Keluar dari kota Malang, tujuan pertama kami adalah ke Bendungan Karangkates, yang sekarang disebut Bendungan Sutami, mengambil nama Menteri Pekerjaan Umum RI tahun 1964 – 1978. Beliau adalah pakar teknik sipil lulusan ITB, yang ikut merancang Gedung DPR/MPR dan Jembatan Semanggi di Jakarta, juga Jembatan Ampera di Palembang. Hebat beliau ini. Saya merancang jembatan di atas kolam ikan saja belum pernah ๐
Bendungan yang airnya berasal dari Sungai Brantas ini dibangun oleh pemerintah tahun 1975-1977 dengan dana sekitar US$37,97 juta atau Rp.10.093 milyar (tahun 75-an, uang segitu banyak bangeet … ๐ฎ ) untuk dijadikan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).ย Bendungan Karangkates memiliki kapasitas terpasang 3×35 megawatt (MW) dan mampu memproduksi listrik sekitar 400 juta kwh per tahun, yang menjadi sumber daya listrik untuk wilayah Jawa – Bali. Lokasinya di tepi jalan raya Malang-Blitar, sekitar 35 kilometer di sebelah selatan Kota Malang.
PLTA Brantas untuk wilayah Jawa – Bali
Selain dimanfaatkan sebagai PLTA, Bendungan Karangkates juga menjadi taman wisata dan wahana rekreasi air. Tetapi pada saat ini kondisinya benar-benar mengenaskan. Tidak terawat dan kotor bukan main. Sampah bertebaran dan teronggok di jalan utama menuju ke pinggir bendungan, tempat perahu-perahu ditambatkan. Padahal pengunjung ditarik tiket masuk Rp. 7.000,- per orang. Untuk apa saja dana retribusi itu, kalau disapu saja tidak? Grrrgh …. ย
Area bermain yang ada di bagian depan bendungan
Sayang sekali wahana wisata air yang luas dan indah ini kotor dan tidak terawat ๐ฆ
Kano-kano istirahat berjajar di antara sampah …
Kami hanya semenit (swear, betul-betul satu menit, bukan lebay … ) di Bendungan Karangkates, karena tidak tahan melihat kotornya tempat ini. Herannya, banyak juga pengunjung yang dengan santai duduk-duduk di sana, di antara sampah ๐ฆ . Saya ingin sekali menegur petugas yang rajin mengutip uang tiket masuk tanpa mempedulikan kebersihan lokasi ini, tapi ketika kami keluar, mereka sedang sibuk dengan pengunjung yang baru datang, sehingga rasanya percuma saja saya menegur, mereka tidak akan dengar …
Ok, lupakan Karangkates, kita mencari yang lebih baik ke Blitar yuks … ๐
Provinsi lain di Indonesia boleh berbangga dengan menjadi produsen minyak, batu bara, berlian, atau apa saja, tetapi Jatim adalah yang paling hebat, karena provinsi ini adalah produsen presiden. Tuuh … mana ada yang bisa mengalahkan Jatim? Tak kurang dari 3 presiden RI berasal dari Jatim, yaitu presiden pertama RI, Ir. Soekarno (Blitar), presiden ke empat, Abdurrahman Wakhid (Jombang), dan presiden ke enam, SBY (Pacitan). Megawati Soekarnoputri, meskipun ayahnya orang Jatim, ternyata lahir di Yogya ๐
Tahun 90-an saya pernah berkunjung ke makam Proklamator RI, dan saya ingin melihat seperti apa suasananya sekarang. Presiden Soekarno adalah sosok yang penuh kontroversi, pemimpin bangsa yang paling banyak dipuja tetapi mengakhiri kepemimpinannya dengan memilukan. Beliau wafat pada 21 Juni 1970, setelah menjadi presiden RI selama 21 tahun. Sebenarnya beliau ingin dimakamkan di Istana Batutulis, Bogor, tetapi pemerintahan Presiden Soeharto memutuskan untuk memakamkan beliau di Blitar, tanah kelahirannya …
Jalan utama masuk kota Blitar dihiasi jajaran palem yang cukup rapi, mungkin terinspirasi oleh Jalan Ijen di Malang? ๐
Kami tiba di Blitar menjelang tengah hari. Kendaraan harus parkir di lokasi yang mirip terminal saking banyaknya bus-bus besar wisatawan (atau peziarah). Tempat parkir itu seperti pasar, karena banyaknya pedagang yang menggelar jualan dan arena permainan ๐ . Kami diberi tahu oleh seorang ibu pedagang, untuk ke makam Presiden Soekarno kami harus naik becak. Oh? Jauhkah? Jalan kaki bisa juga, tapi siap-siap saja kaki gempor ๐ฆ . Mana tengah hari, matahari lagi terik-teriknya.ย Ongkosnya murah kok, naik becak berdua cuma Rp. 10.000,- , pergi pulang. Lagipula, naik becak kan memberikan penghidupan kepada rakyat kecil, bukan seperti naik mobil keliling kebun apel di Batu yang hanya menambah isi kocek pengusaha perkebunan apel yang sudah kaya ;). Ya sudah, kami berempat nyengklak dua becak yang parkir berderet rapi di luar tempat parkir.
Deretan becak mangkal dengan tertib …
Sepanjang kiri kanan jalan menuju ke makam penuh dengan toko dan kios yang menjual aneka souvenir. Makam Proklamator Kemerdekaan RI rupanya benar-benar telah menjadi jantung pariwisata kota Blitar. Saya jadi terpikir, bagaimana ya dengan makam Bung Hatta, yang juga proklamator dan Wakil Presiden Pertama RI? Bahkan beliau dimakamkan di mana pun, rasanya banyak yang tidak tahu (termasuk saya … hiks ๐ฆ )
Kami diturunkan persis di depan gerbang makam. Bapak pengayuh becak memberikan kartu nomor becaknya kepada kami, untuk memudahkan kami mencari becaknya pada waktu akan kembali ke tempat parkir, karena ia akan menunggu di pintu keluar yang berbeda dengan pintu masuk. Hm, rapi juga manajemennya ๐
Kompleks pemakaman Ir. Soekarno sudah sangat jauh berbeda dengan 20 tahun yang lalu, waktu saya pertama kali berziarah (ya iyalah … 20 tahun itu seumur orang ๐ ). Ada berbagai fasilitas pendukung, seperti museum, perpustakaan, dan sebagainya. Sayang waktu kami terbatas, sehingga saya tidak sempat masuk ke museum dan perpustakaannya.
Bagian depan makam, ditopang dengan pilar-pilar besar
Patung besar Ir. Soekarno menyambut para peziarah
Dinding panjang dengan relief yang menggambarkan perjalanan kepemimpinan Ir. Soekarno di Indonesia
Kami datang pada tanggal 5 Juni, tepat sehari sebelum haul (ulang tahun) Pak Karno yang jatuh pada tanggal 6 Juni, sehingga suasana makam sangat ramai. Banyak pedagang di depan makam menawarkan bunga tabur dalam kantong-kantong plastik. Mereka tidak diperbolehkan masuk sampai ke makam, sehingga meskipun ramai, suasana di dalam makam cukup tertib.
Pilar dan kolam panjang yang mengarahkan peziarah ke gerbang makam
Makam Ir. Soekarno terdapat di dalam bangunan pendopo
Pada awalnya, bangunan pendopo tempat makam Ir. Soekarno berada dikelilingi oleh dinding kaca, sehingga peziarah hanya bisa melihat dari luar. Tetapi sejak tahun 2001, pada saat Gus Dur menjadi Presiden dan Megawati menjadi Wapres,ย dinding kaca itu dibongkar total, sehingga para peziarah bisa langsung menyentuh makam Proklamator RI. Memang jadi terasa lebih akrab, tidak berjarak dengan rakyat, sebagaimana karakter beliau sebagai ‘penyambung lidah rakyat’.
Selain makam Bung Karno, di dalam pendopo dimakamkan juga Ida Ayu Nyoman Rai (ibunda) dan R. Sukemi Sosrodihardjo (ayahanda) beliau.ย Banyak peziarah duduk memenuhi pendopo dan tepekur berdoa.ย Kami berkunjung ke makam tidak untuk minta berkah, melainkan untuk mendoakan orang yang sudah berpulang. Semoga almarhum mendapatkan tempat yang sebaik-baiknya di sisi Allah SWT. Amiin …
Makam Proklamator Kemerdekaan RI
Plafond berukir indah yang menaungi makam Bung Karno
Jalan keluar dari makam ternyata melewati pasar souvenir. Ini strategi ampuh untuk ‘memaksa’ pengunjung melihat jualan para pedagang, syukur-syukur tertarik untuk membeli. Tapi lorong di antara pedagang yang sangat sempit dan berkelok-kelok puanjaang, sirkulasi udara yang buruk, dan penuh padatnya pengunjung, membuat suasana sangat gerah tak tertahankan. Yang terjadi bukannya pengunjung tertarik untuk berhenti dan berbelanja, tetapi malahan ingin sesegera mungkin keluar dari sana ๐ฆ
Dari Blitar kami mampir sholat di Masjid Agung Al Munawwar, Tulungagung. Masjid ini besar dan bagus, dengan arsitektur menyerupai Masjid Kuba di Madinah yang memiliki ciri khas lengkung di atas pintu bermotif kotak-kotak hitam putih.
Eksterior Masjid Agung Al Munawwar Tulungagung
Interior masjid didominasi warna hijau tosca
Perjalanan berlanjut ke kota Ponorogo, yang sempat populer ketika kesenian khasnya, Reog, beberapa waktu yang lalu diakui sebagai salah satu budaya milik negara tetangga ๐ . Adakah di antara kita yang belum pernah menyaksikan reog? Kalau ada, bahkan mungkin ada yang belum pernah tahu apa itu reog, pantas sajalah kesenian asli Indonesia ini ‘diambil’ tetangga, lha wong kita sendiri menelantarkannya ….
Barisan reog menyambut kita memasuki kota Ponorogo
Hmmm … durian ini sukses membuat orang berhenti untuk mencicipi kelezatannya ๐
Dari Ponorogo, semula kami berniat mengambil jalur Pacitan – Wonosari – Yogya, tetapi karena hari mulai gelap dan kami mendapat informasi bahwa jalan menuju ke Pacitan cukup berbahaya, akhirnya kami memutuskan untuk mengambil rute Ponorogo – Wonogiri – Surakarta – Yogya. Perjalanan dari Ponorogo sampai ke Wonogiri cukup menegangkan syaraf, karena jalannya sempit, meliuk-liuk di antara bukit-bukit, dan di beberapa tempat terjadi longsor. Tapi yang benar-benar menguji nyali adalah perjalanan dari Wonogiri ke Yogya …
Dari peta, jalan raya dari Wonogiri ke Yogya adalah melalui Surakarta, tapi jalan ini melingkar cukup jauh. Kami mendapat informasi ada jalan alternatif dari Wonogiri langsung tembus ke Klaten, yang bisa menyingkat perjalanan 1 jam. Sejak awal saya sudah bertekad tidak akan memilih jalan alternatif, karena selain tidak tahu kondisi jalannya, hari juga sudah malam. Tapi sesudah berdiskusi dengan anggota rombongan, akhirnya kami musyawarah-mufakat mengambil jalan alternatif, dengan harapan akan sampai di rumah lebih cepat. Namun apa yang terjadi?
Pada beberapa kilometer awal, jalan alternatif ini cukup bagus. Tapi semakin lama, jalannya semakin sempit, sunyi sepi, sampai akhirnya kami tersesat di wilayah yang gung liwang liwung. Jalan yang kami lewati sempit, rusak bergelombang, gelap gulita, dan sama sekali tidak dilewati kendaraan lain. Padahal waktu sudah menunjukkan jam sembilan malam. Saya tegang dicekam ketakutan, sehingga tak putus membaca Ayat Qursi, sambil memohon keselamatan kepada Allah SWT. Rasanya pengen menangis …
Dari Ponorogo ke Pacitan jauh ke arah selatan, sedangkan ke Wonogiri lurus ke arah barat
Apa yang membuat saya takut? Pertama, saya takut kami menjadi korban kejahatan, dicegat gerombolan perampok. Kedua, saya takut mobil mengalami kerusakan sehingga macet. Kepada siapa meminta bantuan di wilayah yang tidak kami kenal dan jauh dari pemukiman? Ketiga, saya ngeri kami masuk ke kawasan ‘wingit’ dan diganggu oleh makhluk halus. Banyak cerita bagaimana pengemudi seakan melihat orang menyeberang, sehingga membanting stir dan akhirnya menabrak pohon. Atau yakin melihat jalan, padahal meluncur lurus ke jurang …ย
Yang membuat kecemasan memuncak, kami tidak tahu berapa lama lagi kami akan sampai ke ‘dunia luar’, dan akan tembus ke arah mana. Benar-benar hanya bisa pasrah dan berdoa …
Tiba di sebuah desa, ada pilihan untuk mengambil arah ke Klaten atau Wonosari. Saya langsung memutuskan untuk memilih Wonosari, karena arah ke Klaten masih sangat asing. Begitu sampai di Kecamatan Semin, kami memasuki perumahan penduduk yang diterangi listrik, dan jalan mulai beraspal mulus dengan marka yang terlihat jelas. Saya menghela nafas panjang, mengucap syukur alhamdulillah, dan mengusap sudut mata yang diam-diam basah berair ๐
Karena lama tersesat di ‘wilayah tak bertuan’, akhirnya penghematan waktu 1 jam yang kami kejar itu gagal, bahkan perjalanan kami lebih lambat dibanding jika mengambil jalur Surakarta. Benar-benar pengalaman berharga untuk tidak mengambil risiko menempuh jalan tak dikenal pada malam hari …
Alhamdulillah, perjalanan panjang selama empat hari tiga malam menjelajahi sebagian wilayah Jawa Timur yang kami lakukan berakhir dengan selamat dan penuh kenangan. Sampai jumpa di kisah perjalanan selanjutnya … ๐
Dadaah … ๐
..
membaca postingan bu Tuti kali ini, bikin emosi naik turun..
diawali emosi jiwa di karangkates..
trus terharu mengenang seorang proklamator..
kagum sama keindahan masjid jami’ tulungagung..
ngiler liat duren gemandul..
ampek suasanan menegangkan waktu nyasar.. ^^
..
lengkap pokoknya, ending yang ekselen.. *kasih 2 jempol..*
..
maaf yang di itung cuman produsen presiden ya..?
wakil presiden gak masuk itungan..
*emang gak enak jadi nomor dua..* ๐ฆ
Tuti :
Ending yang ekselen? Wah, terimakasih … padahal saya pikir posting ini kurang menarik ๐
Tapi pengalaman waktu melewati jalan alternatif malam-malam antara Wonogiri sampai Wonosari itu memang serem … ๐ฆ
….
Eh, memangnya siapa saja sih wakil presiden yang berasal dari Jatim? Megawati, Boediono, siapa lagi ya? ๐
* Terbayang dech kalau mbak Tuti doa dan wiridnya lama kasihan abang beca yg setia menunggu ya….
* Kalau menurut berita terakhir bahwa Proklamator tidak dilahirkan di Blitar, tapi di Surabaya, katanya nanti sejarah akan dikoreksi…..Nah untuk makam Bung Hatta terus terang saya juga tidak tahu lho mbak, kebangeten ya…
* Suer saya jadi tahu makam Bung Karno dari photo mbak Tuti yg mantap tap……
Tuti :
* Iya, becak itu nunggu lho, nggak mempermasalahkan berapa lama peziarah menghabiskan waktu di makam. Ini servis yang bagus, bisa ditiru untuk tempat-tempat wisata yang lain.
* Begitu ya? Mengapa ya selama ini kita tidak tahu tempat pasti kelahiran Presiden Soekarno? Mmm … apakah makam Pak Hatta ada di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta? Atau di Bukittinggi, tempat kelahiran beliau?
* Alhamdulillah kalau foto-foto saya bisa memberikan informasi kepada Mas Karma ๐
Ah tulisan ini membawaku ke memori masa lalu Bu waktu dulu sering diajak mudik Papa (alm), Mama dan adik ke rumah eyang dari Papa di Blitar.
Makam leluhur saya ada di belakang makam Bung Karno itu dan dulu tiap lebaran pasti nyekar dan ya mampir ke makam Bung Karno.
Dulu sebelum Mega naik jadi presiden, makam BK ditutup dan untuk masuk ke dalamnya perlu segala macam ijin kecuali keluarga dekat BK tentunya.
Blitar itu kota yang besar karena sejarah, tapi sebenarnya sepi-sepi saja.
Bu Tuti sempat makan plered? Itu makanan/minuman khas Blitar rasanya melegakan.
Ingin suatu waktu kelak mengajak Odilia dan istri ke Blitar supaya mereka kenal leluhurnya ๐
Tuti :
Iya, dulu memang makam Bung Karno menjadi semacam ‘wilayah terlarang’ bagi masyarakat umum. Mungkin penguasa pada waktu itu takut kharisma Bung Karno bisa membangkitkan gerakan yang ‘membahayakan’ stabilitas kekuasaan ๐
Wah, nggak sempat nyicipi plered je Don. Itu semacam minuman ya, yang menyegarkan gitu?
Pastilah wajib membawa keluarga melihat Blitar, memperkenalkan pad leluhurnya, supaya Odilia dan mamanya tidak jadi ‘orang ostrali’ beneran … ๐
Oh duren.. oh. Apalagi itu duren Dolopo Ponorogo. Waduh enaknya. Saya nggak yakin bu Tuti akan memakannya (meskipun mungkin beli). Maklum wis kewut. he he he.
Karangkates nan memelas masih mendingan waduk Selorejo. Meskipun sudah dikelilingi Enceng Gondok, sisa keindahannya masih tampak, ramai, dan cukup baik penanganan sampahnya.
Kesasar antara Wonogiri dan Wonosari. Biasanya jalurnya itu Ponorogo-Jatiporno (beneran nih)-Wonogiri-Pracimantoro-Wonosari-Yogyakarta. Lain kali bisa diulang bu.
Tuti :
Yee … Pak Eko, meskipun wis kewut, saya kan tetap fit bak swit sepentin ๐ฎ
Iya pak, Karangkates benar-benar memelas. Saya heran banget, kok tidak ada perhatian dari pemda atau dinas pariwisata. Padahal sebenarnya bisa menjadi obyek wisata yang lumayan lho, karena lokasinya di pinggir jalan raya …
Kemarin itu, karena keburu panik, saya lupa tidak membuka peta. Padahal di peta JawaTengah yang saya bawa, ternyata jalan-jalan alternatif antara Wongiri – Wonosari dan Wonogiri – Klaten itu ada lho. Diulang lain kali? Hahaha …. boleh, tapi siang hari aja Pak. Kalau malam, sereem … ๐ฆ
Pak Eko,
Hari ini saya ketemu temannya pak Eko, pak Agus dan pak Arif dari FE UII.
(maaf mbak Tuti kok nyampah disini)
Tuti :
Hehehe … monggo Mbak, saya senang kalau blog ini bisa menjadi ajang silaturahmi ๐
Iya ya mbak Eni. Kok kedua orang itu belum laporan saya? (Wakakaka, padakno saya itu bosnya mereka. Lha kuwalik kok :))
Tuti :
Kalau gitu Pak Eko saja yang lapor ke mereka : lapor kalau Mbak Eni sudah melaporkan mereka ๐
Durennya bikin ngiler…..hmm sayang udah usia…..dan untung (masih untung pula)..hanya dalam gambar, bukan wujud aslinya.
Mbak …saya ikut deg2an…duhh lain kali jangan main-main mbak, lewat jalan baru malam hari. Lha jalan dari Kediri Malang aja, saya cuma berani pagi-pagi sekali….nyerah deh kalau malam hari….
Syukurlah tak kurang suatu apa ya mbak.
Tuti :
Kemarin yang banyak makan duren memang keponakan Mbak. Saya cuma makan beberapa biji, dan memang bukan penggemar berat duren sih ….
Iya Mbak, alhamdulillah kemarin tidak terjadi apa-apa. Sejak awal saya sudah berniat tidak akan memilih jalan alternatif, tapi karena mengakomodasi anggota rombongan yang lain, akhirnya menyetujui memilih jalan itu …
Wow… becaknya itu lho, rapi banget.
Kalo saya bakal berhenti sebentar untuk mengabadikannya. ๐
Tuti :
Hehehe …. iya, rapi banget natanya. Saya motretnya cuma dari dalam mobil, pas lewat mau meninggalkan makam. Nggak sempat turun, karena lajannya rame sekali ๐
wah makam BK keren ya mbak… suatu kali ingin ke sana ah..
Tapi yah memang ya Wapres karena orang ke dua tidak pernah diperhitungkan. Apalagi istri kedua…**lah kok melantur**
Ngeri ya jalan malam di daerah yang belum dikenal… Apalagi memang kalau di Indonesia banyak cerita “dedemit” nya hehehe.
EM
Tuti :
Iya Mbak, makam BK memang keren. Sebenarnya saya pengen masuk ke museum dan perpustakaannya, tapi kemarin waktunya sangat mepet ๐ฆ
Saya pikir kita memang wajib mengenal BK, karena bagaimanapun kontroversialnya kisah hidup beliau, BK adalah proklamator kemerdekaan negara kita, dan cukup dikenal di dunia internasional (pada waktu itu).
Eh, ada lho istri kedua yang menang dari istri pertama … *membayangkan artis kota kripik tempe* ๐
Begitulah Mbak, cerita soal dedemit ini memang susah dibuktikan, tetapi benar-benar ada, karena mereka memang ada …
wah padahal perjalanannya cuma 4 hari ya bu, tapi banyak sekali tempat yang dikunjungi.. menarik2… ๐
ukiran kayu di makam bung karno itu bagus ya…
Tuti :
Iya Man, 4 hari yang cukup padat. Sebelum mengunjungi suatu tempat, biasanya aku searching informasi dulu tentang tempat tersebut, jadi pada waktu datang sudah punya informasi awal dan lebih paham tentang apa yang dikunjungi …
Ukiran di plafond makam Bung Karno itu yang jelas terbuat dari kayu jati nomor satu, dan pasti sangat mahal ๐
Saya dulu pernah mengunjungi Makam Bung Karno ini …
Namun sepertinya suasananya tidak seperti ini …
Kalau Joglonya memang masih sama …
Namun saya tidak ingat apakah disekitarnya itu seperti yang ada di foto Bu Tuti waktu itu …
(waktu itu = 1986)
๐
Salam saya Bu Tuti
Tuti :
Waktu itu = 1986 ๐
Masih mending saya Om, saya ke makam Bung Karno pertama tahun 90 …
Bangunan di sekitar makam itu baru Om, dibangun pada masa kepresidenan Megawati Soekarnoputri (ya pantaslah, sebagai tanda bakti anak pada orang tua ๐ ).
Senangnya saya bisa meng-update pengetahuan Om tentang berbagai obyek di Jatim ๐
salam saya juga Om …
Serem banget ya Bu.. jalan malam dikira lurus, ternyata jurang.. memang paling baik berjalan2 siang hari ๐
Tuti :
Betul banget. Jalan siang mungkin lebih crowded, tapi kalau ada sesuatu, lebih mudah mengatasinya …
Ck.. begitulah bunda, banyak yang gak memperdulikan kebersihan ๐ฆ
Btw smoga kapan2 aku bisa ke Blitar melihat ukir2annya koq kayaknya keren bener ituh
Maaf baru bisa berkunjung skr ya bun…
Tuti :
Kayaknya itu kelemahan bangsa kita yang masih sulit diperbaiki : peduli pada kebersihan dan merawat apa yang sudah ada.
Nggak papa Eka, terimakasih sudah mampir. Aku sendiri sudah lama nggak sempat bw ๐ฆ
Takjub dengen becak yg berderet rapi itu Bu…
Tuti :
Saya juga tertarik, makanya saya sempatkan mengambil gambarnya ๐
Saya seumur-umur belum ke Jatim, rasanya memang pantas untuk dicoba,,
Tuti :
Emmm ….. umur Gie berapa sih? *mautahauaja* ๐
Bunda.. Bunda.. aku baru tahu kalau makam Bung Karno sebagus itu. beneran loh… aku kira cuman makam biasa, tapi ada tiang-tiang tinggi dan joglonya.
ya ampuuun.. aku jadi orang yang tinggal di tanah jawa kok belon pernah ke tempat-tempat itu yak
๐ฆ
karangkates juga belon pernah ๐ฆ
ponorogo? keknya juga belon. aku kemannna ajjah sih?
semoga masih ada kesempatan aku buat jalan-jalan ke sana yah Bunda,
pengeen ihh.. lihat hal-hal indah dari negeri sendiri.
Tuti :
Hehe … ternyata banyak juga teman-teman yang belum pernah tahu makam Proklamator Kemerdekaan RI. Padahal semula aku agak kurang semangat menulis tentang makam BK, kupikir teman-teman nggak tertarik ๐
Kalau aku disuruh bikin daftar tempat yang belum pernah kukunjungi di Indonesia ini, whaaa …. daftarnya bisa menghabiskan kertas satu rim lho, Ais. Makanya aku memanfaatkan, mumpung masih ada umur, ada waktu, ada kekuatan, dan tentunya ada sedikit rizki, ya sudah … perbanyak jalan-jalan untuk melihat keindahan tanah air dan juga dunia (insya’allah ๐ )
Bu…lihat foto2 di makam Bung Karno itu…tiangnya kok seperti jajaran batang rokok ya….hehe… Dan duren pating grandhul itu memang bikin kemecerrr (gak boleh sampai ngiler disini kan… ๐ )
Tuti :
Jangan-jangan penyandang dana pembangunannya pabrik rokok ๐
Hihi … memang nggak boleh ngiler atau ngeces di sini, kalau kemecerrr memang itu yang aku mau ๐
Eh ternyata sekarang makam Bung Karno yang di Blitar bagus sekali ya…
Lama sekali gak pernah main ke Blitar..
Dulu kayaknya biasa-biasa saja….
Sebenarnya di daerah Blitar banyak juga pantai pantai yang bagus lho mbak ..
cuman memang kurang terawat …
Tuti :
Satu lagi, orang Jawa Timur yang tidak tahu keadaan makam Bung Karno sekarang ๐
Makam Bung Karno direnovasi pada tahun 2000an Mas, pada saat Mega berkuasa. Ya iyalah, masak jadi presiden, makam ayahanda tidak diperhatikan …
Yeah, meskipun indah, kalau kurang terawat jadinya kurang menarik ya? ๐ฆ
terimakasih postinganya mbak..
kemarin saya lewat ke daerah sana dan baru pertama kali lewat sana pemandangan yand di lewati indah bangetz
sampai mata saya tertuju pada stu bangunan di kiri jalan…
penasaran sih bangunan apa itu tapi karena di jalan saya sendirian mending lanjut aja..
setelah sampai rumah saya kepikiran dan cari” info akhirnya dapat info dari sini..
sekedar tambahan jalan yang saya lewati juga tidak mencermikan jalan antar kota yang seharusnya bagus tidak gelombang dan banyak lubang…
tapi di jalur itu sebaliknya..
masih bagusan jalan di depan rumahku di tasikmalaya sana hehehehe…
mudah” pak sby lewat kesana pake jalan darat biar jalanya di perbaiki hehehehe
Tuti :
Bangunan apa itu yang dimaksud Dedi, yang terletak di kiri jalan? PLTA itukah?
Memang sayang, sebagian jalannya belum semulus jalan-jalan di Tasik (emang beneran jalan-jalan di Tasik mulus?) ๐
Makam Bung Karno terakhir saat berkunjung masih dipagari kaca. Ternyata sekarang sudah berubah.