Setiap tanggal 21 April, kita memperingati hari lahirnya RA Kartini. Tetapi tahukah kita siapa Kartini yang sesungguhnya, bagaimana pemikiran-pemikirannya? Pernahkah kita membaca surat-surat Kartini, satu-satunya dokumentasi tertulis yang menjadi sumber sejarah tentang hidup, gagasan, dan perasaannya?
Rasanya aneh sekali mengagumi Kartini sebagai pahlawan, memperingati hari lahirnya setiap tahun dengan seremoni, tanpa benar-benar memahami kisah hidupnya dan apa yang diperjuangkannya dulu.
Saya pernah memiliki buku “Surat-Surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk bangsanya” karya Sulastin Sutrisno, terbitan tahun 1979, tapi buku itu sudah lama hilang entah dipinjam siapa 😦 . Karena ingin membaca lagi pemikiran Kartini, saya mencari ke beberapa toko buku dan menemukan dua judul, yaitu “R.A. Kartini, Biografi Singkat 1879 – 1904” tulisan Imron Rosyadi, dan “Panggil Aku Kartini Saja” karya Pramoedya Ananta Toer. Buku Imron Rosyadi sudah selesai saya baca, tapi buku Pramoedya belum sempat saya buka. Dan karena dikejar deadline, harus posting tanggal 21 April, apa boleh buat, saya menulis posting ini hanya berdasarkan buku Imron Rosyadi saja 😦 . Buku ini terbitan April 2010, dan cukup banyak mengutip dari berbagai sumber, jadi saya pikir cukup valid sebagai referensi *menghibur diri* 😛
Dua buku tentang R.A. Kartini yang saya dapatkan
Rasanya sejarah hidup Kartini tak perlu saya tulis lagi ya, toh teman-teman semua sudah tahu. Mmm … tapi baiklah, siapa tahu ada yang sudah lupa. Maklum, belajar tentang Kartini kan waktu SD dulu (itupun menjelang ujian, dan habis ujian sudah menguap dari kepala … *contoh diri sendiri* 😀 ).
Ayah Kartini adalah Bupati Jepara, RM Adipati Ario Sosroningrat. Ibunya bernama Ngasirah, putri seorang guru agama yang memiliki latar belakang pesantren. Oleh karena Ngasirah bukan bangsawan, maka RMAA Sosroningrat harus mengikuti peraturan Pemerintah Kolonial untuk menikahi seorang wanita bangsawan juga sebagai garwo padmi (istri utama). Maka ia kemudian menikahi RA Muryam yang masih keturunan raja-raja Madura. RA Muryam lah yang kemudian harus dipanggil ‘Ibu’ oleh Kartini, sedangkan Ngasirah, ibu kandungnya, harus dipanggilnya ‘Yu’, sebuah sebutan untuk pelayan. Ngasirah sendiri harus memanggil Kartini ‘Ndoro’. RA Muryam, Kartini, dan anak-anak Sosroningrat yang lain duduk di kursi, sedangkan Ngasirah harus duduk di lantai, melayani kebutuhan seluruh anggota keluarga Sosroningrat. Kartini tidak dilahirkan di gedung utama rumah bupati seperti saudara-saudaranya yang lain, tetapi di bangunan kecil asisten wedana, karena ibunya hanya seorang selir.
Raden Ajeng Kartini (foto dipinjam dari sini)
Pada tahun 1900-an, feodalisme masih sedemikian kuat. Kartini merasakan kepedihan hati ibunya, dan ia pun merasakan kepedihan yang sama. Maka, dua hal yang pertama-tama dilawannya adalah feodalisme dan poligami. Feodalisme pada masa itu tidak adil dan menekan kehidupan perempuan. Anak perempuan dilarang sekolah. Jika sudah memasuki usia remaja, ia harus dipingit, dilarang ke luar rumah sampai ia dinikahkah dengan lelaki yang tidak dikenalnya. Dan setelah menikah perempuan harus siap dipoligami.
RMAA Sosroningrat adalah bangsawan yang terpelajar. Ia pandai menulis dan berbahasa Belanda. Oleh karena itu, Kartini dan adik-adik perempuannya, Roekmini dan Kardinah, diijinkan sekolah dan belajar bahasa Belanda. Kartini sempat mendapatkan pendidikan di Europese Lagere School (ELS), sekolah untuk orang-orang Belanda dan orang Jawa terkemuka. Kemampuan berbahasa Belanda inilah yang kemudian membuat Kartini bisa berkorespondensi dengan teman-temannya orang Belanda, seperti suami-istri J.H. Abendanon, Stella Zeehandelaar, Nyonya Cvink Soer, Nyonya Nellie van Kol, Nyonya van Zeggelen, Nyonya HG de Booij-Boissevain, dan lain-lain.
Tiga bersaudara : Kartini, Kardinah dan Roekmini (foto dipinjam dari sini)
Kartini ingin melanjutkan sekolah ke HBS di Semarang, tetapi dilarang oleh ayahnya. Ia bahkan dimasukkan ke dalam pingitan. Ketika dipingit selama 4 tahun inilah, Kartini banyak membaca buku-buku dan majalah berbahasa Belanda. Ia juga banyak menulis, yang dimuat di majalah De Hollandsche Lelie dan beberapa majalah lain. Ia mengatakan, untuk mengangkat derajad perempuan Indonesia, pendidikan bagi mereka mutlak perlu.
Pada 1902, Kartini dan Roekmini mendapatkan beasiswa untuk bersekolah di Belanda atas dukungan H.H. van Kol, seorang anggota parlemen Belanda. Sudah pasti berita ini sangat menggembirakan dua bersaudara itu. Namun demikian, kebahagiaan sesaat itu harus berakhir tragis. Kartini batal pergi ke Belanda. Apa yang terjadi?
Para pejabat Belanda di Batavia gelisah, dan menganggap kemajuan Kartini akan membahayakan kolonialisme Belanda di Indonesia. Dengan berbagai cara mereka berusaha menggagalkan keberangkatan Kartini, namun semua upaya itu gagal. Akhirnya, pada 24 Januari 1903 J.H. Abendanon datang ke Jepara. Ia mengajak Kartini ke pantai Klein Scheveningen, dan membujuk Kartini untuk mengurungkan niatnya belajar ke Holland. Berbagai alasan dijadikan dalih. Antara lain, Kartini bisa dilupakan masyarakat Indonesia, Kartini hanya akan menjadi noni Belanda, lagipula ayahnya sedang sakit.
R.M. Adipati Ario Sosroningrat (foto dipinjam dari sini)
Kartini luluh. Ia sangat mencintai ayahnya, dan tak ingin menjadi penyebab kematian ayahnya itu. Niatnya untuk pergi ke Belanda, serta pemberontakannya terhadap adat yang mengharuskan perempuan mencium tanah dan menyembah lutut laki-laki, membuat ia dan keluarganya mendapatkan teror bukan saja dari pejabat Belanda, tetapi juga dari para bangsawan Indonesia yang berkuasa. Ia kuat menghadapi teror terhadap dirinya, tetapi luluh ketika berpaling kepada keluarganya. Akhirnya Kartini memilih berkorban demi ketenteraman keluarga dan mengalahkan pamrih pribadi. “Kami ini hanya manusia biasa, wanita Jawa dalam tembok tradisi yang kukuh” demikian tulisnya pada Stella Zeehandelaar.
Pada Juni 1903, Kartini berhasil mendirikan sekolah untuk perempuan di Jepara. Ia sadar, usahanya untuk sekolah lagi, baik di Semarang, Batavia, apalagi Belanda, tak akan pernah terlaksana. Pada saat itulah, datang surat lamaran dari Bupati Rembang, Djojo Adiningrat, salah seorang sahabat ayahnya. RMAA Sosroningrat yang sedang sakit keras menyarankan agar Kartini menerima lamaran itu. Kartini tak berdaya menolak permintaan ayah yang sangat dicintainya, meskipun hatinya hancur lebur.
“Saya (kini) adalah tunangan Bupati Rembang, seorang duda dengan tujuh anak dan dua istri (selir). Mahkota saya sudah lenyap dari dahi saya. Sekarang saya tidak lebih sedikit pun dari yang lain. Saya seperti ribuan (perempuan) lainnya yang hendak saya tolong, tetapi ternyata jumlahnya hanya saya tambah saja. Aduhai Tuhanku … benarkah ini kehendak-Mu? Ampunilah saya, belas kasihanilah saya. Berilah saya kekuatan untuk menanggung penderitaan saya”
demikian tulis Kartini dengan penuh kepedihan kepada Rosa Abendanon.
Pernikahan Kartini dengan RM Djojo Adiningrat (foto dipinjam dari sini)
Kartini menerima lamaran Djojo Adiningrat dengan beberapa syarat, antara lain ia boleh membuka sekolah di Rembang, dan ia tidak akan mencium kaki suaminya. Pertimbangan lain Kartini, Djojo Adiningrat adalah seorang bupati yang terpelajar dan memiliki kekuasaan, yang akan mendukung ia melanjutkan cita-citanya memajukan pendidikan bagi perempuan.
Pernikahan Kartini berlangsung pada 8 November 1903. Kartini cukup memakai untaian bunga melati, tanpa baju pengantin, tanpa mencium kaki suaminya. Kepada Rosa Abendanon, ia meminta kado pernikahan berupa buku-buku, antara lain karya Tolstoy, Ritter, Vosmaer, Jonathan, Limburg Brouwer, Kipling, dan masih banyak lagi. Dari daftar buku ini –ada novel, filsafat, sajak, drama– terlihat bagaimana tingkat intelektualitas Kartini.
Kisah hidup Kartini berakhir pada 17 September 1904, empat hari setelah ia melahirkan putranya yang dinamai Soesalit. Proses persalinannya tak mulus. Mengenai kematian Kartini, ada beberapa kisah yang agak misterius. Empat hari setelah melahirkan, dokter van Ravensteyn yang memeriksa Kartini datang, dan mengatakan kondisi Kartini tidak mengkhawatirkan. Ia memberikan obat dan meninggalkan Kartini. Tapi tidak berapa lama kemudian, Kartini mengeluhkan sakit yang teramat sangat di perutnya, dan meninggal tidak berapa lama kemudian. Kematian yang mendadak ini cukup menimbulkan desas-desus. Pembunuhan? Racun? Guna-guna? Meskipun demikian, desas-desus itu tidak dapat dibuktikan, dan keluarga Kartini juga tidak berusaha untuk mengusutnya melainkan menerima kematian Kartini sebagai kehendak Yang Mahakuasa.
Buku yang mengulas tentang misteri kematian Kartini (foto dipinjam dari sini)
Makam R.A. Kartini (foto dipinjam dari sini)
Pengangkatan RA Kartini sebagai Pahlawan Nasional Indonesia dikeluarkan oleh Presiden Soekarno dengan SK Presiden No. 108 tahun 1964. Cukup banyak kontroversi mengenai surat-surat dan kepahlawanan Kartini, mungkin harus saya tulis posting tersendiri untuk itu …
Sambil menunggu kesempatan untuk berdiskusi tentang Kartini dan tokoh-tokoh wanita Indonesia lainnya, seperti Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, Nyai Ageng Serang, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, Walandouw Maramis, Christina Marta Tiahahu, dan lain-lainnya, marilah kita tunduk hormat dan memanjatkan doa bagi para pahlawan wanita yang telah berjasa membuat wanita-wanita Indonesia maju seperti saat ini …
Sumber : “R.A. Kartini, Biografi Singkat 1879 – 1904” karya Imron Rosyadi.
Selamat hari Kartini ya bu!
Tuti :
Terimakasih, Man 🙂
Selamat Hari Kartini untuk semua Wanita Indonesia, khususnya untuk Bu Tuti…
Tuti :
Terimakasih Pak Mars.
Selamat Hari Kartini juga untuk Bu Mars 🙂
Selamat hari Kartini!
Semoga semakin banyak wanita Indonesia yang mencontoh pandangan hidupnya, Bu!
Tuti :
Suwun, Don …
Iya, semoga semakin banyak wanita Indonesia yang meneruskan perjuangan Ibu Kartini, bukan sekedar mencontoh kebaya dan kondenya 😉
Bu Tuti …
Terima kasih telah meresumekan sedikit cerita mengenai Ibu Kartini
Selamat Hari Kartini
Salam saya
Tuti :
Terimakasih kembali Om …
Resumenya terlalu ringkas, sehingga sangat banyak hal yang sebenarnya menggugah hati, tak terekspos. Apa boleh buat, karena kalau postingnya terlalu panjang, nanti malah nggak dibaca 🙂
salam saya juga Om …
Saya pernah bertanya pada orang Jepang, adakah seorang wanita seperti Kartini di Jepang? Sampai hari kelahirannya diperingati begini oleh bangsa Indonesia? Meneliti sedikit dan bertemu nama Tsuda Umeko. http://en.wikipedia.org/wiki/Tsuda_Umeko
Tapi menurut Gen, Tsuda Umeko tidak bisa disamakan dengan Kartini, meskipun dia berhasil mendirikan sekolah. Gen lebih banyak membaca tentang Kartini drpd saya, karena ada peneliti Jepang Tsuchida Kenji (termasuk sejarawan Indonesia yang terkenal di Jepang) yang membahas Kartini dalam bukunya “Pemandangan Kartini” カルティニの風景。
Kalau menurut saya Hari Kartini bisa juga dijadikan Hari Kebangkitan Perempuan…. sehingga pahlawan wanita lainnya bisa diperingati sekaligus pada hari ini. (untuk menjadi solusi kenapa cuma Kartini yang diperingati….gitu loh mbak hehehe)
Berkat Kartini, Indonesia punya banyak wanita pintar yang saya kagumi, termasuk pemilik TV dari Jogja ini loh 😉
EM
Tuti :
Wah, jadi kepingin baca kisah Tsuda Umeko. Nanti deh, saya buka di Wiki … 🙂
Kalau kita baca kisah hidup Kartini selengkapnya, juga surat-suratnya, baru kita bisa paham apa sebenarnya perjuangan Kartini, dan bagaimana beratnya dia berjuang, hingga akhirnya gagal dan menyerah pada adat yang masih sangat kokoh 😦
Iya Mbak, bagus sekali ya kalau peringatan itu sekaligus untuk menghormati jasa-jasa para pejuang wanita lainnya. Karena memang bukan hanya Kartini yang berjuang memajukan pendidikan wanita di Indonesia.
Saya? Hwahaha …. jadi malu nih Mbak 😉 . Saya mah biasa-biasa saja, lha wong sekolah juga gak rampung-rampung … hehe …
salam ,
Wah nambah info banget, selamat hari kartini.
semoga gairah Kartini tetap menggema dalam jiwa-jiwa wanita Indonesia… 😀
Tuti :
Syukurlah jika ada manfaat yang bisa dipetik dari tulisan ini 🙂
Terimakasih, pastinya itu harapan semua wanita Indonesia juga …
..
selamat hari kartini buat semua wanita Indonesia dimanapun berada, khususnya buat owner Tv yang mandiri dan pintar ini.. 🙂
hari ini pakai kebaya dan konde gak Bu..
hihihi..
*sembunyi takut di lempar konde.. *
..
turut mendoakan ibu Kartini, semoga semua jasanya di berikan balasan berlipat..
..
-habis gelap terbitlah terang-
..
kalo saya saat gelap jadinya tidur.. hehe..
..
Tuti :
Terimakasih Ata 🙂
Hari ini gak pakai kebaya dan konde, wong lagi ada kerjaan di proyek pembangunan gedung. Kalau pakai kain kebaya, nanti naik turun tangga bisa kesrimpet. Nggak pakai kode juga, wong aku jilbaban. Percuma to pake konde yang berat kalau nggak kelihatan? 😛
*simpen konde di kotak*
…
Kalau Ata kayaknya nggak cuma pas gelap deh tidurnya. Siang bolong pun bobo’ … 😛
Ah, makasih saya jadi ingat kembali kisah beliau… 😥
Tuti :
Terimakasih juga, Asop 🙂
Selamat Hari Kartini yang memperingati semangat semua kaum perempuan pejuang …
Salam
Tuti :
Terimakasih Mas Iksa, meskipun saya bukan termasuk perempuan pejuang 🙂
Trimakasih sudah mengulas ttg bu Kartini ya Bun…
Selamat hari Kartini…
Brti bu Kartini dipoligami ya Bun? 😦
Tuti :
Terimakasih juga Tt …
Iya, Ibu Kartini dipoligami juga, sama seperti ibunya. Meskipun Ibu Kartini menjadi garwo padmi karena ia keturunan bangsawan, ia tetap tidak bahagia menjadi istri Djojo Diningrat. Apalagi suasana di Rembang tidak sekondusif suasana di Jepara. Kondisi Ibu Kartini menurun drastis semenjak tinggal di Rembang …
Eh, ternyata ceritanya se-seram itu? Ya ampun, bersyukurlah saya hidup di jaman sekarang.. dimasa saya boleh bersekolah sepuas-puasnya, sambil berkeluarga
Terima kasih Ibu Kartini 🙂
Tapi jadi catatan buat saya, ternyata ada masalah intern juga yang sedih tentang Kartini ya? Menghadapi Ibunya yang harus jadi ‘yu’.. aduh, kalo saya ga kuat deh liat Ibu saya sendiri digituin 😦
Tuti :
Kondisi di zaman feodal dulu memang sangat menyedihkan bagi perempuan. Feodalisme, ditambah penjajahan kolonial, memang membuat perempuan terjepit bahkan terinjak. Maka perjuangan Ibu Kartini yang berada di dalam lingkungan seperti itu tentu tak bisa dibandingkan dengan perjuangan wanita lain yang masyarakatnya sudah lebih terbuka …
Kalau membaca sendiri bukunya, lebih bisa merasakan intrik dan pergolakan batin Ibu Kartini, Clara.
Iya, kita beruntung hidup di zaman yang sudah memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada perempuan 🙂
selamat menikmati menjadi kartini era modern ya mbak tuti
Tuti :
Terimakasih Mbak, kita tidak akan bisa menjadi seperti sekarang ini kalau bukan karena perjuangan Ibu Kartini dan ibu-ibu pejuang kita dulu …
Malem bunda..
selamat hari kartini yah..
jadi inget waktu jaman sekolah deh pelajaran sejarah..hehhe..
mengingatkan kembali tentang kartini,maksih yah bun..
Tuti :
Malem Nchie …
Selamat hari Kartini juga
Hm … kayaknya aku cocok jadi guru sejarah ya? 😀
Makasih juga 🙂
bener Bu, saya justru diingatkan kembali tentang kisah Kartini dengan membaca tulisan ibu, terima kasih ya Bu
yang dipelajari sewaktu sekolah dulu sudah menguap entah kemana 😀
Selamat hari Kartini ya Bu Tuti!
Tuti :
Hehehe … ternyata kita sama ya, pelajaran sejarah waktu sekolah dulu sudah menguap 😀
Berarti buku-buku jaman SD dulu masih kudu disimpen ya 🙂
waktu masih di SD sampai SMP masih disimpan apik Bu, tapi begitu pindah ke Jakarta, terpaksa dihibahkan pada siapa saja yang mau, makanya wajar dong ya sudah lupa blas 😀
*alasan ini paling bisa diterima ‘kan Bu? hahahaha*
Tuti :
Iyaa … iya, alasannya diterima kok, niQue. Saya juga nggak nyimpen lagi buku-buku pelajaran SD, SMP, dan SMA. Kalau buku-buku kuliah sebagian masih disimpen sih, yang penting-penting 🙂
Kartini sudah melawan adat pada zaman itu ya. Hebat. Pasti itu bukan perjuangan yg ringan. Kalau zaman itu sudah ada infotainment, dia sudah berulang kali masuk tv. Tapi dia masuk “tv” yg lain sekarang. TV yg di sini ini maksudnya hehehe. Dan Kartini tampaknya memang pintar ya Bu. Dari apa yang dibacanya, kelihatan sekali.
Tuti :
Iya Kris, sudah pasti berat sekali melawan adat yang masih sangat kuat pada masa itu. Ia ditekan bukan saja oleh pejabat Pemerintah Kolonial, tapi juga oleh para (pria) bangsawan sendiri, karena mereka tak mau kekuasaannya atas perempuan dikurangi …
Hahaha …. kalau TV yang ini sih acaranya nggak masuk rating 😀
Dan memang benar, intelektualitas Kartini cukup tinggi, meskipun sekolahnya hanya sampai ELS (setingkat SD)
Jadi sedikit ngeh tentang kehidupan Kartini, tapi kalau di kehidupan sekarang, kematian model begitu akan menimbulkan spekulasi yang besar. Mungkin ada benarnya asumsi yang sedikit curiga dengan sebab kamatian nya, bisa jadi benar dibunuh (diracun).
Makasih sharing nya tentang Kartini bu 😉
Salam hangat serta jabat erat selalu dari Tabanan
Tuti :
Benar Pak Sugeng, kematian Kartini pada waktu itu menimbulkan desas-desus, tetapi tidak ada pihak yang menyelidiki. Pemerintah Kolonial sudah pasti tidak mau menyelidiki, karena mereka memang berusaha menghambat gerakan Kartini. Kematian Kartini justru menyenangkan Pemerintah Kolonial. Masyarakat, selain tidak berani, juga tidak memiliki kemampuan untuk melakukan investigasi. Keluargapun memilih menerima kematian Kartini sebagai kehendakNya …
wah, ini pemaparan yang komplit. Saya pernah baca dan mendapatkan bahwa semangat Kartini dalam mendalami agama lah yang membuatnya akhirnya di kenal. Habis gelap terbitlah terang pun katanya sebagai ungkapan atas pengenalan secara dekatnya dia dan agamanya 🙂
Tuti :
Terimakasih Aa’.
Di buku Imron Rosyadi memang diuraikan cukup panjang tentang kedekatan Kartini dengan Islam. Bahkan kalimatnya, yang dijadikan judul kumpulan surat-suratnya oleh Abendanon, yaitu “Door Duisternis Tot Licht”, dikatakan berasal dari petikan firman Allah SWT dalam Surah Al Baqarah ayat 257, yaitu Minadz Dzulumaati illan Nuur …
baruuu aja kemaren saya diskusi sama suami saya..sebenarnya apa sih yang berhasil diperjuangkan sama bu Kartini ini, sampai diangkat jadi pahlawan dan hari kelahirannya di peringati sebagai hari Nasional..
Dann..saya menemukannya di blog bu tuti ini..terimakasih banyak yaa bu..jadi tau beratnya perjuangan beliau walau akhirnya dia tak bisa merubah keadaan dan gagal.
Salut pada Kartini..semoga terus bermunculan kartini-kartini yang baru..
Selamat hari Kartini ya bu…(maaf telat ucapinnya..hihi)
Tuti :
Begitulah Intan, banyak di antara kita yang tidak tahu persis, apa sih yang sudah dilakukan Ibu Kartini dulu? Itu juga yang mendorong saya untuk menulis posting ini. Dan dari komentar yang ditulis teman-teman, ternyata memang banyak yang belum tahu atau sudah lupa pada sosok Ibu Kartini. Saya senang tulisan singkat ini bisa mengingatkan kita semua (termasuk saya sendiri, karena sebelum membaca buku Imron Rosyadi saya juga tidak tahu persis sejarah hidup Ibu Kartini … 😦 ).
Kalau sempat, baca sendiri saja bukunya, karena sangat banyak informasi yang tidak bisa saya sampaikan, oleh karena keterbatasan panjang tulisan 🙂
Selamat menikmati perjuangan “Kartini”
Sehingga kita bisa sekolah
Ulasan bagus mbak Tut
Tuti :
Selamat untuk semua wanita di Indonesia ya, Mbak Wied
Terimakasih sudah berkenan membaca tulisan saya 🙂
dulu baca Habis Gelap Terbitlah Terang itu masih remaja mbak, masih nggak paham betul,
ingin mengulangi sekali lagi membacanya di usia sekarang,
mungkin jadi bisa lebih mengenal beliau,
Tuti :
Betul Mbak Monda, sebagai wanita yang sudah memperoleh pendidikan tinggi dan kemajuan bagus, kita pantas mengetahui sosok Ibu Kartini yang sebenarnya, serta memahami ide-ide beliau …
hhhh… sedih sekali bacanya, bu.
dulu di sekolah sering juga baca kisah tentang ra kartini, tapi mungkin karena pola pikir yang masih remaja, kisahnya nggak sampe masuk ke hati. sekarang aku baca di postingan ini, ternyata oh ternyata, betapa pahit penderitaan hidup yang dialami kartini.
aku adalah pemuda kecil yang sentimentil. saat membaca petikan-petikan surat yang ditulisnya, terasa sekali amat menyentuh hati. percaya atau tidak, merinding aku membayangkan masa-masa peodalisme itu. bagaimana nasib perempuan lain yang tak termasuk bangsawan? ah, mungkin mereka merasakan hidup seperti di tempat pengasingan. maafkan kalau tiba-tiba aku merasa benci sama mereka-mereka yang masih membeda-bedakan martabat manusia. bangsawan dan rakyat jelata, sama-sama memiliki hak untuk hidup bebas di negeri ini.
Tuti :
Layung, kita semua sama kok, dulu mempelajari sejarah hidup RA Kartini sekedar sebagai hafalan mata pelajaran sekolah, tidak sampai masuk ke hati. Apa yang ditulis dalam buku sejarah juga tidak selengkap dan sedetil paparan dalam buku-buku yang ditulis kemudian, sehingga kita tidak mengetahui kisah-kisah dramatis yang menyentuh hati.
Jaman sekarang bentuk feodalismenya sudah berubah. Bukan lagi antara bangsawan dan rakyat biasa, tetapi antara penguasa (pemerintah dan politikus) dan rakyat biasa … 😉
Lengkap sekali pemaparannya tentang pahlawan kita ini. Menunjukkan bahwa penulisnya tidak asal tulis tapi sudah melalui riset yang cukup mendalam.
Mudah-mudahan semangat Kartini selalu ada di setiap diri wanita Indonesia.
Selamat hari Kartini dan salam kenal mbak…
Tuti :
Terimakasih Mama 🙂
Saya hanya menyarikan dari buku Imron Rosyadi saja kok. Sebenarnya sangat banyak yang diungkap dalam buku ini, dan yang saya tulis hanya sebagian kecil saja. Jadi kalau ingin mengenal sosok Ibu Kartini lebih lengkap, silahkan membaca buku-buku tentang RA Kartini … 🙂
Salam kenal juga, Mama Aksi …
Hidup pada zaman dulu susah ya…..namun berkat perempuan seperti Kartini, perempuan bisa mengekspresikan diri. Dan tetap tidak meninggalkan keluarganya, karena setinggi-tinggi nya karir perempuan, tetap untuk kepentingan keluarga, dan kebahagiaannya jika melihat anak-anaknya berhasil.
Banyak tokoh perempuan yang sampai saat ini tetap berjuang agar kaum perempuan bisa maju dan menjadi partner, yang seiring sejalan dengan laki-laki. Dan saya juga pernah mendapat cerita dari temanku (salah satu Direktur BUMN), kalau setiap hari Sabtu, sering ketemu ibu Menteri yang menunggu dan menjemput anaknya di sebuah sekolah di Jakarta.
Tuti :
Betul Mbak Enny, setinggi apapun karier seorang wanita, ia tetaplah seorang ibu yang harus bertanggungjawab pada pengasuhan dan pendidikan anak-anaknya. Dalam buku Imron Rosyadi juga dikutipkan surat Kartini kepada Nyonya Abendanon tentang kebahagiaannya akan memiliki anak. Kartini menulis, kelak ia akan mengajar murid-murid perempuannya sambil menggendong dan menyusui anaknya … (yang ternyata tidak pernah sempat dilakukan Ibu Kartini karena beliau keburu berpulang).
Hebat ya, Bu Menteri yang masih sempat menjemput dan menunggui putranya di sekolah itu … *acung jempol*
Tak kenal maka tak sayang, begitu ya bu… Terima kasih utk mengingatkan lagi sejarah Kartini, semoga semangat beliau selalu menginspirasi (terutama saya) & kita semua utk menjadi pribadi2 yg lebih baik.. 🙂
Tuti :
Tak kenal maka tak sayang … betul Mbak Mechta. Semakin kenal semakin sayang 🙂
Mari kita sama-sama berusaha untuk menjadikan diri kita pribadi-pribadi yang selalu mencari kebaikan …
Bunda Tuti juga salah satu kartini modern yang membanggakan 🙂
seneng bisa kenal dan ketemu bunda 🙂
Tuti :
Aduuh … Anna, terimakasih 😀
Anna juga adalah Kartini muda yang sangat membanggakan, dan pasti akan terus semakin membanggakan di masa depan. Saya juga senang bisa kenal Anna. Kapan kita ketemuan dan ngobrol-ngobrol lagi? 🙂
semua pada kartinian neh temanya saya juga ucapkan selamat deh
Tuti :
Terimakasih Mas Mawardi 🙂
Saya jadi ingat diskusi kita tentang Kartini. Meskipun hari Kartini ciptaan Belanda tetap saja beliau layak untuk dikenang bangsa Indonesia.
Tuti :
Setelah membaca buku Imron Rosyadi ini, saya malah jadi berpikir ulang tentang Abendanon. Ia dan istrinya adalah orang yang sangat dipercaya oleh Kartini, tetapi justru Abendanon lah yang menghalang-halangi cita-cita Kartini belajar ke Belanda. Setelah Kartini wafat, Abendanon merasa bersalah, dan menerbitkan surat-surat Kartini. Tetapi surat-surat itupun disensornya. Yang terlalu ‘sensitif’ dan berbahaya bagi kepentingan Kolonial disembunyikannya … 😮
Sip…kulasan khas mbak Tuti selalu mantap dech….
Btw…saya jadi penasaran isi buku “Kartini mati dibunuh ?” yang mbak Tuti pajang di postingan ini.
Kalau sudah selesai bacanya diposting dan di sharing yach mbak…jadi penasaran nih, hehehe….
(Tapi belum sempet baca sendiri dan nyari bukunya mbak…karena ada pr baca bbrp buku dlm waktu dekat, hahaha…)
Oyach saya juga setuju dgn komentar Ata….
“selamat hari kartini buat semua wanita Indonesia dimanapun berada, khususnya buat owner Tv yang mandiri dan pintar ini.. :)” ….owner TV ini mamang mantap…. 🙂
Best regard,
Bintang
Tuti :
Saya juga penasaran pengen baca buku “Kartini Mati Dibunuh?” itu Mbak. Saya belum punya bukunya, cuma nemu foto covernya di gudang Pakde Gugel 😀
Besok kalau saya sudah baca, saya posting deh (tapi cocoknya untuk event Kartinian tahun depan ya?)
Wahaha … Ata memang provokator. Terimakasih Mbak Linda. Justru Mbak Linda lah yang lebih mandiri dan pintar dibanding saya. Mbak Linda kan multi talented, semua bisa … 🙂
salam hangat
deep respect for Kartini…
makasih ulasannya bu tuti, as always kalau mampir kesini selalu bertambah ilmu pengetahuanku 🙂
Tuti :
Terimakasih sudah membaca tulisan sederhana ini, Didot. Syukur alhamdulillah jika ada sesuatu yang bisa dipetik dari beranda saya 🙂
Terima kasih banyak Bu review-nya. Saya jg ingin sekali buku-nya Pak Pramudya tentang Kartini itu, semoga terlaksana 🙂
Tuti :
Buku Pak Pramoedya “Panggil Aku Kartini Saja” cukup mudah kok dicari di toko buku. Selamat membacanya, Orin … 🙂
bundaa… aku diingatkan kembali akan pelajaran sejarah waktu SD, yang sudah tergusurkan itu
dan yup, bangga banget sama Kartini, tidak terbayangkan betapa maju nya pemikiran Beliau pada masa itu.
dan rasanya alangkah indahnya kalau tiap-tiap wanita Indonesia mampu mengambil sedikiit saja semangat nya Kartini,
Tuti :
Hihihi …. ternyata kita semua sama, sudah lupa sejarah Kartini, dan baru terkagum-kagum setelah membacanya kembali 🙂
Kayaknya slogan Presiden Soekarno dulu perlu digalakkan nih … “Jasmerah” : jangan sekali-kali lupakan sejarah
Ayo rame-rame belajar sejarah bangsa kita, supaya bangga dan tumbuh rasa cinta tanah air 🙂
[…] kartini ini memasuki dunia batavusqu 2 tahun lalu beliau bernama Tuti Nonka. Pengalaman menulis dimulai awal Pebruari 2008 beliau menamakan blognya Tutinonka’s Veranda […]
Salam Takzim
42 kunjungan sahabat membahas RA Kartini, semoga bukan hanya tulisannya yang memotivasi kita ya bu, tetapi kiprahnya membela para perempuan pribumi agar setara dengan kaum laki-laki. Berani mengatakan tidakkkkk untuk perbedaan gender
Mohon maap tanpa aling-aling dan izin telah mereview ibu
Sukses ya bu
Salam Takzim Batavusqu
Tuti :
Salam takzim juga, Mas …
Hebat lho, panjenengan sempat-sempatnya mereview begitu banyak teman-teman blogger wanita. Itu kerja yang nggak mudah, kan? Ohya, kok bisa dapat foto saya yang lama, kan foto profil saya di fb sudah bukan itu lagi 🙄
Betul Mas, semoga semangat dan cita-cita Kartini terus membara di dada para wanita Indonesia …
salam takzim juga 🙂
Maaf bu, sekedar informasi agak berimbang tentang Ibu Kartini, http://www.eramuslim.com/konsultasi/konspirasi/kartini-pejuang-islam-ataukah-penganut-theosofi.htm
Tuti :
Terimakasih inputnya.
Akan segera saya baca 🙂
terimakasih mbak atas ceritanya,
rasanya saya tergugah untuk segera membaca kisah di bukunya.
Tuti :
Membaca sendiri bukunya lebih menggugah, Devi. Lebih rinci …
Terimakasih sama-sama 🙂
Jangan lupa baca buku saya “Gerakan Theosofi di Indonesia”. Itu juga banyak mengupas tentang siapa sesungguhnya RA Kartini
Tuti :
Terimakasih infonya …
Sangat tidak adil. Dengan menamakan Hari Kartini, berarti kita sudah menafikan peran pahlawan-pahlawan perempuan Indonesia lainnya. Bukankah lebih baik dinamakan Hari Perempuan???
Kenapa hrs ada hari KARTINI ….. Tidakah msh banyak PAHLAWAN wanita lainya …..
Semisal CUT NYAK DIEN , Ibu DEWI SARTIKA , NYAI AGENG SERANG , CUT MEUTIA ato yg lainya …… Toh beliau2 jg tdk di peringati secara special …..
Kartini is one of a mason
[…] Kartini, siapakah dirimu? | tuti nonka's veranda […]
[…] Kartini, Siapakah Dirimu? | Tuti Nonka’s Veranda – 21/4/2011 · selamat hari kartini buat semua wanita Indonesia dimanapun berada, khususnya buat owner Tv yang mandiri dan pintar ini.. hari ini pakai kebaya dan …… […]
[…] Kartini, Siapakah Dirimu? | Tuti Nonka’s Veranda – selamat hari kartini buat semua wanita Indonesia dimanapun berada, khususnya buat owner Tv yang mandiri dan pintar ini.. hari ini pakai kebaya dan konde gak Bu….. […]
[…] Kartini, Siapakah Dirimu? | Tuti Nonka’s Veranda – Selamat Hari Kartini untuk semua Wanita Indonesia, khususnya untuk Bu Tuti… Tuti : Terimakasih Pak Mars. Selamat Hari Kartini juga untuk Bu Mars :)… […]
[…] Kartini, Siapakah Dirimu? | Tuti Nonka’s Veranda – selamat hari kartini buat semua wanita Indonesia dimanapun berada, khususnya buat owner Tv yang mandiri dan pintar ini.. hari ini pakai kebaya dan konde gak Bu….. […]
Hari Kartini akan tiba, selamat hari Kartini…
Teruntuk perempuan-perempuan Indonesiaku