Rasanya saya tidaklah bodoh-bodoh amat (emang siapa bilang Amat bodoh? 🙂 ), tapi di kelas 1 SMP rapot saya kurang memuaskan. Nilai-nilai ulangan saya pas-pasan saja, terutama untuk mata pelajaran matematika (dulu namanya aljabar), dan mata pelajaran IPA yang banyak angka-angka. Padahal kalau mengerjakan soal dari buku, saya bisa menyelesaikannya dengan baik. Apa pasal? Karena … ya, karena saya sering salah membaca soal yang dituliskan guru di papan tulis. Angka 3 bisa saya baca 8, angka 5 jadi 6 … hiks 😦
Saya tahu penglihatan saya mulai kurang tajam sejak kelas 5 SD, dan saya tahu saya harus memakai kacamata untuk membaca jarak jauh. Ayah dan tiga kakak saya memakai kacamata sejak muda. Tapi jaman itu (djaman doeloe … ) anak kecil memakai kacamata sangatlah malu. Bisa menjadi bahan olok-olok. Maka saya keukeuh sumekeuh tidak bilang kepada siapa pun, bahwa saya kesulitan membaca tulisan di papan tulis pada jarak lebih dari 5 meter.
Foto di ijazah SD, belum berkacamata
Sampai suatu ketika di kelas 1 SMP, pada saat ulangan aljabar, saya benar-benar tidak bisa membaca soal yang dituliskan Bu Guru di papan tulis. Saya lalu membaca soal yang dituliskan teman di sebelah saya. Bu Guru rupanya melihat, dan langsung menyuruh saya keluar karena mengira saya menyontek. Semua teman melihat kepada saya dengan pandangan mencemoh. Saya malu sekali, sampai menangis. Ketika Bu Guru bertanya mengapa saya menyontek, saya bilang bahwa saya tidak menyontek, hanya menyalin soal saja karena saya tidak bisa membaca soal di papan tulis …
Peristiwa itulah yang membuat kebandelan saya tidak mau memakai kacamata runtuh. Saya menyerah. Sejak hari itu, kacamata tak pernah lepas bertengger di atas hidung saya, menjadi bagian tak terpisahkan dari wajah manis saya … 😀
Tiga foto dengan tiga kacamata berbeda. Foto kiri : ijazah SMP. Itu Tuti apa Toto ya? 😛 . Foto tengah : ijazah SMA. Kuyuus … 😦 . Foto kanan : ijazah S1. Lumayaaan … 😀
Seperti apa sih penglihatan orang yang menderita Myopia? Tentu tergantung pada berapa angka minusnya. Semakin banyak minusnya, semakin kabur. Pertama kali memakai kacamata, mata saya -1,5 diopter. Nah, ada orang yang minusnya sampai -17 diopter. Bisa dibayangkan setebal apa kacamatanya. Kayak botol kecap deh.
Sekarang, dengan mata minus 4,5 saya masih berani menyetir tanpa kacamata, karena semua benda masih bisa saya lihat. Tapi jika memandang orang dari jarak lebih dari 5 meter, saya tidak bisa membedakan apakah wajahnya setampan Edwin Lau atau seperti serem seperti Rahwana … 😉
Penglihatan mata myopia (kiri) dan mata normal (kanan). Foto dipinjam dari sini
Prevalensi (kemunculan) penderita myopia di dunia cukup besar. Orang Asia menduduki ranking teratas, disusul oleh orang Eropa, Amerika, dan yang terendah adalah Afrika. Di China, India, dan Malaysia (Tante Wiki tidak menyebutkan Indonesia … 🙂 ), lebih dari 41% orang dewasa menderita myopic sampai -1 diopter. Jika tingkat myopic diturunkan menjadi -0,5 diopter, prevalensinya menjadi 80%. Di China, 400 juta dari 1,3 milyar penduduknya menderita myopia. Tuh kan … saya punya banyak teman senasib … hihi (halah, seneng … 😀 ).
Myopia disebabkan bentuk bola mata lonjong (tidak bulat), sehingga sinar yang masuk ke mata tidak jatuh tepat di retina, tetapi di depan retina. Karena bayangan tidak jatuh tepat di retina, di mana syaraf-syaraf penglihatan berada, maka bayangan terlihat kabur. Untuk membantu agar bayangan jatuh tepat pada retina, di depan bola mata dipasang lensa yang diberi gagang dan dicantelkan di telinga, ya kacamata itulah …
Bola mata lonjong penderita myopa, dan pemakaian lensa di depan mata untuk membuat bayangan jatuh tepat pada retina (foto dipinjam dari sini )
Repotkah harus selalu memakai kacamata? Ya repotlah. Kalau naik mobil ber-AC, keluar dari mobil kacamata kadang berembun dan menjadi buram. Banyak jenis olah raga yang tidak bisa dilakukan dengan memakai kacamata. Kalau kehujanan, kacamata yang berlapis air juga merepotkan. Bagi wanita, pakai bulu mata palsu jadi susah, kalau nangis ngelap air mata juga susah … 😀 .
Untuk mengatasi kerepotan memakai kacamata, orang lalu menciptakan contact lens. Selain gaya (kelihatan seperti orang normal, gitu … ), lensa kontak juga bisa dibuat dalam berbagai warna : coklat, biru, hijau (ini mah kalau lihat uang … 😀 ). Tapi memakai lensa kontak ada risikonya, yaitu mata bisa iritasi.
Nah, sejak beberapa tahun terakhir ini mulai populer operasi Lasik (Laser-assisted In Situ Keratomileusis), yaitu operasi untuk mengubah bentuk kornea (lapisan jernih penutup depan bola mata) secara permanen dengan menggunakan sinar excimer laser. Lasik mulai dikembangkan dengan penemuan keratomileusis pada tahun 1950 oleh Jose Barraquer di Bogota, Columbia. Kemudian pada tahun 1970 Svyatoslav Fyodorov dari Uni Sovyet mengembangkan radial keratotomy. Kemajuan berlanjut dengan diaplikasikannya photorefractive keratotomy pada 1983 oleh Dr. Steven Trokel dari Columbia University, Amerika.
Selain myopia, kelainan refraksi mata seperti hipermetropia dan astigmatisma (silindris) dan presbyopia juga dapat dikoreksi dengan lasik. Wow … asyik kan? Tapi ngeri nggak ya, kalau mata kita dikurek-kurek dengan laser? 😦
Pelaksanaan operasi Lasik (foto dipinjam dari sini), kornea yang dibuka pada waktu operasi Lasik (foto dipinjam dari sini)
Saya tertarik untuk mengetahui lebih jauh soal lasik, apalagi ada teman bilang saya kelihatan lebih cantik tanpa kacamata (ya’ olooh, kok ya percaya gitu lho … 😀 ). Kebetulan di Yogya ada RS Mata Dr. Yap yang sudah membuka Jogja Lasik Center. Maka beberapa hari yang lalu saya uthuk-uthuk (eh, nggak ding, ngegleser … ) ke sana. Mbak bagian informasi sangat ramah, menjelaskan berbagai hal dengan semangat, dan memberi saya brosur tentang operasi Lasik. Nah, point terpenting akan saya bocorkan di sini …
Orang yang ingin menjalani lasik minimal harus berumur 18 tahun. Ini dimaksudkan agar kelainan refraksi matanya (minusnya) sudah stabil, karena kalau masih kanak-kanak, besar kemungkinan minus mata masih akan bertambah, sehingga operasi akan sia-sia. Bagi orang yang sudah berumur di atas 40 tahun, biasanya mata sudah mengalami hipermetropia (tidak bisa membaca dalam jarak dekat), maka operasi lasik bisa dilakukan dengan dua alternatif. Alternatif pertama, minus mata dihabiskan (dinolkan), dan untuk membaca jarak dekat memakai kacamata baca. Alternatif kedua, satu mata dihabiskan minusnya untuk melihat jarak jauh, dan mata yang satu lagi disisakan minusnya untuk membaca jarak dekat. Pada alternatif kedua tidak diperlukan kacamata baca, tetapi kalau membaca terlalu lama akan pusing karena mata yang bekerja hanya sebelah.
Beginilah sinar laser ngerjain mata kita … (foto dari sono)
Kedua alternatif di atas mengecewakan saya, soalnya saya pengin nggak pakai kacamata untuk melihat jauh maupun untuk membaca buku. Ternyata ada faktor U (umur, usia, uzur, uwalaaah … 😦 ) yang tak bisa diatasi oleh laser. Usia saya sudah di atas 40, sehingga saya mengalami myopia sekaligus hipermetropia. Untuk myopia, mata saya -4,5 diopter, dan hipermetropia +2 diopter. Kacamata saya adalah kacamata progresif, bagian atas -4,5 dan bagian bawah -2,5. Lho, kok yang bawah -2,5? Ya, karena -4,5 ditambah +2 (weleh … mata juga pake hitungan matematik 😀 ).
Ya sudahlah. Nampaknya saya harus menerima kenyataan bahwa kacamata sudah menjadi bagian dari diri saya. Lagipula lensa kacamata produk mutakhir sudah canggih : bisa ditipiskan, ringan, tidak memantulkan sinar, dan bisa berubah warna secara otomatis. Sepanjang yang saya tahu, lensa merk Essilor adalah yang terbagus (waduh, promosi nih … 😀 ). Framenya juga banyak pilihan : Gucci, Dior, Elle, YSL, Charriol, Rodenstock … dan banyak lainnya, tinggal ngintip isi kantong.
Waaw …. kacamata Ratu Elizabeth kereeen … 😀 (foto dipinjam dari sini). Bah! Tengkorak juga butuh kacamata? (foto dari situ)
Lusi dan Lucky, dua boneka saya, juga solider berkacamata 😀
Ngomong-ngomong, mahal nggak sih biaya operasi lasik? Yah, tergantung isi rekening kita pastinya. Kira-kira seharga sepeda motor baru, 15 jutaan. Coba uang 15 juta itu kita belikan anak sapi, mungkin bisa dapat 10 ekor. Kalau kita pelihara, 5 tahun kemudian jadi sapi dewasa yang masing-masing bisa laku 10 juta, maka uang kita akan menjadi 100 juta. Wow, bisa beli mobil kan? (bisa dapet sedan seken yang bagus loh … 🙂 ). Masalahnya, lha iniii … siapa yang akan ngangon sapi-sapi itu? Kalau saya mah, saya titipkan Ata saja … hihihi 😀
Yeah. Daripada sibuk berangan-angan punya sapi 10 ekor, mending uang 15 juta itu ditabung saja di bank. Siapa tahu dapet hadiah mobil be-em-we yang harganya sama dengan 100 ekor sapi! (dasar pemalas, menggantungkan nasib pada undian, huh … ! 😦 *jitak kepala*)
(Sumber : Wikipedia)
keren fotonya waktu make kacamata gede
Tuti :
Tengkiu … 🙂
(eh, yang keren kacamatanya atau orangnya? 🙄 )
..
# Nebeng pertamax.. 🙂
..
Yang keren fotonya..
Kalo orangnya kueren buangets..
Hi..hi..
..
Tuti :
…
Ini faktor U juga : Uwalaah …. nguber pertamax juga to? Hihi 😀
…
Apalagi yang komen, suangat uamat kuereen buangets sekalee …
…
kalau di sini mbak, anak usia TK sudah banyak yang berkacamata. Aku juga pernah ditegur sama dosen pembimbingku waktu dia tahu aku belum berkacamata (dia pikir aku pakai lenca kontak seperti kebanyakan mahasiswa.
Dia bilang, “Kamu kurang belajar!” hihihi.
(http://imelda.coutrier.com/2008/10/01/kacamata-dsb/)
aku baru tahu ada faktor uwalah di faktor U nih mbak…. untung yang uwalah aku nda punya hahaha.
Aku dulu selalu beli kacamata di Indonesia mbak, karena murah (tentu saja tidak bermerek), tapi akhir-akhir ini di Jepang sudah banyak kacamata murah juga. Bahkan dekat rumahku ada toko kacamata yg murah. Tapi….. sekarang aku tidak berkacamata lagi. Juga tidak berkontak lens. Mungkin karena sudah terbiasa ya.
EM
Tuti :
Ternyata kacamata jadi ukuran intensitas belajar ya Mbak? 😀 . Pakai kacamata fantasi saja kalau gitu, biar dikira mahasiswa rajin … hihi
Iya, saya sudah baca posting Mbak Imel tentang kacamata itu.
Uwalaah itu salah satu faktor U yang hanya dimiliki orang-orang narsis Mbak 😀
Kacamata tidak bermerk banyak yang bagus juga kok, asal pinter-pinter milih. Di pinggir jalan (kaki lima) malah banyak kacamata baca yang harganya cuma 10 ribu, sudah komplit lensa sama framenya. Tapi untuk lensa, yang bermerk bagus memang beda dengan yang ‘biasa’. Jadi kalau mau hemat, lensanya aja yang bagus, frame cari yang biasa. Lebih murah lagi kalau gak usah pake frame, jadi lensanya dipegang tangan … hihihi 😀 *capek deeeh …*
(Maaf) izin mengamankan KETIGAX dulu. Boleh, kan?!
Pembahasannya komplit banget, Mbak. Tapi saya lebih milih gak pakai kacamata. Soale saya sering lupa. Palingan kalau pakai kacamata, gak umur seminggu pasti sudah hilang, lupa naruhnya di mana. Hehehehe.
Btw, foto yang pakai kacama keren banget tuh, Mbak. Seandainya saja kacamata2 yang pernah dipakai itu masih ada dan dikoleksi.
Tuti ;
Kan kacamatanya bisa dikasih rantai Mas. Kalau pas nggak dipakai, dikalungkan di leher, gaya tuh … 😀
Wah … iya ya, coba kacamata-kacamata itu saya koleksi, sudah lebih dari 10 buah. Biasanya sih kalau ganti kacamata, yang lama dibuang saja (kadang juga sudah patah).
foto sewaktu SD, keliatan klo gadis kecil itu suka nangis.. kesel baca tulisan guru di papan tulis gak keliatan 😀
Tuti :
Yeeiy … Bundo 😦 . Gadis kecil itu memang wajahnya melankolis, bukan suka nangis … hiks hiks … 😥 (loh … katanya gak suka nangis? weks! 😛 )
Sesudah tahu kalau saya myopia, bu guru jadi sayang sama saya kok Bun, apalagi sesudah pakai kacamata nilai saya lebih bagus 😀
* Photo mbak Tuti waktu SD walaupun sudah beset2 pada back groundnya, tapi masih terlihat bagus dan original banget (pasti kalau “dilelang” akan sangat mahal, hehe…..).
* Terimakasih info tentang LASIK`nya, anak2 saya semuanya memakai kacamata sejak SD mbak, pertama kali ketahuan adalah saya curiga karena setiap melihat televisi selalu dalam jarak dekat….setelah di-cek ternyata sudah -2. Mahal juga biaya Lasik ya, padahal si bungsu pengen di-Lasik juga, krn sudah -6,5 mbak….sekarang baru 16 th.
* Pada perbandingan gambar, mata normal melihat gambaran dari MYOPIA ya sedikit buram….apalagi bagi mata yang minus melihat gambar itu kalau tanpa kacamata, mungkin cuma samar2 saja….
Tuti :
* Foto itu dibuat di studio foto paling legendaris di Yogya. Kameranya masih guedee, didorng pakai roda, terus fotografernya ngintip ke balik kamera sambil ditutupi kerudung kain hitam … 😀
* Untuk si Bungsu nggak apa-apa dilasik, tapi tunggu besok kalau sudah 18. Tanpa kacamata, minus 6,5 cukup mengganggu. Kan masih 2 tahun lagi, jadi bisa menabung mulai sekarang untuk biaya lasik … 🙂 . Mungkin juga 2 tahun lagi sudah lebih murah.
* Begitulah mata myopia, makin tinggi minusnya, makin kabur bayangan yang tertangkap oleh mata …
weh, bunda pernah dimarahi guru gara2 nyontek? Duh2..gk nyangka. *dipentung bunda*. Hehe….iya iya Bun, nyontek soalnya doang, bukan jawabannya. Hihi… 😛
Sy periksa mata karna setiap liat tulisan presentasi di layar, semua tulisan seperti dicoret di tengahnya, jd tdk bisa dibaca. Didadai org dr jauh mesti nunggu dia mendekat dulu baru membalas: hai Pak A, hai Bu B. Ntn berita di tv tdk bs baca running text atau judul berita atau nama tokoh yg diwawancara, pdhl tmn yg duduk dekat sy msh bs baca. Keseringan nanya, ngomel juga dianya: udah, km periksa mata aja sana! Doh, galaknya. Tapi meski digalaki, sy tetep males periksa mata, males kalo nti disuruh pake kacamata, takut tambah cantik *doeng! Ketularan narsisnya Bunda* :D. Tapi akhirnya sy nyerah juga, periksa juga, dan benar sj, sy disuruh pake kcmt.
Lha! Malah ndongeng…
Ttg Lasik, tnyta ttp mempertimbangkn faktor U to? Uang jg to Bun, hehe… Udah Bun, pake kacamata aja, bunda cantik dgn kacamata 😉
Tuti :
Aduh Titik … jelas aku nggak nyontek jawaban temanku dong, wong jawabanku sendiri lebih tepat *teuteup narsis* 😀
Dongeng Titik sama kok dengan pengalaman para myoper-myoper lain. Yang jadi masalah, kalau bales dadah orang nunggu jaraknya sudah deket, orangnya keburu cemberut dong, dikira kita somse … 😦
Memang harus milih Tik, tanpa kacamata ato punya sapi. Ternyata aku tetap berkacamata, dan gak punya sapi … hihihi …. Oh, sapi!
Yah, begitulah nasibku. Dasar cantik, pakai atau nggak pakai kacamata tetap aja cantik … (maap bikin mules … 😀 )
bales nyapanya dink, kalo dadahnya mah bisa langsung bales… 😀
gpp lah, somse=sombong sedikit…
hehehe….. 😀
Tuti :
Kalau orang tersebut dadah tanpa nyebut nama kita, musti ati-ati juga loh. Jangan-jangan dia dadahin orang di samping atau di belakang kita … hihihi
Itu namanya ramse = ramah sekaleee … atau gese = ge-er sekaleee … 😀
hahahaha….dan akhirnyaadalah….tetap berkacamata, hahaha….
Nggak apa2 mbak…pakai kacamata mbak Tuti tetap cantik kok, malah penampilannya tambah complete & keren hehehe….
Saya yg tidak berkacamata malah suka pakai kacamata (gaya) kalau pengen tampil beda, hihihihi….
Mbak sayangnya foto2 yang ditampilkan foto2 jadoel…coba kalau tampilan fotonya mbak tuti sdh sa’at ini yg lengkap dgn pose dgn berbagai jenis kacamata andalannya…dijamin mantap dah…hahaha…
Ata…mau dititipin sapi ? Hem….setuju mbak…kalau boleh saya juga mau ikutan nitip sama Ata anak sapi 10 ekor, wakakakak….. (aowoooooo Ata….boleh dong Den, hihihi…becanda.com)
Ok mbak Tuti selamat beraktivitas, menjelang libur akhir tahun 🙂
Best regard,
Bintang
Tuti :
Iya Mbak Linda, kacamata always and forever … 😀
Hwaaa …. kalau yang saya tampilkan foto-foto baru yang gaya, bisa-bisa saya diminta jadi model kecemete nanti … hihi.
Yuk … yuk, nitipin sapi ke Ata. Biar dia sibuk tiap hari ngasih makan, ngangon, dan mandiin 20 ekor sapi … wakaka!
Selamat mempersiapkan liburan akhir tahun juga Mbak. Kemana nih rencananya?
salam hangat 🙂 🙂
..
Saya sih lebih seneng dititipin uang aja mbak, repot kalo musti mandi’in sapi segitu banyak.. 😀
..
Tuti :
Mending mandiin yang bukan sapi ya Ta? Yang bukan berkaki empat, tapi berkaki dua tangan dua … hihihi … 😀
kacamata ternyata panjang juga sejarahnya ya Mbak Tuti.
ini yang aku suka dr tulisan Mbak Tuti, khas sekali bila menuliskan sesuatu , secara detail, lengkap dgn data pendukung, kami yg membacanya jadi ikut menambah ilmu, tanpa hrs repot ( hehehe….dasar pemalas, maunya , enaknya dowang) 😀 😀
keputusan akhir tetap pakai kacamata ya Mbak Tuti 🙂
toh, tetep keren, malah tambah manis dgn kacamata , apalagi didukung dgn pose2 narsis yg cantik2, makin okeh…….. aku suka 🙂
memang ”U” ini gak bisa dibohongin ya Mbak
( U nya kita kan sama , jadi aku tau atau sok tau…..heheheh… ) 😀 😀
salam
Tuti :
Iya Bunda Ly, kacamata itu sejarahnya panjang dan unik. Mungkin lain kali saya tulis lagi lebih lengkap, khusus tentang kacamata saja 🙂
Hehe … inilah yang membuat saya suka menulis, karena harus banyak belajar dan membaca dulu. Jadi setiap kali selesai membuat satu tulisan, tambah pula pengetahuan saya … 🙂 . Syukur-syukur bisa menambah pengetahuan teman-teman juga.
U-nya Bunda Ly beda dong : Uwalaaah …. Bunda Ly cantik, bijak, dan penuh kasih sayang 🙂 🙂 . Kalau saya U-nya : Uwalaaah … sudah sepuh kok masih suka narsis 😦
salam Bunda Ly 🙂
Hehehe, anis juga kena batunya pas SMP bun. Ceritanya mata anis sudah berair-air gitu tapi cuek aja. Suatu hari, guru matematika memutuskan ‘sedikit mengecek’ dengan menuliskan soal di papan tulis yang harus dijawab secara mencongak. Ndilalah hari itu anis duduk di kursi paling belakang bun ::tears:: cuma melihat keremangan di papan tulis jadinya 😀
Akibatnya pas disuruh njawab ya jadi salah deh–padahal bisa loh sebenernya bun, beneran ;)–dan nilai ulangan terakhir anis dipotong setengah, huwaaaa
Sejak itu anis pake kacamata, sampe sekarang waktu ngetik komentar di postnya bunda tentang kacamata ini 😀
Kalo sekarang anis malah heran aja bun kalo ada yang menolak pake kacamata walaupun matanya dah ‘tersiksa’ abis hanya karena malu. Gak zaman kali, kan sebaiknya merawat diri diutamain ya bun ya 🙂
NIce info soal Lasik-nya bun 🙂
Tuti :
Wah … ceritanya jaman sekolah dan ulangan aljabar (matematika) kok sama ya 😀 . Kayaknya ini perlu menjadi perhatian para guru. Kalau ada anak yang pintar tapi ulangannya jelek, jangan-jangan dia myopia … (eh, bukan bermaksud mengatakan aku dan Anis pinter loh … hoho 😀 )
Jaman sekarang anak pake kacamata bukan lagi aib, sama kayak orang pakai kawat gigi. Jaman dulu mana mau anak dan remaja pakai kawat gigi. Mualuu bangets. Lha sekarang malah jadi mode 😀
Syukurlah kalau info tentang Lasiknya berguna, Anis …
si andrew malah dari umur 4 udah pake kacamata bu.. karena silinder nya tinggi. 😀
kasian emang sih rasanya. tapi ya mau gimana lagi ya, abis emang matanya begitu… 🙂
biaya lasik sekarang tambah mahal ya. dulu pas kakak saya lasik th 96 masih murah. hehe. tapi dulu itu operasi lasik baru ada di indo. jadi awalnya sempet takut juga kalo sampe kenapa2. tapi akhirnya baik2 aja tuh. sampe sekarang dia jadi gak perlu pake kacamata lagi (kakak saya minus nya tinggi dan pake kacamata sejak SD juga).
Tuti :
Oh iya, Andrew pakai kacamata juga ya Man. Tapi dia masih kecil, belum bisa dilasik. Nunggu sampai dia umur 18 dulu. Tapi nggak tahu juga kalau di Amrik sudah ada teknologi yang lebih canggih, yang gak harus nunggu sampai orang berumur 18 baru boleh dilasik.
Kakak Arman sudah dilasik tahun 96? Wow, cepet banget ya merespon teknologi baru. Tapi heran juga kalau dulu biayanya malah lebih murah. Mungkin karena inflasi, krisis moneter global, dsb, yang bikin nilai rupiah jatuh, sehingga peralatan lasik jadi lebih mahal kalau dirupiahkan? Umur kakak Arman berapa sekarang? Seneng ya, bisa lepas sama sekali dari kacamata 🙂
Aku pake kacamata sejak SD kelas 5, Bu.
Sampe sekarang aku belum kepikiran buat me-lasik-kan mata karena bagiku aku lebih cocok berkacamata. Kalau nggak ntar dipanggilnya “Koh” 🙂
Tuti :
Berarti podo Don, aku sakjane kelas 5 SD yo wis kudu nganggo kocomoto … 🙂
Emang kalau berkacamata terus gak kayak ‘engkoh’ ya? Kalau kacamatanya item, ya iya sih, kan jadi nggak kelihatan sipitnya 😀
I tell you a secret ya Bu …
SD-SMP-SMA-Kuliah-awal kerja …
saya tidak ada keluhan mengenai mata …
saya tidak pakai kacamata …
lalu kok ujuk-ujuk mau pakai kacamata …
Motivasinya dulu sebetulnya pingin gaya … biar kelihatan dewasa … biar kelihatan smart gituh … sekalian mengkamuflase mata saya yang sipit … Hahahaha …
Akhirnya setelah kerja beberapa tahun pake kacamata jadi kebutuhan beneran tuh … seiring dengan bertambahnya usia …
Mengenai Lasik ?
Mmmmm … saya masih takut bu …
Saya masih comfortable dengan kacamata gagang seperti yang saya pakai ini … hehehe
salam saya
Tuti :
Terimakasih atas buka-bukaan secretnya Om 😀
Jadi ternyata sodara-sodara … ternyata Om Nh juga sangat peduli pada penampilan. Pengin kelihatan dewasa, tampak smart, dan nggak kelihatan sipit … yuhuii 😀 . Semuanya tercapai berkat beling bergagang itu ya Om? Asyeek …
Lasik nggak membahayakan kok Om. Risiko kegagalannya kecil, hanya sekitar 1% untuk komplikasi serius, dan 3-5% untuk silau pada malam hari dan mata kering. Tapi kalau Om masih merasa comfortable dengan kacamata, ya okeh aja (kan kelihatan lebih smart ya Om? 😀 )
salam saya juga Om
BTW …
Foto Ibu Tuti waktu SD … ?
Iiihhhhh Imut banget deh … !
Tuti :
Yuhuuuuiii ….. dipuji Om Nh ! 😀
*loncat-loncat, guling-guling, salto …. dan kecebur ember … 😦 *
*nebeng komen*
Saya mah kebalik, Om… ga mau pake kacamata… takut dikira pinter 😀
Tuti :
Ini yang narsis siapa, yang low profile siapa? Hihihi …
Wedew, foto Bunda pas masih SMP kok sangar ya? Klo pakai celana cutbray atau rok polkadot, klop lah itu gaya tahun 60-an. 😀
Saya pakai kacamata kelas 2 SMA Bunda. Awalnya ya takut kalo pakai kacamata. Jadi sering banyak minum jus wortel dan tomat. Namun akhirnya ya…kena miopi juga. 😦
Mungkin karena dulu sering main Playstation.
Sekarang saya kalau pakai kacamata cuma pas berpergian aja atau lihat tv. Kerja pakai komputer malah ndak pakai kacamata. Hehehe.
Sehat itu memang mahal ya Bunda. 15 juta untuk Lasik. Kalau operasi ganti bola mata pasti lebih mahal yah? wew…
Tuti :
Hahaha …. makanya aku tulis, itu Tuti apa Toto ya? Yang bikin sangar kecemete itemnya, dengan bingkai yang tebel buanget, plus rambut pendek tanpa poni 😀
Jus wortel dan tomat kayaknya nggak berpengaruh pada bentuk mata yang lonjong deh, Na. Kalau untuk kesehatan mata memang iya (jadi cemerlang, nggak rembes atau belekan 😀 ), tapi bukan untuk menghilangkan myopia.
Operasi ganti bola mata? Mang mau diganti apa? Bola bekel, atau bola pingpong? 😉
heheuu..
baru ngerti nih lasik tu buat apaan heheh
Tuti :
Hehehe …. apalin ya, besok ujian 😀
Menyelamatkan posisi ke sembilanbelax.
Lho, foto ijazah S1 boleh dengan pakaian bebas to? Seingat saya harus berpakaian putih. Kalau laki2 pakai dasi. Menyesal aku dulu kok nurut. Kalau nggak nurut kan bisa pakai baju yang lebih keren seperti punya bu Tuti.
Saya berkacamat kelas 3 SMA dengan minus kecil sekali -seperempat. Teman2 menyarankan ndak usah aja, toh kecil. Namun saya berpendapat akan sangat membantu pas duduk jauh dari papan tulis. Kacamata akhirnya cuma kalau ada pelajaran saja. Terkadang tetap dipakai, karena ben ketok luwih ca’em. He he he.
Keputusan saya rupanya berdampak baik pada masa perkuliahan. Kelas FE besar-besar, sehingga kalau duduk belakang akan mempengaruhi daya baca. Karena itu, saya jadi lebih nyaman berkacamata. Ketika perkuliahan selesai dan tinggal nulis skripsi, teman karib saya tidak sengaja menginjak kacamata saya dan hancur. Sejak saat itu ndak pernah lagi berkacamata. Lha kuliah di kelas sudah rampung. Baca buku kan dak perlu kacamata.
Sesekali saya cek mata dioptik ketika isteri ataupun anak saya lagi mau beli kacamata. Hasilnya tetap minus seperempat. Ketika kuliah S3, saya pede gak pakai kacamata karena kelasnya kecil. Namun, saya terkena batunya, umur 40an tanpa kacamata baca, alamat malapetaka di ujian. Baca soal menjadi tidak enak. Akhirnya saya menyerah dengan memakai kacamata plus1.5. Keputusan terlambat, semua ujian sudah selesai, nilai tidak maksimal.
Sekarang kacamata plus tidak boleh lepas dari pegangan. Apa-apa kalau baca harus berkacamata. Menyadari kalau saya sekarang sudah uzur.
Eh, waktu ketemu bu Tuti di Gelanggang, kacamatanya agak kecilan deh. Punya berapa kacamata waktu itu bu?
Tuti :
Ya’elah Pak, posisi buntut gitu masih perlu diamankan juga? 😮
Seingat saya dulu nggak ada aturan foto ijazah harus pake baju putih lho Pak. Malahan wisuda yang ada aturan bagi wisudawati, harus mengenakan blus putih, dasi kupu-kupu hitam, dan rok hitam. Saya tunduk dan patuh pada peraturan itu, dan ternyata …. pada waktu wisuda saya satu-satunya yang pake rok! Yang lain semua pakai kain, kebaya, konde, dandan kinyis-kinyis … hiks hiks hiks …. *nangis tersedu*
Waduh ….!! Waktu teman Pak Eko nginjak kacamata itu, nggak pas dipakai to Pak? Hihihi …. 😀 Kalau kacamatanya lagi dipakai Pak Eko, terus diinjak sampai hancur, saya berani taruhan Pak Eko bakal ngeluarin celurit … 😦
Tentang nilai tidak maksimal gara-gara ndak pake kacamata baca itu, bukan apologi ya Pak? Jangan-jangan karena memang kurang belajar gara-gara keasyikan nonton film silat … 😀
Sik sik …. kita pernah ketemu di Gelanggang ya Pak? Tahun berapa? Kok Pak Eko masih ingat aja kacamata saya seberapa gedenya? Wong saya aja nggak ingat lho. Saya ndak pernah punya kacamata lebih dari satu, hawong mahasiswa miskin je, dari mana bisa beli banyak kacamata?
Lho, katanya jaman itu panjengan punya penghasilan lumayan dari hasil menulis. Habis untuk beli buku dan peralatan kecantikan nih, tapi tidak kacamata. :p
Soal, kacamata sumber petaka nilai, ya bu. Memang cuma apologi. Sebenarnya memang sudah ketuaan sekolah. Memorizingnya jadi banyak tersendat. Ini apologi lagi. Sudah deh, emang gak patiyo pinter. Lulus pas-pasan. Itu masih lebih baik daripada lulus dengan predikat Cum Amore (lulus dengan belas kasihan).
Soal kacamata bu Tuti di Gelanggang, ya saya ingat betul kok. Lha ketemu dengan pengarang idola je. Kan jadi terkenang slalu. Yang ngajak ya teman saya yang menginjak kacamata saya.
Eh bu, ini ada sedikit rahasia. Saya kenal seorang dokter, biasa melakukan operasi Lasik. Suatu saat diminta menyunatkan anak sahabatnya. Ternyata ia pakai laser. Pertanyaan yang saya ndak mau tanya ke dia, apakah alat untuk sunat itu juga untuk lasik mata. Ha ha ha. Namun jangan khawatir bu. Dokternya tidak di Jogja.
Tuti :
Hahaha … iya ya, saya dulu sering dapat honor lumayan dari nulis, dapat beasiswa. Tapi kalau kacamata ya satu saja Pak, duitnya buat beli baju dan jajan … 😀
Lha Pak Eko sama saya rak yo podo wae to Pak. Sama-sama sekolah wis ketuwan. Otake wis butek, lelet, maunya santai dan haha-hihi saja. Cum Amore? Wah … lha di-amore saja saya sudah maturnuwun lho Pak. Melas ya? 😦
Iya, saya juga ingat kok Pak. Itu tadi cuma ‘sok’ saja. Biar kayak selebriti gitu … selebriti kurang terkenal alias ‘sekuter’ hak hak hak … 😀
Wah, itu dokternya jiaan nekad tenan. Sahabatnya yang minta anaknya disunat ya sama nekadnya. Hawong dokter spesialis mata kok disuruh nyunat ki gek kepiye? Nanti kalau salah rak blai …. 😦
Bunda pake kacamata atau nggak sama cantiknya koq… 😉
Masih takut lasik… takut sama biayanya, maksudnya… 😀
Saya cukup pake lensa kontak aja kalo siang, malem baru pake pantat botol lagi, hehehe…
Tuti :
Ah …. Mida terlalu memuji dirikyu … *tersipu malu dengan wajah merah jambu*
Ehm, itu pantat botol, pake celana nggak? Hihihi … 😀
Waktu SD aku malah pengen pake kacamata…kayanya gimanaaa..gitu. Tapi keinginan itu langsung terhapus saat SMP punya sahabat yg minus banyak dan sangat kerepotan dg kondisi berkacamata itu. Sayangnya lulus SMA harus pakai kacamata juga karena hobby baca sambil tiduran yg ga bisa hilang..he..he.. Walhasil sampe skg berkaca-mata (karena takut di pijat atau dilaser.. 😦 ) dan karena faktor U jugalah lensanya harus plus minus…
Tuti :
Myopia saya, selain karena faktor K (keturunan) juga karena dulu suka membaca sambil tiduran. Sejak dewasa, saya tidak pernah lagi membaca sambil tiduran, rasanya lebih nyaman sambil duduk, mata tidak lelah. Nah, tapi mata sudah terlanjur minus banyak, dan karena faktor U, sekarang tak pernah lepas dari kacamata … 🙂
Saya pernah menemani teman operasi Lasik di Dr. Yap Bu Tuti. Setiap detail prosesnya terekam dalam VCD. Lumayan lama prosesnya, lebih kurang satu jam. Agak ngeri juga melihat prosesnya itu di rekaman video. Setelah operasi, lebih kurang satu bulan, teman saya itu benar-benar terbebas dari kacamata.
Setelah tidak berkacamata lagi, teman saya itu merasa bebas, tapi kita yang melihat kok rasanya rada aneh dengan wajahnya. Barangkali karena sudah terbiasa melihatnya berkacamata, maka ketika dia tidak berkacamata, serasa ada yang hilang dari wajahnya… Ya iyalah… kacamatanya gak ada, hahaha…. 😀
Entah mungkin pandangan saya yang salah, tapi kok saya melihat orang yang sudah dioperasi Lasik, bola matanya rada sedikit menonjol keluar, termasuk teman saya itu.
Aih… saya rasa, Bu Tuti lebih pantes berkacamata kok…
Yang gak pantes tu, kalau Bu Tuti berkacamuka, hahaha… 😀
Tuti :
Wow … pengalaman yang langka ya Da, bisa melihat bagaimana operasi lasik itu dilaksanakan. Saya mendapatkan info, bahwa operasi memang akan direkam dengan video, sehingga tidak ada proses yang disembunyikan atau dirahasiakan. Semuanya bisa dicek, mungkin untuk bukti kalau terjadi sesuatu di kemudian hari.
Bola mata orang yang sudah dilasik lebih menonjol? Kalau menurut teknik yang saya baca (tapi cuma sepintas saja), kornea mata memang dibuka (seperti pada foto di atas), tapi kemudian ditutup kembali. Jadi mestinya akan pulih seperti semula. Saya tidak tahu apakah pada prakteknya memang begitu.
Berkacamuka? Ow-ow … seperti pake helm yang pakai kaca di depan itu ya? Tapi aman lho Da, nggak kena angin ataupun air. Nggak bisa dicakar atau dicolek juga. Cuma kalau mau makan atau minum susah ya … 😀
Ada-ada saja Uda ini …
wah wah bunda tuti keren bangeeet postingannya jadi aku nda perlu lagi nyari info tentang myopi masalahnya aku ini double myopi dan cylinder
Tuti :
halo Julia, ternyata sama-sama myoper to? 🙂
tertarik untuk lasik? Julia kan masih muda, jadi gak ada faktor U kayak aku … 😦
anakku dua2nya juga udah pakai kacamata sejak sd
si adek malah ngiri kok mamanya cuma pakai kacamata pas baca doang ….
Tuti :
Apakah ayahnya pakai kacamata juga, Mbak Monda? Mungkin putra-putri Mbak Monda pakai kacamata sejak SD karena faktor K (keturunan) 🙂 …
Mbak Tuti muda cakep banget ya…? Palagi yang gak pake kacamata. 🙂
Saya juga pake kacamata dari kelas 5 SD, Mbak. Sekarang udah -3,5 yang kanan -1,5 yang kiri. Kok bisa beda jauh ya?
Essilor emang keren, saya langganan pake ini (halah, promosi juga…), kalo frame suka gonta-ganti merk.
Tapi biarpun kacamatanya keren, tetap aja kita lebih cakep nggak pake kacamata ya, Mbak?
*merasacakepndiri*
Tuti :
Hyaahh!! Cakep apa? Foto di ijazah SMP yang sangar gitu dibilang cakep? Trus foto ijazah SMA yang culun? Kayaknya cakepan sekarang deh … hihihi *dilempar sandal*
Wah, ternyata kelas 5 SD itu usia ‘gawat’ ya, soalnya banyak yang mulai harus memakai kacamata di kelas 5 SD. Minus mata kanan dan kiri memang bisa saja beda, berarti lonjong matanya beda.
Dewi pelanggan Essilor juga? Wow, kita bikin club aja yuks … 😀 . Iya, untuk frame aku juga ganti-ganti merk, tergantung model yang lagi diingini.
Aku mah sudah mantap pakai kacamata aja. Nanti kalau tambah cakep tanpa kacamata malah repot, banyak yang jatuh cinta … *dilempar sandal lagi*
Bukan yang SMP, Mbak. Yang SD maksute…
Imuuuuttt…..lembuuttt…gitu!
Kalo yang SMP, saya nggak tega ngebilanginnya… 😀
Tuti :
Yang SMP nggak tega ngebilanginnya? Berarti … maksud Dewi foto saya SMP itu … *siapin tali*
Saya belum paham betul tentang apa sebenarnya Lasik itu, di sini akhirnya saya bisa mengerti. Trims lo Bu informasinya.
Jaman sekolah dulu siswa berkacamata biasanya identik dengan kepintaran dan kegemarannya membaca. Siswa berkacamata sering disebut kutu buku, padahal sebenarnya belum tentu 🙂
Tuti :
Lasik sekarang sudah semakin canggih, dan semakin aman. Risiko kegagalannya kecil sekali.
Iya juga, karena orang yang banyak membaca lensa matanya terlalu sering kontraksi untuk melihat obyek yang dekat, sehingga ketika harus melihat jauh menjadi kurang tajam, karena lensa mata sudah kurang elastis lagi …
..
Coba foto Bu Tuti yg tak memakai kacamata dipasang, jadi bisa ngebandingin..
Mungkin bakal ada yg komen, “wah, mata Bu Tuti lebih indah kalo gak ditutupin kacamata”
Hi..hi..
..
Btw, pas SMA Bu Tuti imut-imut.. 😀
Kok bisa kurus gitu sih Buk..?
..
Tuti :
…
Foto yang nggak pakai kacamata? Yang mana?
Tapi memang bener, mataku lebih indah kalau nggak ditutupin kacamata, ngelirik juga lebih tajam … *ampun, jangan diceburin ke kolam …* 😦
…
Pas SMA kurang makan, jadi kuyuus …
*padahal sebenernya lagi patah hati … hiks … 😦 *
Saya juga pengin terbebas pake kaca mata….rasanya capek, dan kalau lagi pusing, rasanya mata mau keluar.
Pernah mencoba pake contac lens, tapi ternyata malah pusing….
Saya minus 2 dan 2,5 serta sudah ada plusnya (1,5…. kalau untuk membaca, menjahit masih enak karena tak perlu kaca mata. Yang susah, nonton TV atau lihat jauh mesti pakai kacamata. Jadi saya suka beli kaca mata minus murahan untuk nonton TV supaya kalau ngantuk dan patah tak menyesal..maklum entah kenapa nonton TV suka jadi ngantuk.
Saya pakai kaca mata sejak punya anak….dan terus bertambah minusnya….payah deh. Dan juga punya kacamata yang bulat besar seperti gambar mbak Tuti di atas…saat itu rasanya gaya ya, padahal sekarang rasanya aneh karena model kaca mata kecil-kecil. Dan karena sudah plus minus, saya tetap aja nggak bisa menikmati kaca mata sesuai mode…..ya sudah, memang sudah “U”.
Tuti :
Kalau lagi pusing rasanya mata mau keluar? Hah? Keluar kemana Mbak? Jalan-jalan cari angin? Hihihi … 😀
Minus mata Mbak Enny 2 dan 2,5 dan plusnya 1,5? Ya pantaslah kalau masih bisa membaca dan menjahit tanpa kacamata. Saya juga sebenarnya masih bisa membaca (dekat) tanpa kacamata, hanya jaraknya agak dekat, sekitar 25 cm untuk huruf dengan ukuran font 12 – 11. Tapi kalau melihat jauh tanpa kacamata, sudah sulit membaca.
Kalau tentang mode frame kacamata, sebenarnya tidak ada masalah lho Mbak untuk mata minus atau plus. Lensa yang sesuai untuk mata kita kan kita pesan ke optik masih dalam ukuran besar, dan bisa dipotong sesuai dengan bentuk frame yang kita pilih.
Hmmm… aku juga kacamataan bun
minus 1/2 kiri kanan..
Bisa sih baca tanpa kacamata tapi kalo udh bca diatas 30 menit biasanya pusing and perih.. (pdhl baru minus 1/2 yah)
Bun.. boleh lho uang 15 jutanya dihibahkan pada saya 😀
#dicetot sampe ungu :))
Tuti :
Minus 1/2 sebenarnya masih sangat kecil lho, Eka. Tapi kalau bikin pusing untuk membaca lama, sebaiknya memang pakai kacamata saja …
Hahaha …. uang tak bertuan 15 juta ini kayaknya banyak juga peminatnya 😀 (tapi nggak akan nyetot Eka kok, apalagi sampai ungu … wiiih, kejam amat 😦 )
Saya memamakai kacamata minus sejak umur 30 taun…
Kalau ngeliat jauh ampun!.
Kalau tanpa kacamata…
Plat Nomor mobil didepan sayapun nggak jelas terbaca
Atau ketemu tetangga dijalan juga suka nggak sadar.
Tapi untuk baca masih normal2 saja.
Diusia setengah abad lebih, saya masih nyaman baca Buku Telepon tanpa kacamata baca.
Juga baca petunjuk dalam kemasan yang biasanya hurufnya kecil2 itu juga masih tanpa kesulitan…
Bahkan ngetik dilayar laptop juga tanpa alat bantu.
Tapi kalau liat kalender didinding…
Bruwet luar biasa… 😀
Selamat Berkacamata Mbak…
Tuti :
Memangnya kalau di jalan Pak Mars suka ngeliatin nomor pelat mobil-mobil lain ya? Nyariin siapa tahu ketemu mobil bekas sir-siran mungkin? Hehehe …. 😀
Mulai berkacamata minus setelah umur 30 tahun? Telat banget itu Pak, yang lain kelas 5 SD sudah lho! (memangnya khitan … hihihi … 😀 )
Bergembiralah Pak Mars, karena kayaknya belum dihinggapi yang plus-plus. Memangnya usia Pak Mars berapa? Kalau masih 35 ya memang beluuum …
Terimakasih Pak *benerin kacamata* 🙂
[…] . Tulisan ini terinspirasi dari Postingan IBU TUTI NONKA, seorang penulis Cerpen dan Novel dari Yogyakarta. Beliau menulis tentang … BILA MATA MAU BERGAYA […]
Dulu saya pengen banget pakai kacamata
Tapi gak minus matanya
Eh giliran dah minus
Malah males pakai kacamata 😀
Tuti :
Kayaknya Aa’ Achoey perlu minta tolong detektif untuk menemukan keinginan dulu memakai kacamata itu hilangnya kemana … 😀
Mata kanan saya minus 1, yang sebelah kiri minus 3.. aneh.. mungkin karena suka genit dengan mata kiri, xixixi (kayanya gara2 membaca salah)
Ibu dari kecil sudah cantik yaa.. kaya saya (halah.. ujung2nya narsis juga)
Tapi kacamatanya gede banget ya Bu jaman dulu..
Tuti :
Waah … ketahuan nih, kalau Clara suka main mata – kedip-kedip – dengan mata kiri 😀
Makasih Clara, memang banyak yang bilang sejak kecil saya cantik (nggak mau kalah narsis … hihihi ). Eh, jaman dulu kacamata gede itu top markotop lho … 😀
karena mata mau bergaya
tutinonka semakin berjaya
tak cuma tulisannya penuh gaya
dompetnya pun slalu penuh biaya…..
ambooooiiii…….foto-foto jadulnya
kelihatan lugu & lucu…..
bikin terkenang di masa lalu….
🙂
Tuti :
Hahaha … 😀
Bang Mike bisa aja menyusun kata-kata
Saya hanya orang biasa
tak punya kelebihan apa-apa
apalagi berlimpah dana
begitupun, saya bahagia
ikhlas menerima segala karunia
foto-foto jadul yang membuat ketawa
menampilkan diri saya apa adanya …
😀
Bu Tuti, saya mulai berkacamata sejak kelas VI SD.
Saya cerita ya, sekaligus ngadu sama Bu Tuti…
Entah kapan mulai terasa rabun, namun setiap kali guru memberi ujian dengan menuliskan soal di papan tulis saya pasti sangat cemas. Alhasil, saya pernah ngalamin dihukum Pak Stefanus -guru IPS waktu kelas III SD- dengan cara menguncupkan jari tangan dan digetok pake kayu penghapus papan tulis dua kali, kiri-kanan. Rasanya sakit dan malu dihadapan teman2, karena dikira menyontek. Saya takut untuk ngomong -juga karena waktu itu menumpang di rumah saudara dan jauh dari orang tua, tak ada yang benar-benar perhatian dengan keadaan ini.
Tinggal dengan ortu, Papa mengetes penglihatan saya dengan menanyakan jam. Saya mesti mengernyitkan mata sedemikian rupa supaya mendapat pandangan yang lebih akurat, tapi tetap gak jelas. Akhirnya berkacamata sampai sekarang. Ternyata kami tujuh bersaudara, berkacamata semua.
Informasi Lasik sudah lama saya dengar dan terasa sangat melegakan bila bisa melihat dengan jelas tanpa alat bantu apapun. Oke, saya juga manis berkacamata- tapi tetap lebih milih tak membebani hidung dengan bertenggernya kacamata. Mungkin suatu saat saya akan punya keberanian mengambil keputusan untuk lasik sembari mengumpulkan uang, sebelum dihadang U yang lain.
Salam sayang bu…
Tuti :
Pengalaman kita ternyata sama, Henny. Kesulitan membaca soal di papan tulis, dan dimarahi/dihukum guru karena dikira mencontek 😦
Syukurlah akhirnya semua teratasi setelah kita memakai kacamata.
Henny tujuh bersaudara berkacamata semua? Berarti mata minusnya memang karena keturunan. Di keluargaku, dari tujuh anak hanya dua yang tidak berkacamata.
Henny masih muda, jadi operasi lasik masih efektif karena mata belum mengalami plus. Oke, aku dukung untuk operasi lasik Hen. Pasti lebih nyaman untuk beraktivitas. Apalagi pekerjaan Henny membutuhkan kecermatan penglihatan kan? 🙂
Salam sayang juga, Henny. Cium sayang buat Ping ya 🙂
saya memakai kacamata baca setelah umur 45 tahun mbak. Padahal sejak SD (dulu namanya SR) saya suka membaca sambil tiduran dan rumah belum ada listrik.
Kalau gak baca ya gak pake kacamata karena serdadu kalau pake kacamata kan kesannya gimanaaaa gitzuuuu.
Terima kasih artikelnya yang bermanfaat.
Salam hangat dari Surabaya
Tuti :
Ya iyalah, serdadu kan nggak boleh pakai kacamata ya, Pakde? Nanti kalau pas harus menyusup kemana-mana, terus kacamatanya jatuh atau nyangkut, kan repots … 🙂
Terimakasih juga sudah mampir, Pakde.
salam hormat dari Yogya …
cerita bunda persis ama yg aku alami, mestinya pas kelas 6 esde udah mesti pake kacamata cuman karena malu ditahan2 ampe smp…ampe sekarang deh makenya…pokoke ribet deh kalo make kacamata palagi kalo gagangnya dah longgar..pada melorot nie kacamata…(apa idungnya kurang mancung ya..heheee…) salam bun…
Tuti :
Kalau gagang kacamatanya sudah longgar, diganti pakai tali ijuk aja Not, diikat ke kepala … hihi 😀
Bukannya gagang yang sudah longgar bisa dikencengin lagi di toko optik?
salam juga, Not
Dulu aku pernah minus mbak, cuma minus 1 sih. Waktu SD gitu deh, cuma karena dulu rajin minum jus wortel, entah ngaruh atau tidak…sekarang aku nyaman-nyaman aja gak pake kacamata 😛
Lagian sumpah, aku sebel pake kacamata…bikin orang makin tambah fokus sama idungku 😦
Tuti :
Minus 1, kalau tidak untuk membaca jarak jauh, kayaknya memang nggak terlalu mengganggu … Jus wortel memang bagus, coba Yessy dulu rajin bikinin buat aku juga, pasti aku juga gak perlu pake kacamata lagi (yeiiy … kok nyalahin orang 😮 )
Kayaknya bukan kacamata deh yang bikin orang tertarik pada hidung Yessy, tapi karena Yessy selalu menyebut-nyebut hidung Yessy sendiri … 😀
alamak fotonyaa!! – tepokjidat- 😀
Tuti :
fotonya asoi kan … 😀
hemmmm,,,poto sd favorit akuh…
kok kaya mirip sapaa gt ya bulik potonya…hemmm *mikir*
Tuti :
foto sd favorit akuh jugak … 😀
pasti mirip adik ibu Dhany yang paling kecil, iya toh?
Saya juga lebih nyaman berkacamata… waktu itu pernah pakai softlens… tapi ribet… dan ternyata… obat pencuci softlens itu nggak bagus utk saya yg kepengen punya momongan… 😦
Kacamata jadi barang berharga yang sangat saya sayangi halah… dia hanya saya lepas kalau mandi dan tidur saja hehehe…
Foto Bu Tuti muda tanpa kacamata lebih cantik…. 🙂
wow cantik foto nya
aku pingin dong pakai kacamata tebal
tapi caranya gimana?
SEKOLAH DASAR TRISULA PERWARI BUKITTINGGI SUMATERA BARAT
SURAT TANDA TAMAT BELAJAR SEKOLAH DASAR
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA BOKA BANGKA SUMATERA SELATAN
IJASAH SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
SEKOLAH MANENGAH ATAS 6 JAKARTA
IJASAH SEKOLAH MENGAH ATAS
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGRI JATINAGOR JAWA BARAT
IJASAH PRAJA IPDN JATINANGOR JABAR
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG
REKTOR ITN MALANG
REKTOR se DUNIA
PRESIDEN in the WORLD
SD
SMP
SMA / SMK
PERGURUAN TINGGI ( UNIVERSITAS / INSITUT / AKADEMI )
1.kelahi SD TRISULA PERWARI BUKITTINGGI SUMBAR
2.video porno siswi smp boka bangka
3.tawuran sma 70 vs sma 6 JAKARTA
4.OPSPEK mahasiswa , mati dibuliying senior ( praja IPDN )
5.Forum REKTOR se INDONESIA rancang APBN ( ANIS BASWEDAN )
JOBS DB
LOWONGAN PEKERJAAN
BODOH
GAGAL
MATI
Akhirnya menemukan juga blog mengenai Myopia, kelas 2 smu saya juga sudah terkena myopia, setelah lulus kuliah saya operasi lasik, kini penglihatan sudah lebih baik. Trauma saya saat operasi lasik adalh rasa sakiit sekali