Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘Album Keluarga’ Category

Lima Puluh

EMAS

Untuk sebuah nilai, 50 adalah angka yang buruk. Ya, tentu saja, karena angka terbaik adalah 100. Tetapi untuk sebuah usia, 50 adalah angka yang bagus. Usia 50 sering disebut dengan ’usia emas’. Meskipun emas bukan logam mulia yang terbaik dan termahal, semua orang sepakat memilih emas sebagai simbol puncak pencapaian.

Maka, ketika seseorang mencapai usia 50 tahun, semestinya ia bahagia dan bersyukur telah diberi kesempatan menapaki puncak perjalanan hidupnya. Apapun yang ia peroleh dan ia miliki di puncak perjalanan itu. Kalaupun apa yang ada tidak sempurna, tidak mengapa. Sesuatu tidak harus sempurna untuk menjadi special. Ketidaksempurnaan memiliki keindahannya sendiri.

Banyak orang merahasiakan umurnya, terutama wanita. Orang tidak ingin diketahui kalau dirinya sudah tidak muda lagi, sudah beranjak tua, dan sudah kehilangan kesegarannya. Padahal, apa yang salah dengan menjadi tua? Menjadi tua adalah proses alamiah yang sudah ditakdirkan Tuhan, dan semua yang berasal dari Tuhan adalah indah jika kita mampu menerjemahkannya secara indah.

Hari ini saya berusia 50 tahun. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Yang Maha Agung. Saya mensyukuri segala nikmat dan karunia yang telah dilimpahkan Allah, dan akan berusaha untuk bisa bersyukur dengan lebih baik lagi.

Lima puluh. Wooow …. !!

Ketika saya berumur 20, membayangkan umur 30 rasanya sangat tua. Ketika berumur 30, memikirkan umur 40 rasanya adalah akhir dari segalanya. Tapi ketika saya berada di umur 40, looh …. kok semuanya malah terasa makin nyaman. Dan ketika saya sekarang mencapai 50, woooii …… indah sekali …. (sejujurnya, saya merasa masih 35 lho … hahaha  …. *gubrak, nabrak grobak* )

Apa enaknya menjadi tua? Ehm … paling tidak, sekarang saya bisa happy-happy saja kalau timbangan badan sedikit bertambah, tak perlu risau kalau menemukan garis kerut di bawah mata, dan gak usah panik kalau nanti rambut mulai memutih. Lha wong sudah 50 gitu lho! Mosok dibandingkan dengan Luna Maya yang baru 25. Ya kebangetan yang membandingkan to!

Seorang sahabat muda saya mengatakan, ada wanita-wanita yang ibarat wine : makin berumur makin mahal, makin nikmat, dan makin memabukkan. Haiyaaa …! Saya akan bersyukur dengan menjadi aqua : aman diminum oleh siapa saja (haaa …. ??!! diminum?! plis deh ….). Dan amit-amit, semoga tidak menjadi baygon …

Ada hadiah indah dari sahabat muda saya pada hari ulang tahun kali ini, yaitu header dan gravatar baru. Sayangnya, meskipun sudah saya bujuk-bujuk (sampai saya tarik-tarik rambutnya, eh punggung bajunya … ), anak muda yang posting-postingnya selalu lucu ini tetap tidak mau membuat saya kelihatan seperti Desi Ratnasari. ‘Itu pembohongan publik Buk’e, nanti kena pasal-pasal perdata, pidana, dan tata usaha negara’, katanya. Yeaah … negara kok sibuk bener ngurusi wajah orang ya. Yo wis lah … apa boleh buat, memang seperti itulah potret diri saya di usia setengah abad.

Terimakasih Ata , sudah menghabiskan banyak waktu untuk mengolah foto saya, dan pastinya sudah menelan kiloan obat mules karena berjam-jam memandangi wajah saya di layar monitor… hihihi ….



Read Full Post »

CANAY – RAJA ALI HAJI

Tanggal 4 Juli sangat bermakna bagi rakyat Amerika Serikat, karena tanggal itu adalah Independece Day mereka. Lalu entah bagaimana ceritanya, pada tahun 1992, MAM memperoleh undangan dari perwakilan pemerintah Amerika untuk berkunjung ke negara Paman Sam secara gratis selama tiga minggu, karena hari lahirnya sama dengan hari kemerdekaan Amerika Serikat.

Tanggal 4 Juli tahun ini, pastilah rakyat Amerika juga merayakan Independece Day mereka, tetapi tak ada lagi undangan bagi warga asing untuk berkunjung kesana. Yah … mana sempat lah mengundang warga asing, lha wong mereka sedang kalang-kabut membenahi ekonomi yang gonjang-ganjing …

Nah, karena Amerika sedang puasa memberikan sponsor, maka ultah MAM kali ini dirayakan sederhana saja di tanah air. Sebetulnya bukan murni peringatan ultah MAM, tetapi lebih merupakan ultah Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu (BKPBM) yang ke 6, yang kebetulan (sebetulnya memang di’pas’kan sih … ) bersamaan dengan ultah MAM yang ke 51. Kalau semata-mata merayakan ultah MAM rasanya kok malu juga, kayak remaja saja, lha wong ini sudah lewat setengah abad gitu loh …


IMG_1279

Potong kuenya, potong kuenya, potong kuenya sekarang juga, sekarang juga … sekarang juga!!

(lebih…)

Read Full Post »

LILIN ULTAH 150

Pernahkah anda melihat kue ulang tahun dengan lilin menunjukkan angka 150? Mungkin belum, karena sungguh langka orang bisa memiliki usia sepanjang itu. Tetapi ternyata ada lho, kue semacam ini …..


IMG_0993

Kue taart berumur 150 tahun. Karena banyak anak kecil, ada yang tidak tahan mencolek untuk mencicipi kue sebelum resmi dipotong …

Ajubile! Siapa pula yang berulang tahun ke 150? Angka 150 itu adalah penjumlahan umur 5 anggota keluarga yang berulang tahun pada bulan Mei ini. Siapa saja mereka? Pertama, adalah saya sendiri (halah!). Empat orang yang lain adalah keponakan-keponakan saya. Karena sekarang sedang musim koalisi partai-partai untuk merebut kursi presiden, maka kami pun berkoalisi untuk merebut satu kue ulang tahun. Praktis dan murah …  hehehe!

Ohya, lilinnya saya jadikan satu, karena kalau masing-masing orang diberi lilin sendiri, akan ada 9 buah lilin, dan kuenya bakal hancur dimuati 9 lilin angka itu!

Keluarga besar saya mengadakan ‘ulang tahun koalisi’ pada hari Sabtu dan Minggu, 9 dan 10 Mei 2009 di sebuah villa di Kaliurang.  Sengaja kami berkumpul di tempat wisata yang sejuk itu, agar kebersamaan bisa lebih akrab dalam suasana yang berbeda. Kami se-saudara kandung beserta anak-menantu-cucu berkumpul sekitar 30 orang, dari berbagai kota. Seru dan membahagiakan!


IMG_0995

Memotong kue bersama-sama. Dari kiri : Dhany, Keyko, Etty, dan saya. Helena, keponakan yang satu lagi, tak bisa ikut memotong roti, karena menidurkan anaknya yang rewel …

(lebih…)

Read Full Post »

Orang-Orang Tercinta

KELUARGA, SUMBER CINTA

Jika kita ditanya, siapakah orang-orang yang paling kita cintai dalam hidup ini? Maka jawaban kita jelas dan pasti : keluarga kita. Nah, siapakah keluarga kita itu? Disini jawaban mulai berbeda-beda, karena definisi keluarga bisa tidak sama untuk setiap orang. Ada keluarga inti, ada keluarga besar. Keluarga besar bisa berarti semua kerabat yang memiliki pertalian darah, bisa juga mencakup siapa pun yang sudah kita anggap sebagai keluarga meskipun tidak ada hubungan genetis.

Jika kita belum menikah, maka keluarga inti adalah ayah, ibu, dan saudara-saudara kandung. Jika kita sudah menikah, maka keluarga inti adalah suami, isteri, dan anak-anak.

Nah, siapakah keluarga saya? Ini dia foto zaman baheula, foto pertama yang merekam saya dan keluarga saya. Masih hitam putih, maklum foto ini dibuat tahun 1967 (alamak, 42 tahun yang lalu … ). Ayah sudah wafat beberapa bulan sebelumnya, sehingga saya tidak memiliki foto bersama ayah saya. Foto ini dibuat atas prakarsa kakak sulung saya, setelah dikejutkan oleh wafatnya ayah yang relatif belum terlalu tua (53 tahun), dan menyadari bahwa salah satu dari anggota keluarga bisa dipanggil Tuhan kapan saja, sehingga kami perlu memiliki dokumentasi selagi semua masih ada.


4

Silahkan tebak, yang manakah saya? (halah, sebodo! siapa juga mau repot-repot nebak lo!)

(lebih…)

Read Full Post »

IIN, AAN, DAN DHANY

Saya memiliki 14 keponakan, 3 di antaranya yang paling akrab adalah Iin, Aan, dan Dhany. Ketiga keponakan ini paling akrab dengan saya bukan karena saya pilih kasih terhadap keponakan-keponakan lain, tetapi karena tempat tinggal kami berdekatan, dan yang lebih penting lagi, kami satu tim dalam jalan-jalan dan latihan dansa …. aha!

Iin (22 tahun) adalah mahasiswa Teknik Informatika UII semester tujuh. Adiknya, Aan (19 tahun) adalah mahasiswa Akademi Pariwisata Ambarukmo semester satu. Keduanya adalah anak kakak saya yang tinggal di Yogya. Dhany (22) adalah mahasiswa Elektronika Instrumen UGM semester tujuh. Dia adalah anak kakak saya yang tinggal di Cirebon, dan di Yogya dia bergabung dengan Iin dan Aan. Jadi, mereka bertiga adalah ‘trio bebek’ yang tinggal serumah dan sangat kompak. Jarak rumah mereka dengan rumah saya hanya 5 menit dengan kendaraan bermotor. Mereka memanggil saya ‘Bulik’, sebagaimana umumnya orang Jawa memanggil kepada adik orangtuanya

Dhany, Iin dan Aan, ‘trio bebek’ yang selalu siap ‘membebek’ kemanapun bulik-nya pergi

(lebih…)

Read Full Post »

ALLAH MENUNGGUMU DI SISI-NYA …

Wanita tangguh itu akhirnya luruh. Langkahnya yang selalu pasti menapaki hidup, kini ringan dan tenang meniti jalan menuju Yang Maha Khalik. Paripurna sudah perjuangan, pengorbanan, dan pengabdiannya bagi keluarga, masyarakat dan agama. Sempurna sudah tuntunan tauladan dan rengkuhan cinta kasihnya bagi suami, anak-anak, dan cucu-cicitnya.

Ibundaku akhirnya memenuhi panggilanNya. Panggilan yang telah beberapa lama dinanti-nantikannya dengan tawakkal dan sabar. Beliau merasa telah cukup dengan seluruh nikmat yang dikaruniakanNya, dan rindu untuk segera bertemu denganNya.

Dan akhirnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala berkenan memanggilnya. Pada hari Senin, tanggal 18 Agustus 2008, jam 11.00 siang, ibu memenuhi panggilan Illahi. Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun. Semua yang berasal dariNya, akan kembali juga kepadaNya.

Selamat jalan Bundaku, Allah menunggumu di tempat yang terbaik …

(lebih…)

Read Full Post »

IBUKU

Badannya kecil, tak sebanding dengan ayah yang tinggi besar. Beliau lahir tahun 1916, dua tahun lebih muda dari ayahku. Ibuku berasal dari desa Sambeng, yang berjarak sekitar lima kilometer dari desa Sanden, tempat kelahiran ayahku. Kakek, ayah ibuku, adalah lurah yang cukup kaya dan terpandang. Rumah kakek sangat luas, dikelilingi pagar tembok setinggi satu setengah meter, sesuatu yang sangat jarang dimiliki orang pada waktu itu. Sawah kakek terbentang dimana-mana. Kakek juga punya toko bahan makanan dan segala kebutuhan di desa Sanden, desa ayahku. Ibuku sering menjaga toko itu, dan ayahku sering membeli sesuatu di sana. Lama-kelamaan, transaksi bisnis itu berkembang menjadi transaksi hati … he he …

Foto pernikahan ayah dan ibu pada tahun 1937. Pakaian mereka sangat sederhana. Maklumlah, mereka orang desa. Bahwa sempat dibuat foto pun, sudah sangat istimewa …

Meskipun ayah dan ibuku dirunut tujuh turunan ke atas adalah Jawa asli, tetapi beliau berdua jauh dari cara hidup kejawen. Tuntunan hidup yang diterapkan sepenuhnya adalah syariat agama. Tidak ada adat ritual Jawa yang berlaku di rumah kami. Apalagi yang berbau takhayul, klenik, dan syirik. Semua anak dari TK sampai SMP sekolah di Muhammadiyah (tiga kakakku bahkan sampai SMA). Waktu aku kecil, bahkan kupikir Islam itu ya Muhammadiyah, sehingga aku bingung ketika mendengar ada orang Islam kok ‘agamanya’ NU, lha terus Gusti Allahnya siapa? Kan Gusti Allah cuma satu, sudah ‘dipakai’ oleh orang Muhammadiyah … he he …

(lebih…)

Read Full Post »

TITIP RINDU UNTUK AYAH

AYAHKU

Apa yang bisa kuceritakan tentang ayahku?

Ayahku dilahirkan di desa, 30 kilometer di sebelah selatan Yogya. Sebagai anak petani, namanya sangat sederhana : Paidi. Beliau lahir tahun 1914, pada saat di Eropa meletus Perang Dunia I. Meskipun hanya seorang petani, kakekku sangat mengutamakan pendidikan, sehingga ayahku dan saudara-saudara ayahku dimasukkan ke Kweek School, Sekolah Pendidikan Guru pada jaman Belanda. Demikianlah, ayahku menjadi guru, menikah dengan ibuku yang juga seorang guru.

Sebagaimana kebiasaan orang jaman dahulu, sesudah menikah ayahku tidak lagi memakai nama Paidi, dan mengganti namanya dengan ‘nama tua’ yaitu Wignyo Sumarto. Kakak sulungku mencantumkan inisial WS di belakang namanya, singkatan dari nama ayahku. Tapi kami, ke enam adiknya, tidak ada yang mengikuti contohnya. Aku, anak yang terkecil, malah terseret ‘aliran sesat’ remaja yang mencari jati diri, mereka-reka namaku menjadi Tuti Nonka. Nonka adalah Tuti tanpa k, jadi bukan Tutik . Biar gaya, biar ‘lain’, begitu. Setelah meninggalkan bunga-bunga masa remaja, aku ingin menanggalkan nama Nonka itu, karena rasanya memalukan. Tapi rupanya orang tak mau melupakan nama konyol itu. Ibarat tato, nama itu rupanya sudah tergores di keningku, tak bisa dihapus. Apa boleh buat, akhirnya aku menerima nama Nonka sebagai bagian dari diriku, seperti halnya aku menerima wajahku yang bulat dan tinggi tubuhku yang tak pernah bisa melebihi tinggi tali jemuran.

Ayahku bertubuh tinggi besar, parasnya tampan, rambutnya sedikit mengombak. Aku masih menyimpan foto beliau mengenakan jas, dasi, dan blangkon. Aneh juga paduan busananya ya? Agaknya itu trend mode paling top saat itu, sebagaimana kita lihat pada foto Douwes Dekker dan teman-temannya Tiga Serangkai, para pendiri Boedi Oetomo. Barangkali, jas dan dasi itu mencerminkan modernisasi, sedangkan blangkon adalah identitas nasionalisme. Foto itu dibuat tahun 1936, beberapa saat sebelum beliau menikah dengan ibuku. Betul-betul keren, tampak seperti pemuda Jawa tempo doeloe yang ganteng.

(lebih…)

Read Full Post »