Dear Papa …
Alangkah indahnya sapaan itu. Papa, papi, daddy, bapak, ayah, abah, babe, romo, atau apapun panggilan yang digunakan, semuanya menunjuk pada seorang lelaki yang telah menyebabkan kita ada di dunia. Sosok ayah bisa berbeda untuk setiap orang, tetapi nampaknya kita sepakat untuk mengatakan bahwa sosok ayah jaman dulu berbeda dengan ayah jaman sekarang. Jaman dulu, ayah cenderung menjadi sosok yang ditakuti, disegani, sekaligus dihormati oleh seluruh keluarga. Kini, sosok ayah telah banyak berubah. Ayah jaman sekarang lebih santai, lebih luwes, lebih bebas mengekspresikan kedekatan dan cinta kasihnya kepada anak-anak.
“Dear Papa” adalah buku yang diinisiasi oleh Lala Purwono, berisi surat-surat seorang anak kepada ayah mereka. Adalah hal yang biasa jika anak perempuan dekat dengan ayahnya. Di sisi lain, anak lelaki pun banyak yang memiliki hubungan dekat dengan ayah mereka. Tetapi tak kurang-kurang anak lelaki yang meskipun diam-diam mengagumi dan mencintai ayah mereka, hubungan mereka cenderung kaku dan tak bisa saling berbuka hati. Menjadi menarik ketika anak-anak lelaki yang jarang berbicara dengan ayahnya itu lalu menulis surat yang mengungkapkan perasaan mereka dengan jujur. Ada kekikukan, ada kecanggungan. Tetapi toh akhirnya yang kita baca adalah kedalaman perasaan seorang anak, kadang sarat dengan ungkapan sentimental, dan itu selalu saja mengharukan …
Pada hari Rabu, 13 April, saya memperoleh buku “Dear Papa” langsung dari tangan salah seorang penulisnya, yaitu Uda Vizon . Selain itu, saya juga berkesempatan jumpa dengan penulis lainnya, dialah Donny Verdian. Ada beberapa seri dari buku “Dear Papa” ini, dan ‘curhat’ Uda Hardi Vizon (HV) serta Donny Verdian (DV) terdapat pada volume 6. Selain HV dan DV, di dalam volume 6 ini ada tulisan beberapa teman bloger yang juga saya kenal, yaitu Daniel Mahendra (DM), Yessy Muchtar (YM), dan Lala Purwono (LP). Saya sudah pernah bertemu dengan kelima teman ini. Dengan Uda Vizon, entah sudah berapa kali (pokoknya banyaak 🙂 ), dengan Daniel Mahendra dua kali, Yessy Muchtar satu kali, Lala Purwono dua kali. Dengan Donny Verdian, kemarin adalah kopdar saya yang pertama 🙂
Bulan Januari kemarin Donny pulang ke Indonesia, dan sebenarnya kami (bertiga dengan Uda Vizon) berencana untuk kopdar. Tapi Tuhan Yang Maha Kuasa rupanya tidak mengizinkan kami bertemu bulan Januari. Uda Vizon pulang ke Padang karena ibu mertuanya wafat, dan waktu liburan Donny sangat terbatas sehingga tidak memungkinkan untuk bertemu saya. Entah bagaimana, ketika itu kami yakin bahwa suatu saat pasti akan ada waktu yang tepat bagi kami untuk bertemu. Dan tanpa dinyana, Tuhan memberikan waktu pengganti dalam tempo yang cukup cepat, hanya selang tiga bulan. Donny pulang mendadak untuk menghantarkan ayahnya yang berpulang. Karena cutinya agak panjang, lagipula dia pulang sendirian (sehingga jadi bujangan yang bebas berkelana … 🙂 ), jadilah kami kopdar.
Bagaimana sosok asli DV? Pertama, DV sangat ramah dan santun. Kedua, ternyata DV tinggi banget, 183 cm. Ketiga, penampilan DV membuat saya senyum-senyum (dalam hati 🙂 ), dengan rambut bergaya punk yang disisir tegak ke atas (pakai hair spray nggak Don? 😀 ), dan memakai subang di kuping, lengkap dengan kalung. Ke empat, ada tatto di leher yang menyembul dari kerah bajunya, bertulis Odilia, nama putrinya yang baru berumur satu tahun tiga bulan. Saya sudah membaca posting berseri di blog Donny tentang tatto yang memenuhi seluruh tubuhnya, dan sebenernya pengin lihat, tapi sudah pasti itu tidak sopan … 😀 *bercanda*
Adapun tentang Uda Vizon, bagaimana sosok aslinya? Aah … kalau Uda mah nggak perlu diceritakan lagi, karena foto narsisnya sudah banyak bertebaran di blog Surau Inyiak, jadi semua orang pasti sudah kenal banget wajahnya 😀
Uni Icha, saya, Donny Verdian (DV), dan Uda Hardi Vizon (HV)
Oke, jadi apa yang ditulis DV dan HV di buku “Dear Papa”?
DV dan HV pernah menulis di blog masing-masing tentang surat kepada papa mereka itu. Sejauh yang saya ingat, keduanya mengaku jarang berbicara panjang lebar dari hati ke hati dengan ayah mereka. Maka menulis surat itu menjadi sesuatu yang tidak mudah (terutama bagi DV). Dengan mengetahui latar belakang hubungan mereka dengan ayah mereka, membaca surat DV dan HV dalam “Dear Papa” jadi terasa sangat menyentuh. Ini secuplik tulisan DV …
Bertahan lebih dari dua tahun tak menginjak tanah Indonesia adalah sesuatu yang berat …
Bertahan lebih dari dua tahun tak sowan ke tanah Jogja, kota yang membesarkanku, juga adalah sesuatu yang bahkan lebih berat …
Tapi … bertahan selama itu tanpa bertemu dan mencium punggung tanganmu yang sekaligus berarti tak sowan ke tanah Jogja serta berarti pula aku tak menghirup Indonesia, adalah satu cobaan yang sangat berat, Pa …
Dan ini cuplikan dari surat HV :
Pa …
Aku sangat tahu kalau Papa bukanlah seorang akademisi yang mampu menelurkan aneka teori soal mendidik anak. Aku sangat tahu, kalau dirimu tidak pernah merekayasa apapun dalam hidupku. Dan aku sangat tahu, bahwa semua yang Papa lakukan untukku, keluar dari lubuk hatimu yang paling dalam. Bagiku, itulah teori yang paling murni, yang lahir dari keluhuran budi dan ketulusan hati.
….
Benar kata orang, bahwa satu-satunya cara seorang lelaki mewujudkan rasa cintanya kepada anak-anaknya adalah dengan mencintai ibu mereka. Papa telah melakukannya, dan aku terinspirasi karenanya.
Donny Verdian, Uda Vizon, dan “Dear Papa”
Cuplikan di atas hanyalah sebagian kecil dari surat DV dan HV. Isi selengkapnya, silahkan teman-teman membacanya sendiri dari buku “Dear Papa”. Yang jelas, bahasa DV dan HV sangat lancar, indah, tanpa cela. Lebih dari itu, saya terkagum-kagum pada kekayaan nuansa batin, pemikiran, dan perenungan yang mereka ungkapkan. Saya bahkan sempat tertawa ketika membaca tulisan DV, yang mengatakan bahwa ia tak bisa berjanji putrinya akan bisa berbahasa Indonesia, jadi kalau ayahnya kelak akan bicara pada cucunya, ayahnyalah yang harus belajar bahasa Inggris … Ealaah 😀
Kopdar kami tidak terlalu lama, hanya sekitar 1,5 jam. Tapi sungguh menyenangkan bisa bertemu dan bertatap muka dengan teman-teman yang selama ini lebih sering berjumpa di dunia maya, mendengarkan suara mereka, dan menyimak cerita tentang kehidupan mereka. Dengan rambut punk, subang di kuping, dan tatto, penampilan Donny bolehlah dibilang ‘nyentrik’, tapi mendengar suaranya yang ramah dan halus, semua kesan ‘sangar’ itu seketika lenyap, berganti dengan ketulusan dan kehangatan. Adapun Uda Vizon dan Uni Icha, keramahan dan ketulusan mereka sudah lama meresap ke dalam hati saya 🙂
Terimakasih Donny, Uda Vizon, dan Uni Icha, atas pertemuan yang akan selalu meninggalkan kenangan manis 🙂
Oh ya, kopdar makan siang itu kami laksanakan di resto Lombok Ijo, tempat yang sama dengan kopdar saya bersama Julie, Anna, Mida, Ari, Ais, Titik, dan kawan-kawan lain beberapa waktu lalu. Jadi bolehlah ini disebut Kopdar Lombok Ijo Part 2 🙂 . Tidak mustahil akan disambung dengan KLI (Kopdar Lombok Ijo) Part 3, Part 4, dan seterusnya, dengan teman-teman yang lain. Hayo, siapa mau menyusul? 😀
..
wah selamat ya Uda Vizon, Mas DV.. 🙂
semoga bukunya bermanfaat dan menginspirasi semua yang baca..
..
Bu Tuti berdiri disamping mas DV jadi kelihatan imut-imut.. hihihihi…
..
Tuti :
Imut? Ireng-klumut? Hiks … hiks … *nangis sesenggukan* 😥
Seorang ayah di Jepang amat sangat terkucil dari kehidupan sosial, sampai ada pepatah “Kaminari, Kaji, Oyaji” (“Kilat, Kebakaran dan Ayah” =ayah sama menakutkan seperti Kilat dan kebakaran). Aku merasa ayah-ayah Indonesia bisa berbahagia menjadi ayah di Indonesia yang hubungannya jauuuuh lebih akrab.
Soal tulisan DV dan Uda sudah pasti tidak diragukan lagi. Karena aku mengenal keduanya sebagai orang yang baik dan lembut hatinya (meskipun DV penampilan dan tulisannya kadang nyeleneh).
Orang sering menyebut anak perempuan dekat dgn ayahnya. Tapi boleh dikatakan aku baru menyadari kedekatanku dengan papa sejak aku pergi meninggalkan tanah air. Mungkin jika aku tetap di Jakarta terus, aku tidak akan menyadarinya. Satu-satunya orang yang sejak awal positif mendukungku untuk pergi, tinggal di luar negeri dan menikah dengan orang lain negara dan lain agama 🙂 Ah… aku jadi kangen papaku di tengah malam begini 😦
EM
Tuti :
Wah, begitukah? Tapi Mr. Gen kelihatannya bukan tipe ayah yang seperti kilat itu kan Mbak? Banyak foto yang memperlihatkan kedekatan Mr. Gen dengan Riku dan Kai (juga terpancar rasa bangga dan kasih dari wajah Mr. Gen).
Mbak Imel masih beruntung, Papa dan Mama semuanya masih ada. Ayah saya wafat waktu saya masih kecil, tak banyak kenangan saya pada beliau 😥 . Saya mengetahui tentang beliau hanya dari cerita-cerita kakak-kakak saya. Begitupun saya sangat bangga pada ayah saya 🙂
Saya suka tulisan-tulisan DV di blognya. Terutama pemikirannya tentang Tuhan, memang aneh dan nyleneh, tapi sering seirama dengan pemikiran saya 🙂 .
(Maaf) izin mengamankan KETIGAX dulu. Boleh, kan?!
Sebuah buku yang kelihatannya menarik. Jarang-jarang ada yang berkirim surat dan ‘bercurhat’ kepada papanya.
Tuti :
Betul, ini buku yang menarik. Banyak di antara penulisnya baru sekali ini menulis surat untuk ayahnya 🙂
Selamat ya untuk rilis bukunya..
Untung judulnya bukan Dear Pipi. 🙂
Tuti :
Pipi?
*saya kok ingat Anang (mantannya KD) ya, soalnya anak-anaknya panggil dia Pipi :)*
Berbahagialah untuk beliau2 itu yang masih sempat melakukan sapaan “Dear Papa”
Saya malah nggak sempat Mbak.
Terakhir nulis surat buat Bapak kayaknya sudah lebih dari tiga puluh tahun yang lalu, itupun surat minta jatah kiriman sebagai anak kos.
Dan ketika masuk era digital, saya nggak bisa SMS atau email Bapak saya karena beliau sudah nggak ada.
————————
Tapi karena Bapak saya orang Jawa, maka Bapak saya nggak kayak kilat dan nggak mirip kebakaran 😀
Tuti :
Sama Pak Mars, saya juga nggak sempat nulis surat kepada ayah saya, wong beliau sudah wafat ketika saya baru 7 tahun … 😦
Hehehe …. bersyukurlah para bapak yang bukan orang Jepang, karena nggak kayak kilat atau kebakaran 😛
yang udah baca baru tulisannya uda
sayapun sangat dekat dengan almarhum papa, sampai sempat disangka papa itu pacarku
dan masih menyimpan draf tulisan surat papa untukku,
karena surat yang aslinya dulu tak kusimpan
Tuti :
Mbak Mon sudah punya bukunya? Atau bacanya di blog Uda?
Wah … Mbak Mon pernah disangka pacar papanya? Pasti papa Mbak Mon awet muda dan gaul ya 🙂 . Saya tak pernah nulis surat maupun menerima surat dari ayah saya, karena beliau sudah wafat waktu saya masih kecil …
Mbak Tuti,
Betapa menyenangkannya bisa ketemu DV dan HV..wahh inisialnya mirip ya belakangnya. Tulisan mereka indah dan selalu ada unsur pembelajarannya, yang dikemas dengan baik, dalam bentuk cerita.
Tak sabar untuk segera membaca bukunya.
Biasanya memang anak perempuan yang dekat dengan ayah, namun ayah dalam hati berharap banyak pada anak laki-lakinya Dengan anak laki-laki ayah lebih banyak diskusi tentang kehidupan, politik dan hal-hal lain yang menarik minat ayah dan anak. Ini saya lihat perbedaan obrolan suami dengan anak lelakinya, jika dibandingkan dengan anak perempuannya.
Tuti :
Betul Mbak Enny, senang bisa ketemu DV. Dibalik ke’kacau’an penampilannya, dia berhati baik 🙂
Uda Vizon juga orang berhati baik, sama dengan Uni Icha. Tapi karena saya sudah sering bertemu HV, maka dalam posting ini lebih banyak saya ulas DV 🙂
Saya setuju Mbak, setiap ayah pasti memiliki banyak harapan pada anak lelakinya. Hanya mereka kadang-kadang kikuk untuk berbicara secara emosional (dan memang pria lebih rasional, bukan?).
wah, akhirnya bisa kopdar dg DV. hehehe, dulu waktu saya pertama kali ketemu DV, dia nggak sejabrik itu rambutnya, bu. semoga kopdarnya bisa mengurangi duka di hati DV…
Tuti :
Iya, saya ‘takjub’ melihat rambut jabrik DV … hihihi 😀 (termasuk takjub melihat suweng hitam di kupingnya 🙂 ).
Oh ya, DV kelihatannya dapat mengatasi kesedihannya dengan baik. Kemarin dia bisa cerita tentang papanya dengan lancar kok …
Wahh… jadi pengen baca bukunya Bu, karena saya lumayan dekat dengan Bapak, dengan ‘cara’ kami sendiri he he.
Terima kasih reviewnya yaa..
Salam kenal Bu, sering berpapasan di blog teman-teman, maafkan baru berkunjung 😀
Tuti :
Bukunya bisa dipesan secara online, link-nya ada di blog Uda Vizon …
Salam kenal juga Orin, iya … kita sering papasan di blog teman, dan kalau selama ini cuma saling curi pandang, sekarang bisa salaman ya 😀 . Terimakasih sudah berkunjung …
[…] seperti biasa, kalau ada narablog yang menawarkan kopdar, orang pertama yang akan kuhubungi adalah Bu Tutinonka. Sepertinya, kalau kopdar di Jogja tanpa Bu Tuti, bagaikan makan gak pakai minum, […]
kayanya Lombok Ijo kudu ngasi royalti sama bunda hihi
keren itu Dear Papa nya si Lala aku mau beli ahhhh 😀
Tuti :
Betul betul betul … *semangat*
Hayo Jul, usulkan ke Lombok Ijo untuk kasih free dinner buatku 😀
Iya, memang keren … semua tulisan teman-teman narablog …
Sayang tulisanku nggak ada 😦
bunda pan udah keren duluan daripada kita2 semua ihhh
*cubit pipi bunda*
*kangen*
Tuti :
Ya iyalah, wong aku paling tua, sudah pasti duluan keren dibanding Julie dan semua saja yang muda-muda 😀
*hah, kok nyubit pipi? masih dipakek nih … 😮 *
*kangen Julie juga*
Ahai… duluan Bu Tuti nih bikin laporan kopdar kita kemarin, hehehe…
Soal kesan tentang DV, saya setuju 100% dengan Bu Tuti. Tapi, ada satu hal yang bikin saya kesal sama dia. Kemarin itu dia bohongin kita. Katanya mau pamit ke toilet, eh ternyata dia ke kasir untuk membayar. Hahaha… bener-bener deh tuh orang… 😀
Oya, buku novel “Muhammad” itu sebenarnya sudah lama saya pengen beli. Tapi, selalu saja tidak kesampaian. Eh, ternyata Bu Tuti menghadiahi itu. Senang sekali rasanya.. Terima kasih ya Bu…
Kopdar-kopdar kita memang selalu berkesan Bu Tuti. Insya Allah saya tidak akan bosan untuk kopdar. Karena, selalu ada inspirasi yang kita peroleh dari kawan-kawan narablog. Jadi, siapa lagi nih yang mau kita kopdari…? hahaha…. 😀
Tuti :
Saya memang cepat-cepat nulis, nggak mau keduluan Uda. Uda boleh saja lulus duluan, tapi jangan ngalahin saya publish posting kopdar juga 😀
Trik pamit ke toilet itu sebenernya sudah klise, tapi tetep saja kita kecolongan … 😀 . Ya sudah, lain kali kita gantian traktir DV kalau kopdar di Australia (kapan juga kopdarnya? 🙂 ).
Kemarin sebenarnya saya mau menghadiahi Uda bukunya Paulo Coelho, tapi setelah melalui perenungan panjang dan sholat istikharah (lebayy … 😀 ), saya pikir Uda dan Uni lebih cocok dengan novel “Muhammad” itu. Alhamdulillah pilihan saya tidak salah. Terimakasih juga untuk buku “Dear Papa”nya, memang saya lagi berniat membeli buku ini. Tuh kan … hadiah kita ternyata sama-sama tepat 🙂
Tiap kali ketemu nama Uda Vizon kok saya malah asosiasinya lari ke merk motor besar bikinan Amrik 😀
Tuti :
Uda Hardi Vizon memang agen Harley Davidson Pak … 😀
Atau, waktu ngidam ibunda Uda Vizon mungkin pengen ngebut pake moge itu … 🙂
Dan kalau ketemu nama Bu Tuti Nonka malah saya ingat buah manis kuning bergetah 😀
Tuti :
Saya memang manis dan kuning, tapi tidak bergetah Pak …. *uhuyyy … * 😀
Pencipta motor besar itu terinspirasi dari nama saya Pak Mars… *kalem* 🙂
Eh iya, salah satu merek tv juga pakai nama saya lho, coba googling “vizon”, hehe…
Tuti :
*pura-pura nggak baca* 😀
Setelah baca komentarnya Mbak Dik Julie saya baru ngeh, dan setelah saya perhatikan latar belakang foto2 itu keliatan sekali kalau itu adalah ciri khas Lombok Ijo 😀
Dindingnya selalu berbentuk batu bata.
Tadi saya cuman perhatikan foto orangnya 😀
Dan ternyata Lombok Ijo ada dimana2…
Semarang, Solo, Jogja, Jakarta…
————————-
Dan sayapun baru ngerti kalau Mbak Tuti agen Lombok Ijo… 😀
Ngomong2 yg di Jogja apa juga ada semburan uap airnya yang kayak kabut itu?
Tuti :
Iya Pak Mars, saya agen rahasia, jadi pihak Lombok Ijonya sendiri nggak tahu 🙂 *jadi kepikir, kayaknya dua postingan saya tentang kopdar di Lombok Ijo perlu saya tunjukkan ke manajemen Lombok Ijo*
Tentang semburan uap air, kayaknya sih …. lupa Pak, nggak merhatikan 🙂
Hm sulit untuk surat-suratan .. lha dari dulu nggak surat menyurat kecuali di kantor .. Perlu belajar juga sih ..
Kopdar yang menarik …
Salam.
Tuti :
Hehehe … sama pacar juga nggak pernah surat-suratan ya Mas? Kelamaan, datengin dan ngomong aja langsung 🙂
Hebat yaaa… kreatif2 sekali sih… Wah aku jg jd inget jaman2nya SMA dlu kalo curhat tentang apa aja pasti sama Papa… 🙂 thanks for sharing Bu Tuti.,…
Tuti :
Teman-teman blogger kita memang kreatif-kreatif. Punya blog saja kan sudah menunjukkan kalau pemiliknya kreatif, termasuk saya (hahaha … numpang narsis 😀 )
Makasih juga, Lyliana …
Sepertinya buku yang berisi tulisan dari lubuk hati terdalam dari seorang laki-laki ke laki-laki lain yang disebut Ayah, sangat-sangat luar biasa nih Bu..
dan kopdarnya seru, dan masih kurang kayaknya ya Bu,, 😀
tapi bener lho,, bu Tuti disamping DV, keliatan imoet sekali 😉
Tuti :
Sebenarnya penulis dalam buku ini tidak semuanya laki-laki, ada juga yang perempuan. Kebetulan saja kedua penulis yang kopdar dengan saya kemarin adalah pria.
Sebenarnya saya nggak imoet-imoet sangat, DVnya aja yang kebangeten tingginya. Dan kalo lihat porsi makannya, memang pantas sih DV jadi segede itu … 😀 *piss Don*
sya ga mrasakn sosok ayah. wujudnya ada tp tak bs drasakn..
Tuti :
Mungkin Arco perlu mencoba untuk mulai menjalin komunikasi dengan ayah. Saya yakin, ayah Arco sebenarnya juga pengen berkomunikasi, hanya mungkin tidak tahu cara memulainya …
1. suatu saat nanti saya pasti sowan ke DIY…tp jangan lombok ijo ya bun….pliiisss….bakmi kadin ajah, sambil denger bundatuti nyanyi keroncong…ahaiiiyyy…asik bukan? ajak juga saya menemui uda yaaaa…
2. Bukunya mikin nangissssss…saya juga lg pengen bikin, buat papa, doakan ya bun…
3. Jilbab merahnya manaaaaaaa????
(ikutan 3 hal kaya si om)
Tuti :
1. Devi alergi lombok ijo? Owkeh … besok kita cari tempat lain ya. Kemarin saya menyodorkan 10 alternatif tempat ke Uda Vizon, dan Uda memilih LI karena dekat kampusnya 😉
2. Siip … saya tunggu bukunya ya, Devi. Semoga lancar dan sukses. Untuk saya gratis 10 eksemplar ya … (ya’elah … kemaruk amat! 😮 )
3. Hwaa … jilbab merah saya lagi dipinjam buat festival matador, jadi pake ungu aja … 😀
Waduh bu…membaca posting ini saya jadi teringat swargi Bapak (dan jika ingat beliau, selalu deh.. ‘kembeng2’ 😥
apalagi bila baca buku itu ya? Eh, tapi pengen nyari juga ah…atau ibu mau minjemin? hihi, ngarep…
Tuti :
Semoga swargi Bapak mendapat tempat yang tenang di sana ya, Mbak Mechta …
Mau pinjam buku “Dear Papa”? Boleh, boleh …. kapan mau diambil ke rumah saya? Tapi harus Mechta sendiri lho yang ambil 😀
Papa??? seperti apakah Papa saya ya?? ehmm….
Tuti :
Pastinya seperti Akbar kan? 🙂
Salam Bu Tuti.. 🙂
waahh senengnya yang Kopdar ya.. 😀
kebanyakan anak laki-laki jarang yang deket dengan Ayahnya.. dan anak perempuan yang lebih deket..
saya sih sua-suanya deket hehe *gak ada yg nanya ya?* 😀
Tuti :
Salam, Ne … 🙂
Ya, kopdar selalu menyenangkan. Ayo, kapan kopdar dengan saya? (halah, baru juga kenal, sudah mau kopdar 🙂 )
Sua-sua? *kening berkerut*
pantes kek kenal background foto nya
😀
hihihihihihi. jebule…
aku gak gitu deket sama bapak bun, entah kenapa. makanya pas bunda bilang biasanya anak perempuan deket sama bapak, aku enggak. hehehehehhe.. kebiasaan kali yak, dari kecil sering ditinggal dines ke luar kota.
penasaran sama buku nya.
hmmm.. selalu suka sama tulisan jeng lala soalnya
🙂
Tuti :
Owgh … pasti Ais pernah mejeng foto di depan tembok itu juga ya? 🙂
Aku kan bilang BIASANYA anak perempuan deket sama bapak. Nah, kan ada yang TIDAK BIASA, jadi Ais termasuk yang tidak biasa …. alias spesial … 😀
Yep, tulisan Lala memang selalu enak dibaca. Dia bisa menyampaikan suatu hal yang sepertinya ‘biasa saja’ ke dalam ribuan kata yang enak dan tidak membosankan …
aku baru baca buku 3 dari 6 buku’
dan selalu “meleleh” mbok 😦
alias mewek.com
pa kabar mbokde??
Tuti :
Aku baru baca buku 6 ini saja …
Harusnya Afdhal baca buku ini lho, karena di buku 6 ini ada tulisan teman-teman yang pasti Afdhal kenal dengan baik 🙂
Kabarku apik wae Dhal, kok yen neng Yogya ora tau mampir nggonku, hayo! 😮
Si Daeng ini, beli keenam buku itu Bu Tuti…
Beliau benar-benar penggemar sejati deh, hehe.. 🙂
Tuti :
Maklum saja, Uda. Dia kan calon ayah, jadi mungkin sudah berangan-angan menerima surat dari anaknya kelak … 🙂
wahh jd pengen baca..
aq sih ga terlalu deket ama papa bu..
Tuti :
Memang perlu dibaca, Fitri
Banyak kok temen Fitri yang juga nggak dekat sama papanya 🙂
Wow… Dear papa … Pasti menarik
Nanti klo pas pulang saya nyari deh
Mbak Tut punya waktu ketemu saya Insyaalah bulan Juni nanti?
Cieeee…. Insyaalah saya mau ke Yogya
Tuti :
Buku “Dear Papa” ini memang menarik. Ada 6 jilid, dan saya baru punya jilid yang ke 6 saja 😦 . Bukunya nggak dijual di toko Mbak Wied, belinya lewat online. Yang lebih hebat lagi, buku ini adalah proyek charity. Jadi seluruh hasil penjualannya diperuntukkan kegiatan amal.
Mbak Wieda mauke Yogya bulan Juni? Okaiiii …. kita kopdar ya 🙂 . Insya’allah saya ada di Yogya, tapi mohon tanggalnya diinformasikan dulu ya. Sampai ketemu Mbak Wied 🙂
Bu, maturnuwun sanget untuk kopdarnya….:)
Cita-cita saya untuk kopdar bareng panjenengan dan Uda terlaksana juga…
Thanks untuk buku Yoga for Men-nya ya.. saya mau sregep nabung buat ikut Yoga di sini meski bayarnya 70 per session hehehe…
Saya tampan ya Bu! *Eh….
Tuti :
Sama-sama Don, saya juga terimakasih dan seneng banget kemarin bisa kopdar 🙂
Kursus yoga di Aussie mahal banget ya? Atau nabung buat beli tiket pesawat saja, dan kursusnya di sini? 😀
Ehm .. ehm …. iyaaa, DV tampan kok (kemarin dandan khusus buat kopdar ya? 😀 )
sedih banget baca postingan ini, bu. sediiih… masih untunglah mereka yang punya papa bisa berkirim surat, sedangkan saya… hikz, mengenal wajahnya saja tìdak. bapakku meninggal waktu aku bayi. ibuku bilang bapak mati karena terseret arus sungai… pengeeeen banget nulis surat sama bapak, tapi alamatnya ke mana? ke surga kali ya, Bu.
Tuti :
Kepergian ayah Layung sudah menjadi kehendak Tuhan, jadi jangan disesali lagi ya? Yakinlah bahwa Layung hadir di dunia ini adalah karena cinta kasih almarhum ayah, dan ayah pasti sangat menyayangi Layung hingga akhir hayatnya.
Jika tak bisa lagi menulis surat kepada ayah, tulis saja di blog Layung. Surat-surat yang diterbitkan dalam buku ini pun tidak semuanya benar-benar dikirimkan kepada ayah para penulis, tetapi lebih merupakan curahan hati seorang anak kepada ayah mereka.
Tetap semangatya, Layung? 🙂
bukunya itu berarti kayak buku yang dari luar negri itu ya yang mengisahkan tentang kisah cinta…. ditulis oleh semua orang kemudian diterbitkan dalam satu buku?
Tuti :
Mmm …. saya belum pernah baca ‘buku yang dari luar negri’ yang dimaksud Choirul.
Buku ini berisi 22 surat dari seorang anak yang dikirimkan kepada ayah mereka …
kirimin donk bukunya hehe salam kenal
Tuti :
Hwaa …. saya juga cuma dikasih … 😀
wah, aku baru dengar ada buku dear papa ini. memang jarang ada ulasan tentang papa begini, biasanya kan mama seringnya
salam kenal:)
Tuti :
Memang bukunya dijual secara online, jadi mungkin tidak dijumpai di toko-toko buku …
Salam kenal juga 🙂
Hahaaa …
Akhirnya DV bisa kopdar dengan teman maya …
suatu hal yang dia idam-idamkan sejak dulu
This is the beauty of Blogging
Salam saya Bu
BTW.
Uda juga berbaik hati mengirimkan saya Buku itu …
And yess … buku itu ceritanya bagus-bagus
dengan gaya masing-masing
Tuti :
Iya Om … karena DV tinggal di LN, kesempatan kopdar dengan teman-teman maya yang ada di tanah air memang tidak begitu banyak …
Btw : Kalimat Om “Uda juga berbaik hati mengirimkan saya Buku itu …” kayaknya sedikit kurang tepat ya Om. Mustinya “Uda juga berbaik hati mengirimkan kepada saya Buku itu …” atau “Uda juga berbaik hati mengirimi saya Buku itu …”
*sok jadi guru bahasa Indonesia* 😀
Saya kemarin juga melihat buku karangan Lala Purwono tapi gak memperhatikan judulnya.
Kapan2 kepengin kopdar dengan mbak Tuti di Jogya.
Salam hangat dari Surabaya
Tuti :
“Dear Papa” ini bukan karangan Lala, Pakde. Tapi kumpulan surat teman-teman untuk ayah mereka yang idenya digagas oleh Lala.
Pengin kopdar dengan saya, Pakde? Siaaaap …. !! *tegakkan badan*
salam hangat dari Yogya 🙂
dapet sponsor dari lombok ijo nih kayaknya, hehe..
kapan2 boleh donk saya ikutan bunda..
Tuti :
Hahaha … iya nih, harus nagih komisi ke Lombok Ijo 😀
Boleh, boleh …. ayo kapan mau kopdar ke Yogya …
[…] Dear Papa … 2 hari yang […]
Eh iya saya mau komentar soal dandanan saya…
Saya memang selalu pake wax untuk bikin rambut spike (mini-punk), Bu hehehehe…
Jadi bayangkan tiap pagi saya selalu butuh waktu skitar 15 menitan untuk bikin jabrik 🙂
Tapi untuk musim dingin saya memilih tidak main jabrik2an karena dingin, makanya kemarin beli blangkon di Mirota Batik biar bisa dipake pas musim dingin hehehe 🙂
Tuti :
Ya olooooh ….. butuh 15 menit untuk nata rambut doang? *geleng-geleng takjub* . Aku aja 15 menit sudah cukup untuk make up komplit lho … 😀
Eh, berarti Donny anti topi dong ya? Kan sayang rambutnya nanti rusak kalau pake topi … hihihi …
Pakai blangkon di Aussie, pasti bakal jadi pusat perhatian teman kantor deh … 🙂
Wah Bun, sy ketinggalan kereta ni komen di sini.. hihi..
Bun, Bun, sy kan sering tuh nulis tentang Bapak di blog, pas ulang tahunnya, pas beliau sakit, dll. Nah, kemarin sblm ‘skype-an’ sama sy, Bapak buka blog sy (hebat ya, Bpk gaul, hihi… :P. Dibukain kk tentu sj, Bpk tinggal baca). Nah, pas skype-an Bpk bilang: “tadi Bpk baca tulisanmu pas Bapak ulang tahun. Ucapan dari temen-temenmu banyak banget ya..” dengan wajah berbinar bahagia Bun. Wah, sy senang sekali melihatnya. Pasti papa2 penulis ‘Dear Papa’ ini juga bahagia sekali ya Bun, suratnya buat mereka dibaca orang banyak… 🙂
O iya Bun, sy termasuk dekat dengan kedua orang tua sy, baik bapak maupun ibu. Tapi sejak 5 tahun terakhir, sy dekat dgn Bapak, krn Ibu sdh berpulang.
Kedua papa yg kopdar sm Bunda, pastilah papa2 yg sangat luar biasa. Tentang Uda, sy gk ragu lagi. Dan ttg mas DV, sy bc di postingan Uda, wah….papa yg sangat baik, bisa ‘momong’ baby sendiri & sgt senang gembira melakukan itu semua. Uuuu…luar biasa….
Bun..Bun…kangen….. *peluk*
Tuti :
Aku bisa membayangkan wajah berbinar Bapak Tt waktu baca tulisan Tt tentang beliau. Ayah mana sih yang nggak bangga dan bahagia dicintai oleh anaknya?
Pasti Bapak kangen ya, Tt sekarang jauh. Tapi dengan ‘skype’, kerinduan akan terobati dengan melihat wajah masing-masing, meskipun tidak bisa menyentuh …
Oh iya, Tt belum pernah ketemu Uda Vizon ya? Padahal sama-sama di Yogya. Besok kalau pulkam, jangan lupa ngabari ya, biar bisa saya ajak kopdar dengan Uda Vizon.
Terimakasih Tt, aku juga kangen lho … *peyuk juga* 🙂
mbak tuti, itu sungguh pertemuan yang menyenangkan. apakah gelar ratu kopdar sudah siap untuk dikenakan? hehe.
ayah memang sosok yang unik; kedekatan dengan beliau pada umumnya lebih langka ketimbang dengan ibu, apalagi bagi anak lelaki. namun figur ayah biasanya menjadi teladan dalam rumah tangga. mungkin karena karakteristik pria (ayah) memang lebih hemat berbicara ketimbang wanita (ibu) sehingga walaupun terasa jauh namun sesungguhnya dekat sekali.
berbahagialah orang-orang yang masih bisa bertemu dengan ayah. saat ini saya hanya memiliki ibu, dan she is so precious to us her children.
Tuti :
Wah, kayaknya gelar ratu kopdar bukan saya yang pantas menyandangnya, tapi Mbak Imelda Coutrier. Meskipun tinggal di Tokyo, tapi Mbak Imel paling rajin kopdar kalau pas pulang ke Indonesia 🙂
Memang betul Uni Hemma, ayah selalu jadi panutan dalam keluarga, karena ayah memang kepala keluarga, bukan?
Ayah say sudah wafat ketika saya masih kecil, dan ibu menyusul beberapa tahun yang lalu. Jadi saya sekarang sudah tidak punya orang tua lagi. Tinggal doa yang masih bisa dikirimkan kepada belia-beliau …
Saya tahu semua narablog penulis buku itu. 😀
Tuti :
Sama, saya juga tahu 😀
Seorang anak lelaki pun terungkap lembut hatinya jikalau telah berbicara tentang ayahnya 🙂
Indahnya bisa mencintai ayah setulus hati terlebih bisa menuliskannya pada sebuah buku 🙂
Tuti :
Memang banyak lelaki yang penampilan luarnya macho, sebenarnya memiliki hati yang lembut, apalagi kepada orang tuanya …
Aa’ pasti juga bisa menulis surat yang sangat indah untuk ayahanda, bukan? 🙂
sayangnya di indonesia tidak ada hari ayah. padahal seorang ayah juga memberikan kasih sayang meskipun dengan cara yang berbeda….semangat untuk para ‘papa’
Tuti :
Ya sudah, disepakati saja sendiri kapan Hari Ayah akan diperingati … 🙂
Terima kasiiiih bu atas atensinya. nggak nyangka tanggapan ibu terhadap komenku di atas menumbuhkan inspirasi buat menulis postingan di blog tentang bapakku. kapan-kapan kalau tulisan itu udah kupublish ibu mampir lagi yaaa…
o iya, cerita kematian ni rubiah yang ibu komentarin berlanjut ke postingan berikutnya.
Tuti :
Alhamdulillah kalau tanggapan saya bisa menjadikan inspirasi bagi Layung untuk menulis tentang ayah. Ya, insya’allah saya akan mampir kalau tulisan tentang ayah itu sudah publish 🙂
Wah, pengin baca kelanjutan kisah Ni Rubiah. Segera akan ke sana …
very nice.
saya hampir berkomentar seperti spammer krn ngga bisa berkata2.
sebagai blogger baru, saya ngga pernah ketemu blogger lain, bu. saya juga belum pernah datang ke acara2 pesta blogger atau semacamnya. boleh dong ntar kal ada kopdar2 saya dikasih tau?
Tuti :
Untuk kopdar dengan teman-teman blogger, nggak harus nunggu jadi blogger lama dulu kok Bung Iwan 🙂 . Bahkan bukan blogger pun boleh ikut datang …
Iya deh, besok saya beritahu kalau mau ada kopdaran lagi. Bung Iwan tinggal di kota mana? (maaf, lupa … 😦 )
mau dong pinjem buku dear papa nya bunda… hehehe. oh ya, walopun saya gak ikutan nulis di buku itu.. berita ttg buku itu saya juga denger, dan saya juga terispirasi untuk bikin tulisan ttg Bapak. Bagaimana pun juga, ayah selaslu istimewa di hati 🙂
anyway.. beberapa lama nggak berkunjung ke blog bunda udah ketinggalan banyak cerita..
dan seperti nya lombok ijo emang cocok buat kopdaran ya bun.. luas dan nyaman tempatnya.. besok2 lagi bikin kopdar lagi di sana 🙂
Tuti :
Boleh, boleh kok pinjem buku Dear Papa saya. Tapi diambil sendiri ke rumah saya ya 🙂 . Iya, biar Anna berkunjung ke rumah saya, gitu lho … 🙂
Saya sudah baca posting Anna yang bercerita tentang ayah. Ayah yang nyentrik, suka ngajak Anna beli es krim di toko Gardena, dan nggak mau dibelikan baju bagus … 🙂
Hehe … ayuk aja, kapan mau kopdar lagi di Lombok Ijo? (wah, bener-bener deh ini harus minta komisi ke LI karena sudah mempromosikan … 😀 )
buku apapun itu saya sangat apresiat menerimanya. sangat menyentuh. apalagi dari penulisnya langsung. karena pernah punya pengalaman nerima buku dari seorang kakek2 tua renta dari pulau seberang
Tuti :
Bagi pecinta buku, dihadiahi buku memang paling menyenangkan … 🙂
Loh, perasaan sudah komen di posting yang ini.. kog ilang ya?
Saya belum pernah denger teman cowo saya menceritakan perasaannya tentang ayah mereka.. tapi denger cerita 2 blogger teman kita ini, saya terharu juga.. ternyata bisa begitu juga.. 🙂
Tuti :
Ah … itu kan perasaan Clara saja … 🙂
Sama seperti : sudah makan seloyang pizza, tapi merasa belum makan apa-apa 😀 (herannya, kok tetap saja kuyuus … 😛 )
wah jadi penasaran sama buku “dear papa” ini. Kira2 kalau nyarinya di grame sudah ada belum yach mbak Tuti ?.
Btw…ini kopdar selalu asyik yach mbak…selalu bikin ketagihan….
Memang benar kata om trainer….
“This is the beauty of Blogging !”.
Met aktivitas mbak…see you 🙂
Best regard,
Bintang
Tuti :
Bukunya hanya dijual online Mbak, jadi kayaknya nggak bisa dicari di toko buku. Alamat onlinenya ada di blog Uda Vizon atau Lala Purwono. Maaf, saya lupa nggak link-kan (habis, sudah dapet bukunya sih … hehehe 😀 )
Iya Mbak, kopdar memang selalu menyenangkan, karena bertemu teman baru yang bermacam-macam karakter dan latar belakangnya 🙂
selamat beraktivitas juga Mbak Linda
salam hangat 🙂
[…] Uda dan Bu Tuti, terimakasih atas pertemuan kemarin dan next time, ketika kita ketemu lagi, aku akan gantian memberi tanda mata ya (foto-foto dan cerita kopdar versi Bu Tuti dan Uda Vizon bisa dinikmati di sini dan di sini) […]