sama dengan mbak Tuti, mbak Dada lho…sejak kecil sampai sekarang suka minum teh….Dan teh adalah minuman wajib di rumah kami.
Hanya saja pada perayaan2 tertentu biasanya dihidangakan juga bersamaan dengan susu kental (SKM).
Hem nikmat banget. Saya masih ingat…teh yang dulu kami pakai adalah merk “Zepplin” dengan bungkus coklat keemasan…entah apakah teh ini masih ada atau tidak sekarang yach ?.
Krn kalau sekarang saya suka teh dari sari wangi / sosro, hahaha…. krn lebih praktis….tapi tetep punya kebiasaan minum teh nggak dirumah, di kantor, pas makan siang (tapi es teh), hahaha…pokoknya teh…teh…teh….
Ok, mbak Tuti, mbak Dada selamat menjalankan aktivitas lagi…Nice day for us !!!
Best regard,
Bintang
Mbak Bintang… Elindasari
Terimakasih ya, sudah menikmati cerpen saya di 24 Sauh y…
Haha, sebenarnya tak sengaja ketika sharing dengan M Tuti ternyata kita ber 2 punya beberapa episode kehidupan yang hampir sama. Tentang teh, tentang beberapa hal lainnya. Sehingga serasa kami memiliki satu sisi “langit” yang sama pula. Itulah sebabnya ketika Mbak Tuti merelakan TVnya untuk berbagi dengan saya, saya merasa sangat tersanjung luar biasa…. Saya terharu dengan kerelaan ini. Dan rasanya kerelaan ini akan semakin menjadi kerelaan yang makin sempurna jika tulisan ini bisa juga dibagikan ke teman-teman lainnya.
Mbak, teh, dari jenis apapun, bentuk apapun, pasti memiliki makna bagi penikmatnya.
Have a great day!
Salam,
Dada
Nah, teh susu itu memang kegemaran banyak orang ‘sumantrah’ Mbak Linda, kalau di Jawa orang minum teh ya teh aja … 😀
Saya belum pernah ke blognya Dada..kok nggak ada link nya mbak Tuti….?
Teh? Wahh itu minuman kesukaanku, bahkan hanya dari segelas teh, saya bisa merasakan nikmat tidaknya teh tsb…si mbak di rumah yang bisa menyajikan teh enak adalah mbak Ti (dulu ada namanya mbak Jum).. si mbak yang di Bandung kalau menyajikan teh rasanya biasa-biasa saja…(ssst jangan2 bilang2 ntar dia ngambeg). Penikmat teh, tentu akan menyajikan teh dengan benar..cara menyeduhnya pun berbeda. Dan teh nasgitel, yang diseduh saat air mendidih, dibiarkan sekitar 5 menit…bener2 bikin kemranyas…pusing langsung hilang. Dokter kantor saya pernah mengatakan..”Bu, untuk mengurangi pusing, minum teh panas manis aja…toh ibu tekanan darah rendah, kolesterolpun rendah…” Hehehe…memang, pusing jika minum teh panas manis, rasanyanya memang benar-benar nikmat….pusingpun jauh berkurang, kadang jadi hilang.
Namun ternyata rasa teh nikmat ini sulit dicari kalau di kantor…jadi biasanya saya pakai teh celup…untungnya sekarang ada teh tong tji berbagai rasa…dan dimulai diajak oleh si sulung merasakan teh rasa mint, saya jadi suka bermacam-macam rasa teh, termasuk teh rasa buah. Jadi…saat diberi oleh-oleh teh oleh Imelda…sungguh rasanya senang sekali…sayang teh Achmad ini sulit dicari di Indonesia…karena bikinan Inggris..yang banyak di Indonesia adalah teh Dilmah.
Monggo mbak Tuti, mbak Dada….minum teh panas manis dulu….
Mbak Edratna,
Saya belum punya blog, Mbak… masih suka nulas nulis d FB aja…
Mbak Ti-nya masih ada ga? Mau dong dibikinin juga… 🙂 Tampaknya Mbak benar-benar penikmat teh ya… karena memperhatikan detil dari teh itu.
Ya, kalau di kantor mau tak mau memang harus menimbang segi kepraktisan y, Mbak. Supaya kebutuhan minuman pendamping jiwa itu tak terganggu, meski tak dapat sempurna.
Terkadang saya menyeduh serbuk teh yang dicampur dengan mengkudu, telah diolah, dilengkapi dengan pemanis alami dari daun stevia. Praktis, sehingga saya lakukan di kantor. Tak harus mendidih.
Yuk Mbak,… nge-teh…
Maaf Mbak Enny … kemarin lupa belum cerita kalau Dada belum punya blog 🙂
Dulu waktu kecil minumnya teh gunung..
sekarang cukup Sari Wangi saja karena gampang diseduh.. tapi teh memang enak..
Waktu lagi bareng2 teman dari Singapura (BMKG Singapura) ke Gunung Mas Puncak, mereka dengan senang hati bawa oleh2 teh hitamnya sana, berbotol2, dan mereka bilang rasanya sungguh enak..
Saya jadi sadar kalo Indonesia punya teh yang sangat enak dan kaya dan itu salah satu hal yang kadang membuat iri negara lain.. selama ini taunya bisa minum teh kapan aja dimana saja, jadi kadang2 kurang menghargai si pucuk daun yang satu itu..
Mbak Clara,
teh dari berbagai jenis dan kemasannya, semuanya mempunyai keunikan rasanya masing-masing, apalagi teh yang dihasilkan di Indonesia.
Di balik teh, tersimpan beribu kisah yang tercipta, dari sebuah perjuangan hidup pemetiknya sampai pada kenikmatan rasa yang berasal dari pucuk-pucuk daunnya.
Semoga ketika kita menghirup setiap tegukannya, kita juga dapat memaknai ribuan kisah itu di dalamnya.
pernah membaca ulasan di sebuah blog nih Bun, tentang are u a tea person or a coffee person…
n i said that i’m both 😀
Tapi rasanya saya lebih condong ke Tea person juga Bunda. Minum teh manis anget bisa jadi obat sederhana n murmer untuk kepala nyut2an. Bahkan di radio pernah disampaikan oleh Sang Penyiar bahwa “Teh nggak pernah gagal menenangkan perasaan, bahkan hanya dengan wanginya saja” 🙂
Paling enak tetap teh seduh deh, tapi kalau kepepet bikin teh celup saya suka Teh celup cap Gop*k Bun. Biar celup tapi rasanya tetep khas teh seduh 🙂
Dan walo bukan loyal consumer produk ‘itu’, saya cinttaa jargon ini;
“Mari ngeteh, mari bicara” 😀
Mbak Anis,
Sangat menenangkan teh itu terasa y. Apalagi jika dihirup perlahan sambil mencium aromanya. Serta dapat menciptakan suasana yang luar biasa.
Jargon itu terasa “pas” ya… karena memang biasanya kita ngobrol sambil ditemani oleh teh yang hangat. Hmm…sungguh bermakna!
“Mari nge teh, mari bicara” yuk, Mbak Anis.
mbak Dada buat blog dong, enakdeh baca tulisannya
salam kenal ya,
aku penggemar teh juga,
bekal ke sekolah ya teh manis
utk skrg krn mulai mengurangi gula aku minum teh celup lokal yang udah agak manis walaupun tanpa gula,
enak lho ngalahin teh celup impor yg biasa disajikan di restoran2
Mbak Monda,
Terimakasih ya telah menjadi penyuka tulisan saya yang terasa “enak”, paling tidak buat Mbak Monda… 🙂
Ya, belum bikin blog nih… baru nulis di FB aja… lagi nunggu yang berbaik hati, bikinin saya blog Mbak…
Hmm, teh memang nikmat, apalagi yang kental! Setuju, akan lebih bijak untuk mengurangi gulanya.
Mari menikmati teh.
Ibu Widyawati Puspita Dewi,
Terima kasih telah menyajikan tulisan tentang TEH …
Teh panas manis adalah minuman kegemaran saya …
Tak peduli dimanapun … saya selalu memesan Teh Panas Manis jika sedang makan di restoran …
Salam saya Ibu Widyawati
Terima kasih Ibu Tut …
om kalau saya malah sering pesan teh tawar kalau sedang makan di luar, soalnya kalau di rumah buat teh manisnya hampir selalu pakai gula low calorie,he3
malah sering disindir sama si Mas tiap kali saya pesan minuman andalan itu,”Kamu sih, minumnya sambil liat aku dah berasa manis pasti”, tuduhan yang ‘mengerikan’ 😀
tapi kan malah irit ya om ya,he3
Mas nh18,
Terimakasih pula, telah membaca tulisan tentang “Teh” ini dengan hati.
Teh manis, akan terasa lebih manis jika kita benar-benar dapat menikmatinya.
Salam juga Mas nh18….
Dada, kepada Bapak yang satu ini jangan panggil ‘mas’ deh, ntar beliau terus ngaca mulu … 😀
Saya panggil beliau Om Nh … gitu kan Om? 😀
🙂
hehehe …
nyengir-nyengir gitu deehhh …
(hawong Ibu Tuti bener …)
..
Masih muda dan single kok di panggil Ibu tho..
..
Mas Septa, tau aja lho… (nyengingis manis mode on*)
teh + susu = teh tarik,my favourite drink 😀
ditambah es,diminum dingin lebih nikmat lagi tentunya 🙂
Mas Didot,
Bermain dengan rasa dan selera, pasti akan menambah warna.
Hai… Salam kenal Bu Dada,
Waktu kecil Mama juga tiap pagi nyeduh teh plus gula. Teh bubuk yang dipakai merk zeppelin, bungkusnya oranye ada gambar balon udara berbentuk lonjong… *jadi kangen* Sekarang udah gak pernah keliatan teh merk ini… nyeduh teh dulu aah…
Salam kenal juga Bu Henny,
Teh seduhan mama, pasti lebih luar biasa, karena dibuatnya dengan cinta!
Mari membuat teh….
Aihhh Widya, memang detail jika menulis…..terimakasih untuk share Teh-nya…ini yang nonton TV di kasih teh ga? :))
Buat presenter TV hihihhi…..selalu dengan bahasa yang membuat aku nyengir sendiri….
Kolaborasi singkat tapi nikmat memang sambil minum teh juga.
Ngomong2 soal minum teh, memang kalau orang jawa suka minum teh kentel setelah makan sepertinya ya, soalnya waktu di Klaten dulu, mba belakang selalu menyediakan teh kenal manis di meja makan untuk diminum sehabis makan padahal tidak diminta keluarga *kebetulan keluarga ( pasun=sunda padang hihihi banyak merantau di jawa ;)*
Eva, menyenangkan bisa bermain dengan hal-hal kecil yang memiliki makna dalam.
Wah, musti nyari sponsor teh dulu deh kalo gt.
Pasti suatu hari, saya akan nge teh bersama Mbak Tuti… karena kami juga sama-sama memiliki penggalan kisah bersamanya. Mau bergabung, Va? Yuk, monggo….
Eva, jadwal tulisanmu untuk tampil di TV dua minggu lagi ya … 😀
Ngemeng-ngemeng, nyengirnya manis kan? Hihihi …
minuman favorit saya? air putih! hehe
tapi minum teh juga ok juga… apalagi kalo sambil ngobrol2 ama temen ya… mendingan minum teh daripada minum kopi. 😀
Mas Arman,
air putih itu menyehatkan…:-) tapi teh menyejukkan… haha…
Teh? Wow tak pernah terlewatkan setiap hari.
Hari saya bakalan terasa ada yg hilang tanpa kehadiran teh ini.
Teh cap bandulan dari pekalongan, teh catut Dari yogya, teh sosro, poci, gopek dll dari slawi semua top markotop, palagi nasgithel OMG selangittttt
Walau saya tak di Indonesia tapi teh itu wajib
Jadi tiap hari saya minum teh dan Dari Indonesia
Minum teh2 Londo kadang2 klo kepepet, tapi waktu saya pulang dan mau jajan teh di tugu luwak wuihhhh tehnya Dilmah yg saya ngga suka blas dan harganya? 16 ribu per cangkir …. Oalahhhhhhhh
Mbak Wieda,
kalo gitu kita sama ya… tiada hari tanpa teh. Teh kental pula yang seribu kenikmatannya. Senang mendengar Mbak Wieda masih tetap setia dengan teh Indonesia… hmm siapa tau malah bisa menularkannya pada orang Londo… jadi mereka tergoda buat import dari sini y…
Saya penggemar teh tapi penggilla kopi!
Sewaktu hidup di INdonesia, saya tak bisa melewatkan teh tradisional plus gula… kadang gula batu malah….
Sesampainya di Australia, saya tetap suka teh, tapi barangkali karena sugesti, saya selalu berpikiran teh celup lebih tidak enak ketimbang teh tradisional terutama ketika berurusan dengan gula…
Kombinasi teh celup dengan gula menurut syaa itu cemplang.. jadi sejak pindah kemari, saya ngirit gula.. lumayan, semoga nabung sehat 🙂
Teh dan kopi memang nikmat, saya setuju… dan susah lepas dari keduanya y…
Dibanding teh celup, teh tubruk memang akan terasa lebih nikmat… menurut saya, itu bukan sugesti sih, tapi memang benar…
Hmm… asik sekali dengan ungkapan “nabung sehat”… senang mendengarnya!
sy klo minum teh.. seringnya jd kebelet buang air kecil.. hehehe…
katanya disitu detoks nya..bener gak??
aq sukanya minum yg seger2.. jd klopun minum teh.. ya…
tehnya aq modifikasiin…
teh pake jahe + gula merah..
teh pake jeruk nipis..
teh pake susu…
..hehehe.. ribet ya utk nemenin nge-blog doang…;b
salam kenal ya ibu2 yg manieesz..
aq jg br belajar nge-blog..
mohon pencerahannya jg..
salam kenal
http://genbiz.noeloe.net
Mbak Shinta yang manis,
Wah modifikasi teh dengan berbagai “teman”nya ini juga menyenangkan kelihatannya. Jadi banyak inovasi yang bisa diciptakan… mungkin bisa menambah kesegaran ya.
Salam kenal juga… Soal blog, pasti MbakTuti yang akan banyak memberi pencerahan, karena beliau memang pakarnya… hihiiii…
kalo aq pulang kampung pasti minum teh susu…enak…beda bgt ama yg dijawa
Mas Julianusginting,
Kebetulan saya tidak suka susu.. jadi untuk campuran teh pun, saya juga tidak suka… 🙂
Tapi ini kan soal selera y.. jadi ya monggo-monggo saja…
ssssttt saya baru nyadar menulis yang baik itu seperti apa…hiks
Menulis yang baik itu, jika dengan hati. 🙂
Ya nggak, Mbak Tuti…?
yang paling enak minum Teh Cap JAWA, pernah nyoba belum bu? ////
Mas Sigit, belum tau tuh… teh cap JAWA… dari mana tuh? Jadi penasaran seperti apa rasanya…
Salam kenal Mbak Dada,
waktu kecil, kami juga “wajib” sarapan nasi dan teh hangat manis…. teh buatan mama saya khas sekali… hiks jadi kangen mama saya deh…
Tapi sekarang saya jarang minum teh.. Lebih banyak minum air putih…
di kampung saya, orang-orang menghidangkan teh untuk tamu itu teh yang benar-benar puanaaasss…benar-benar asli baru diseduh… dan untuk menghormati tuan rumah kan teh yang dihidangkan harus diminum tuh…jadi sibuk tiup-tiup teh yang mengepul… trus…otomatis jadi makin lama bertamunya karena nunggu teh jadi berkurang panasnya supaya bisa diminum.
nggak mungkin kan langsung diminum dalam keadaan msh mengepul gitu, bisa melepuh dong bibir dan lidah kita..hehe…
Salam hangat selalu Mbak Dada dan Bu Tuti….
Salam kenal juga buat Mbak Nana,
Menarik sekali cerita Mbak Nana tentang teh panas (sekali) karena baru diseduh itu… dan yang sebagai “biang” supaya para tamu itu bisa berlama-lama bertamu. Saya baru mendengarnya dan memikirkannya setelah membaca cerita ini… 🙂
Salam hangat pula, Mbak Nana. Air putih pun tak mengurangi hangatnya cerita kita.
Sebagian kebiasaan kita adalah menghidangkan teh manis pada orang yang bertamu, tanpa minta persetujuan si tamu. Artinya minum teh sudah menjadi tradisi yang cukup mengakar.
Kalau saya suka teh tubruk cap bendera, produksi dari salah satu perkebunan warisan belanda di kampung saya. Rasanya benar beda dengan teh hitam kebanyakan.
Salam kenal buat Dada. Sukses selalu.
http://PakOsu.wordpress.com/
Salam kenal juga buat Mas Alris… terimakasih telah mampir membacanya.
Teh tubruk memang seringkali membuat sensasi rasa tersendiri ya, Mas. Apalagi jika kita sudah memiliki teh “andalan”… hmm… !
Sukses juga buat Mas!
Hai, Dada
Assalamu’alaikum, Mbak Tuti
Saya paling suka lunc di cafe (ikutan ngetren istilah aja) di depan kantor. Menu favorit saya hampir tiap hari yaitu SUP FRESS (karena sayur hijaunya bener-bener segeeer). Minuman favorit saya yaitu TEH hangat gula batu. Wis to, rasane…. mantap banget. Sembari menyantap SUP FRESSnya, saya menceburkan rasa ke jernih air TEH. saya liarkan angan saya …….
🙂 Sayang ya, Jogja gak bisa masuk scedual liburanmu, Da… thanks.
🙂 Semoga Sukses selalu mengiringi langkah Mbak Tuti dalam menapaki hari-hari penuh ibadah. Amin. Salam.
Mas Jitheng,
wah kapan-kapan SUP FRESS itu boleh jadi menu makan siangku juga… hehe, pasti komplit dengan teh hangat gula batu-nya. Jadi tergoda nih…
Nanti deh, menunggu liburan berikutnya y, Mas… sapa tau nyampe d Yogya.. udah kangen juga sm Mbak Tuti.. 🙂
wew
teh sintren,,,,
teh favoritku
di jkt sayangnya ga ada teh seenak teh sintren or teh nyapu.
makasih klangenan nya BU[n]tut
hahahahahaah
Yak, ga ada Teh Sintren di sini. Biasanya saya jadi suka nitip atau minta dikirim dari sana… hehee….
hmmm, kalo saya? ngeblog sambil ditemani kebisingan orang-iorang di sekitar, hahaha. warnet warnet. tp, justru itu membuat semuanya jd lbh indah. spertinya, nyaman dan tidak tergantung bgmna kita menyamnakan apa yang ada. benarkan?
[…] in hotel, saya langsung meluncur ke Plasa Senayan untuk bertemu dengan dua penulis sahabat saya, Widya dan Eva. Widya, pasti Anda masih ingat, pernah menulis tentang kebiasaan minum teh dalam […]