Susahkah sekolah S3? Beratkah untuk memenuhi kualifikasi doktor?
Jawabnya tentu relatif. Tidak sedikit orang yang bisa menyelesaikan S3 dalam waktu kurang dari 4 tahun, tapi tak kurang-kurang juga yang membutuhkan 10 tahun untuk lulus. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelelesaikan S3 juga berbeda-beda, tergantung dari program yang diikuti. Untuk program by course, waktunya sedikit lebih lama, karena harus menempuh sejumlah mata kuliah dulu sebelum melakukan penelitian dan menulis disertasi. Sedangkan untuk program by research, waktunya lebih cepat karena mahasiswa masuk sudah dengan proposal penelitian. Sistem ujian juga berbeda untuk setiap perguruan tinggi (PT).
Di Universitas Diponegoro tempat saya mengambil S3, masa studi dibatasi 5 tahun. Peraturan itu ditetapkan ketika banyak mahasiswa sudah menempuh studi lebih dari 3 tahun, sehingga tak pelak lagi mereka kelabakan. Karena tidak tahu masa studi bakal dibatasi, banyak mahasiswa merencanakan studi mereka dalam ‘jangka panjang’. Mengerjakan ini dulu, itu dulu, baru kelak tahun ke sekian akan menulis disertasi. Maka ketika tiba-tiba diberi tahu bahwa masa studi hampir habis, mereka kelimpungan. Begitulah, ketika masa studi mahasiswa angkatan saya berakhir pada 28 Februari 2011, di Undip ada ratusan kandidat doktor yang terancam drop out …. !
Salah satunya adalah saya …..
Padahal disertasi saya sudah selesai, dan saya tinggal menempuh ujian. Di Undip ada empat tahap ujian : ujian kelayakan di tingkat Program Doktor, ujian kelayakan di tingkat Paskasarjana, ujian tertutup, dan ujian terbuka (promosi doktor). Saya sudah menempuh ujian kelayakan di tingkat Program Doktor, dan sudah siap maju ke ujian kelayakan di tingkat Paskasarjana. Tapi begitulah, vonis sudah keburu jatuh. Saya kehabisan waktu. Ada 10 orang (dari 15 orang) teman seangkatan saya yang nasibnya serupa. Tiga orang sudah lulus, dua orang selamat karena tinggal menempuh ujian tertutup, sepuluh orang terkena penalti.
Disertasi saya harus menunggu setahun lagi baru bisa diujikan …
Rektor pun bingung. Kalau sampai ada ratusan kandidat doktor yang drop out, bagaimanapun juga kredibilitas Undip akan terganggu. Tapi surat keputusan yang dibuat oleh rektor lama itu tidak bisa pula dilanggar. Maka ditempuhlah ‘jalur penyelamatan’, yaitu mahasiswa yang belum selesai hingga batas waktu tanggal 28 Februari 2011, yang semula mengikuti program by course, dialihkan ke program by research. Mereka boleh melanjutkan semua tahap yang sudah dilalui, tetapi untuk menempuh ujian terbuka (promosi doktor), harus menunggu minimal satu tahun.
Saya selamat, tapi … nah, ada tapinya. Penyelesaian studi saya jadi tertunda. Semula saya menargetkan 2-3 bulan lagi bisa selesai (maksimal 4 bulan lah), dan ternyata sekarang harus menunggu satu tahun … 😦 . Dan karena masih ada waktu satu tahun lagi, promotor saya malah minta data saya ditambah, sehingga saya harus melakukan penelitian tambahan juga … hiks :(. Meskipun berat, saya akan melakukan apa yang diminta promotor saya, karena tujuannya toh untuk menambah bobot ilmiah disertasi saya.
Seperti apa sih bobot ilmiah yang dituntut dalam setiap jenjang pendidikan tinggi? Pada level S1 (skripsi), seorang sarjana minimal bisa mengaplikasikan teori yang sudah diperoleh dari kuliah. Pada level S2 (thesis), seorang master minimal bisa menangkap fenomena dari bidang keilmuannya dalam terapan (untuk ilmu eksakta) atau dalam kehidupan di masyarakat (untuk ilmu sosial). Nah, pada level S3 (disertasi), seorang doktor harus bisa mengajukan suatu penemuan baru yang belum pernah diteliti orang sebelumnya. Ada perbedaan karakter antara doktor bidang ilmu eksakta dan ilmu sosial. Doktor ilmu eksakta biasanya menguasai satu bidang tertentu saja, tetapi sangat mendalam, misalnya menemukan rumus baru. Sedangkan doktor ilmu sosial menguasai suatu hal secara makro, bersifat multidisiplin.
Mengapa banyak mahasiswa S3 yang menyelesaikan studinya dalam waktu lama? Bisa jadi karena penelitiannya memang membutuhkan waktu yang lama, atau karena ada hambatan teknis. Bisa juga karena hambatan biaya (biaya penelitian bisa mencapai angka ratusan juta rupiah, tergantung jenis penelitiannya). Tapi bisa juga karena konsentrasi mahasiswa tidak sepenuhnya pada sekolah …
Dan saya termasuk kelompok yang terakhir … 😀 *ngaku sejujurnya*
Penugasan kepada saya untuk sekolah datang sangat mendadak, karena ada dana beasiswa yang belum terpakai dan akan hangus jika tidak dipergunakan. Maka saya pun dijadikan sasaran, karena dianggap masih ‘muda’ dan cukup cerdas (kalau ini bohong … 😉 ). Waktu persiapan saya hanya 2 minggu sebelum mendaftar. Padahal waktu itu saya masih menjabat sebagai Kepala Bidang Akademik Magister Teknik Sipil, mengajar 9 SKS di S1 dan 3 SKS di S2, membimbing 15 skripsi mahasiswa S1 dan 12 thesis mahasiswa S2. Bisa dibayangkan seperti apa beban kerja saya. Setiap hari saya pulang menjelang maghrib sambil membawa 2-3 bundel skripsi/thesis yang harus saya baca di rumah. Masih ditambah membaca skripsi/thesis mahasiswa bimbingan dosen lain, jika saya mendapat tugas menguji sidang hasil penelitian, atau ujian pendadaran. Pokoknya, setiap hari suntuk dan sesak nafas …
Bersama sebagian mahasiswa saya di Magister Teknik Sipil UII
Menguji pendadaran adalah tugas yang saya sukai, karena dengan membaca penelitian mahasiswa berarti menambah pengetahuan saya juga
Selain jabatan sebagai Kabid Akademik di MTS, tugas-tugas yang lain tak bisa serta-merta saya lepaskan. Mau dialihkan ke siapa, wong semua teman dosen saya sudah memiliki beban kerja yang sama beratnya. Maka, sepanjang semester pertama dan separo semester kedua kuliah di S3, konsentrasi saya hanya 10% saja ke sekolah. Baru pada pertengahan semester kedua, setelah saya dibebaskan dari tugas mengajar dan semua mahasiswa bimbingan skripsi/thesis saya lulus, saya benar-benar ‘cabut’ dari kampus …
Jadi, saya kemudian bisa konsentrasi ke sekolah dong? Oh, tidaaak …. 😀
Saya merasa lelah dan jenuh. Saya ingin istirahat dan ganti suasana … Lho, gimana ini, wong baru mulai sekolah kok malah pingin istirahat dari mikir dan belajar. Ya begitulah. Tujuh belas tahun saya full ngajar sambil kuliah di S1 (yang kedua) dan S2, membuat saya tak sempat mengerjakan yang lain. Berdasarkan pengamatan, teman-teman yang balik ke kampus setelah lulus S3 akan langsung dilimpahi jabatan dan pekerjaan ini itu, sebagai konsekwensi peningkatan kualifikasi mereka. Maka kalau saya menyelesaikan sekolah dengan cepat dan balik ke kampus, saya pun akan kembali terjerat pada kesibukan yang padat. Kesempatan untuk sedikit istirahat dan ganti suasana justru pada saat masih off dari kampus karena berstatus karya siswa …
Tapi, ‘sedikit istirahat’ itu ternyata berkelanjutan :D. Saya benar-benar menikmati hidup menjadi ‘orang merdeka’. Pergi kemana saja, belajar apa saja, mengerjakan segala yang saya suka. Obsesi-obsesi yang sekian lama tak mendapat waktu untuk dipenuhi, lalu bisa diwujudkan, dan mendatangkan kepuasan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Jalan-jalan ke beberapa negaradi Eropa dan Asia Tenggara, juga ke berbagai wilayah Nusantara. Padahal saya dulu tidak suka jalan-jalan, tapi setelah merasakan nikmatnya sensasi travelling, sekarang saya selalu merindukan jalan-jalan. Saya juga belajar berbagai hal yang dulu cuma impian : menari, menyanyi, melukis, memotret … meskipun semua hanya bisa sedikit-sedikit, malah cuma seujung kuku saja 😀 . Minimal, saya sudah melongok dunia seni yang sebelumnya tak sempat saya eksplor. Dan yang paling hebat, saya menemukan blog, media yang sangat pas untuk mengekspresikan segala asa dan rasa saya …
Saya tak menyesal sekolah S3 saya kedodoran (haduh, nggak tahu malu banget … 😦 ), karena saya menemukan banyak hal lain yang membuat hidup saya penuh warna. Lagipula saya memang bukan ilmiawan, apalagi cendekiawan. Kemampuan otak saya pas-pasan saja. Dua tahun terakhir ini saya sudah berusaha keras untuk menyelesaikan sekolah, setahun terakhir bahkan semua aktivitas di luar sekolah saya stop, tapi tetap saja masa studi saya terlewati … 😦
Apa mau dikata.
Itulah isi bad news dan good news yang ingin saya sampaikan. Berita buruknya, sekolah saya mundur selesainya. Berita baiknya, saya bisa sedikit bernafas dan meluruskan punggung …
………..
Ps : posting ini saya tulis sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada konstituen (halah …) dan kepada teman-teman, karena selama beberapa waktu kemarin saya selalu beralasan sibak-sibuk … 😀
asyiiik jadi ada waktu untuk jalan-jalan lagi ya mbak hihihi…
ditunggu di Tokyo 😀 **menggoda**
EM
Tuti :
Hiyaa … Mbak Imel menggoda nih. Siapa tahan godaan Mbak Imel, coba? Cuma … mata uang ‘yen’nya itu lho yang masih berbunyi ‘yen ono duit‘ 😀
* Tertundanya program S3 mbak Tuti dari target dan rencana, pastilah ada rencana Terbaik dari Allah SWT untuk mbak Tuti (orang2 menyebut “Ada Hikmah dibalik itu semua”), dan sebagian sdh diceritakan di atas…..
* Setelah melihat Disertasi sampul merah dan mbaca judulnya, saya jadi ingat Posting mbak Tuti beberapa waktu lalu (ada gambar pekerja bangunan yg diamati & diphoto secara diam), mungkin itu salah satu bagian dari isi penelitiannya ya mbak…
* Selamat berkarya, tahun depan hanya sekejap, saya bangga dengan mbak Tuti….
Tuti :
* Betul Mas Karma, setiap menghadapi situasi yang tidak sesuai dengan harapan kita, kita harus pandai-pandai mencari hikmah yang ada di baliknya, supaya tidak kecewa apalagi putus asa … 🙂
* Ya, posting itu saya publish setahun yang lalu. Ternyata waktu satu tahun tidak cukup untuk mengolah data, menganalisis, menuliskannya menjadi disertasi, dan mengajukan penilaian hingga tuntas sampai ujian terakhir (promosi)
* Terimakasih Mas Karma, semoga ini menjadi do’a bagi saya yang akan dikabulkan Allah SWT. Amiin …
Hahahaha.. lha saya dulu, S1 butuh 12 tahun, Bu!
Ayo terus maju! 🙂
Tuti :
12 tahun itu yang 8 tahun rak nggarap liyane to Don? 🙂
Maju? Sabar, nunggu lampu hijau, nanti disemprit pak pol … 😀
waaahhh S3…ngeriiiii
Tuti :
nggak nggigit kok ngeri … 😮
Jilbab merah.. cover merah..
Saya mesti banyak berguru dari bu Tuti nanti dalam penyusunan tesis.. *siap2 ngangkut koper pindah ke Jokja* xixixi
Tuti :
Gimana kalau thesis Clara nanti aku bimbing sekalian? Konsultasinya lewat blog … 😀
Cooooooooooooooooooooooooooolllllllllllllll…
Mau mau mau.. xixixi.. kalo Ibu ga sibuk nanti, saya lihat kondisi dan situasi 🙂
Tuti :
Hehe … tapi aku cuma bisa mbimbing yang sesuai bidang ilmuku … 🙂
*duduk diam: seperti mendengar curhatan dosen – dosen aku*
ahahahahaha…
bunda.. bundaa. membakar semangat ku ajah buat cepet – cepet nyelesein S2 ku
(terus lanjut S3)
cieee…. gayyya. gayyyaaaa…
seorang master minimal bisa menangkap fenomena dari bidang keilmuannya dalam terapan (untuk ilmu eksakta) atau dalam kehidupan di masyarakat (untuk ilmu sosial).
percaya gak bun.. dalam beberapa minggu belakangan ini, aku denger kata – kata ini ada tiga kali loh.
yok buun.. menungu setahun nya dengan jalan – jalan, aku ikut
*hlaaah???
Tuti :
Kalo sambil mbakar sate pasti semangat Ais bisa terbakar juga ya? Yok mari nyate rame-rame … 🙂
Yang bener? Denger kata-kata seperti tulisanku di atas tiga kali? Kok mereka yang pada ngomong itu bisa membaca isi pikiranku ya? *ge-er powl*
Yok, yok …. mau jalan pake gaya apa? Jalan santai, jalan cepat, atau jalan di tempat? Hihi 😀
Ahaaa, ketemu juga dengan kalimat ini bunda;
“Pada level S2 (thesis), seorang master minimal bisa menangkap fenomena dari bidang keilmuannya dalam terapan (untuk ilmu eksakta) atau dalam kehidupan di masyarakat (untuk ilmu sosial).”
*catetcatetsambilmikir ;D
Yep, nothing to loose kan jadinya bun..seperti konsep Yin dan Yang, ada good side ada bad side,he33
mari tetap semangat!! 🙂
Tuti :
Jadi Anis lagi nyari-nyari kalimat itu ya? Syukurlah menemukannya di sini 🙂
Hmm … konsep Yin dan Yang ya? Betul, segala sesuatu di dunia ini, dalam hidup ini, selalu terdiri atas dua sisi yang berlawanan.
Ok, tetap semangat pastinya … 🙂
Bundaaa…. setahun itu bentar lohhh…
Jangan keasikan jalan-jalan lagi dunk… (kecuali aku diajak baru boleh… Hahaha…).
Ayo meluruskan punggung di salon… 😛
Tuti :
Bener banget, setahun itu cepet … kalau kita lalai, nggak terasa waktunya akan lewat begitu saja …
Keasyikan jalan-jalan semoga nggak lah, tapi kalo cuma sedikit boleh kan? Ayo, mau jalan kemana? 🙂
Hahaha … kayaknya Mida bener-bener ngebet ke salon nih. Yuk, yuks …
satu lagi kegiatan yang bakalan mencandu selain trevelling : bersepeda ke lokasi wisata. pasti termehek-mehek minta lagi dan lagi…..
Tuti :
Haduh, musti beli sepeda dulu nih …
Kayaknya asyik juga tuh, sekalian membakar lemak-lemak di tubuh ya 😀
Teknik sipil….jurusan impian suami saya dan semua adik ipar saya. Kenapa bisa demikian, saya sendiri kurang paham.
Bun, setahun lagi? sayang banget ya bun….
jangan hiraukan tawaran jalan2 bun, nanti lupa lagi lo (haiyah piye to…), apalagi ais tuh bun, suruh cepet tuh ngerjain tesisnya…jangan maen mulu…
Tuti :
Owgh, suami Devi punya impian jadi insinyur Sipil ya? Gampang kok, komporin aja untuk kuliah lagi. Saya kuliah di Teknik Sipil juga sudah umur 31 kok, sebelumnya saya lulusan Teknik Geodesi UGM.
Iya, sayang banget harus mundur setahun. Tapi mau gimana, sudah berusaha maksimal ternyata nggak berhasil lolos tahun ini. Kalau jalan-jalannya sedikit aja, boleh dong buat refreshing? 🙂
Haaiii Ais … ada yang nggak sabaran nih liat Ais maen mulu … ! Hayo cepetan pulang, cuci kaki, terus belajar!
Allah pst punya rencana lain…, XD
btw mimpinya jgn dikubur donk mba…,
ayo dwujudkan…,
pasti bisa!!
*motivator xD
Tuti :
Insya’allah, semua akan membawa kebaikan 🙂
Nggak, mimpinya nggak dikubur kok, kan belum wafat …
Terimakasih supportnya 🙂
bundaaa itu potonya udah sendirian cantik nyempil pulak
bunda
please give me your home address
*sok nginggris gitu awak sikit*
salam kangen
Tuti :
Kalo yang cantik ada di tengah, ntar dikerubutin … halah! 😀
Home address? Kirimlah sms ke aku, kan nomerku ada di notes Julie itu. Aku mah gak punya nomer Julie, secara Julie nggak nulis di catatan itu …
Bukti kangen, kirim bunga dong, ato apa gitu …
salam kangen juga, Julie 🙂
oh iya ya akukan punya daftar absen itu yaaa
*nepok jidat*
Tuti :
Nepok jidat sendiri kan Jul? Jangan jidat boss ya … hihi 😀
menjawab pertanyaan pertama,,,
sy akan bilang sulit.
mencari ilmu itu mudah.
namun mengikat ilmu itu sulit. Kalau mengikat ilmu itu mudah, kurasa mayoritas org di dunia ini akan pintar, cerdas, dan pandai semua… kurasa Tuhan cukup adil….bahkan SANGAT ADIL.
kalo meraih Doktor itu gampang, mk akan muncul ribuan Doktor setiap tahunnya… hehehehe….. jd intinya sulit. Tp sulit tidak berarti tidak bisa diwujudkan… (halah). kok malah sok ngajarin to aku ini???? Maaf lho bu …
klo ibu jurusan Teknik Sipil, berarti kenal dg Ibu Sobliyah kah? guru besar Teknik dr UNS ???
Semoga sukses Doktornya bu!
klo pun gagal meraihnya nanti, jangan berkecil hati!.
hehehehehehe
Tuti :
Terimakasih advisnya, sangat membesarkan hati … 🙂
Ehm … Ibu Sobliyah? Sayang sekali saya belum mengenal beliau. Saya ngajarnya di UII, dan belum pernah menjalin komunikasi dengan dosen-dosen di UNS. Semoga suatu saat nanti saya bisa mengenal beliau.
Terimakasih encouragement-nya. Doakan bisa selesai ya, amiin … 🙂
Nasib kita “nyaris” sama ya Bu Tuti… (udah ceritakan waktu ketemuan kemarin?) hehehe…
Sebagai orang yang juga tengah mengalami hal yang sama, saya juga dapat katakan bahwa ada banyak dilema yang mesti kita hadapi ketika menyelesaikan studi di tingkat tinggi ini. Tidak hanya dari persoalan teknis akademis, tapi juga hal-hal nyata, berupa kehidupan sosial kita.
Oleh karenanya, saya suka kesal jika ada teman yang setengah mencemooh bertanya, “kok belum selesai juga?” huh…. terpaksa cuma bisa urut dada deh… (lho, kok jadi curhat?)
Kita sama-sama berdoa ya Bu, agar kewajiban kita ini bisa terselesaikan dengan baik, dan tidak berbuah kesia-siaan.. 🙂
Tuti :
Semoga yang ‘nyaris’ sama itu menjadi ‘tidak’ sama, Da. Ayo, Uda masih punya waktu kan. Semangat-semangat …!
Kalau saya, setiap ditanya “Kapan selesainya?”, saya jawab saja dengan santai “Kalau sudah waktunya selesai, insya’allah akan selesai” . Enak kan? 🙂
Memang orang yang tidak menjalani sekolah seringkali tidak faham kesulitan-kesulitan kita. Bahkan untuk menemukan topik penelitian pun, sampai ditulis menjadi proposal yang bisa diterima dewan penguji, ada kalanya butuh waktu dan pemikiran lama …
Iya Da, sama-sama berdoa dan berusaha, semoga kita semua bisa menyelesaikan tugas ini dengan baik. Amin …
Saya menghela nafas Bu …
Berat sekali ya Bu … menempuh pendidikan di S3 itu …
Saya masih ingat Bu Tuti pernah cerita mengenai Mabuk Video yang 300 jam itu …
Saya bisa bayangkan betapa rumitnya
dan ini masih harus ditambah lagi datanya …
mumpung masih setahun lagi …
Addduuhhh …
(S1 aja puyengnya minta ampun .. apalagi S3 …)(hhhhh)
Saya hanya bisa mendoakan
Supaya semua sahabat saya … (Bu Tuti dan juga Uda Vizon ) bisa selesai pada waktunya …
Salam saya
Tuti :
Iya Om, memang berat. Beberapa teman saya tak berhasil menyelesaikannya, dan terpaksa drop out. Untuk menyusun proposal penelitian saja ada kalanya harus berganti topik beberapa kali sampai bisa disetujui promotor, dan lolos dalam ujian kelayakan oleh dewan penguji yang biasanya terdiri dari beberapa profesor. Komunikasi yang baik dengan promotor sangat penting, karena kalau pemikiran promotor tidak bisa sejalan dengan mahasiswa, sulit disertasi akan bisa disetujui.
Tapi sebenarnya, kalau dikerjakan dengan serius dan sungguh-sungguh, telaten dan tidak cepat putus asa jika diminta mengubah topik oleh promotor, bisa selesai kok. Memang semangat dari mahasiswa harus terus dipelihara, agar tidak mandeg di jalan.
Terimakasih atas doanya Om, semoga saya dan Uda Vizon bisa menyelesaikan studi dengan baik, amiin …
Bun….selamat menikmati waktu jedanya ya Bun.. Mau donk Bun ikutan travellingnya… 🙂
Tuti :
Iya nih, aku lagi menghela nafas dan meliukkan pinggang sebentar 🙂
Mau ikut travelling? Ayo, pengin kemana Tik?
Duuh…maluu…saya baru mikir mo S2 sudah ‘ayat2en’…kalah juauh sama Bu Tuti… Posting ibu jadi suntikan semangat buat saya.. 🙂
Tuti :
Ayo, ayo … segera ambil S2nya, Mbak Mechta. Yang penting persiapan mental, insya’allah pasti bisa. Mumpung masih muda. Kalau sudah terlanjur banyak umur seperti saya, otak sudah semakin butek … 🙂
Wah membaca postingan mbak Tuti kali ini terasa beda. Saya ikut merasakan gimana gitu rasanya. Tapi tetap semangat mbak…kan ada pepatah banyak jalan menuju roma….lagi pula disetiap kesulitan itu pasti ada kemudahannya….yakin itu 🙂
Nah mumpung ada waktu jeda….bisa say hello lagi di blognya…tapi tetap fokus utk target utamanya (kita semua bantu do’a) … agar mbak Tuti bisa menyelesaikan S3 nya yang konon…susah banget yah mbak ?…(Duh saya nggak kebayang kalau saya ambil S3….dengernya aja dah mengkerut….puyeng…bikin cenat-cenut….hahahaha…)
Mbak tawaran mbak Imelda refreshing ke Tokyo boleh juga tuh, hehehehe…..siapa tahu ada ide yang terkait dgn tambahan data utk S3nya…..hahaha….
Ok, mbak Tuti…selamat meluruskan pingang….selamat beraktivitas lagi juga…Nice day for us 🙂 🙂 🙂
Best regard,
Bintang
Tuti :
Begitulah, rasanya kecewa banget waktu dengar saya harus mengundur waktu penyelesaian studi. Tapi tetap semangat kok, karena sebenarnya tinggal beberapa langkah lagi. Semoga tahap berikutnya yang harus saya jalani bisa terlaksana dengan baik, amin … 🙂
Hehehe … sekolah S3 memang bisa bikin cenat-cenut, tapi saya yakin Mbak Linda ‘Sang Bintang’ pasti bisa menjalaninya dengan sukses, kalau saja berminat.
Pengin sih ke Tokyo, tapi …. ‘yen’nya itu lho, kok nggak ketemu sudah dicari-cari ke semua dompet bahkan di bawah kasur … hehehe 😀
Ok, selamat beraktivitas Mbak Linda, sukses buat Mbak dan semoga hari-hari yang dilalui selalu menyenangkan.
salam hangat,
enjoy n keep calm bun. sll ada hal yg lebih indah & lbh woww di stiap celah yg terlewat dr kita bun. so….mengalir sj yuk bun 🙂
Tuti :
Thanks, Mey … ya, selalu ada keindahan-keindahan yang terselip di antara kesulitan. Setuju, kita mengalir saja (tapi sambil lihat kanan kiri, jangan sampai terbawa arus sampai nabrak batu kali … 🙂 ).
awas bun… minggir… ada batu 🙂
Tuti :
Kalo batunya cuma segede kelereng nggak perlu minggir Mey … 😀
bun pegangan….ada suami eh tsunami mksudnya. xixixi
bcanda ding. smg g’ deh. amin 🙂
Tuti :
Pegangan suami itu wajib Mey, asal jangan suami orang … 😉
Teman-teman saya, walau kerja di Perbankan, banyak yang ambil S3 mbak. Saya milih nggak deh, lha ambil S2 dalam negeri sambil kerja aja sulit bagi waktu.
Dan seperti kata teman yang lain…
“Jika orangtuanya S3, kasihan anaknya…dia harus minimal S3 dan Prof dong!” (kalau ini namanya ngeles ya).
Mbak, ambil hikmahnya aja…kerja keras…tapi juga jalan-jalan mbak. Tawaran Imel patut di coba, ntar mampir Toyohashi biar ketemu si bungsu. Saya juga ditawari nengok ke sana, tapi tahun ini ada kewajiban yang lebih penting..doakan ya mbak saya bisa berangkat Haji tahun ini.
Tuti :
Kuliah S2 kalau nggak cuti dari kerja ya berat Mbak, sulit bagi waktu, tenaga, dan pikirannya.
Tapi komentar teman Mbak Enny “Jika orangtuanya S3, kasihan anaknya…dia harus minimal S3 dan Prof dong!” kayaknya nggak selalu tepat deh. Anak kan nggak harus sama, apalagi lebih dari orang tuanya. Setiap manusia dikaruniai bakat masing-masing, dan menjadi doktor atau profesor bukan menunjukkan bahwa seseorang lebih hebat dari orang lain. Banyak sisi-sisi kehebatan seseorang yang tidak bisa diukur dengan gelar akademik, kan?
Tentang tawaran ke Tokyo, kayaknya belum Mbak. Waktu saya terlalu sempit (dan yang jelas, kantongnya lebih sempit … hehehe … 😀 ).
Alhamdulillah Mbak Enny akan berangkat haji tahun ini. Semoga tidak ada halangan apa-apa dan bisa memenuhi panggilan Tuhan dengan sempurna. Amiin …
Bu Enny, aku ikut mendoakan semoga niatnya terlaksana tahun ini. Amin
Saya juga ikut mendoakan
Semoga apa yang dicitakan Ibu EDratna sekeluarga …
bisa kesampaian
Salam saya
(kak monda … numpang ikutan komen yak …)
ikut mendoakan bunda Enny..semoga lancar tidak ada halangan yang berarti.. amin
Terimaksih doanya ya mbak Tuti, om NH, mbak Monda dan Anna.
Iya, keinginan yang tertunda sejak belasan tahun lalu, karena teman disebelah kasur baru berani sejak akhir tahun lalu. Betapapun Alhamdulillah telah dibukakan hati kami…..semoga semuanya lancar.
Maka kalau saya menyelesaikan sekolah dengan cepat dan balik ke kampus, saya pun akan kembali terjerat pada kesibukan yang padat. Kesempatan untuk sedikit istirahat dan ganti suasana justru pada saat masih off dari kampus karena berstatus karya siswa …
Aku ketawa baca kalimat di atas, ada sisi nakal dan lucunya mbak Tuti di situ.
Di balik kesulitan ini ternyata mbak Tuti masih cerah ceria, maka aku yakin penundaan ini hanya buat mbak Tuti bete sejenak dan kembali ke keceriaannya lagi, dan langsung tancap gas menyelesaikan data tambahan.
Chayo, mbak…, kapan lagi aku punya teman doktor, belum ada lho….
Tuti :
Hihi, memang saya ‘urik’, nakal ya Mbak. Teman-teman juga sebel lihat saya malah jalan-jalan dan ‘nyeleweng’ belajar ini itu … 😀
Tapi sekarang saya harus konsentrasi lagi ke sekolah. Kuwajiban harus ditunaikan …
Tetap ceria, iya dong … Kalau sedih dan putus asa kan malah tambah nggak selesai sekolahnya.
Hahaha … doktor apa bukan, sebagai teman saya sama saja lho Mbak.
jadi mengerti sulitnya sekolah S1, S2 dan S3, setelah membaca tulisan Mbak Tuti ini.
karena saya memang tidak pernah mencicipi bangku kuliah hingga selesai S1………. 😦
Saya kagum dengan Mbak Tuti yang tetap mampu menjaga keceriaan dan semangatnya , walau harus mundur setahun lagi.
Sikap ini pasti dampak dari pengalaman Mbak Tuti yang seabreg ya 🙂
Semoga Allah swt memudahkan segalanya utk Mbak Tuti yg cantik dan cerdas ini, amin
salam
Tuti :
Bunda Lily, Bunda nggak selesai S1 pun begitu banyak pengetahuan Bunda, terlihat dari posting-posting di blog Bunda yang selalu menambah wawasan dan pencerahan bagi siapa saja yang membaca. Ilmu memang tidak harus dicari melalui sekolah di perguruan tinggi kan? Sumber ilmu di luar sekolah sangat banyak, tinggal bagaimana kita memetik dan menggalinya …
Saya tetap saja ceria Bunda, sebab dengan sedih tidak akan merubah keadaan, bukan? 🙂
Terimakasih do’anya, Bunda. Semoga do’a Bunda yang tulus dikabulkan Allah, amin …
salam,
wah… wah … nih penerus ibu kita kartini, udah paruh baya tapi semangatnya tetap luar biasa, pastinya ni guru besar yach heeeeee …
salam kenal bunda, sy guru baru, guru SD lagi, ngajar di tempat terpencil baru diangat pns, mohon doa agar bisa jadi seperti bunda (pinggin nimba ilmunya)
………………………………………………
mohon maaf bunda, mohon doa dan bantuannya di
terima kasih
Tuti :
Kok tahu kalau saya paruh baya? Padahal baru sepertiga baya lho … 😉
Semoga tetap semangat mengabdikan diri sebagai guru, meskipun di tempat terpencil. Insya’allah ilmu yng diberikan kepada anak didik akan bermanfaat dan menjadi amal baik …
wah, saya baru tahu Bunda Tuti bisa berkeluh-kesah seperti ini 🙂
Tapi nggak apa-apa ding Bunda Tuti lulus S3 nya lama, kan Bunda Tuti juga punya banyak kewajiban sebagai Kabid Akademik.
Kadang kala saya mikirnya dosen itu kok kayak pemain akrobat ya Bunda? Mesti mengajar kuliah, membimbing tugas akhir, mengerjakan penelitian, juga studi lanjut seperti yang Bunda lakukan sekarang ini. Apa yang demikian itu nggak mempengaruhi kualitas dosen ya? Kan capek… >.<
Tuti :
Sekali-sekali berkeluh-kesah Na … kan aku juga manusia 😉
Jadi Kabid Akademiknya sudah berhenti sejak mulai kuliah kok. Dosen yang sedang studi lanjut memang tidak boleh merangkap memegang jabatan, karena dikuatirkan pekerjaan dan tugasnya akan sama2 terganggu. Dosen yang memegang jabatan juga dibatasi jam mengajar dan jumlah bimbingan mahasiswanya. Kalau penelitian memang tetap harus dilakukan, karena itu salah satu dari tri darma perguruan tinggi …
Bunda.. semua ada hikmahnya 🙂
Walo tertunda, tapi yang penting kan selamat bun..
Aku baca ini jadi dapat gambaran S3 itu gimana… Sepertinya pada dan susah hehehe 😀
Tuti :
Terimakasih Eka, iya …. jadi kayak motto orang Jawa nih, “alon-alon waton kelakon” … hehehe … 😀
Ya, sekolah S3 memang cukup berat, apalagi untuk manula seperti aku 😦 . Tapi bagi orang-orang cerdas yang masih muda usia, nggak susah kok. Dan asal penuh semangat, tak kenal lelah, pasti bisa dilalui dengan baik 🙂
hedeh hedeh…
Bunda Tuti… *yg malem ini mungkin sedang berdansa*
nggak kebayang dweeeeh,,, beratnya…
semangat ya Bunda….. 1 tahun itu cepet kok…
12 bulan yang kosong itu dipake aja buat jalan2.. trus diposting… hehe…
eh.. tau2 waktu nya tiba…
Tuti :
Hehehe …. iya nih Anna, ngajak ‘anak-anak’ refreshing sejenak, goyang-goyang badan 😀
Waktu yang 12 bulan itu sebenarnya nggak sama sekali kosong, karena saya harus menambah penelitian, juga menulis beberapa artikel ilmiah. Jadi kayaknya waktu setahun memang akan berlalu tanpa terasa. Jalan-jalan boleh, tapi sebentar saja dan yang dekat-dekat saja 🙂
lebih dari 3 kali mbak dansanya, termasuk cha2, salsa, n rock n roll *laporan pandangan kabur efek kebanyakan ketawa*
Tuti :
Yang cocok dansa rock’n roll kayaknya Ari deh … 😀
aku angkat jempol joget tentara aja bunda.. hahhahahaha
Tuti :
Hyaa … joget tentara? Kuyus gitu kok tentara …. 😮
wuikh,,
saya komentator terakhir too. .
hwehehe. .^e^
SEMANGAT BULEK!!!
Tuti :
Belum tentu terakhir lho, kan masih banyak fans yang belum muncul (halah! 😀 )
Iya dong, tetap semangaaat … !
ternyata tebakan ku betul.. wahahhahhaa
Tuti :
Mangnya ada kuis? 😮
wkwkwk… baru nyadar, yang komeng ini ternyata yang kemaren tepok tangannya paling keras pas tari goyang bulu ayam, hahaha… 😀
Tuti :
Untung bulu ayamnya nggak rontok … hahaha … 😀
Cobaan untuk menjadi “amat terpelajar” memang berat Mbak Tuti, namun hasilnya biasanya “manis”. Banyak di antara teman-teman sudah mau lempar handuk tanda menyerah, akan tetapi kalau ada kemauan yang besar, biasanya sukses. Man jadda wa jada! Sukses buat Mbak Tuti, dan salam kenal dari Makassar. Aminuddin Salle
Tuti :
Betul sekali, Salle. Memang harus kerja keras dan pantang menyerah untuk menyelesaikan studi ini. Terimakasih supportnya 🙂
Salam kenal juga ya …
Ooh… jadi ini to alesan ikut Yoga ha ha, biar bisa sabar nunggu pendadaran. Yowis, tetap semangat! Aku wis ngalami nyambi dodolan neng pasar nggo golek dana penelitian, piye jal…
Tuti :
Hwehehe … kok tahu kalo aku ikut yoga? Iya, pernah ketemu Ulaya pas latihan. Tapi alesan ikut yoga sebenarnya karena pengin kurus aja … 😀
Pak Wing dodolan neng pasar? Hayah, dodolan opo? Nek sing dodol Pak Wing mesti laris manis … haha ..
Dodol garment bu. Iyo laris… salah satunya karena ada beberapa anggota DPR yang jalan-jalan, trus mborong he he he (melihat sendiri betapa daya beli mereka jauh melampaui orang australia)
Tuti :
DPR gitu lho … Duit kan bisa dapet dari mana-mana. Makanya orang berebut sampai berjuang mati-matian untuk bisa jadi anggota DPR 😉
[…] kukejar untuk menyelesaikan disertasi menjadi penyebabnya. Apalagi, setelah kejadian yang menimpa Bu Tutinonka, tentu menjadi pembelajaran yang luar biasa bagiku. Setidaknya, aku tidak mau membuat kesan bahwa […]
salut saya Bu, S-3? Ckckcck
ayo bu pasti bisa, abaikan dulu godaan yang lain2
hehehe …
klo udah kelar tar kan bisa lagi jalan2 ..
eh ga ya?? hehehe …
Sukses selalu ya Bu!
Tuti :
Nah, mengabaikan godaan itu yang kadang syusyah … 😛
Tapi memang gak ada pilihan lain, harus selesai. Lagi ngumpulin semangat lagi nih … 🙂
Terimakasih supportnya, niQue …
Wah saya tak bisa membayangkan begitu beratnya Ibu Tuti Kuliah S3 sambil bekerja sebagai dosen di UII… Apalagi antara Semarang dengan Yogya itu kan lumayan jauh, kalo tidak salah sekitar 3 jam ya….
Perjuangan yang sangat berat… Semoga Ibu Tuti dapat menjalaninya dengan sukses
Tuti :
Dibilang berat memang iya, tapi sebenarnya bisa kalau kita pandai mendisiplinkan diri 🙂
Ya, jarak Yogya – Semarang sekitar 3 – 4 jam dengan mobil, tergantung situasi jalannya.
Terimakasih dukungannya ya 🙂