Sejak kapankah kegiatan kerukhanian mulai semarak di kampus-kampus di Indonesia?
Sepanjang pengetahuan saya, aktivitas keagamaan yang intens pertama kali muncul di ITB, yaitu di Masjid Salman. Di UGM, Jamaah Shalahudin melaksanakan berbagai kegiatannya di Gelanggang Mahasiswa Bulaksumur. Saya tak ingat persis tahun berapa aktivitas keagamaan yang digerakkan mahasiswa mulai muncul, yang jelas pada tahun 75-an sudah ada “Ramadhan in Campus” di UGM yang menyedot antusiasme bukan saja kalangan mahasiswa, tetapi juga masyarakat luas. Pada saat tarawih, jamaah memenuhi Gelanggang Mahasiswa, bahkan meluber sampai ke Boulevard. Berbagai acara seni dan budayapun digelar dengan menampilkan seniman-seniman kawakan seperti Bimbo, Emha Ainun Najib, Ebiet G. Ade, dan lain-lain.
Masjid Salman ITB (foto dipinjam dari sini)
Di Gelanggang Mahasiswa inilah aktivitas keagamaan di kampus UGM dimulai
Sebelum ada masjid kampus, jamaah tarawih seringkali meluber sampai ke boulevard
Beberapa waktu yang lalu saya nonton sebuah acara di Metroteve (maaf, saya lupa nama acara, waktu tayang dan narasumbernya … 😦 ), yang menguraikan sejarah kehidupan keagamaan di dunia pendidikan dan dunia kerja di Indonesia. Pada tahun 50-an, terbit surat keputusan bersama antara Menteri Pendidikan dan Menteri Agama untuk memadukan pendidikan umum dan pendidikan agama di sekolah-sekolah. Sekolah-sekolah umum harus memberikan pelajaran agama, dan sebaliknya sekolah-sekolah agama harus memberikan pelajaran umum. Ketentuan ini membuat keluarga-keluarga muslim taat yang semula memilih memasukkan anak-anak mereka ke pesantren, bersedia menyekolahkan anak-anak ke sekolah umum. Maka, anak-anak yang berasal dari keluarga santri dengan basic pendidikan agama yang kuat ini mulai mewarnai kehidupan di sekolah umum.
Sekitar 20 tahun kemudian, yaitu tahun 70-an, anak-anak ini sudah menjadi mahasiswa. Mereka inilah yang mempelopori kegiatan keagamaan di kampus mereka. Selanjutnya, diperlukan waktu sekitar 20 tahun lagi bagi para mantan aktivis mahasiswa ini untuk menduduki posisi mapan di dunia kerja, yaitu sekitar tahun 90-an. Pada saat itu, mereka sudah berada pada posisi yang memiliki kewenangan untuk menentukan kebijakan. Dengan posisi dan kewenangan tersebut, mereka menciptakan ruang dan menghidupkan kegiatan religius di lingkungan kerja mereka.
Kini, aktivitas keagamaan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kampus. Banyak kampus yang sudah mendirikan masjid sebagai pusat kegiatan keagamaan, bukan saja di kampus yang memiliki ideologi keislaman, tetapi juga di kampus non-agama.
MASJID KAMPUS UGM
Tidak sebagaimana masjid-masjid pada umumnya, masjid kampus UGM tidak memiliki nama. Namanya ya “Masjid Kampus” … 🙂
Maskam UGM mulai dibangun pada 21 Mei 1998. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Prof. Dr. Sukanto Reksohadiprojo, rektor UGM pada saat itu. Dengan dana awal hanya 60 juta rupiah, Maskam UGM akhirnya diselesaikan dengan biaya sebesar 9,5 milyar! Sumbangan para donatur yang sedemikian besar membuat Maskam UGM terwujud menjadi masjid kampus yang indah dan megah. Masjid ini dipakai pertama kali pada 4 Desember 1999, 5 hari menjelang 1 Ramadhan 1420 H.
Gerbang masjid berupa lengkung setinggi 12 meter
Tampak depan Masjid Kampus UGM, dengan kolam dan air mancur
Arsitektur Maskam UGM merupakan perpaduan gaya Masjid Nabawi di Madinah, budaya China, India, dan Jawa. Pengaruh Masjid Nabawi tampak pada lengkungan-lengkungan di bangunan utama. Ide memasukkan corak Tionghoa muncul mengingat lahan yang dipakai untuk mendirikan masjid ini semula adalah kuburan Cina. Sentuhan chinesse itu terlihat pada pemilihan warna merah dan kuning emas yang merupakan warna khas budaya Tionghoa. Dari India, diadopsi konsep Taj Mahal yang menghadirkan taman di sekeliling masjid, serta kolam dengan air mancur dan teratai di halaman depan. Adapun ciri khas Jawa diwujudkan pada atap/kubah masjid yang berbentuk limasan, bukan berbentuk dome sebagaimana umumnya masjid di tempat lain. Kubah limasan ini tingginya 32 meter dengan lebar 21 meter, dibuat dari bahan polycarbonat yang didatangkan dari Korea.
Bahan bangunan Maskam UGM merupakan bahan impor dan lokal kualitas terbaik. Tembok di sebelah kiri dan kanan pintu utama ditutup dengan keramik yang didatangkan dari Amerika dan India, sedangkan untuk tiang-tiang tengah dipergunakan keramik lokal. Keramik berwarna hijau diimpor dari Brazil, yang berwarna kecoklatan dari Korea, dan keramik warna merah diambil dari Batu (Malang, Jawa Timur). Ornamen dan aksesoris dari kuningan seluruhnya dibuat di Cepogo, Boyolali.
Beberapa tahun yang lalu lampu besar di tengah ruangan jatuh, tinggal lingkaran kuningan penggantungnya. Lampu berjumlah 32 buah, dengan berat 1 ton
Lengkung-lengkung plafon yang diadopsi dari Masjid Nabawi
Susunan keramik yang menarik pada tangga menuju tempat jamaah putri di lantai dua
Sisi utara masjid, tempat diletakkannya bedug yang sangat besar
Pada waktu sholat tarawih, jamaah selalu meluber hingga ke halaman. Sholat di halaman masjid memberikan kenyamanan tersendiri, karena semilir oleh angin yang sejuk, sekaligus bisa memandang bintang-bintang di langit (tentu saja kalau pas nggak hujan … ). Taman yang indah di sekeliling masjid ini seringkali menjadi lokasi pemotretan pengunjung masjid (yang narsis tentunya … 😀 ).
Jajaran pot sepanjang selasar di sisi utara masjid
Pilar putih ini menopang atap selasar di sebelah utara dan selatan masjid
Maskam UGM bukan saja menjadi pusat kegiatan keagamaan sivitas akademika UGM dan masyarakat sekitarnya, tetapi telah menjadi obyek kunjungan wisata yang menarik, dan lokasi pemotretan yang eksotis. Tidak ada ruang pertemuan yang bisa dipakai untuk melaksanakan resepsi pernikahan, tetapi halaman masjid yang luas dan indah bisa disulap menjadi lokasi garden party yang pasti mengesankan semua tamu. Jadi, siapa mau menikah di Maskam UGM?
MASJID ULIL ALBAB UII
Uraian tentang Masjid Ulil Albab Universitas Islam Indonesia berikut ditulis oleh sobat saya, Pak Wing, dosen Jurusan Arsitektur UII yang baru saja memperoleh Ph.D dari Australia. Beliau paham betul konsep desain arsitektur Masjid Ulil Albab, sehingga tulisan yang dikirim via e-mail ini saya kutip saja plek-ketiplek-duplek … 🙂 .
Yuk kita masuk sebentar ke ruang kuliah arsitektur … 🙂
Masjid Ulil Albab dirancang dan dibangun dalam kurun waktu kurang lebih tiga tahun (1996 – 1999). Masjid ini telah mengalami beberapa perbaikan (terutama bagian interiornya) beberapa tahun setelah masjid beroperasi. Perbaikan yang cukup signifikan dilakukan pada interior lantai dasar untuk menyempurnakan sistem akustiknya.
Atap berbentuk kubah bukan semata-mata ‘latah’ mengikuti bentuk atap masjid pada umumnya, namun merupakan respon terhadap keinginan untuk menjadikan masjid ini tampil menonjol di antara bangunan-bangunan lain di kampus UII dan sekitarnya, yang diekspos melalui pemilihan warna emas pada kubah. Keberadaan masjid dengan penampilan tersebut menguatkan eksistensi kampus terpadu UII sebagai pusat gravitasi urbanisasi di kawasan utara Yogyakarta.
Masjid Ulil Albab merupakan bangunan terdepan di kampus UII
Deretan lengkung pada bagian depan menegaskan karakter bangunan sebagai masjid
Lubang-lubang pencahayaan yang tersusun vertikal pada bagian belakang masjid menciptakan kesan kokoh dan tegar
Tegak menggapai langit, menggapai Yang Maha Kuasa
Dalam Masterplan UII 1995 – 2010, masjid ini awalnya dirancang sebagai bagian dari kesatuan antara tiga fungsi utama, yakni Perpustakaan, Masjid, dan Rektorat. Tetapi kemudian diputuskan untuk membangun masjid terlebih dahulu, karena pada waktu itu UII belum memiliki masjid. Masjid ini menjadi tempat ibadah dan muamalah, mewadahi pertemuan komunitas akademik UII dengan masyarakat. Oleh karena itu ruang-ruang di dalamnya tidak hanya menunjang fungsi utama masjid sebagai tempat sholat, tetapi juga tempat pertemuan yang terbuka untuk umum.
Sisi selatan masjid didominasi oleh panel-panel kaca untuk pencahayaan alami
Interior masjid dengan langit-langit dan kubah tinggi, menghadirkan suasana khidmat dalam beribadah
Ornamen plafon dengan pola geometris, sederhana namun menyejukkan
Taman hijau di halaman depan masjid
Posisi masjid merupakan perpaduan antara orientasi bangunan yang tegak lurus terhadap boulevard yang menghubungkan masjid dengan pintu gerbang kampus, dan sumbu yang mengarah ke kiblat. Sumbu ini menjadi pedoman dalam menentukan pola-pola ruang dan bangunan yang terletak di sebelah barat (di belakang) masjid. Dengan kata lain, masjid menjadi titik pertemuan dua sirkulasi yang mengatur pola ruang kampus terpadu UII.
MASJID KYAI HAJI AHMAD DAHLAN UMY
Masjid KHA Dahlan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta terletak di kampus terpadu UMY, di lingkar Ring Road Barat Yogyakarta. Masjid ini berada di tengah kompleks kampus yang luasnya sekitar 25 hektar. Semula masjid ini bernama Al ‘Itqon, tetapi kemudian diganti menjadi Masjid KHA Dahlan, mengambil nama pendiri Muhammadiyah yang lahir di Yogyakarta.
Arsitektur Masjid KHA Dahlan dirancang dengan gaya modern yang unik. Masjid ini tidak memiliki kubah dome, dan menaranya berupa konstruksi baja yang memberi kesan futuristik. Sebagaimana masjid di tempat lain, ornamen dan relief mengambil motif geometris. Ruangan utama untuk sholat terdapat di lantai dua, sementara lantai dasar berupa auditorium untuk melaksanakan upacara wisuda dan berbagai acara publik akademik.
Masjid KHA Dahlan menghadap ke arah timur, tepat pada poros boulevard di depan kampus
Selasar masuk ke masjid yang terletak di lantai dua
Sisi sebelah kanan masjid, dengan gaya arsitektur modern.
Lampu pada selasar dengan logo 1 Abad Muhammadiyah dan Muktamar Muhammadiyah ke-46
Kampus UMY menjadi lokasi utama Muktamar Muhammadiyah ke 46 yang bertepatan dengan peringatan 1 Abad berdirinya Muhammadiyah. Perhelatan akbar ini berlangsung pada bulan Juli 2010, dihadiri puluhan ribu anggota persyarikatan Muhammadiyah dari seluruh Indonesia. Kampus UMY yang indah, modern, dan sangat luas tak pelak lagi menjadi kebanggaan seluruh warga Muhammadiyah.
Sebagaimana dijumpai pada masjid-masjid baru yang dibangun sesudah dekade 80-an, di Masjid KHA Dahlan jamaah wanita ditempatkan di mezanin yang berhubungan dengan ruang utama masjid melalui vide. Penempatan jamaah wanita di mezanin sungguh ideal, karena memberikan privacy, terlindung dari ruang utama yang ditempati jamaah pria, namun masih memiliki kesatuan dengan mihrab yang menjadi tempat imam memimpin sholat.
Interior masjid dengan tiang-tiang penyangga lampu yang dihias dengan logo 1 Abad dan Muktamar Muhammadiyah
Jamaah wanita ditempatkan di mezanin yang terdapat di bagian belakang dan kanan-kiri ruang utama masjid
Mihrab di bagian depan ruang utama masjid
Sekelompok mahasiswi berdiskusi di sudut tangga masjid
Tempat berwudlu di bawah pepohonan
Seorang mahasiswa belajar di tepi danau buatan yang terletak di sebelah selatan masjid
Selain ketiga masjid kampus yang saya tampilkan di atas, pastinya di kampus-kampus lain pun sudah ada masjid, minimal mushola. Masjid Kampus UGM, Masjid Ulil Albab UII, dan Masjid KHA Dahlan UMY saya pilih karena ketiganya memiliki arsitektur dan struktur bangunan yang istimewa, dan telah menjadi pusat kegiatan keagamaan yang mapan. Itu adalah alasan obyektifnya. Adapun alasan subyektifnya, ketiga kampus ini adalah almamater yang telah memberikan bekal ilmu dan mengasah intelektualitas saya. Saya bersyukur dan bangga pernah menempuh pendidikan di ketiga universitas besar ini.
Akhirul kalam, jika umat Islam memiliki kebebasan menjalankan ibadah di kampus, tentunya kebebasan serupa harus diberikan pula kepada pemeluk agama lain. Persaudaraan harus dibangun tanpa diskriminasi, tanpa tekanan, dengan menghormati ‘batas wilayah’ masing-masing. Semoga.
Ps :
Masih dalam rangkaian safari masjid, saya juga menulis tentang tiga masjid di Surabaya, yaitu Masjid Al Akbar, Masjid Ampel, dan Masjid Cheng Ho di sini
# MasKam cukup megah, sepertinya arsitektur bangunan mengandung unsur Jawa dengan ciri khas atap limas..
hmmm…warna Cat terakota yang agak orange bikin sedap di pandang mata..
jajaran pot Bunga juga menambah asri suasana, Baguss..
itu kalo kejatuhan lampu seberat satu ton bakal jadi apa ya..? 🙂
# Masjid UII, fotonya bagus pencahayaannya pas..
yang motret juga canggih nih, bisa dapet langit yang biru gitu.. 😉
dari segi Arsitektur saya suka bagian belakangnya, kelihatan megah dan unik..
Bagian Kubah yang besar juga sangat Bagus, hebat deh arsiteknya..
# Masjid UMY, Wow..buesar sekali..
menaranya sangat unik hanya kerangka. tapi kok cuman satu ya, apa yang sebelah memang belum di bikin..?
btw yang di ulas kok Masjid Almamater Bu Tuti semua ya.. 🙄
Tuti :
(tumben, komen Ata gak pake titik-titik … 🙄 )
# Kalau kejatuhan lampu seberat 1 ton, nggak perlu dimakamkan, karenalangsung amblas ke dalam tanah … hiks! *ngeri*
# Untuk dapat foto landscape dengan langit biru gampang kok. Kuncinya : jangan motret di dalam ruangan yang tertutup …. 😀
Iya, aku juga suka arsitektur bagian belakang. Simpel tapi megah
# Sebenernya Masjid UII paling besar jika dibandingkan Masjid Kampus UGM maupun Masjid UMY. Nggak tahu juga tuh, kenapa menara Masjid UMY cuma di sebelah selatan aja. Tapi kebanyakan menara masjid memang cuma satu kan?
# Lha kebetulan masjid almamaterku yang paling bagus semua je … 😀
megah sekali ya? kayaknya yg di UI depok ngga semewah ini deh
EM
Tuti :
Iya Mbak, memang megah.
Saya malah belum pernah lihat masjid UI di Depok … 🙂
arsitektur bangunan mesjid nya bagus2 yaaaa…. 😀
Tuti :
Memang arsitektur masjid banyak yang bagus-bagus, terutama masjid-masjid besar. Kalau masjid kecil, banyak juga yang sederhana. Cuma, sesederhana apa pun, biasanya lebih bagus dari bangunan rumah penduduk yang ada di sekitarnya … 🙂
Mbak Tuti,
Saya pernah jalan-jalan ke Kampus UII di jalan Kaliurang plus melihat masjidnya…
Saat itu jika ada ospek, teriakan mahasiswa/i sering terdengar sampai kompleks Sendik BRI yang persis berada disebelahnya..sayang saat itu belum kenal mbak Tuti, juga belum sempat ngeblog….ngerti blog aja juga belum…hahaha
Kembali saya menikmati perjalanan mbak Tuti beserta foto-foto nya yang indah ini.
Tuti :
Iya Mbak, masjid UII adalah bangunan terdepan, bisa kelihatan dari Jalan Kaliurang.
Kalau sekarang, opspeknya nggak boleh pakai teriak-teriak lagi Mbak … 😀
Terimakasih sudah ikut jalan-jalan bersama saya … 🙂
Saya baru sekali melihat Foto Masjid Universitas Muhamadiyah ini …
Bagus sekali arsitekturnya ya Bu Tuti …
Keren banget …
Terima kasih informasinya Bu
Salam saya Bu Tuti
Tuti :
Memang arsitektur Masjid UMY cukup unik, Om. Terutama eksteriornya. Kalau interiornya, saya agak ‘terganggu’ dengan tiang-tiang beton yang menyangga lampu. Kayaknya kok menghalangi pandangan, meskipun ada juga fungsinya selain sebagai tiang lampu, yaitu sebagai tempat senderan waktu mendengarkan khotbah Jum’at … 😀
Salam saya juga Om …
salam hangat dari jogja.
masjid memang menawan untuk di pandang. tapi sebenarnya itu hanya sekedar kulit saja. yang penting isinya.
ibu, kejogja kok tidak bilang2.
Tuti :
Betul Pak, yang lebih penting dari sebuah masjid adalah syi’arnya, aktivitas jamaahnya, bukan keindahan fisiknya.
Lho Pak, saya ini tinggal di Yogya. Belum saya bilangin ya? 😀
Waktu kuliah semester 5, saya dapat tugas mendesain Pondok Pesantren.. jadi saya jungkir balik mencari ide gambar masjid yang keren (sesuai selera saya).. sayangnya waktu itu belum kenalan dengan bu Tuti, jadi saya ga dapet referensi ini..
Saat itu akhirnya saya terpesona dengan desain masjid Agung Batam, sekilas saya pernah tulis di sini : http://clararch02.blogspot.com/2010/04/keliling-batam-nagoya-hill-lucky-plaza.html ketika akhirnya berhasil juga datang mengunjunginya awal 2010 yang lalu
Dan di kota saya, Banjarmasin, juga ada banyak sekali masjid, dan ada 2 masjid bagus karena megah dan desainnya cukup menarik: Sabilal Muhtadin Banjarmasin dan Masjid Al-Karomah di Martapura..
Satu yang sampai sekarang belum kesampaian bagi saya itu, mengeksplor Masjid Istiqlal Jakarta desainnya F. Silaban, saya kurang tau, apa masjid itu terbuka untuk umum? Kabarnya di dalamnya sejuk sekali.. 🙂
Saya belum pernah pergi ke masjid2 yang diulas oleh bu Tuti ini, tapi saya selalu suka desain rumah ibadah yang dibuat indah dan megah.. artinya ada perhatian lebih terhadap pentingnya agama dalam masyarakat, dan itu suatu hal yang sangat positif..
Tuti :
Tugas Clara dulu mendesain pesantren atau masjid pesantren? Sebab kalau pesantren, mungkin desain arsitekturnya tidak terlalu rumit, tidak jauh berbeda dengan bangunan biasa. Kalau masjid, memang selalu dibuat dengan arsitektur yang indah.
Wow, Masjid Agung Batam? Nanti saya meluncur ke blog Clara deh, pengin lihat seperti apa desainnya … 🙂
Saya pernah ke Banjarmasin, tapi nggak sempat ke masjid-masjidnya … 😦 Soalnya waktu itu pergi dengan rombongan, jadi harus ngikuti jadwal yang sudah ditentukan rombongan, dan kebetulan masjid nggak termasuk obyek yang dikunjungi …
Masjid Istiqlal memang istimewa. Sirkulasi udaranya sangat bagus, sehingga masjid sejuk meskipun tanpa pendingin udara. Desainnya yang kokoh kekar juga beda dengan desain masjid pada umumnya, yang cenderung banyak mengeksplor bentuk lengkung.
Sama dengan masjid, gereja juga selalu dibuat dengan indah. Bahkan pada abad pertengahan, lukisan-lukisan paling indah di Eropa dibuat untuk menghias gereja, bukan?
Desain pesantren Bu..
Jadi ada satu komplek (judul kuliahnya peranc arsitektur masa banyak) Pondok Pesantren sekian hektar, lengkap dengan masjid, kantor pengelola, asrama, gedung makan, dan fasilitas pendukung lainnya..
Memang harus jungkir balik cari inspirasi desain masjid, kami sampai survei ke pondok pesantren dan belajar tentang fungsi2 ruang di dalamnya termasuk fungsi masjidnya.. akhirnya saya memang tidak pakai desain kubah konvensional masjid, karena resikonya dianggap tidak kreatif oleh dosen, kadang pengen sih majang karya2 kuliah dulu, tapi blum sempat bikin rendernya, karena finishingnya lama
Eh, setelah lulus dan kerja di konsultan, saya beberapa kali juga dapat tugas bikin masjid, hehe.. memang di Banjar pembangunan masjid terbilang cukup banyak, jadi kerjaan yang berhubungan dengan masjid selalu ada (untungnya di kampus dapet pengalaman tersebut, jadi ga kaget lagi)
Di Jakarta baru pertama kalinya saya bantu2 teman bikin gereja 🙂
Iya Bu, kan jaman dulu gereja di Eropa juga ikut campur urusan politik (kasarnya begitu), jadi perhatiannya cukup banyak.. harus bagus desainnya, kalo ga.. dapat hukuman?? 😀
Tuti :
Hebat lho, Clara mau mempelajari desain masjid, sampai ‘blusukan’ ke pesantren segala. Memang yang namanya ilmu itu universal, kan? Sama saja, saya juga suka memperhatikan keindahan arsitektur masjid. Waktu memotret Masjid Istiqlal, saya juga memotret Gereja Kathedral yang ada di seberang masjid. Cuma memang belum masuk sampai ke dalam. Bagi saya juga nggak masalah masuk ke gereja untuk melihat dan mempelajari keindahannya. Sama seperti saya masuk ke vihara dan klenteng. Meskipun tidak paham, saya menghormati semua yang ada di tempat-tempat ibadah itu.
Desain Vihara Watugong dan Kuil Sam Poo Kong itu juga bagus loh. Sudah pernah kesana belum Clara?
Wah, bagus sekali lho, kalau karya-karya Clara dulu bisa dimuat di blog. Kan jadinya bisa dinikmati orang banyak. Tapi mugkin tidak perlu terlalu detail ya, bisa-bisa ada yang nyuri ide Clara … hehehe …
Hari ini di dua blog aku lihat mesjid2 cantik yang entah kapan bisa aku kunjungi..
makasi sharingnya mbak cantik..
Tuti :
Masjid di manapun memang selalu cantik, Bundo. Semoga suatu saat Bundo akan bisa berkunjung ke semua masjid-masjid yang saya ulas 🙂
Terimakasih juga sudah berkunjung, Bundo … 🙂
percaya ndak Bunda, baru tahun 2010 ini saya menyambangi Maskam UGM buat nyari takjil 😀
Tuti :
Sekian lama di Yogya baru tahun 2010 ke Maskam UGM? *pingsan*
Ke Maskam UGM karena nyari takjil? *pingsan dua kali* 😀
bude…..
tuturmu ini lho,
menyobek hijab rinduku untuk bersujud disana,
setiap pulang kampung, masjid kampus bergantian dengan masjid tua Syuhada di Kota Baru, selalu menjadi target buruanku, setelah menyetor do’a di makam ibu dan bapakku.
Ingat ketika awal2 menjadi mahasiswa, bude sudah begitu religius, sementara aku dan teman2 masih berselimut kegelapan, PKI banget, dan masih ‘Kafir tapi tak sadar’… di Gelanggang Mahasiswa itu, hafalanku hanya Al Ikhlas dan Al Ashr itupun dengan model bacaan imam Jawa…hihihi
Terimakasih bude,
mudik nanti anak2 dan istriku akan kuajak ke masjid Lembah itu….Salam
Tuti :
Pak Plok, seperti biasa dirimu selalu sentimentil …
Masjid Kampus adalah tempat favoritku juga untuk tarawih, adapun Masjid Syuhada aku sangat jarang sujud di sana.
Hehehe … mosok sih aku sejak dulu religius? Kayaknya aku rada-rada Gerwani juga lho 😀
Bagus sekali, besok kalau mudik lebaran istri dan putra-putrimu memang seharusnya diperkenalkan dengan Masjid Kampus, karena masjid ini memang istimewa.
Salam untuk seluruh keluarga …
subhanallah,.. indah bgt,…
Tuti :
Ya, betul … rumah Allah memang selalu indah 🙂
Semoga kemegahan masjid-masjid tersebut semakinmendekatkan kita semua (terutama para mahasiswa) kepada Allah swt
Tuti :
Amin …
Sepanjang yang saya tahu, mahasiswa memang selalu aktif menjadi takmir masjid-masjid tersebut …
Wow…tulisan & foto2 nya membuat saya terkagum-kagum mbak. Hem sepertinya harus masuk agenda kunjungan kalau besok2 jalan2 ke Jogja lagi. Karena sepertinya lokasinya banyak yang pas untuk background foto saya nanti(hihihihi….dasar narsis…..hahaha)
Mumpung masih pagi saya segera meluncur ke masjid2 di surabaya…Den Ata…siap2 buka pintu, saya mau datang nich, hahaha…
Ok, mbak Tuti see you 🙂 🙂 🙂
Best regard,
Bintang
Tuti :
Wew … Mbak Linda mau ke masjid-masjid itu untuk futu-futu doang ya? Hihihi …. boleh juga kok. Dan nggak bakal ditarik biaya 😀
Rumah Ata nggak ada pintunya, jadi siapa pun bisa langsung masuk … 😀
salam hangat,
Salam, Bunda Tuti…
*memberanikan diri keluar dari balik pintu buat komen* 😀
Seperti biasa, foto-fotonya Bunda Tuti bagus-bagus, tajam dan ‘mengena’, sesuai isi tulisan yang sarat info…
*berandai-andai kapan postingan blog sendiri secanggih ini* hehe…
Btw, berhubung saya orang Bandung, paling sering masuk ke mesjid yang disinggung pertama 😀 Meskipun tidak semegah masjid yang lain, tapi makna keberadaan dengan segala aktivitas di dalamnya sangat berpengaruh pada geliat kegiatan-kegiatan Islami di kota Bandung.
Keren2 tulisannya, berguru di sini ah… ^_^
Tuti :
Salam juga, Mida 🙂
*habis keluar, pintunya ditutup lagi ya, ntar ada kucing masuk … :D*
Fotonya biasa aja kok, cuma diambil pake kamera saku. Asal mataharinya cerah, foto outdoor pasti bagus …
Wah, saya malah belum pernah masuk ke Masjid Salman. Tahun 2008 sempat jalan-jalan ke ITB, tapi nggak sempat masuk ke Salman. Padahal saya baca kegiatan mahasiswa di masjid ini sangat bagus.
Betul, dari Masjid Salman lahir banyak pemikir dan aktivis mahasiswa yang akhirnya menjadi pemimpin hebat … 🙂
Terimakasih Mida, kalau ada yang baik dari blog ini silahkan diambil (gratis), kalau ada yang kurang silahkan ditambahi (gratis juga lho … 😀 )
Ada satu lagi masjid kampus yang masih fresh dan tak kalah bagus arsitekturnya Bu Tuti, yaitu Masjid UIN Sunankalijaga. Masjid ini baru saja diresmikan pemakaiannya di awal Ramadhan kemarin. Secara keseluruhan memang belum selesai, tapi untuk ruang utamanya sudah bisa dipakai. Kayaknya Bu Tuti patut mengunjungi masjid itu dan mengambil gambarnya serta mengulas sisi arsitekturnya. Kalau saya, gak punya kapasitas untuk itu, hehehe… 🙂
Tuti :
Saya sudah ke Masjid UIN, sudah punya fotonya lengkap. Masjidnya memang baguuus, arsitekturnya juga unik. Terutama pada kubahnya yang berbentuk tumpukan kotak kaca (halah, istilahnya kok awam banget … 😀 ).
Sebenarnya kemarin saya mau nulis tentang 5 masjid kampus, termasuk masjid UIN dan UNY. Tapi saya belum punya data sama sekali tentang kedua masjid ini, lagipula tulisan tentang 3 masjid di atas sudah cukup panjang. Lain kali deh, saya tulis masjid UIN, kalau sudah punya informasi yang cukup.
sip deh… kalau gitu, kita tunggu postingan mengenai masjid ini…
sssttt.. ini rahasia lho ya… sebetulnya saya pernah kepikiran untuk menulis soal masjid-masjid kampus di jogja. soalnya, masjid2 tersebut benar-benar istimewa. tapi, ternyata keduluan sama bu tuti…. untung juga sih keduluan, sebab kalau saya nulis, pasti gak bakal selengkap ini, hehehe… 🙂
Tuti :
Posting mengenai Masjid UIN masih harus menunggu terkumpulnya data dan informasi yang cukup, dan moment yang tepat. Insya’allah besok ada saatnya, Uda.
Ohya, dari perempatan ringroad selatan di Jalan Bantul, kalau kita ke barat, di sebelah kanan jalan ada masjid baru berwarna putih yang bagus sekali. Arsitekturnya bener-bener cantik. Saya sudah motret, tapi belum tahu nama masjid ini. Kayaknya juga belum diresmikan, baru saja selesai pembangunannya. Kalau ada waktu luang Uda bisa tengok masjid ini. Nggak begitu jauh kok dari Kweni … 🙂
halo, ibu Tuti. Belakangan saya jadi silent reader TV, tapi posting Ibu kali ini bikin saya nggak tahan buat nggak komen.
Kebetulan saya juga berburu ilmu di Jogja, jadi saya pernah melihat wujud asli masjid2 yang megah2 diatas. Khusus Maskam UGM, saya sering mampir. Mulai dari Subuh sampai Isya’ udah pernah sholat di sana. Apalagi kalo pas bulan puasa seperti ini, Maskam UGM tempat favorit jelang buka puasa. Buka puasa dengan es pisjo beli di depan Maskam, lanjut Maghrib di Maskam.
Seneng saya bisa ketemu TV, bener2 kasih pengetahuan tambahan… 😀
Tuti :
Halo kepompong … eh, Winda 😀
Terimakasih sudah berkenan membaca tulisan-tulisan saya yang sederhana, dan sudah komen pula …
Yup, di sekitar Maskam UGM memang sangat asyik untuk ngabuburit menjelang buka puasa. Di masjid sendiri disediakan takjil, jadi kalau nggak beli makanan untuk buka, bisa buka di masjid aja. Pisjo memang jualan paling banyak ya? Heran juga saya, kenapa orang-orang Jawa pada ikut jual pisjo, yang aslinya dari Makassar. Kenapa nggak jual jenang gempol misalnya … hehehe … 😀
Alhamdulillah, semoga ada sesuatu yang bisa dipetik dari apa yang tersaji di TV 🙂
membaca postingan ini
seakan kembali muda 🙂
teringat nostalgia
Ramadhan di kampus
doeloe, sy dan teman2 termasuk
sering mendiskusikan pemikiran2
Cak Nur, Gus Dur, Amien Rais,
Bang Imad, Jalaluddin Rahmat….
kelima tokoh ini selalu menjadi
idola bagi mahasiswa dulu….
kalau sekarang, sejak tak mahasiswa lagi
lebih sering melewatkan waktu
tidur2an di masjid…..hmmmm 🙂
Tuti :
Kembali muda? Bukannya sekarang juga masih muda, Bang? 🙂
Memang pemikiran tokoh-tokoh yang Abang sebut itu menjadi sumber inspirasi dan penyemangat gerakan anak-anak muda di Indonesia ya Bang. Sekarang dua dari mereka sudah berpulang (Cak Nur dan Gus Dur), satu sudah menjadi politikus yang salah tingkah (AR). Nah … yang saya tidak tahu kabarnya adalah Bang Imad dan Jalaludin Rahmat. Semoga beliau berdua baik dan sehat …
Tidur-tiduran di masjid? Kalau pas puasa, dapat pahala juga ya Bang? 🙂
bude,
bang Imad juga sudah pulang ke rumah Allah, kebetulan saya sempat melayat, dan sekali ikut tahlil (salah satu putrinya dulu teman sekantor )
Kang Jalal, terakhir ikut seminar sufinya yang membuat kening saya berkerut dan sampai sekarang kerutannya belum kembali..hehehe (malah nambah, lha wong tambah tuwo)
Mudah2an reuni lebaran temen2 jadi ya bu…? buka dong milinglist jadul kita..
Tuti :
Oh, aku ikut berduka dengan telah berpulangnya Bang Imad. Semoga beliau mendapaykan tempat yang sebaik-baiknya di sisi Allah SWT. Amin.
Tentang kerut di kening yang nggak kunjung kembali itu, mungkin bisa disetrika di salon kegantengan (bukan salon kecantikan lho … hehehe … 😀 )
Insya’allah reuni akan kita laksanakan. aku sudah buka milis jadul kita juga. Ya’elaah … hari gini, masih kontak pake milis … 🙂 Eh, tapi mending ya, daripada dikumpulin di gardu ronda pake kentongan 😀
Nice Artikel, inspiring in my angle.
Have a nice day 🙂
Tuti :
Thanks …
Have a nice day for you too 🙂
kalo mesjid UGM sering mbokde
tapi yang UII dan UMY cuma numpang lewat doank
tp bener euy,..masjidnya keren2
ahh masjid dikampusku msh jauh dibanding massjid2 ini
apalagi yang IAIN
Tuti :
Nah, lain kali harus disempatkan mampir ke masjid UII dan masjid UMY, Daeng …
Eit, jangan salah … IAIN (sekarang namanya UIN) sudah punya masjid baru yang megah dan indah lho. Baru aja selesai dibangun. Aku sudah punya foto-fotonya, tapi belum punya informasi lengkap tentang data teknisnya.
Kampusmu dulu mana sih?
UPN VETERAN YOGYAKARTA
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
🙂
Tuti :
Oke … catat!
(emang buat apa ya dicatat? 😀 😀 )
Terimakasih Mbak Tuti, hari ini aku melihat dua blog yang menampilkan masjid yang indah2 , semuanya dgn arsitektur yang bagus bukan main.
Semoga saja masjid2 indah ini, selalu penuh dgn jamaah yang sibuk menggapai ridhoNYA,amin
salam
Tuti :
Terimakasih juga sudah membaca tulisan saya, Bunda.
Untuk Masjid Kampus UGM, memang sudah menjadi pusat kegiatan keagamaan mahasiswa, baik di bulan Ramadhan maupun di hari-hari biasa. Tapi untuk masjid UMY, karena letaknya di tengah kampus yang jauh dari pemukiman, memang tidak seramai Masjid Kampus UGM.
Kegiatan keagamaan sudah selayaknya ditumbuh-suburkan di lingkungan pendidikan agar para pendidik dan anak didik bukan saja berilmu tetapi juga mendapat bekal yang cukup memadai dibidang keagamaan.
Tentu akan apik jika seorang insinyur yang jago membuat design juga tampil memukau di mimbar menyampaikan khutbah yang jempolan.
Artikel dan ilustrasi masjid jan apik tenan.
salam hangat dari surabaya
Tuti :
Setuju, Pakde. Ilmu dan iman harus dikembangkan secara bersama, simultan, dan sinergis. Ilmuwan yang tidak memiliki basis agama akan kehilangan arah, dan agamawan yang tidak menguasai ilmu pengetahuan umum akan sulit menyelesaikan masalah2 praktis kehidupan.
Terimakasih untuk pujiannya, Pakde 🙂
salam hangat juga dari Yogya
weleh….weleh….weleh….. masjidnya bgs2 benar……….. ya selama kegiatan yang diadakan positif ga ada salahnya kan……………….budayakan islam
Tuti :
Insya’allah kegiatan yang diadakan di masjid selalu positif … 🙂
Wah postingan ini mbikin saya kangen Jogja lagi…
Jadi ingat selama puasa, masjid UGM selalu ramai.
Kalau siang ramai orang pada berdoa, menjelang maghrib pada ngabuburit dan cari makanan untuk buka, dan sehabis isya selalu ramai dengan orang yang pergi tarawih..:)
Sugeng siyam, Bu!
Tuti :
Kangennya ditabung dulu, Don. Akhir tahun besok mau pulang ke Yogya to? Nah, besok bisa dipuas-puaskan ‘mengunyah’ Yogya 😀
Wah, ternyata seorang Donny cukup akrab juga dengan kehidupan Ramadhan di Maskam UGM ya? Salut!
Terimakasih suportnya 🙂
Gileeee, serem ameut ada cerita lampu jatuh segala tante 😮
Masjid2nya bagus2 banget, salman jadi berasa “tertimpa”, hehehe..
Tapi yang penting dalamnya nyaman dan kondusif untuk beribadah 🙂
Di sini masih susah payah gerilya ngumpulin duit buat bikin masjid untuk menampung muslim2 berbagai bangsa. Idul fitri nanti sepertinya bakal menyewa aula di tengah kota yang biasa dipake buat wisudaan.
Aku setuju banget dengan paragraf terakhir (eh, kedua terakhir) dari tante tuti. Nice, tante.
Tuti :
Iya pen, padahal lampu itu buaguus sekali. Memang sangat besar dan berat, sehingga jatuh karena penggantungnya kurang kuat. Untung pada waktu jatuh tidak ada orang di bawahnya, sehingga tidak ada yang celaka …
Secara fisik Masjid Salman mungkin “tertimpa”, tetapi secara spiritual, Salman adalah pelopor paling awal dan memberikan inspirasi bagi banyak masjid kampus lain.
Ya, keponakanku yang bekerja di Yokohama juga masih kesulitan tempat beribadah. Kalau hari Jum’at, mereka Jum’atan berlima saja (satu kantor) dengan memakai ruang rapat, karena memang tidak banyak muslim di tempatnya bekerja.
Semoga Idul Fitri besok meriah ya di tempat Narpen. Nggak mudik nih? 🙂
Kok nggak diulas mesjid UIN Sunan Kalijaga juga, Bu? Ah, ibu sentimen, deh. Hi….hi…
Di saat Tuhan hadir di Kampus, justru hari-hari ini banyak berita tentang tokoh kampus Cambridge, Stephen Hawking yang tidak mengakui Tuhan sebagai pencipta alam semesta.
Tuti :
Tadinya masjid UIN mau diulas juga Bang, fotonya sudah lengkap, tapi saya belum punya data dan informasi tentang masjid yang baru saja selesai dibangun ini. Lain kali deh …. 🙂
Betul, saya juga terkesima membaca berita tentang Hawking itu. Tapi akhirnya hanya tersenyum saja, dan berdoa semoga suatu ketika nanti Tuhan membuka hati ilmuwan hebat itu …
Masjid Kampus UGM memang menarik ya Bu. Terus terang saya kagum melihat arsitekturnya. Masjid yg pernah saya masuki baru Istiqlal saja, dan dlmnya adem sekali
Tuti :
Betul Kris, dan sepanjang pengetahuan saya, Masjid Kampus UGM ini kegiatannya juga paling hidup. Jadi keindahan bangunannya seimbang dengan kehidupan kerukhaniannya …
Ya, Masjid Istiqlal memang hasil rancangan MF Silaban yang sangat bagus untuk wilayah tropis seperti Indonesia. Tanpa AC, tapi adem …
Fakta juga kalau petinggi negeri ini banyak dilahirkan dari aktifis masjid kampus. Speechless awak melihat keindahan arsitektur mesjid kampus ini. Tak terbayanglah olehku kalau mesjid seindah ini berada di kampungku, nun jauh di udik sana.
Tuti :
Mudah-mudahan petinggi negeri ini yang dilahirkan dari aktivis masjid kampus adalah petinggi-petinggi yang bisa menjadi teladan ya Bang, bukan petinggi-petinggi yang lupa pada rakyat …
Ukuran keindahan masjid tergantung pada keimanan jamaahnya, bukan keelokan bangunannya semata, bukan?
sugeng tepang mb tuti,sy lama berdiam di yogya skr hijrah di jkt,tag foto2 mesjid ciamik2.Mesjid,entah itu bertengger dilingkungan kampus,di perkantoran ataupun di perkampungan,seharusnya menjadi ‘jembatan ukhuwah’ untuk umat2 disekelilingnya,memberi manfaat yang banyak,yang tidak melulu kepada peribadatan.Jangan salah banyak aktifis2 mahasiswa bermula dari sini.
Ok,wassalam.
Tuti :
Sugeng tepang ugi, Mas Hari. Memang betul, sekarang ini banyak masjid yang dibangun dengan desain indah. Sebagian betul-betul menjadi pusat kegiatan umat, sebagian hanya dikunjungi umat pada saat-saat tertentu saja. Masjid kampus, pada umumnya memang menjadi pusat kegiatan mahasiswa untuk mengembangkan diri.
salam,
masih ada yang kurang. Masjid kampus UGM dan Masjid Kampus UMY arsiteknya sama yakni beliau dosen saya Bapak H. Ir. R. Wondoamiseno…
assalaamualakiukum w.w. salam kenal, mbak tut saya ijin donload beberapa gambarnya untuk mendukung tugas desain project saya, matur suwun ingkang katah. jazakallah khairo. aamiin