KERETA API, DARI LOKO UAP HINGGA MAGLEV
Tiba-tiba saja saya naik kereta api!
Ya, setelah belasan tahun moda angkutan ini hilang dari catatan perjalanan saya, tiba-tiba saja saya naik kereta api lagi karena kehabisan tiket pesawat dari Surabaya ke Yogya, akhir Juni lalu. Saya naik KA Turangga yang berangkat dari Stasiun Gubeng pada jam 18.00 dan dijadwalkan tiba di Yogya pada jam 23.00. Cukup cepat, hanya 5 jam.
Hal-hal ‘kampungan’ pun terjadi, yang membuat saya tersenyum sendiri. Begitu naik ke gerbong, saya mematikan ponsel. Lho, tapi apakah perlu? Bukankah navigasi kereta tidak mengandalkan gelombang radio seperti di pesawat? Kejadian kampungan lainnya, begitu duduk saya langsung meraba ke samping kursi, mencari seat belt. Lho, kok nggak ada?
Saya surprised dengan interior gerbong yang luas, berkarpet bersih, dan nyaman. Jarak antar kursi jauh lebih longgar dibandingkan pesawat terbang. Dengan reclining seat dan tumpuan kaki, kita bisa mengatur posisi tidur yang membuat mimpi datang dengan segera. Ternyata para penumpang juga memperoleh bantal kecil, selimut beraroma segar yang masih dibungkus plastik, minuman hangat, dan makan malam. Wah, asyik juga servisnya. Padahal harga tiketnya cuma Rp. 102.000 (sementara harga tiket pesawat Lion Rp. 470.000,- tanpa air putih barang setetes pun untuk membasahi tenggorokan penumpang). Bravo Turangga, I love you ….
Selamat malam Pak Kondektur, ini tiket saya ….
Pengalaman kedua adalah naik KA Argo Gede dari Jakarta ke Bandung, 3 Juli 2008. Gerbong Argo Gede sama nyamannya dengan Turangga. KA Argo berangkat tepat waktu, jam 06.00 dari Gambir dan tiba di Bandung jam 09.10. Dengan tiket seharga Rp. 45.000,- penumpang mendapatkan kotak berisi 2 macam kue yang cukup lezat dan segelas air mineral. Lumayan untuk mengisi perut bagi yang belum sempat sarapan.
Dari Bandung ke Yogya saya naik kereta lagi. Karena musim liburan, tiket eksekutif penuh dan saya kebagian tiket kelas bisnis di KA Lodaya Malam. Kali ini saya berkali-kali ‘kena batunya’. Pertama, saya salah naik ke kereta Turangga. Persoalan timbul ketika ‘kursi saya’ ternyata sudah ditempati orang. ‘Gugatan’ saya untuk mendapatkan kursi itu kandas ketika bapak yang sudah duduk nyaman tersebut memeriksa tiket saya, dan sambil tersenyum berkata, “Kereta Mbak kan Lodaya, ini Turangga Mbak”. Haa?? Iyakah? Waduh, kabur deh gue dengan menggendong kekuintal rasa malu …
Saya pun naik ke kereta yang ada di jalur 2, setelah memastikan bahwa kereta itu adalah KA Lodaya. Tiket menyebutkan bahwa kursi saya ada di Kereta 3 nomor 3D. Kursi saya temukan, tas saya taruh di rak bagasi, lalu saya pun duduk manis dan mulai membuka buku “Female Brain” karya Louann Brizendine. Baru enak-enaknya membaca, seorang gadis berdiri di samping kursi saya, berkali-kali memeriksa tiket dan mencocokkan dengan nomor kursi yang saya duduki.
“Maaf, kursi Mbak nomor berapa?” akhirnya ia bertanya. Dengan keyakinan 1000%, saya tunjukkan tiket saya, sambil menjawab, “Kereta 3, nomor 3D. Benar kan?”. Gadis itu tidak langsung percaya. Ia memeriksa tiket saya, dan menemukan sumber kesalahan saya. “Tapi ini gerbong eksekutif, tiket Mbak kelas bisnis.” ia menjelaskan. Haa?? Yang beneer? Mosok sih saya salah lagi?
Saya memang merasa ‘berhak’ duduk di gerbong itu, karena di dua kereta sebelumnya kondisi gerbong sama bagusnya dengan gerbong KA Lodaya yang saya duduki. Tapi gadis itu benar. Tiket saya kelas bisnis, dan saya naik ke gerbong eksekutif. Aduh, malunya nggak kepalang ketika harus menurunkan tas dari rak bagasi dan hengkang dari kursi. Saya berdoa semoga tidak akan pernah bertemu lagi dengan para penumpang yang memperhatikan saya terusir dari gerbong yang nyaman itu. Beli tiket murah kok maunya duduk di kelas mahal, begitu mungkin pikir mereka ….
Gerbong bisnis ada nun jauh di belakang. Saya terseok-seok menyusuri lima gerbong untuk mencapai gerbong sejati saya. Dan begitu masuk, rasa kecewa langsung menyeruak. Gerbong kelas bisnis penuh padat, hiruk pikuk, tempat duduk gandeng untuk dua penumpang dengan penutup kursi dari bahan oscar sintetis, dan jelas bukan reclining seat. Lantai ditutup lapisan karet yang sudah agak kusam, dan sampah berceceran tanpa malu di bawah kursi. Tidak ada AC, yang ada adalah kitiran di plafon gerbong yang menghembuskan angin dengan aneka aroma …
Penumpang Indonesia memang ‘berani mati’, nempel di lokomotif pun oke saja, seperti yang terlihat di stasin Kota, Jakarta ini …
Sejarah perkeretaapian dimulai dengan penemuan roda. Setelah James Watt menemukan mesin uap, Nicolas Cugnot membuat kendaraan beroda tiga berbahan bakar uap. Orang menyebut kendaraan itu sebagai kuda besi. Kemudian Richard Trevitchick membuat mesin lokomotif yang dirangkaikan dengan kereta. George Stephenson selanjutnya menyempurnakan lokomotif dan memenangi lomba balap lokomotif di jalur Liverpool – Manchester.
Pernah membaca novel atau nonton film detektif “Murder on The Orient Express” karya Agatha Christie? Kisah pembunuhan yang pelik bin rumit itu terjadi di kereta api zaman doeloe bernama Orient Express, yang menempuh jalur dari Istanbul (Turki) ke London (Inggris). Tokoh detektif rekaan Agatha Christie bernama Hercule Poirot, pria kecil dengan sel-sel kelabu di otaknya, dengan brilian mampu mengungkap misteri pembunuhan yang sepelik apa pun. Kereta api Orient Express memiliki kabin-kabin tertutup untuk penumpang, sehingga menjadi setting cerita yang sangat asyik menyembunyikan berbagai rahasia dan misteri sekian banyak tokoh yang terlibat. Di Indonesia, dulu ada kereta api Bima jurusan Surabaya – Jakarta yang juga memiliki kabin-kabin tertutup dengan tempat tidur seperti Orient Express.
Cover novel “Murder on The Orient Express” karya Agatha Christie yang diterbitkan tahun 1934
Lokomotif bermesin uap yang ada di Museum Kereta Api Ambarawa.
Setelah era kereta api dengan mesin uap, penemuan listrik oleh Michael Faraday mengawali era kereta api yang menggunakan mesin bertenaga listrik. Di Hindia Belanda, kereta rel listrik pertama kali dipergunakan untuk menghubungkan Batavia dengan Jatinegara pada tahun 1925. Pada waktu itu digunakan rangkaian sebanyak 2 kereta yang bisa disambung menjadi 4 kereta, buatan Werkspoor dan Heemaf Hengelo. Sekarang, Kereta Rel Listrik (KRL) terutama ditemukan di kawasan Jabotabek. PT Inka yang berlokasi di Madiun telah dapat membuat dua set kereta listrik yang disebut KRL-I Pranajaya pada tahun 2001, tetapi produksi kereta listrik ini tidak dilanjutkan karena tidak ekonomis. Bagi PT Kereta Api, tampaknya lebih ekonomis membeli KRL bekas dari Jepang.
Seiring dengan berkembangnya teknologi kelistrikan dan magnet yang semakin maju, dibuatlah kereta api magnet yang memiliki kecepatan sangat tinggi, dikenal sebagai kereta MagLev (MAGnetically LEVitated). Sesuai dengan namanya, prinsip kereta api ini adalah memanfaatkan gaya angkat magnetik pada relnya sehingga kereta terangkat sedikit ke atas. Gaya dorong dihasilkan oleh motor induksi. Kereta ini mampu melaju dengan kecepatan sampai 650 km/jam.
Kereta api Shinkansen di Jepang
Di Jepang, kereta super cepat ini diberi nama Shinkansen. Pengembangannya dimulai pada tahun 1956 dan jalur pertama dibuka pada 1 Oktober 1964 yang menghubungkan Tokyo – Osaka, bertepatan dengan Olimpiade Tokyo. Jalur ini mencapai sukses besar, dan telah melayani lebih dari 100 juta penumpang dalam kurun 3 tahun.
Di Eropa ada 2 negara yang mengembangkan kereta api MagLev, yaitu Perancis dan Jerman. Di Perancis kereta ini diberi nama TGV, jalur pertamanya dibuka pada 27 September 1981 menghubungkan Paris – Lyon. Adapun di Jerman kereta MagLev bernama ICE, jalur pertamanya dibuka pada tahun 1991menghubungkan kota Hamburg – Frankfurt – Munchen.
Kapankah Indonesia bisa memiliki kereta api supercepat seperti Shinkansen, TGV, dan ICE ? Rasanya masih jauh panggang dari api. Masyarakat kita belum siap untuk menerima kehadiran kereta canggih seperti itu. Bagaimana mungkin kereta MagLev beroperasi di Indonesia, jika bantaran rel masih dihuni penduduk yang tidak memiliki rumah, jika banyak rel dicuri untuk dijual, jika banyak lintasan kereta api dengan jalan raya belum dilengkapi dengan pintu lintasan dan sinyal yang memadai, dan jika PLN masih byar pet menyediakan suplai listrik?
Sudahlah, mari kita pelihara saja dengan sebaik-baiknya kereta-kereta bagus yang sekarang ada, serta meningkatkan kereta-kereta ekonomi yang masih memprihatinkan kondisinya. Mudah-mudahan Pemerintah memiliki good will untuk memperbaiki masalah perkeretaapian di Indonesia. Kita kan sudah punya PT Inka yang terbukti mampu membuat gerbong-gerbong bagus.
Naik kereta api, tut … tut … tut. Siapa hendak turut. Ke Bandung, Surabaya. Boleh lah semua ikut serta. Ayo kawan semua pergi. Keretaku tak berhenti lama.
Semua dari kita rasanya kenal lagu anak-anak di atas. Kereta api memang menjadi moda angkutan yang akrab bagi siapa saja, memiliki kisah legendaris dan nostalgik. Ingat lirik lagu “Sepasang Mata Bola” yang heroik-romantis itu?
Hampir malam di Yogya, ketika keretaku tiba. Remang-remang cuaca. Terkejut aku tiba-tiba. Dua mata memandang, seakan-akan dia berkata : lindungi aku pahlawan. Dari pada si angkara murka. Sepasang mata bola, dari balik jendela. Datang dari Jakarta, ‘nuju medan perwira. Kagumku melihatnya, sinar nan perwira rela. Hati telah terpikat, semoga kelak kita berjumpa pula …
Kereta api eksekutif Turangga yang berangkat dari Surabaya pukul 18.00 tiba di Yogya tepat pada pukul 23.00. Stasiun Tugu masih terjaga pada malam menjelang larut itu. Welcome to Jogjakarta ….
Sugeng rawuh wonten ing Ngayogjokarto Hadiningrat.
(Sumber : Wikipedia)
pertamax…!!! penggemar kereta api juga ya Bu. Saya pernah naek Turangga dari Jogja ke Bandung, karena kehabisan tiket Lodaya, kereta dateng dari Surabaya tepat jam 23.00. Memang bersih dan enak.. cuma kok jatah makan malem saya, nasi goreng plus telor ceplok dan krupuk sudah dingin.. dan lagian jam 11 malem kok dikasih makan malem, mending jatah makan dialihkan besok paginya saja.. lebih bermanfaat. Dan entah kenapa, saya kok tidak langsung diberi selimut ya… hingga saya harus berkali-kali meminta kepada bapak2 petugas yang lalu-lalang, bayangkan betapa dinginnya di gerbong ber-AC jam 11 malem..
Saya lebih suka naik kereta api dibanding pesawat, tapi kalau Jakarta- Surabaya memang capek sih, kecuali kalau lagi ga ada yang diburu. Bisa tidur nyenyak, kenyang…atau bisa baca sambil tiduran.
Kalau kereta apinya eksekutif nyaman kok…
Beruntung sekali jika masih bisa memilih kelas eksekutif atau bisnis.
Saat masih kuliah di Jakarta (sekitar tahun 1994-1996), karena ingin ngirit, pulang pergi Jakarta-Surabaya seringkali harus naik kereta ekonomi.
Kereta yang penuh sesak, panas, pengap dan bau. Penumpangnya rela berjejalan, duduk di lantai kereta bahkan di toilet yang baunya nggak terbayang lagi.
Kalau mau buang air kecil harus turun di stasiun dan harus melewati belasan orang yang sudah melintang di sana-sini.
Belum lagi jadwal kereta ekonomi yang harus ‘mengalah’. Bisa molor sampai beberapa jam.
Ternyata bait lagu ‘keretaku tak berhenti lama’ tidak berlaku lagi.
Walah pokoknya miris banget.
Keadaan kereta seperti itu masih ada sekarang. Entah kapan masyarakat bisa menikmati kelas eksekutif harga ekonomi.
Yang saya suka heran, kenapa ya kereta di sini goyangannya kencang banget? Kalau di luar kok bisa mulus? Masalah rel dan bantalannya ataukah masalah suspensi gerbong?
Salam Kenal, Mbak
Coba naik bima, deh, mas. Ntar asumsi mas akan berubah mengenai guncangan di indonesia
Dan, selain bima dan argo bromo anggrek yang paling tidak goyang(tidak gerak sama sekali malah), ekonomi dan bisnis baru baru ini pun juga guncangan sedikit. Karena dulu pegas primernya kurang perawatan
Weleh-weleh… bu tuti naik kereta bisnis dari bandung ke jakarta? top banget deh bu tuti. Pasti petualangan yang benar-benar tak terlupakan. Dulu jaman masih kerja di jakarta, demi menghemat ongkos, saya hampir tiap akhir pekan bolak-balik jakarta jogja, selalu dengan KA bisnis. Kadang malah hanya dapat tiket berdiri karena tiap akhir pekan tiket duduk sulit didapat. Tapi waktu itu, karena ada komunitasnya (penumpang berdirinya ya itu-itu saja, sampai pada kenal dan bikin kaos komunitas lhoh…), ya kita enjoy aja duduk sepanjang malam di lorong di antara kursi-kursi duduk. Emang pedagang asongan hilir-mudik tapi kita tetap bisa “angkler”, mungkin saking capeknya habis kerja seharian ya.. Semua saya jalani sampai sekitar tahun 2002-an. Saya kalau mengenang semua itu kadang geli sendiri, kok ya mau-maunya saya waktu itu. Tapi saya tidak pernah menyesal kok. Namanya aja mau irit, ya harus rekoso. Ya to?
Jeng Zahliy,
Setelah belasan tahun nggak naik kereta api, pengalaman kemarin naik tiga kereta (Turangga, Argo Gede, dan Lodaya) memang memberikan pengalaman baru bagi saya.
Tentang makan malam nasi goreng yang sudah dingin di Turangga, kayaknya dapur kereta memang tidak dilengkapi dengan penghangat makanan seperti di pesawat terbang. Untuk penumpang dari Surabaya, makan malam itu memang bermanfaat, tetapi untuk penumpang yang naik dari Yogya dan Solo, memang sudah telat ya.
Tentang selimut yang terlambat dibagi, yaah … mungkin Jeng Zahliy lagi apes, ketemu pegawai Turangga yang malas. Kalau dipikir-pikir, buat apa juga gerbong dikasih AC yang dingin banget, kalau akhirnya penumpang kedinginan dan harus dikasih selimut? Bukankah itu pemborosan ‘yang direncanakan’?
Mbak Enny,
Untuk jarak Jakarta – Bandung (3 jam) dan Surabaya – Yogya (5 jam), naik kereta (eksekutif) memang masih nyaman. Jarak Yogya – Jakarta (9 jam) juga masih ‘bisa dilakoni’, tapi untuk Jakarta – Surabaya (berapa jam?) rasanya saya pilih naik pesawat. Yogya – Jakarta saja saya masih pilih pesawat, apalagi dari rumah ke bandara cuma 30 menit.
Naik kereta eksekutif memang nyaman. Tapi naik kereta bisnis apalagi ekonomi, benar-benar melelahkan.
Irna,
Prihatin di jaman kuliah itu biasa. Banyak orang harus melewati tahap itu. Kalau masih kuliah sudah makmur sentosa, nanti semangat untuk fight malah kurang.
Tapi sekarang Irna sudah nggak prihatin lagi pastinya ya. Sudah nggak naik kereta ekonomi lagi kan? Pasti sudah ‘naik kelas’ ke kelas eksekutif, atau pindah ke pesawat.
Kapan bisa menikmati kereta eksekutif harga ekonomi? Waduuh …. nanti kalau saya jadi presiden …. hue he he …
Heryazwan,
Salam kenal juga ….
Kenapa kereta di sini goyangannya sangat keras? Saya ‘curiga’ karena suspensi gerbongnya. Soalnya, ketika naik Turangga dan Argo Gede saya merasa nyaman, tapi ketika naik Lodaya kelas bisnis, rasanya seperti naik kapal yang oleng-kemoleng. Padahal relnya kan sama.
Kalau ‘di luar’ kok bisa mulus? Ya iyalaah …. lha wong ‘di luar kereta’ ya jelas nggak terasa goyangannya … hehehe (*bercanda*).
Kalau di luar negeri, memang teknologinya lebih maju, baik sistem relnya maupun suspensi gerbongnya. Kalau kita naik kereta MagLev seperti Shikansen, TGV, atau ITC, goyangan hampir-hampir tidak ada. Lha wong keretanya melayang setinggi kira-kira 10 mm dari rel, jadi ya ndak goyang-goyang. Tapi malah nggak asyik ‘kali ya ….
Ida,
Saya naik kereta bisnis dari Bandung ke Yogya (8 jam). Waduh, capek banget, karena sandaran kursinya tegak, tidak bisa direbahkan. Tidak ada tumpuan kaki, jadi kaki menggantung terus. Puegeell …
Saya pernah dengar memang ada komunitas PJKA (Pulang Jum’at Kembali Ahad), itu … para pegawai yang setiap akhir pekan mudik ke Yogya. Konon, ada ketua kelompoknya segala. Dan mereka tidak pernah beli tiket, cukup bayar 20 ribu kepada kondektur. Lhaaa … penumpang-penumpang seperti inilah yang bikin PJKA (yang ini singkatan beneran : Perusahaan Jawatan Kereta Api) tekor dan nggak bisa merawat kereta-keretanya dengan baik. Tapi saya yakin Ida selalu beli tiket, iya kan?
Yang saya lihat di Amsterdam (dan kota-kota besar lainnya di Eropa), orang naik trem selalu membayar dengan kartu yang dimasukkan ke mesin, padahal tidak ada petugas yang mengawasi. Kalau mereka kebetulan kehabisan kartu, mereka akan mendatangi masinis (satu-satunya orang yang bekerja di trem), dan membayar dengan uang. Bagi mereka, naik kereta tanpa membayar adalah merendahkan diri sendiri. Nah, mental seperti ini yang kayaknya belum kita punyai.
Mbak, kereta dari jogaja ke jakarta sekarang 6 jam 58 menit. Bukan 9 jam.
Jakarta surabaya cuma 7-8jam
Intinya adalah bagaimana menikmati kehidupan, mencumbui kenyataan. Kalau mengeluh melulu tentu menyiksa diri. Naik kereta api tut tut … dengan hati berbinar. Itu dia.
review yang bagus tentang kereta api. pengalaman saya cukup menyenangkan naik kereta argowilis surabaya – bandung. semoga rutenya lebih banyak dan waktunya lebih cepat saja. 😀
Semoga perusahaan kereta api kita makin maju, dan juga rel keretanya makin panjang, dari Sabang sampai Merauke.
Bang EWA,
Absolutely right! Menikmati kehidupan, menerima apa yang ada (tapi bukan seperti Mayangsari lho, ‘menerima apa adanya’ Bambang Tri : ganteng, trilyurder … hehe … za izzallaaah).
Mengeluh memang tidak ada gunanya, tapi mengoreksi kesalahan yang ada pasti perlu. Apa lagi di zaman penyelenggaraan negara serba kacau seperti sekarang ini.
Bang Saut,
Ya, untuk kereta eksekutif memang sudah bagus. Kemarin waktu harga tiket pesawat sangat murah karena persaingan antar maskapai yang tidak sehat, selisih harga tiket kereta eksekutif dengan pesawat sedikit saja, sehingga banyak orang beralih ke pesawat. Tapi dengan harga tiket pesawat yang sangat mahal sekarang ini, naik kereta eksekutif menjadi pilihan yang bagus.
Bang Singal,
Setujuuu. Semoga juga para pencuri rel kereta segera jera, sinyal-sinyal lebih baik lagi, masinis lebih disiplin, penumpang tidak merusak gerbong, pegawai PJKA ditingkatkan kesejahteraannya, sehingga kecelakaan kereta dapat semakin ditekan.
Salam…
menarik cerita keretapinya. Saya juga punya pengalaman ber’keretapi’ dan pengalaman itu membuatkan saya tidak mahu naik keretapi lagi.
Ogos 2007, saya telah ke Rusia dan rencananya untuk ke Dagestan, wilayah bergolak bersebelahan dengan Chechnya. Malangnya lapangan terbang Dagestan tutup akibat perang. Pilihan yang ada hanyalah keretapi.
Terpaksalah saya menderita di dalam keretapi ini sepanjang 41 jam dari Moscow ke Dagestan. 41 jam pergi dan 41 jam untuk kembali ke Moscow. Bayangkan deritanya itu.
Lebih memeranjatkan bahawa apabila sampai semula di Moscow saya diberitahu bahawa keretapi ke dagestan baru sahaja diletupkan dalam satu serangan gerila.
Sumpah, saya sudah takut dan serik naik keretapi…
heheh.
syirfan
syirfan.wordpress.com
Salam, Cik Syirfan ….
Menarik membaca komentar Cik Syirfan (wah .. sebutan Cik ini bener nggak ya?) dalam bahasa Malaysia. Sedikit berbeda dengan bahasa Indonesia, tetapi konotasinya sama. Saya sempat mikir-mikir, Ogos itu apa, ternyata Agustus ya …. hehe …
Wah, seru ya pengalaman naik kereta di Rusia. Nggak terbayang naik kereta selama 41 jam. Keretanya kelas eksekutif atau kelas ekonomi ya? Kalau kelas ekonomi, memang derita panjang tu.
Saya pernah membaca, dulu di negara-negara sosialis/komunis lebar rel tidak sama dengan lebar rel di negara Eropa. Tujuannya, untuk mencegah kereta-kereta dari negara Barat masuk ke negara-negara soaialis itu. Entahlah, apakah memang benar demikian.
Kereta di Malaysia bagus-bagus kan, Cik?
salam…
sekadar makluman. cik digunakan untuk perempuan. Encik digunakan untuk lelaki. lantas saya sebenarnya encik syirfan. tapi itu terlalu formal. panggil saya syirfan sahaja.
keretapi di sana tidak ada sistem bisnes atau ekonomi. semuanya sama. Perlu kita ketahui bahawa sistem sosialis membawa masyarakat pada satu taraf sahaja. tiada beda. lantas keretapi pun tiada taraf. semua sama.
betul lebar relnya tidak sama. tetapi kini melalui sistem baru keretapi dari eropah boleh melalui negara sosialis melalui satu lingkaran baru yang panjang.
kalau sudi dan ingin mendapat pengalaman, naiklah keretapi ini dari barat ke timur Rusia. perjalananya dikatakan lebih dari 8 hari. sanggup?
keretapi di Malaysia biasa-biasa sahaja. tidak ada perjalanan yang panjang. marilah di malaysia…
Wahai, maafkan saya Encik Syirfan, eh ya … Syirfan saja, atas sebutan yang keliru.
Tentu menarik menjelajah Eropa Timur dengan naik kereta api. Tapi berkereta selama 8 hari? Alamak, habis lah badan saya kepayahan.
Saya sudah empat kali berkunjung ke Malaysia. Sudah ke Kualalumpur, berkunjung ke KL Tower, KLCC, Istana Sultan Abdul Samad, Central Market, Putra Jaya, dan banyak lagi. Juga sudah ke Malaka dan Johor.
Sila Syirfan berkunjung pula ke Indonesia ….
salam.
saya sudah beberapa kali ke Indonesia. Pernah meneroka Riau dalam kembara mencari “melayu” atas kehendak peribadi. Meneroka Padang dalam kembara mencari “tanggang / malin kundang” untuk satu siaran TV Malaysia. Meneroka Jogjakarta dalam kembara mencari “keris nusantara” untuk National Geographic. Akan ke Acheh penghujung Agustus untuk mencari “Zulkarnain” dan kepercayaan diantaranya.
Mba’ (harap gelarnya betul) banyak sudah kali rupanya mengembara seantero Nusantara. dicadangkan kalau ke Malaysia wajar ke negeri-negeri sebelah pantai timur. Berlainan ras budaya dan dielek. Mungkin lebih mengasyikan. Atau ke Negeri Sembilan sahaja untuk memahami budaya Minang yang mirip dengan minang di sana.
Yang paling penting, kalau ke Malaysia ingat bahawa ada seorang kenalan bernama syirfan di sini…
Salam,
Rupanya Bang Syirfan peminat budaya Melayu? Suami saya juga pemerhati budaya Melayu. Di Yogya kami punya Balai Pengkajian dan Pengembangan Budaya Melayu. Kami juga menyelenggarakan 4 portal berkaitan dengan dunia Melayu, ada di Blogroll saya.
Saya pernah juga ke Padang, tapi lebih banyak berkeliling di sekitar Bukittinggi. Ke Batusangkar, Pagaruyung. Disana banyak peninggalan sejarah dan budaya. Sayang sekali istana Pagaruyung terbakar dan belum dibangun kembali.
Wah, pernah ke Yogya untuk mencari keris nusantara? Keris apakah gerangan itu? Apakah keris Kyai Nogososro dan Sabukinten, atau Kyai Sengkelat? Keris-keris itu adanya di legenda budaya Jawa.
Saya belum pernah ke Aceh. Kepengin juga, sedang mempertimbangkan waktu yang tepat.
Insya Allah kalau ada rizki ke Malaysia lagi, saya pasti ingat teman yang berjuluk Syirfan. Saya sudah pernah ke Negeri Sembilan. yang belum adalah ke Sabah, Serawak. Ingin singgah di kota Kucing.
Ohya, Bang Syirfan reporter TV kah?
Salam dari Malaysia…
Mba’ , saya orang melayu lantas satu kewajiban saya untuk memahami susur galur Melayu dan falsafah yang terselindung diantaranya. Saya rasa orang melayu lain juga harus mencari teras budaya agar tidak sesat dihujung jalan nanti. Maklumlah senjata yang bernama “kemodenan” itu sangat rakus membunuh tradisi dan seni.
Selebihnya saya suka memerhati dan memahami latar sejarah sekitar dunia. Saya sangat terkilan pada kata-kata Jacques Derrida, seorang pemikir moden dan s jarawan moden menyatakan bahawa “there is nothing outside the text”. Bagi saya latar sejarah termasuk penulisan lama membawa budaya dan sejarah untuk kita fahami dan menterjemahnya pada zaman moden. Paling kurang, kita tidak boleh melakukan kesilapan berulang dari sejarah yang panjang.
Panjang pulak ulasan saya.
Ke Jogya, saya mencari keris-keris yang berkait rapat dengan budaya nusantara. Maklumlah budaya berkeris ini hanya wujud dalam budaya kita. Saya ke Candi Borobudur untuk mencari realiti bahawa keris pertama yang dijumpai di tapak candi tersebut boleh membuktikan bahawa keris telah ada dalam budaya di Indonesia lebih awal dari kedatangan agama Hindu. saya juga sempat bertemu dengan beberapa pengukir dan pembuat keris. Telah ke Desa Batak bertemu dengan bapak Harumbrodjo, seorang tukang keris yang hebat.
Ya, saya terlibat dalam penerbitan TV di Malaysia. Kerjaya inilah sebenarnya yang menghantar saya seantero dunia….
Ketemu lagi nanti…
Betul sekali Bang Syirfan.
Bukan hanya orang Melayu, tapi semua orang dari bangsa apapun harus memahami budaya leluhurnya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Lebih jauh, sebagai insan yang berakal-budi kita juga boleh menelisik mana-mana dari budaya itu yang luhur dan harus dikekalkan, mana-mana yang tak sesuai lagi dengan zaman dan boleh disesuaikan dengan keperluan kita sekarang.
Budaya bukanlah sesuatu yang statis, yang tidak boleh diubah, karena bukankah budaya adalah hasil ciptaan manusia yang mungkin juga mengandung kesilapan?
Bang Syirfan tentunya sudah meneroka dan menelisik perihal Hang Tuah? Kami ada naskah aslinya, yang sedang coba disalin dari bahasa Melayu ke dalam bahasa Indonesia. Hang Tuah sesungguhnya sejarah yang bercampur dengan legenda. Penulis naskah ini juga tak diketahui atau anonim.
Suami saya juga penyuka keris dan senjata tradisional, sebatas menyukai keindahannya, bukan unsur mistis dan magisnya. Tapi mungkin belum pernah bersua Bapak Harumbrodjo. Beberapa pembuat keris yang bagus ada di Imogiri, Kotagede, dan Solo.
Wah, beruntung Bang Syirfan bekerja di TV (RTM kah, atau TV3, atau TV yang lain?). Saya mahu juga berkeliling dunia menyusuri tempat-tempat yang indah dan bersejarah …
Salam…
Hang Tuah? Saya sangat berminat dengan watak ini. Buku mana yang ingin diterjemah? Hikayat Hang Tuah atau petikan dari buku Sejarah Melayu / Sulatus Salatin?
Tahukah Mba’ bahawa keris Taming Sari masih ada dalam simpanan istana negeri Perak? Saya pernah melihatnya sewaktu membuat penggambaran National Geographic tempohari. Sejauh mana kebenarannya sukar dipastikan. Namun setakat ini, itulah keris yang dikatakan keris Taming Sari milik Hang Tuah.
Saya berkerja di FM Production Sdn. Bhd yang merupakan anak syarikat kepada ASTRO, TV berbayar di Malaysia. Mba’ juga tidak kurang hebatnya berjalan serantau dunia memahami budaya. Moga terus sukses…
Salam,
Naskah Hang Tuah yang akan kami terbitkan itu bersumber dari buku yang diterbitkan oleh Balai Pustaka (Indonesia) tahun 1948, dirangkai dengan naskah yang berasal dari Malaysia. Masih membutuhkan editing yang cukup banyak, mengingat bahasanya agak rumit untuk dipahami orang Indonesia.
Informasi tentang keberadaan keris Taming Sari dari Bang Syirfan sungguh berharga. Suatu saat kami akan berusaha untuk melihat sendiri ke Istana Negeri Perak. Tentang keris yang berasal dari Majapahit (?) ini, orang Melayu dan orang Jawa pun berbeza pendapat. Orang Jawa mengatakan, inilah hebatnya orang Jawa, hingga pahlawan Melayu seperti Hang Tuah pun mengandalkan keris dari Jawa. Sementara itu orang Melayu mengatakan, peristiwa itu justru menunjukkan kehebatan orang Melayu, karena pemberian keris pusaka kepada Hang Tuah menyimbolkan pengakuan takluk orang Jawa pada orang Melayu. Mana yang benar, wallahu a’lam ….
Selamat menjelajah dunia, hasil liputanBang Syirfan tentu sangat bermanfaat bagi umat.
Salam dari Malaysia…
Menarik sungguh bila wujud hujah dan beda pendapat tentang Taming Sari. Namun sejujurnya saya berbangga dengan kepelbagaian andaian dan pendapat. Ini membuktikan bahawa sejarah itu sendiri punya beda persepsi.
Mari kita kembali sebentar dalam sejarah. Pembunuhan Hang Jebat oleh Hang Tuah adalah satu sejarah yang tidak ada yang berani menafikan. Namun siapa wira boleh dipertimbangkan berasaskan persepsi semasa.
Kalau di Malaysia, awal 80-an mereka mengganggap Hang Tuah adalah wira. Namun pada hujung 90-an, Hang Jebat dianggap wira berasaskan suasana politik yang menganggap siapa yang berjuang untuk rakyat adalah wira. bukankah wira itu sudah berbeda?
lantas, jika suatu masa nanti rakyat mula melihat seorang wira harus bijaksana, tentunya Bendahara Tun Perak akan dianggap wira. .. dan begitulah setrusnya selagi wujud persepsi. Mohonnya agar wira yang dianggat punya kewajaran yang boleh diterima pakai oleh budaya dan agama.
Kalau perlu bantuan tentang Hang Tuah, saya sedia menghulur tangan..
Salam Bang Syirfan,
Memang betul, sejarah adalah ramuan antara fakta dan subyektivitas penulisnya. Kebenaran menjadi sesuatu yang relatif, tergantung dari mana dan siapa yang melihat sejarah tersebut.
Mengenai Hang Jebat, sejauh yang saya baca, dia telah melakukan berbagai kemungkaran, laku tidak sopan dan tidak pantas, sehingga meresahkan kerajaan. Saya tidak tahu jika dia telah berjuang untuk rakyat. Apakah naskah yang saya baca berbeda dengan naskah yang ada di Malaysia?
Akan halnya Bendahara Tun Perak, saya agak lupa bagaimana perannya. Seingat saya, dia diperintah raja untuk membunuh Hang Tuah, tapi akhirnya hanya menyuruh Hang Tuah pergi mengasingkan diri. Benarkah demikian?
Sesungguhnya yang melaksanakan penerjemahan Hang Tuah ini adalah suami saya, saya sendiri hanya ikut membantusedikit. Tetapi dia sudah membaca pula tulisan-tulisan Bang Syirfan di blog saya, dan menyampaikan rasa terimakasih yang sangat besar atas uluran bantuan Bang Syirfan.
Salam…
Sepanjang minggu ini saya benar-benar tidur dengan Hikayat Hang Tuah. Sepanjang bicara kita tentang Hang Tuah, saya mula mengambil kembali buku yang rasanya sudah lebih setahun tidak disentuh. Kembali benar saya kepada zaman persekolahan….
Saya rasa kita sedang berdiskusi pada naskah yang berbeda tetapi cerita yang sama. Di Malaysia, ada sebuah karya besar yang ditulis Kassim Ahmad berjudul Hikayat Hang Tuah. Karya bermula dengan Sang Perta Dewa turun ke bumi dan bermain di Pulau Biram Dewa dan berakhir dengan Hang Tuah diangkat menjadi wali.
Satu lagi karya besar ialah Sejarah Melayu. Berkisar tentang sejarah ketuanan melayu dan ada satu bab bercerita tentang Hang Tuah.
Di Malaysia, jika pelajar mahu menguasai sastera, dua karya besar ini perlu dikuasai selain menguasai bandingan antara dua karya ini.
Hebatnya Hang Jebat di Malaysia kerana berani menyangggah kesultanan melayu. Memegang kuat kata-kata jebat – Raja alim raja disembah, raja zalim raja disanggah.
Bendahara Paduka Raja. simbol pemimpin yang berfikir luas dan bertindak wajar walaupun menafikan perintah raja. Dalam Hikayat hang Tuah, Bendahara dilihat sebagai orang yang bertanggungjawab membawa Melaka sangat besar di mata dunia.
Moga semua usaha diberkati. Saya sedia menghulur bantuan jika perlu. Salam untuk semua dari Malaysia.
syirfan.wordpress.com
Salam,
Mohon dimaafkan Bang Syirfan, saya lambat sangat membalas komentar Bang Syirfan. Karena tersusul oleh komentar-komentar lain, komentar Bang Syirfan hilang dari layar, dan saya terlewat membacanya.
Wah, seminggu tidur dengan hikayat Hang Tuah? Bukannya Bang Syirfan sedang berada di Yaman mencari Zulkarnain? Apakah buku hikayat tersebut memang dibawa serta mengembara ke penjuru dunia?
Menarik mengetahui bahwa ada dua hikayat Hang Tuah yang berbeda, yaitu versi Indonesia dan versi Malaysia. Akan menjadi kajian yang berharga jika kedua naskah ini bisa diperbandingkan. Tentu kami sangat berterimakasih jika bisa mendapatkan naskah versi Malaysia tersebut. Nantilah, jika Bang Syirfan sudah kembali ke Malaysia, dan jika ada cara yang memungkinkan, kami ingin mendapatkan copy buku hikayat Hang Tuah versi Malaysia.
Mudah-mudahan pengembaraan ke berbagai penjuru dunia untuk menguak sejarah masa lalu akan mendapatkan kejayaan.
salam kenal ya Bu.. saya ajak Ibu bergabung aja di IRPS jogjakarta.. Ibu bisa sharing dengan teman-teman sesama pecinta KA.. trims. (Fs : my_argowilis@yahoo.com)
Tuti :
Terimakasih atas undangannya yang simpatik. Kalau boleh tanya, ini atas nama Bapak/Ibu/Mas/Mbak siapa ya? Terimakasih
hm, mau naik kereta api dari bandung ke yogya. enaknya naik kereta apa ya ? yang deket2 jam 12 siang gitu.sekitar jam 2 siang, biar pas check out hotel.
Tuti :
Hallooo …. ada yang memiliki jasa agen tiket kereta api? 🙂 🙂
Naik kereta kok gludag gludug karena setian rangkain gerbong mempunya bogie yang berbeda.
KA Eksekutif bogienya lebih alus dalam goncangan dan perlu diketahui KA eksekutif seperti Argo Angrek Jakarta – Surabaya lain sama Argo Lawu bogienya juga lain karena disesuaikan dengan jalur lintasannya.
Kalo KA bisnis ma KA Ekonomi masih tersa goncangannya karena jendla ataupun pintur border ngak pernah di tutup lain ma ekskutif yang tertutp rapat
maaf kalo masih kurang dan keliru
Sejak SMU s.d. sekarang, naik KA merupakan pilhan moda transportasi favorit saya..pulang-pergi Ciamis-Surabaya merupakan hal yang sulit dilupakan untuk dikenang. Meskipun naik KA Pasundan ekonomi yang fasilitasnya jauh dari kata memuaskan, namun banyak untungnya juga naik KA.diantaranya harga tiket yang sangat terjangkau,mayoritas tidak memusingkan kalau naik KA, dan dapat melihat panorama alam yang indah dari dalam KA…Kelemahannya???para pengguna KA merasakan sendiri kan? MAJU TERUS PERKERETA APIAN INDONESIA!!!!
Tuti :
Kereta api memang moda transportasi paling populer, dari kelas ekonomi hingga kelas eksekutif. Yang menyedihkan, masih banyak orang-orang tidak bertanggungjawab yang suka merusak bahkan mencuri peralatan kereta api, termasuk rel-relnya. Padahal pencurian ini sangat berbahaya bagi keselamatan kereta dan penumpang.
Manajemen PT KAI juga perlu ditingkatkan, agar pelayanan semakin optimal.
Sebenernya naik kereta sekali-seklai juga asyik yach mbak 🙂 🙂 🙂 Jadi ingin lagu waktu kita kecil doeloe…naik kereta api tut..tut…tut…blablabla….
See you mbak Tuti 🙂
best regard,
Bintang
Tuti :
Iya Mbak, naik kereta api eksekutif memang cukup nyaman, apalagi untuk jarak yang tidak terlalu jauh, misalnya Yogya Surabaya. Tapi kalau Surabaya – Jakarta, weeww … teteup lumayan capeknya 😀
Untuk kereta kelas ekonomi, aduh … masih kurang nyaman kayaknya 😦
salam hangat,
kapan yah kerata api di indonesia berubah seperti MRT di luar. atau kereta api super cepat..
hmm.. banyak sekali kecelakaan kereta api akhir2x ini.. di koran baru tadi malam ada kereta api ambruk di jalan..
bagaimana tuh…
regards,
http://www.arenabetting.com
Kami satu-satunya agent bola yang dipercaya dengan reputasi tinggi.
Pencarian Anda Berakhir Disini.Join http://www.arenabetting.com! 100% Terpercaya
Tuti :
Perkeretaapian di Indonesia memang masih jauh dari memadai, terutama untuk kereta-kereta kelas ekonomi. Memang PJKA tidak diharapkan untuk menjadi perusahaan yang menghasilkan untung, karena tugasnya adalah memberikan pelayanan publik. Tetapi kalau tidak ada subsidi yang cukup dari pemerintah, akhirnya pelayanan menurun, tidak ada biaya pemeliharaan untuk kereta sehingga kondisi kereta memprihatinkan …
MRT? Wah, masih jauh …
Pada tahun 1977 sy diajak bapak dari kampung pergi ke pinggir rel tempat kereta api lewat, dan bapak memperkenalkan dgn yang namanya sepur alias kereta api. hingga saat ini setiap sy naik kereta api sy selalu terkenang kejadian thn 1977. Sekarang setiap naik kereta api yg terbayang malah hanya kekejaman para penjajah yg mempekerjakan para pribumi untuk di jadikan Romusha atau Rodi. tapi sy jg tidak yakin kalau tidak ada penjajah, indonesia sudah punya kereta api lengkap seperti sekarang ini.
Tuti :
Masa Romusha dan Rodi itu sudah lama berlalu, jadi kayaknya lebih baik mengganti bayangan buruk itu dengan bayangan kemajuan kereta api di masa depan. Begitu bukan? 🙂
Naik Kerata Api tut… tut… Siapa hendak ikut.. Ke Bandung Surabaya…. Sepenggal bait lagu ini kyknya dinyanyikan di Jogja, krn geografis Joga ditengah, kl ke timur Sby ke brt Bndng. kl ingin th bayangan kemajuan Perkereta Apian Indonesia skrng dan masa yg akan datang, mohon Mbakyu Tuti jgn menyanyikan lagu ini pd anak2.
Tuti :
Lho, kok nggak boleh kenapa? (*bingung.com*)
Coba cermati lagu tersebut dgn seksama. Dlm lagu tersebut hanya ada ajakan naik Kereta Api dan tidak disebutkan kalau naik Kereta Api itu harus membayar alias beli tiket. Dulu Mbakyu anggota PJKA ya? ( Pulang Jum’at Kembali Ahad ). Jadi lagu tersebut sudah tidak relevan lagi karena isinya tidak mendidik. Coba Mbakyu pikirkan untuk menciptakan lagu yang lebih mendidik, agar anak kita lebih bisa memaknai dan menjadikan pedoman yg lebih baik di masa yg akan datang. bgm Mbakyu?
Tuti :
Ooo … itu to. Sebenarnya, lagu itu bukan ngajak anak-anak naik kereta api nggak bayar. Sebagai anak-anak, kan mereka diajak oleh orang yang lebih dewasa (nggak mungkin kan anak-anak naik sendiri), jadi yang membayar adalah bapak, ibu, guru, kakak, om, tante, pakde, bude, yangkung, yangti, atau yang lain … 🙂
parahnya kl yg ngajak itu temen yg tdk byr…….. Mbakyu dulu anggota PJKA ya…….
Tuti :
PJKA = Perempuan Jawa Keturunan Ambon? Wah, bukan …. 😀
Pulang Ju,mat Kembali Ahad, mksdny srng Long Weekend bgt…..
Tuti :
Hehe … nggak.
Btw, kok komennya di posting ini terus sih Mas? Nggak tertarik baca posting-posting saya yang lain? Bagus-bagus juga lho! 😀
[…] baca pengalaman saya yang lain ketika naik kereta api? Silahkan klik di sini : Naik Kereta Api … Tut … Tut … Tut … […]
anak saya senang klo melihat gambar kereta api
Tuti :
Kalau bapaknya senang nggak ya … 🙂
jadi keingat neh ama naik kereta api jakarta yogya pake senja utama
trims.. mudah2xan posting ini bisa membantu anda dan sekaligus mempromosikan agen888.com ke teman2x sebetting.. di net.
Hadiuwh ceritanya sangat inspiratif,,,tapi sayang nya saya hanya pernah naik yang kelas ekonomi,,,,,kapan ya bisa naik tingkat,,,mohon doanya
yuk melihathttp://www.youtube.com/watch?v=SofnI39ibls kere api di malaysia…
Assalamu alaykum.. salam kenal dulu dari Nürnberg.
kebetulan cari2 ttg naik kereta ke Yogya dari Bandung, saya belum pernah pakai kereta untuk perjalanan jauh, kebetulan akhir bulan, inshaAllah akhir Mei mau ajak ibu jalan2, dan ndak mau naek pesawat, takut katanya..hehehe
Jadi pakai Argowilis lebih bagus yaa.. Danke..hatur nuhuun buat informasinya..
Kalau liburan di Yogya, silahkan menginap di home stay saya, Caty’s House. Dijamin nyaman …. *promosi* Beberapa posting saya tentang Caty’s House ada di blog ini, bisa ditengok 🙂
________________________________
nice article
By : Agen Bola, Agen Tangkas, & Agen Casino
ingin liat kereta api diruang bawah tanah, bagaimana ya itu,, pasti kecelakaan di indonesia agak berkurang,, mungkin keterbatasan biaya… Agen Bola Terpercaya
Malaysia cuma 160 km/jam? Saya serius. Itu kalah dengan loko CC 203 Milik Indonesia. Kecepatannya mencapai 170-185 km/jam. Saya tidak berbohong. Tapi, karena kondisi geografis indonesia serta infastruktur kereta yang dianaktirikan pemerintah, hanya dibatasi 130 km/jam