Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘Kontemplasi’ Category

Ulang tahun selalu menjadi hari istimewa bagi siapapun juga. Bagaimana cara seseorang memperingati hari ulang tahunnya? Sudah pasti macam-macam. Pada umumnya dengan makan bersama, atau lebih meriah lagi dengan pesta. Tapi saya pernah menjumpai seseorang memperingati hari ulang tahunnya dengan cara yang sangat istimewa, yaitu dengan memberi kado kepada ibundanya. Mengapa justru ibu yang diberi kado? Ya, bukankah pada saat seseorang lahir, ibu adalah orang yang paling berjasa dan berjuang paling keras menghantarkan sang bayi hadir ke dunia? Wanita istimewa yang memiliki cara istimewa untuk merayakan ulang tahun ini adalah Uni Icha , istri tercinta Uda Vizon.

Saya sendiri biasanya memperingati ulang tahun dengan cara sederhana : makan bersama orang-orang terdekat. Oh ya, ulang tahun saya adalah tanggal 10 Mei kemarin. Bagi teman-teman yang belum tahu, masih terbuka kesempatan untuk mengucapkan selamat dan mengirim doa loh …  (apalagi mengirim kado … hahaha 😛 ).

Tahun ini, saya merasa sudah bukan waktunya lagi memperingati ulang tahun dengan bersenang-senang. Dengan semakin bertambahnya usia, saya ingin memperingati hari kelahiran dengan cara yang lebih ‘kontemplatif”, lebih berupa penghayatan rasa syukur atas hidup yang telah diberikan Allah SWT. Merefleksi kembali apa yang sudah saya lakukan bagi sesama. Ya iyalah, mosok sudah tambah tua kok masih tetap pecicilan 😛

Yang pertama-tama, saya menziarahi makam ayah dan bunda saya, orang-orang tercinta yang telah menjadi perpanjangan tangan Allah menghadirkan saya ke dunia.


Di sinilah ayah dan bunda saya beristirahat bersama …

(lebih…)

Read Full Post »

Perfect Life

Kapankah hidup dikatakan sempurna? Jika kita memiliki pernikahan yang hebat, anak-anak yang sukses, karier yang melejit, kesehatan yang prima, dan materi berlimpah? Siapapun pasti akan setuju, setiap orang mengidamkan kehidupan seperti itu. Dan bahwa itu adalah hidup yang sempurna, yes indeed. Tetapi apakah hidup yang sempurna harus memiliki semua hal di atas? Jika ya, berapa banyak manusia di muka bumi ini yang beruntung memilikinya?

Kesempurnaan hidup bisa berbeda ukurannya bagi setiap orang. Kehidupan yang di mata orang lain terlihat menyedihkan, bisa jadi oke-oke saja bagi yang menjalaninya. Sebaliknya, seseorang yang tampak memiliki segalanya, belum tentu merasa hidupnya sempurna.

Jadi, dimanakah letak kesempurnaan itu?

Barangkali, ada di dalam keikhlasan hati. Ketika seseorang ikhlas menerima dan menjalani hidupnya, disitulah ia merasakan kesempurnaan hidup. Maka, kesempurnaan hidup bisa dimiliki oleh siapapun juga, dalam kondisi seperti apapun juga ….



Hari Sabtu yang lalu, saya berkumpul dengan tiga orang teman wanita. Usia kami sebaya, tetapi dengan latar belakang yang aneka rupa. Satu orang memiliki pernikahan yang bahagia, satu orang menikah tapi acap merasa kecewa dengan pernikahannya, satu orang dalam proses divorce setelah menikah selama 22 tahun, dan satu orang lagi belum menikah. Satu orang berprofesi financial consultant, satu orang wartawan senior, satu orang manager perusahaan bahan kimia, dan yang satu orang lagi adalah dosen. Komposisi yang hebat, bukan? Bak empat wanita dalam serial “Se* And The City” … haha! 😀


Jika empat perempuan matang (mangga ‘kali … 🙂 ) berkumpul dan bicara dari jam tujuh malam sampai jam satu dini hari, apa yang dibicarakan? Sudah pasti tentang hidup dan aneka permasalahannya. Dari pembicaraan itulah muncul perenungan saya tentang kesempurnaan hidup.

Orang dengan mudah ‘menuduh’ wanita yang tidak menikah pasti hidupnya sedih, kesepian, sengsara. Demikian juga wanita yang bercerai pantas ‘dicurigai’ hidupnya amburadul, berantakan, dan penuh penderitaan. Pada kenyataannya, tidak selalu demikian. Teman saya yang tidak menikah menjalani hidupnya dengan happy, santai, dan penuh kebahagiaan. Teman saya yang memutuskan untuk mengakhiri pernikahannya merasa hari-harinya ringan, penuh harapan, dan lega luar biasa.

Pada umumnya, perempuan lebih tough menghadapi permasalahan hidup. Perempuan lebih tangguh menghadapi gempuran persoalan. Perempuan juga lebih siap untuk menjalani hidup sendirian. Mengapa? Mungkin karena perempuan suka menjalin kebersamaan dengan orang lain, perempuan suka berbagi dan saling mendukung. Perempuan mudah berbagi perasaan dan beban hati dengan berbicara kepada sesama perempuan, hal yang jarang dilakukan oleh pria.

Perempuan memiliki perasaan yang lebih lembut. Perempuan gampang menangis. Tetapi kelembutan hati dan air mata itu bukan berarti perempuan lemah.



Hidup memang beraneka ragam. Tak selalu sempurna. Lagipula, apakah hidup memang harus sempurna?


Read Full Post »

Setelah umat Islam di Indonesia ‘tersenyum’ dengan jatuhnya Hari Raya Idul Fitri 1431 H (2010 M) pada tanggal yang sama, Hari Raya Idul Adha tahun ini kembali dirayakan pada tanggal yang berbeda. Sebagian sudah sholat Ied pada tanggal 16 November, sebagian lagi baru pergi ke masjid pada tanggal 17. Penyebab perbedaan ini, sebagaimana pernah saya ulas di “Minggu Atau Senin” adalah perbedaan cara penentuan tanggal, yaitu dengan cara hisab dan rukyah.

Ada satu artikel menarik yang saya baca di harian Kompas (16 November), yang membuka wawasan baru bagi saya, sehingga ingin saya share di sini. Bagi teman-teman yang sudah sempat membacanya juga, mungkin bisa ikut urun pendapat.

Selama ini, ternyata banyak dari kita (khususnya saya … 🙂 ) yang mencampur adukkan antara sistem kalender Masehi yang berdasarkan peredaran bumi mengelilingi matahari, dengan sistem kalender Hijriyah yang berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi. Tanggal (dan perbedaan waktu) pada sistem kalender Masehi ditentukan berdasarkan garis bujur, yaitu garis yang menghubungkan Kutub Utara dan Kutub Selatan, dengan titik nolnya di Greenwich (Inggris). Indonesia terletak di Bujur Timur, sehingga kita melihat matahari lebih dahulu daripada orang Inggris. Waktu Indonesia (untuk WIB) lebih cepat 7 jam dari Greenwich, dan lebih cepat 4 jam dari Makkah (Arab Saudi).

Nah, jika dihitung dengan sistem kalender Hijriyah, perbedaan waktu itu tidak mengikuti garis bujur, melainkan mengikuti garis ketinggian hilal 0 derajad. Ohya … hilal adalah kenampakan bulat sabit pertama, yang menandakan awal bulan baru. Menurut logika kalender Masehi, waktu di Indonesia selalu lebih dulu 4 jam dari waktu di Makkah, sehingga kalau Arab Saudi sudah merayakan Idul Adha, maka Indonesia seharusnya juga sudah. Tetapi berdasarkan garis ketinggian hilal yang dipakai sebagai dasar pada kalender Hijriyah, waktu Arab Saudi  dan waktu Indonesia bisa sama, lebih cepat, atau lebih lambat.


Garis bujur (vertikal bengkok-bengkok) yang memisahkan tanggal 6 November 2010 dan 5 November 2010, dan garis ketinggian hilal 0 derajad yang melintang di atas Indonesia, Asia selatan dan Afrika utara (foto : Kompas)


Dari gambar di atas terlihat bahwa dua tempat yang terletak di garis bujur yang sama, yang menurut sistem kalender Masehi memiliki waktu sama, dalam sistem kalender Hijriyah bisa memiliki waktu yang berbeda. Garis kalender Hijriyah memiliki 235 variasi yang berbeda setiap bulannya. Garis penanggalan bulan ini akan kembali ke tempat yang sama dalam kurun sekitar 19 tahun. Satu lagi yang berbeda, kalender Masehi dimulai sesudah tengah malam (jam 00.00), sedangkan kalender Hijriyah dimulai sesudah matahari tenggelam.

Rumit? Sebenarnya menarik, bagi yang suka Astronomi (seperti saya … 😀 ). Tapi supaya teman-teman tidak keburu hengkang dari posting ini karena bosan, iya deh … saya sudahi saja penjelasan tentang sistem kalender Masehi dan Hijriyah (yang sebetulnya baru sekelumit).

 

Orbit bumi, bulan, dan matahari (foto : dipinjam dari sini)

Bulan sabit di atas ufuk (foto : dipinjam dari sini)

(lebih…)

Read Full Post »

Berbagi Hati, Berbagi Harta

Jika Anda berlebih dalam harta, bagilah kesejahteraan Anda. Bila Anda hanya punya sedikit, berikanlah hati Anda. Tetapi entah banyak atau sedikit, berikanlah dengan cinta Anda (E. Crique)

Uang receh yang engkau jatuhkan ke dalam tangan-tangan rapuh yang terulur di hadapanmu adalah satu-satunya rantai emas yang mengikat hatimu yang mulia dengan hati Tuhan yang penuh cinta (Kahlil Gibran)



Ketika kita memberi dengan hati, siapakah sesungguhnya yang lebih berbahagia? Kita, atau orang yang menerima pemberian kita? Pasti dua-duanya. Memberi dengan hati akan membuat kita bersyukur, dan menerima pemberian yang diberikan dengan hati akan membuat sanubari penuh rasa terimakasih. Memberi kepada orang yang kita cintai, yang dekat dengan kita, adalah baik tapi biasa. Memberi kepada orang yang tidak kita kenal, tanpa perlu menyebutkan jati diri kita, itulah pemberian yang mulia. Tangan yang memberi seringkali dilukiskan dengan ‘tangan di atas’ dan tangan yang menerima digambarkan dengan ‘tangan di bawah’, padahal sesungguhnya tangan yang memberi tidak harus selalu berada di atas. Bukankah kita bisa memberi dengan tangan tengadah, dan mempersilahkan orang mengambilnya dari tangan kita? Dengan demikian tangan kita tidak berada di atas tangan penerima pemberian kita …


(lebih…)

Read Full Post »

Tim Kecap Ikan Patin

Helloow ….. 😀

Senang sekali teman-teman masih mau mampir ke beranda ini. Sejujurnya, saya merasa khawatir beranda ini terlihat mulai suram, membosankan, old fashioned, out of date, dan out-out lainnya 😦  . Saya masih belum dalam kondisi bebas dari sandera, masih belum memiliki keleluasaan penuh untuk bercengkerama di beranda saya. Kesediaan sahabat-sahabat untuk menjadi tamu saya di beranda ini, dengan sajian yang masing-masing memiliki keistimewaannya sendiri, sungguh membuat saya terharu dan berterimakasih ….

Kali ini tamu saya adalah wanita cantik yang sudah malang melintang di jagad maya, baik blog, facebook, maupun twitter. Tulisannya selalu menyentuh relung hati kita, membuat kita merenung, berpikir ulang, dan menemukan kesadaran baru dalam perspektif yang berbeda. Ia selalu bicara tentang hati dan pikiran manusia, yang kadang sederhana, namun ternyata tak terduga, dan seringkali menyimpan rahasia.

Bukunya, “The Blings of My Life” mendapat sambutan yang sangat bagus dari masyarakat. Tutur kalimatnya yang mengalir lembut dan indah, sekaligus penuh tenaga dan kaya warna, adalah kekuatan tulisan Lala Purwono yang selalu membuat saya iri … (dalam arti positif pasti 🙂  ). Jeung Lala memang dilahirkan sebagai penulis, mewarisi bakat almarhum papanya yang juga seorang penulis.



Lala Purwono, cantik, ceria, mempesona dengan kata …


Lala, sudah masakkah ikan patinnya? Oke, mari kita duduk dan menikmatinya bersama-sama. Suap demi suap, sampai remah terakhir. Jika masih kurang, tidak dilarang untuk menjilati kuah yang tertinggal di jari … 🙂

…………

(lebih…)

Read Full Post »

Hilang

PELAJARAN TERBAIK : IKHLAS

Apa yang terjadi pada diri kita, jika tiba-tiba kita menyadari bahwa tas, laptop, mobil, atau barang berharga kita lainnya telah raib, lenyap dari tempat di mana seharusnya benda tersebut berada, dengan kemungkinan besar dicuri orang? Kaget, panik, mungkin untuk sekejap jantung berdegup kencang dan pikiran serasa blank. Begitu juga jika tiba-tiba saja kita mengalami kecelakaan, entah tabrakan kendaraan, jatuh dari suatu tempat, atau musibah yang lain.

Sesudah rasa kaget dan panik itu reda, maka yang muncul biasanya adalah penyesalan. Coba tadi begini, kalau saja tadi begitu, pasti musibah tidak terjadi. Rasanya kita ingin sekali membalik waktu, dan akan melakukan hal yang lebih baik, lebih benar. Tetapi waktu tidak pernah berjalan mundur, tidak pernah bisa di-rewind. Beberapa detik yang mengakibatkan kerugian dan kehilangan besar itu tak bisa lagi dikoreksi.

Ketika mengalami musibah, reaksi seperti apa yang kita harapkan dari orang-orang di sekitar kita? Sudah pasti dukungan moril, penghiburan, dan simpati. Tasmu yang berisi uang dijambret orang? Ya sudahlah, toh pabrik tas masih terus berproduksi dan kamu bisa beli tas yang lain, lagipula tabunganmu masih numpuk uwel-uwelan di bawah kasur sampai jamuran. Mobilmu remek nabrak sepur? Ah, nggak apa-apa … yang penting bukan sepurnya yang remek … eh, bukan badanmu yang remek

Tapi, ada kalanya reaksi yang diberikan orang justru membuat kita semakin sedih, bahkan kesal dan sesak hati. Ada kalanya, tanpa sadar kita sendiripun suka memuaskan nafsu kita dengan memberikan respon yang negatif.  Apa aku bilang …. kamu sih, suka sembarangan! Makanya, ati-ati kalau nyimpen barang! Ini pelajaran buat kamu, lain kali jangan sembrono! Pasti sedekahmu kurang, jadi Tuhan mengambilnya dengan cara seperti ini! Bla bla bla … tet teretetet …!

Beughh!!

Padahal, tanpa disalah-salahkan, tanpa dituding-tuding, tanpa dijebles-jebleskan pun, kita sudah menyesal setengah mati. Memangnya ada orang lain yang lebih sedih dan menyesal, ketika diri kita mengalami musibah?

*haiyyah …  saya ngomong apa sih?*

(lebih…)

Read Full Post »

Jiwa-jiwa Yang Retak

MEREKA HIDUP DI ALAM MEREKA SENDIRI

Waktu saya kecil dulu, di dekat rumah saya tinggal seorang wanita cantik, sebut saja Den Ayu . Ia dikaruniai wajah cantik dan kulit bersih, tetapi jiwa dan pikirannya kosong. Saya tidak tahu apa penyebabnya, yang jelas dia sakit jiwa, pikirannya tidak normal, dan dia tidak memiliki kemampuan mengontrol perilakunya.

Kami, saya dan anak-anak kecil di kampung, suka menggoda Den Ayu. Kami memanggil-manggil namanya, lalu berteriak bersama-sama : “Den Ayuu … buka tokooo… !!”. Maka Den Ayu pun akan membuka ‘toko’nya, yaitu mengangkat roknya hingga setinggi pinggang. Padahal … Den Ayu tak pernah memakai apa-apa dibalik roknya ….

Setelah Den Ayu ‘membuka toko’, anak-anak akan tertawa berderai-derai dan bersorak-sorak ….

Puluhan tahun kemudian, detik ini, ketika menulis posting ini, saya menangis. Alangkah jahatnya perilaku kami waktu itu. Alangkah buruknya moral kami! Den Ayu, maafkan kami, maafkan kami, maafkan kami ….. Saya tak bisa minta maaf langsung kepadanya, karena wanita malang itu sudah lama berpulang. Saya berdoa, semoga Allah memberi ia tempat yang terbaik di sisiNya …

Saya tak tahu, mengapa pada waktu itu tidak ada yang menegur atau mengajarkan kepada kami, anak-anak, bahwa kita tidak boleh memperlakukan orang sakit jiwa dengan buruk. Orang tua saya, juga orang tua teman-teman saya, memang tidak tahu kelakuan nakal kami, tetapi mereka tahu tentang keberadaan Den Ayu, dan semestinya mengajarkan kepada kami bagaimana seharusnya memperlakukan orang yang sakit seperti dirinya. Kenyataannya, masyarakat justru menjadikan orang sakit jiwa sebagai bulan-bulanan : ditonton, dihina, ditertawakan, dipermainkan, meskipun juga ditakuti kalau dia mulai mengamuk.

Apa yang terjadi dengan nurani kita?

Padahal, penderita sakit jiwa adalah manusia juga. Sakit jiwa adalah ciptaan Tuhan juga. Jika kita menghina mereka, bukankah sama saja kita menghina Tuhan? Mereka adalah insan-insan yang malang, yang menderita sakit bukan karena kemauan atau kesalahan mereka sendiri. Seharusnya kita, orang-orang yang waras ini, mengasihani, mengasihi, dan melindungi mereka.


Sosok malang yang kehilangan kesadaran atas dirinya (foto : Mira Chandra, dipinjam dari sini )

(lebih…)

Read Full Post »

Rumah Mewah, Siapa Punya?

KENYATAAN ATAU SEBATAS IMPIAN?

Anda ingin punya rumah yang halamannya memiliki tennis court, jogging track, swimming pool, barbeque park, children play gorund, dilengkapi dengan super market, international hospital, cafe & resto, dan house keeping service 24 jam, serta terletak di pusat kota sehingga terbebas dari kemacetan? Mari … mariii … pilih hari ini juga sebelum kehabisan!!

Iklan rumah mewah yang diputar setiap akhir pekan pada jam tayang prime time ini hadir di sebuah stasiun teve swasta. Bukan hanya iklan dalam durasi 1 – 2 menit, tapi iklan dengan blocking time selama 30 menit full. Gambar-gambar mempesona yang memperlihatkan lokasi dan berbagai fasilitas rumah pun terpampang di layar televisi, dipandu dua wanita cantik dengan dandanan yang menunjukkan bahwa mereka berasal dari high society.

Penonton pasti ingin tahu, bagaimana caranya memperoleh rumah dengan fasilitas bak surga firdaus itu? Tentu saja bukan dengan rajin beribadah dan mengumpulkan amal saleh, melainkan dengan duit yang jumlahnya ratusan juta hingga milyaran rupiah. Mari kita lihat dua contoh berikut.


Rumah seluas 4×15 meter persegi ini harganya 835 juta ‘saja’

Nah … yang ini, 6×15 meter persegi, harganya ‘cuma’ 1,5 milyar …

Masih ada rumah dan apartemen yang harganya lebih mahal dari dua contoh di atas, hingga mencapai sekitar 3 milyar.

Saya merasa terganggu, mengapa rumah-rumah yang sangat mahal itu diiklankan di televisi, yang ditonton oleh jutaan rakyat Indonesia dari berbagai lapisan? Berapa persen sih dari jumlah penonton tersebut yang mampu membeli rumah super mewah tersebut? Bagaimana perasaan orang yang menonton iklan tersebut dari rumah kontrakan sempit di gang becek, atau yang sedang mengais rejeki di warung pinggir jalan, atau bahkan yang sedang kehilangan pekerjaan karena PHK ?

(lebih…)

Read Full Post »

SETELAH SEKIAN LAMA BERJALAN BERSAMA …

Adakah di antara anda yang belum pernah merasakan jatuh cinta menggelora, yang membuat gurun pasir serasa penuh bunga, langit mendung seakan penuh bintang kejora, gubug derita bak surga, dan dunia bagai milik berdua? Jika belum, rugi sangat …

Passionate love, cinta yang membikin seseorang mabuk kepayang seakan melayang terbang, biasa dialami seseorang ketika bertemu dengan pasangan (calon pasangan) hidupnya. Cinta yang penuh hasrat dan romantisme seperti inilah yang akan membuat seseorang mampu menerjang badai sehebat apa pun, dan halangan-rintangan setinggi apapun. Emosi dan khayalan yang sarat menyertai passionate love membuat seseorang seringkali tidak mampu melihat kekurangan dan potensi ketidakcocokan antara dirinya dengan pasangannya. Kalaupun mereka melihatnya, mereka menanamkan keyakinan dalam hati mereka bahwa everything’s will be okay.

Begitulah, dan pasangan yang dilanda passionate love akan melangkah ke jenjang pernikahan dengan penuh kebahagiaan …

Dalam beberapa tahun perjalanan pernikahan, passionate love tersebut masih akan ada di antara keduanya. Namun dengan semakin bertambahnya waktu, secara perlahan gelora yang menggebu itu akan perlahan-lahan mereda. Setelah menikah dan hidup bersama, merasakan dan menjelajahi segala hal yang dulu hanya menjadi khayalan, melihat dan mengetahui watak serta perilaku keseharian pasangan, maka kedua pasangan akan dihadapkan pada jati diri sebenarnya dari pasangan mereka. Khayalan tentang cinta yang dulu ada, sekarang dihadapkan pada realita.

Dibutuhkan rasa kasih yang tulus, kesabaran yang luas, kedewasaan yang penuh pertimbangan, keteguhan pada komitmen, dan kelapangan hati bagi kedua pasangan untuk bisa menerima jati diri pasangan sebagaimana adanya, serta mengatasi konflik-konflik yang mungkin terjadi di antara mereka. Cinta romantis penuh hasrat yang dulu mengikat mereka, secara perlahan berubah menjadi cinta persahabatan dan persaudaraan yang berisi saling memahami dan menghormati. Pada tahap ini, passionate love berubah menjadi companionate love.

Transisi dari passionate love menjadi companionate love tidak selalu berjalan mudah. Kedua pasangan harus berjuang dengan sekuat tenaga untuk bisa menumbuhkan companionate love, karena cinta jenis inilah yang akan membuat sebuah perkawinan bertahan. Setelah usia bertambah, cumbu rayu bukan lagi menjadi kebutuhan utama. Yang dibutuhkan adalah teman berbincang dan berbagi rasa yang menumbuhkan rasa damai, keyakinan akan adanya seseorang yang akan selalu mengasihi dan mendampingi.

Ketika menemukan pasangan yang cocok, seseorang dikatakan telah menemukan ‘pelabuhan hati’. Pernikahan sering diibaratkan dengan ‘melayari samudera kehidupan’. Sebuah perumpamaan yang sungguh tepat, sebab begitu biduk dilayarkan ke samudera, maka keselamatan dan kesejahteraan biduk itu sepenuhnya berada di tangan kedua orang yang mengemudikannya, yaitu suami dan isteri. Persis sama seperti kehidupan manusia, laut pun penuh misteri dan memiliki ‘perilaku’ yang seringkali tak bisa diprediksi. Cuaca cerah bisa berubah menjadi badai. Riak-riak kecil tak mustahil berubah menjadi gulungan ombak. Dibutuhkan keteguhan, keberanian, dan ketrampilan untuk menyelamatkan biduk agar tidak karam dan bisa meneruskan pelayaran dengan tenang sampai ke pantai tujuan.

Di manakah pantai tujuan pernikahan? Jika salah satu atau kedua penumpang biduk pernikahan kembali kepada Yang Maha Kuasa, maka biduk pernikahan itu berlabuh di pantai tujuan. Jika kedua penumpang berpisah selagi berada di tengah samudera, berarti biduk pernikahan tersebut karam.

Hari ini, kami telah 24 tahun melayarkan biduk pernikahan kami. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmatNya, hingga biduk kami selamat sampai ke pantai tujuan. Amin.

 

 

 

Read Full Post »

AGAR TAK CUMA SAKIT YANG DIDAPAT

Kata-kata mutiara di atas saya peroleh dari sebuah buku saku berjudul “Inspiring Words” yang disusun oleh Ida Prastiowati, diterbitkan oleh Penerbit Indonesia Cerdas, Yogyakarta. Buku kecil ini (10 x 14 cm) menghimpun kata-kata mutiara, kata-kata emas, dan kata-kata berlian dari para tokoh di seluruh dunia, meskipun ada juga yang anonim. Nah, kalimat indah di atas diucapkan oleh Oswald Avery.

Siapakah Oswald Avery? Saya bertanya kepada Paman Google, dan menemukan informasi yang cukup memadai dari Wikipedia . Avery adalah warga negara Amerika berasal dari Canada. Ia dilahirkan pada 21 Oktober 1877 dan wafat pada 2 Februari 1955. Avery adalah seorang ahli biologi molekular, immunochemistry, gen dan chromosom. Ia bekerja di Rockefeller University Hospital, New York City.


Oswald Avery Oswald Avery (1877 – 1955)

Saya sangat terkesan pada kata-kata Avery, dan pernah memuatnya di status Face Book beberapa waktu yang lalu. Peristiwa tak mengenakkan yang menimpa saya beberapa hari kemarin, yang pernah saya tulis dalam dua posting terakhir (yang kemudian saya hapus), mengingatkan saya kembali pada kata-kata Avery.

Sebenarnya kata-kata Avery bukan sesuatu yang sangat baru. Sebelumnya kita pasti sudah pernah mendengar kalimat sejenis, yang intinya adalah : ambilah hikmah dari setiap peristiwa yang terjadi. Kalimat Avery jadi mengesankan karena saya membayangkannya secara visual :

Ketika kita jatuh terjerembab, tubuh berdebum ke bumi, dan wajah mencium tanah (mungkin dengan hidung berdarah), jangan langsung bangkit dan kembali berjalan. Ketika wajah kita begitu dekat ke permukaan tanah, itulah kesempatan bagi kita untuk mengamati apa yang ada di atas permukaan tanah itu, yang selama ini mungkin tak pernah kita perhatikan (misalnya, semut ternyata memiliki pinggang yang sangat ramping … ).

Lalu perlahan-lahan kita duduk, mengamati permukaan tanah di sekitar kita dalam area yang lebih luas. Mencari sebab kenapa kita jatuh : mungkin ada lobang yang tidak kita lihat, mungkin ada batu yang kita sandung, mungkin karena ada tali melintang yang sengaja dipasang orang untuk menjegal kita, tapi mungkin juga karena kita berjalan dengan gembelengan dan pethakilan.

Nah, apa pun sebab yang membuat kita jatuh, jangan berdiri tanpa ‘memungut sesuatu’  dari tempat kita jatuh. Sudah pasti yang harus kita pungut adalah sesuatu yang bermanfaat, misalnya koin yang tercecer, sandal jepit yang tertinggal, ataupun tali melintang yang sudah membuat kita jatuh (lumayan kan buat bikin tali jemuran di rumah …). Nah, jatuh kita bisa menjadi berkah melimpah kalau yang kita temukan adalah berlian segede durian …

Sekarang pertanyaannya adalah : bagaimana kalau teman yang berjalan di sebelah kita jatuh? Pe-er untuk direnungkan, dan dikumpul secepatnya ke meja Bu Guru …


Read Full Post »

Older Posts »