Sejak kapankah kegiatan kerukhanian mulai semarak di kampus-kampus di Indonesia?
Sepanjang pengetahuan saya, aktivitas keagamaan yang intens pertama kali muncul di ITB, yaitu di Masjid Salman. Di UGM, Jamaah Shalahudin melaksanakan berbagai kegiatannya di Gelanggang Mahasiswa Bulaksumur. Saya tak ingat persis tahun berapa aktivitas keagamaan yang digerakkan mahasiswa mulai muncul, yang jelas pada tahun 75-an sudah ada “Ramadhan in Campus” di UGM yang menyedot antusiasme bukan saja kalangan mahasiswa, tetapi juga masyarakat luas. Pada saat tarawih, jamaah memenuhi Gelanggang Mahasiswa, bahkan meluber sampai ke Boulevard. Berbagai acara seni dan budayapun digelar dengan menampilkan seniman-seniman kawakan seperti Bimbo, Emha Ainun Najib, Ebiet G. Ade, dan lain-lain.
Masjid Salman ITB (foto dipinjam dari sini)
Di Gelanggang Mahasiswa inilah aktivitas keagamaan di kampus UGM dimulai
Sebelum ada masjid kampus, jamaah tarawih seringkali meluber sampai ke boulevard
Beberapa waktu yang lalu saya nonton sebuah acara di Metroteve (maaf, saya lupa nama acara, waktu tayang dan narasumbernya … 😦 ), yang menguraikan sejarah kehidupan keagamaan di dunia pendidikan dan dunia kerja di Indonesia. Pada tahun 50-an, terbit surat keputusan bersama antara Menteri Pendidikan dan Menteri Agama untuk memadukan pendidikan umum dan pendidikan agama di sekolah-sekolah. Sekolah-sekolah umum harus memberikan pelajaran agama, dan sebaliknya sekolah-sekolah agama harus memberikan pelajaran umum. Ketentuan ini membuat keluarga-keluarga muslim taat yang semula memilih memasukkan anak-anak mereka ke pesantren, bersedia menyekolahkan anak-anak ke sekolah umum. Maka, anak-anak yang berasal dari keluarga santri dengan basic pendidikan agama yang kuat ini mulai mewarnai kehidupan di sekolah umum.
Sekitar 20 tahun kemudian, yaitu tahun 70-an, anak-anak ini sudah menjadi mahasiswa. Mereka inilah yang mempelopori kegiatan keagamaan di kampus mereka. Selanjutnya, diperlukan waktu sekitar 20 tahun lagi bagi para mantan aktivis mahasiswa ini untuk menduduki posisi mapan di dunia kerja, yaitu sekitar tahun 90-an. Pada saat itu, mereka sudah berada pada posisi yang memiliki kewenangan untuk menentukan kebijakan. Dengan posisi dan kewenangan tersebut, mereka menciptakan ruang dan menghidupkan kegiatan religius di lingkungan kerja mereka.
Kini, aktivitas keagamaan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kampus. Banyak kampus yang sudah mendirikan masjid sebagai pusat kegiatan keagamaan, bukan saja di kampus yang memiliki ideologi keislaman, tetapi juga di kampus non-agama.