Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘Isu-isu Perempuan’ Category

Setiap tanggal 21 April, kita memperingati hari lahirnya RA Kartini. Tetapi tahukah kita siapa Kartini yang sesungguhnya, bagaimana pemikiran-pemikirannya? Pernahkah kita membaca surat-surat Kartini, satu-satunya dokumentasi tertulis yang menjadi sumber sejarah tentang hidup, gagasan, dan perasaannya?

Rasanya aneh sekali mengagumi Kartini sebagai pahlawan, memperingati hari lahirnya setiap tahun dengan seremoni, tanpa benar-benar memahami kisah hidupnya dan apa yang diperjuangkannya dulu.

Saya pernah memiliki buku “Surat-Surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk bangsanya” karya Sulastin Sutrisno, terbitan tahun 1979, tapi buku itu sudah lama hilang entah dipinjam siapa 😦 . Karena ingin membaca lagi pemikiran Kartini, saya mencari ke beberapa toko buku dan menemukan dua judul, yaitu “R.A. Kartini, Biografi Singkat 1879 – 1904” tulisan Imron Rosyadi, dan “Panggil Aku Kartini Saja” karya Pramoedya Ananta Toer. Buku Imron Rosyadi sudah selesai saya baca, tapi buku Pramoedya belum sempat saya buka. Dan karena dikejar deadline, harus posting tanggal 21 April, apa boleh buat, saya menulis posting ini hanya berdasarkan buku Imron Rosyadi saja 😦 . Buku ini terbitan April 2010, dan cukup banyak mengutip dari berbagai sumber, jadi saya pikir cukup valid sebagai referensi *menghibur diri*  😛


Dua buku tentang R.A. Kartini yang saya dapatkan

(lebih…)

Read Full Post »

Dear Friends …

Anda kenal Miriam Makeba? Wow … banyak banget yang mengangguk sambil tersenyum. Great, jadi Anda tahu siapa dia. Saya pernah mendengar namanya, tapi baru benar-benar tertarik pada kisah hidup Makeba ketika beberapa hari yang lalu membaca tentang wanita hebat ini di koran.

Ya, wanita yang dilahirkan dengan nama Zenzile Miriam Makeba pada 4 Maret 1932 di Johannesburg ini memang luar biasa. Ia mendapat julukan “Mama Afrika”, ibunda bangsa Afrika. Apakah ia yang melahirkan ratusan juta kepala orang Afrika? Tentu saja tidak. Memangnya Miriam mesin giling?  Miriam Makeba dijuluki “Mama Afrika” karena ia berjuang bukan saja untuk wanita Afrika, tetapi untuk seluruh bangsa Afrika dari penindasan politik apartheid.

Kata-katanya menggetarkan : “You strike the woman and you strike the rock”. Jika Anda membentur perempuan, Anda membentur karang. Ya, perempuan-perempuan Afrika adalah sosok yang kuat, tegar, dan akan melawan jika diperlakukan dengan tidak adil.


Miriam Makeba, “Mama Afrika”

Tetapi, batu karang yang bernama Miriam Makeba adalah seorang penyanyi bersuara emas. Ia gemar mendendangkan lagu “Soleram”, yang kita kenal sebagai lagu daerah Riau. Ia melantunkan lagu-lagu jazz yang diramu dengan lagu-lagu tradisional Afrika Selatan. Ia keliling dunia, melantunkan suaranya yang merdu, dan pada saat bersamaan menggemakan semangat perlawanan terhadap politik rasialis, penindasan manusia atas manusia. Perjuangannya membuat pemerintah Afrika Selatan berang dan mencabut kewarganegaraannya. Miriam menjadi seorang stateless, tak memiliki kewarganegaraan. Ia berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain, tak bisa pulang ke tanah air yang sangat dicintainya.

Wanita yang gagah berani itu wafat pada 10 November 2008 di usia 76 tahun. Ia terkena serangan jantung sesudah tampil di sebuah konser di Castel Volturno, Italia, dan dimakamkan di sana. Jauh, sangat jauh dari tanah kelahirannya, Afrika Selatan …


………….


Tak semua perempuan sekuat dan sehebat Miriam Makeba, tetapi sangat banyak perempuan yang dalam kesederhanaannya berjuang dengan caranya masing-masing. Tak penting dalam skala apa mereka berbuat, yang jelas mereka telah melakukan sesuatu, dan kita harus menghargainya.


Krismariana, Oni sang suami, dan orang lewat yang numpang mejeng …

Krismariana , salah seorang sahabat blogger, menuliskan pengamatannya yang jeli atas wanita-wanita pejuang ini. Kris seorang editor berpengalaman, sehingga tutur bahasanya sudah pasti rapi jali. Ia juga seorang yang memiliki mata hati, sehingga mampu melihat apa yang tersembunyi di balik ilusi …

Your time, Kris …

*undur diri dan menghidupkan spot light beranda untuk Kris*

………………………..

(lebih…)

Read Full Post »

POTENSI YANG TERSIA-SIAKAN

Hallo, salam super (tabik Pak Mario … ! 🙂 )

TV kembali membuka layar dengan menampilkan salah seorang sahabat baik saya, teman berdiskusi dari topik A sampai Z,  yang juga sering memberikan komentar pedas cerdas untuk posting-posting saya. Karena dia belum berminat dan belum sempat membikin blog (maklum, sibuknya ampun-ampunan), pastinya banyak di antara teman-teman yang belum mengenal sahabat saya ini. Oleh sebab itu, saya akan perkenalkan terlebih dahulu apa dan siapa dia. Boleh kan? Boleh dong, blog blog saya juga … yeeeiy !

Pak Eko adalah … (waduh, mulai dari mana ya?) …. oke : kakek dari limabelas cucu. Eit, maap … baru tiga ding. Lah, kok status sebagai kakek yang pertama disebut? Iyaoo … karena status inilah yang paling dia banggakan. Itulah sebabnya foto-foto yang dipajang di FBnya pun foto-foto bersama cucu. Biar nggak ada yang naksir saya, katanya. Ealaaah …. it sounds little bit ge-er, isn’t it? Hihi … Lagipula, kalau memang ada yang mau nekad, biar sudah punya cucu segerobak juga kagak ngaruh euy …


Kakek momong cucu atau cucu momong kakek nih?


Selain momong cucu, aktivitas lain Pak Eko yang gak begitu penting (tapi bikin pening dan pontang-panting sampe kurus kering) adalah menyusun disertasi untuk meraih gelar doktor ilmu ekonomi di FE UI, dan insya’allah sebentar lagi bakal kelar. Pak Eko adalah staf pengajar di FE UII Yogyakarta (catat : yang ini I-nya dua), satu kampus dengan saya. Ajaibnya, kami belum pernah bertemu muka, meskipun satu kampus dan jarak rumah kami hanya 15 menit dengan mobil. Heran gak sih? Gak? Yo wis …

Oke, teman-teman, mari kita simak apa kata sahabat saya ini.

(lebih…)

Read Full Post »

Meraih Senyum Ibu

KELAHIRANKU, JANGANLAH MENJADI KEMATIAN IBUKU

Dari manakah kita dilahirkan? Tentu saja dari rahim ibu. Cerita bahwa bayi dibawa oleh burung bangau, atau keluar dari kuping, itu hanyalah cerita orang dewasa yang kebingungan menjelaskan proses kehamilan dan persalinan, ketika anaknya yang masih kecil bertanya “Dari mana adik berasal, Ma?”

Dulu, persalinan adalah peristiwa kritis, sehingga dikatakan bahwa ibu yang melahirkan harus berjuang dengan mempertaruhkan nyawanya. Di Jawa, seorang ibu yang meninggal ketika melahirkan disebut ‘kunduran’. Maksudnya (mungkin) kelahiran bayi itu membuat ia kundur (berpulang). Meskipun demikian, banyak juga ibu yang melahirkan sampai belasan kali (teman saya mempunyai saudara kandung 13 orang, sumpe!) dan semuanya berjalan lancar seperti mobil keluar dari gerbang tol …


Bayi yang baru lahir tentu diharapkan dalam kondisi sehat, begitu pula sang ibu (foto : Wikipedia)

Siapa yang tak mendambakan kebahagiaan seperti ini? Ibu dan bayi yang sehat, kamar bayi yang indah … (foto : “Menanti Kelahiran”, seri majalah Ayah Bunda)

Sekarang, di abad ke-21 ini, apakah masih ada ibu yang meninggal ketika melahirkan? Kita, yang tinggal di kota (mungkin bahkan di cluster elit perumahan mewah), yang tidak cukup hanya hidup di dunia nyata sehingga merambah dunia maya juga, mungkin tak pernah melihat dengan mata kepala sendiri peristiwa kematian seorang ibu ketika melahirkan bayinya. Tetapi di pelosok-pelosok nun jauh dari kota, yang untuk mencapai puskesmas, bidan, atau dukun bayi memerlukan perjalanan berjam-jam jalan kaki menembus hutan, nyawa ibu benar-benar dipertaruhkan ketika berjuang melahirkan bayinya. Bahkan di tengah masyarakat kota, kemiskinan yang parah membuat warga tak sanggup menjangkau pelayanan medis yang tak bisa diperoleh dengan gratis.

Saat ini, angka kematian ibu melahirkan (AKI) adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka AKI Indonesia ini tertinggi dibandingkan negara-negara tetangga kita di ASEAN. Laporan Bank Pembangunan Asia 2009 mencatat angka kematian 405 atau rata-rata 2,3 perempuan meninggal setiap satu jam (catat : bukan per hari) karena melahirkan. Angka yang mungkin tak pernah kita bayangkan!

(lebih…)

Read Full Post »

Bukan Hari Ibu

SALAH KAPRAH YANG MEWABAH

Pagi tanggal 22 Desember kemarin, suami saya mencium pipi saya sambil mengucapkan “Selamat Hari Ibu ya …”. Saya, meskipun agak heran (karena biasanya dia tak pernah ingat Hari Ibu), tersenyum dan mengucapkan terimakasih.

Kemarin, di sebuah pertemuan dengan sekelompok ibu-ibu teman saya, salah seorang teman bercerita, bahwa pada tanggal 22 Desember di kantornya para karyawan wanita saling mengucapkan “Selamat Hari Ibu” (beberapa sambil cipika-cipiki tentunya, budaya impor yang semakin lama semakin terasa ‘lokal’ … ). Ia menolak ucapan itu, dan dengan sedikit masygul mengatakan bahwa ia bukan seorang ‘ibu’, karena ia tidak pernah melahirkan anak.

Setiap tanggal 22 Desember, ketika sebagian masyarakat Indonesia (karena banyak juga yang tidak ‘ngeh’, terutama di kampung-kampung) merayakan Hari Ibu, saya merasa nyesek. Bukan karena saya tidak punya anak, sehingga seperti teman di atas, merasa tidak berkepentingan dengan Hari Ibu, tapi karena kecewa atas salah kaprah yang tak kunjung usai tentang pemaknaan Hari Ibu. Sebagaimana pernah saya tulis setahun yang lalu di Selamat Hari Ibu , peringatan Hari Ibu di Indonesia berbeda secara substansial dengan Mother’s Day di Amerika.

Hari Ibu di Indonesia adalah untuk memperingati Konggres Perempuan Indonesia I di Yogyakarta, yang diikuti oleh organisasi-organisasi perempuan dari seluruh Indonesia. Konggres ini mengusung semangat kebangsaan, anti-kolonialisme, kemanusiaan, dan perjuangan harkat serta peran perempuan dalam kehidupan bernegara serta bermasyarakat. Sungguh merupakan kebangkitan semangat perempuan Indonesia yang visioner dan memiliki perspektif luas.

Namun sejak zaman Orde Baru, visi dan perjuangan peran perempuan yang luas tersebut direkduksi menjadi peran domestik sebagai ‘ibu rumah tangga’ saja. Melalui Dharma Wanita, peran perempuan ditarik ke belakang sekedar sebagai ‘pendamping suami’. Peringatan Hari Ibu lalu disamakan dengan Mother’s Day di Amerika, yang memang merupakan hari untuk memberikan penghargaan kepada perempuan sebagai ibu yang telah melahirkan anak-anak.


Rangkaian bunga dan bingkisan yang biasa diberikan kepada seorang ibu pada Mother’s Day (foto : Wikipedia)

(lebih…)

Read Full Post »

JALAN PULANG YANG TAK NYAMAN

Setiap hari, diperkirakan 20 wanita di Indonesia meninggal karena kanker serviks.

Ia seorang ibu yang tulus ikhlas mengasihi ketiga anaknya dengan sepenuh jiwa. Ia seorang isteri yang mencurahkan segenap cinta dan perhatian kepada suaminya. Ia juga seorang pekerja yang gigih memutar otak dan memeras keringat untuk membantu ekonomi keluarga. Ia masih cukup muda, cantik, dan santun. Semua orang menyukainya dan berharap ia terus hadir di antara mereka. Namun kanker serviks stadium IVB merenggut hidupnya dari sisi orang-orang yang dicintai dan mencintainya. Air matapun tumpah tak terbendung mengiringi kepergiannya.

Ia adalah salah seorang kerabat saya, yang berpulang beberapa minggu lalu.

Kanker. Nama penyakit itu membuat siapapun miris. Penderitaan yang panjang dan kematian segera terbayang jika orang mendengar penyakit itu datang. Bagi wanita, kanker payudara dan kanker serviks adalah momok paling mengerikan, dan merupakan penyebab kematian terbesar. Saya telah melihat tiga wanita yang saya kenal (dua di antaranya kerabat saya) meninggal, dan tiga lagi berhasil sembuh setelah menjalani operasi dan pengobatan.

Seminggu setelah menghadiri pemakaman kerabat saya, saya memeriksakan diri ke Yayasan Kucala, sebuah yayasan yang khusus menangani penyakit kanker. Saya melakukan papsmear dan palpasi payudara untuk mendeteksi adanya kanker. Sebelumnya, pada tahun 2005 saya pernah melakukan mammografi di MMC, Melaka – Malaysia, dan hasilnya baik. Menurut Wikipedia , mammografi adalah proses pemeriksaan payudara dengan menggunakan sinar X dosis rendah (umumnya berkisar antara 0,7 mSv). Mammogram menggunakan radiasi ion untuk menghasilkan gambar. Radiolog kemudian menganalisa gambar untuk menemukan adanya pertumbuhan sel yang abnormal.


Alat mammogram (foto : jpinternational.com), pemeriksaan payudara dengan mammogram (foto : sjra.com), dan hasil mammografi tampak di layar komputer (foto :centralcarolinahosp.com)

Adapun Papanikolau Test atau Papsmear adalah metode screening ginekologi yang digunakan untuk mendeteksi kanker serviks (mulut rahim) yang disebabkan oleh virus Human Papilloma Virus (HPV). Tes ini dilaksanakan dengan mengambil sedikit jaringan sel serviks untuk diperiksa di bawah mikroskop. Pengambilan sel serviks itu sendiri hanya membutuhkan waktu sekitar 1 – 2 menit, dan tidak menimbulkan rasa sakit.

Hasil pemeriksaan papsmear saya membutuhkan waktu satu minggu, tetapi dari pemeriksaan palpasi mamae, dokter (wanita) yang memeriksa saya menemukan sesuatu yang agak ‘tebal’. Untuk mendapatkan hasil yang pasti, Bu Dokter memberikan surat pengantar kepada saya untuk melakukan ultra sonografi (USG) di laboratorium klinik. USG ini menggantikan mammografi, karena proses mammografi tidak mengenakkan (menyakitkan) bagi pasien yang diperiksa.

Jreeng … ! Sempat agak tercekat, tapi saya pasrah saja, dan langsung pergi ke laboratorium klinik yang saya pilih.

(lebih…)

Read Full Post »

HYMENOPLASTY DAN SELAPUT DARA PALSU, SIAPA MAU?

Mungkin banyak di antara kita yang tidak keberatan memakai barang palsu, seperti sepatu atau tas bermerk palsu, rambut palsu, sampai kecantikan palsu hasil polesan kosmetik. Tapi bagaimana dengan selaput dara palsu?

Selaput dara palsu? Ya ampuun …

Hymen atau selaput dara adalah bagian yang paling sensitif dari tubuh perempuan. Membran tipis ini selalu dijadikan simbol moralitas, harkat dan kesucian perempuan. Meskipun demikian, rusaknya selaput dara tidak selalu karena tindak a-susila, bisa juga karena olah raga, kecelakaan, atau sebab yang lain. Rusaknya selaput dara karena tindak seksual pun bisa terjadi akibat perkosaan, dimana perempuan bukan menjadi pelaku, melainkan korban.

Apapun sebab rusaknya selaput dara, sebagian besar pria (di masyarakat Timur) masih menginginkan istri dengan selaput dara utuh. Ini adalah realita. Dan realita ini yang menyebabkan produk selaput dara palsu laris manis. Mungkin pepatah ‘laris bak pisang goreng’ akan berubah menjadi ‘laris bak selaput dara palsu’ …

Ini tragedi bagi perempuan.

 

hymen bunga mawar

Kesucian ibarat bunga, yang indah namun rapuh, sehingga harus dijaga agar tidak rontok kelopaknya sebelum dipetik oleh yang berhak (foto : diedit dari Kompas.com)

(lebih…)

Read Full Post »

ORANG TERCINTA SUMBER BENCANA

Setelah hiruk pikuk berita tentang Manohara mereda, kita kembali dikejutkan dan dibuat tercekat oleh tragedi rumahtangga yang menimpa Cici Paramida. Beberapa tahun yang lalu, meskipun tidak memperoleh publikasi seheboh Manohara dan Cici Paramida, artis Five V dan Novia Ardhana tertimpa musibah yang sama : dianiaya oleh suami. Gizca, putri Dewi Yull dan Ray Sahetapy, menggugat cerai karena dipukul oleh suaminya.

Manohara, Cici Paramida, Five V, Novia Ardhana, dan Gizca Sahetapy hanyalah segelintir wanita-wanita yang mengalami KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga). Karena mereka adalah public figure, maka kasus mereka mencuat dan menjadi perhatian masyarakat. Di kalangan masyarakat biasa, wanita yang mengalami nasib sama dengan mereka tak kurang-kurang banyaknya. Mereka tak terdeteksi, tak memperoleh perhatian, dan banyak yang tak tertolong : berakhir tragis dengan kematian atau cacat sepanjang hayat.


IMG_1253

Cici dengan luka-luka di wajah dan tangannya. Siapa sangka bakal begini akhirnya …

Sungguh tragedi kemanusiaan yang sangat pedih, ketika orang-orang tercinta, pasangan hidup yang mengikatkan diri dalam sebuah pernikahan atas nama cinta, bahkan lebih sakral lagi atas nama Tuhan, ternyata justru menjadi sumber bencana dan malapetaka. Dicelakai oleh seorang musuh adalah wajar, tetapi dianiaya oleh belahan jiwa, yang seharusnya justru melindungi dan mengasihi, bagaimana akal kita bisa mencernanya?

Selama ini, banyak wanita memilih diam, tutup mulut, bahkan menutup-nutupi, ketika memperoleh perlakuan kejam dari suaminya. Sekarang, kita telah memiliki Undang-Undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT. Sudah saatnya bagi wanita yang mengalami KDRT untuk berani berbicara!


IMG_1252

Sebuah baliho besar di sudut perempatan. Mata dan hidung lebam, sinar mata putus asa, tetapi mulut tetap terkunci rapat. Wahai wanita korban KDRT, speak up!

(lebih…)

Read Full Post »

Selamat Hari Ibu

PERAN PUBLIK YANG DIGESER KE DOMESTIK

Selamat Hari Ibu

Hari ini, sebagaimana yang terjadi setiap tanggal 22 Desember, para ibu di Indonesia disanjung dan dipuja. Peran ibu di muliakan, sosoknya ditampilkan sebagai sumber cinta kasih yang dalam tak berdasar dan luas tak bertepi. Anak-anak mencium tangan dan pipi ibu dengan takzim dan mesra, mengekspresikan cinta dengan mempersembahkan bunga, dan memanjakan ibu dengan membebaskannya dari segala tugas rumah tangga.

How wonderful ….

Tetapi, bagaimanakah sebenarnya semangat para perempuan Indonesia yang dulu mencetuskan lahirnya Hari Ibu?

Hari Ibu ditetapkan untuk memperingati Konggres Perempuan Indonesia I yang berlangsung dari tanggal 22 hingga 25 Desember 1928 di Yogyakarta. Konggres ini diikuti oleh 20 organisasi wanita Indonesia, antara lain Wanita Oetomo, Aisyiyah, Wanita Taman Siswa, Poetri Indonesia, Meisjekring, Wanita Katholik, dan lain-lain. Konggres dipimpin oleh Ny. R.A. Soekanto. Diorama Konggres Perempuan Indonesia I ini dapat dilihat di Benteng Vredeburg, Jl. Malioboro, Yogyakarta, di antara diorama perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan penjajah dan menegakkan kemerdekaan.


img_0357

Diorama Konggres Perempuan Indonesia I 22 Desember 1928, di Museum Budaya Benteng Vredeburg Yogyakarta

Keberadaan diorama ini di antara diorama-diorama perjuangan bangsa Indonesia untuk membentuk negara merdeka yang berdaulat,  membuktikan bahwa Konggres Perempuan Indonesia I memiliki arti penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Sekaligus juga membuktikan bahwa konggres ini memiliki perspektif kebangsaan, sosial dan kemasyarakatan.

Konggres ini memutuskan antara lain : mendirikan federasi kaum wanita Indonesia bernama Perserikatan Perempuan Indonesia yang berpusat di Yogyakarta, menerbitkan koran, menyelenggarakan beasiswa, dan gerakan-gerakan sosial-kemasyarakatan lainnya.

22 Desember 1928, tepat 80 tahun yang lalu, para perempuan Indonesia sudah demikian maju bergerak. Para ibu kita sudah memikirkan bagaimana agar perempuan bisa memiliki peran dan memberikan andil yang lebih besar dalam masyarakat.  Mengapa sekarang, ketika perempuan lebih bebas mengekspresikan diri, memiliki kesempatan yang lebih luas untuk berkiprah di bidang apa pun, memiliki ilmu dan kemampuan yang tak terbatas, semangat Hari Ibu itu justru ditarik ke wilayah domestik yang sempit?

Hari Ibu di Indonesia tidak sama dengan Mother’s Day di Amerika Serikat, yang memang ditujukan untuk menghormati para wanita sebagai ibu rumah tangga. Hari Ibu di Indonesia memiliki perspektif yang lebih luas, yaitu mengangkat peran perempuan Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sayang sekali banyak orang melupakan semangat dasar yang digaungkan para pencetus Konggres Perempuan Indonesia I dulu, dan terjebak dalam seremoni-seremoni serta slogan-slogan yang salah kaprah.

Read Full Post »