KETIKA BUAH MAJA MENGINSPIRASI RADEN WIJAYA
Adakah di antara kita yang tidak mengenal kerajaan Majapahit dan Mahapatih Gajah Mada? Jika ada, duuh … pindah aja deh jadi warga negara tetangga, Republik Mimpi misalnya (wah, tapi acara itu sudah berhenti tayang dari stasiun teve swasta … )
Majapahit adalah kerajaan terbesar yang pernah ada di Nusantara, bahkan Majapahit lah yang menginspirasi adanya wawasan Nusantara. Semboyan negara kita, “Bhineka Tunggal Ika” diambil dari karya sastra era Majapahit, yaitu kitab “Sutasoma” yang ditulis oleh Mpu Tantular. Penyatuan wilayah kepulauan, yang sekarang menjadi negara Indonesia tercinta ini, dilakukan oleh Mahapatih Gajah Mada yang terkenal dengan “Sumpah Palapa”nya. Majapahit yang didirikan oleh Raden Wijaya pada tahun 1292 itu mampu menyatukan wilayah hampir seluruh Nusantara, bahkan sampai ke Tumasik (sekarang disebut Singapura).
Sisa-sisa kerajaan terbesar di Nusantara itu sekarang bisa kita jumpai di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Memang tidak berupa bangunan kerajaan yang utuh seperti di sinetron (alangkah hebatnya jika kita masih bisa menyaksikannya!), melainkan berupa situs-situs bersejarah yang terpencar di beberapa lokasi. Upaya penggalian arkeologis masih memerlukan waktu dan biaya yang sangat besar, untuk me’muncul’kan kembali bekas ibu kota Majapahit yang sekarang terbenam di bawah permukaan tanah. Namun dari situs-situs yang masih bisa kita saksikan, kita bisa merekonstruksi di dalam benak kita, seperti apa kira-kira kota yang ada di abad 13 – 14 itu.
Saya beruntung bisa mengunjungi bekas kerajaan Majapahit ini pada bulan Agustus 2008. Sungguh wisata sejarah-budaya yang menarik!
Pertapaan Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit pada abad ke-12
Raden Wijaya membuka hutan Tarik atas izin Raja Jayakatwang dari Kediri. Daerah baru ini dinamakan Majapahit atau Wilwatikta (wilwa = maja, tikta = pahit), karena di wilayah ini banyak dijumpai buah maja yang rasanya pahit. Sampai saat ini, di sekitar situs pertapaan Raden Wijaya kita masih bisa melihat pohon maja, dengan buahnya yang bulat menyerupai jeruk Bali. Apakah kita boleh memetik buah ini? Kayaknya nggak deh.
Di depan tempat pertapaan Raden Wijaya terdapat sebuah tiang batu dengan posisi miring, yang dulu merupakan tempat menambatkan gajah yang dinaiki raja-raja Majapahit. Tiang miring itu sekarang berada dalam bangunan kecil seperti makam. Di depan tiang miring ini terdapat Pendopo Agung, yang diyakini sebagai pusat kerajaan Majapahit. Bagian bangunan asli yang masih tersisa dari Pendopo Agung hanya 26 buah umpak (batu penyangga tiang) saja, sedangkan bangunan Pendopo Agung yang sekarang berdiri merupakan bangunan baru. Di pendopo ini pula, diyakini Mahapatih Gajah Mada dahulu mengikrarkan Sumpah Palapa (Palapa kemudian dipakai sebagai nama satelit komunikasi pertama yang ‘menyatukan’ komunikasi di seluruh Indonesia). Di depan Pendopo Agung, di sebelah kiri, terdapat patung sang Mahapatih, dan di depan pendopo terdapat patung Raden Wijaya.
Pendopo Agung dengan patung Raden Wijaya di depannya
Patung Mahapatih Gajah Mada dan buah maja, asal nama Majapahit
Gerbang Pendopo Agung kerajaan Majapahit
Situs lain yang berhasil direstorasi dan sekarang tampak utuh adalah Candi Bajang Ratu. Candi ini merupakan pintu gerbang yang ratusan tahun lalu (pada abad ke 14) berada di tepi sungai, namun sungai itu sekarang sudah berubah menjadi sawah. Candi (pintu gerbang) ini terbuat dari bata merah dengan bentuk ‘paduraksa’ setinggi 16,5 meter. Nama ‘Bajang Ratu’ diberikan untuk Raja Jayanegara, raja Majapahit yang kedua, karena raja ini diangkat ketika masih kanak-kanak. Ketika saya tanyakan kepada petugas dinas purbakala yang menjaga situs tersebut, mengapa tidak dinamakan “Bajang Raja”, mengingat Jayanegara adalah laki-laki, petugas tersebut agak kebingungan (dasar wisatawannya usil, hehe … ).
Komplek Candi Bajang Ratu sudah tertata dengan baik, dikelilingi oleh taman yang rapi dan cantik seluas 11.500 meter persegi. Ketika saya tanyakan, siapa yang merawat dan menyiram taman tersebut, petugas menjawab, “Ya kami sendiri lah, tidak ada tukang kebun khusus”. Walaah … nyiram taman seluas itu bisa bikin punggung bengkok, apalagi pada musim panas (saat saya berkunjung kesana), tanahnya terlihat kering.
Candi Bajang Ratu dan taman luas di bagian depannya
Candi Bajang Ratu yang didedikasikan kepada Raja Jayawardana
Candi Bajang Ratu pertama kali direnovasi pada zaman Belanda (tentu saja oleh Pemerintah Kolonial Belanda). Untuk memperkokoh struktur candi, agar candi tidak runtuh, pada bagian dalam lobang pintu disokong dengan tiang-tiang besi. Pengunjung juga dilarang untuk naik ke dalam candi ini. Candi Bajang Ratu dipugar kembali oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Timur mulai tahun 1998 hingga tahun 1992. Beberapa bata penyusun candi yang telah hancur diganti dengan yang baru. Jika kita amati, mudah membedakan mana bata yang asli dan bata yang baru. Bata asli zaman Majapahit memiliki tekstur lebih kasar. Tapi jangan salah, batu purbakala ini ternyata lebih kuat dibandingkan batu modern. Mungkin orang zaman dulu membuatnya dengan bertapa dulu …
Detil candi Bajang Ratu. Tampak jelas perbedaan bata asli Majapahit dan bata modern.
Dari Candi Bajang Ratu kami menggelinding (tentu saja di atas roda mobil) menuju ke istana ‘mickey mouse’ alias Candi Tikus. Saya agak kecewa ketika memasuki gerbang halaman komplek candi, karena tidak terlihat apa pun. Wah, jangan-jangan sudah tidak ada bekasnya lagi. Ketika mengisi buku tamu, petugas berseragam Dinas Purbakala yang ada disitu mengatakan bahwa candinya ada di ‘bawah’. Saya pun menuju ke lokasi yang ditunjuk, dan …. olalaa …. ternyata Candi Tikus itu masih utuh, berupa kolam pemandian segi empat dengan ukuran 22,5 x 22,5 meter persegi. Konon, kolam ini merupakan tempat para putri raja dulu bermain cibang-cibung. Candi ini tidak kelihatan dari jauh, karena letaknya lebih rendah dari permukaan tanah. Di tengah kolam terdapat candi yang merupakan perwujudan gunung Mahameru di India. Situs ini disebut Candi Tikus karena pada saat ditemukan dan digali kembali pada tahun 1914, banyak sekali tikus bersarang di sana. Nama aslinya? Wallahu alam …
Wah, saya mau juga dibuatkan kolam seperti ini (nunggu jadi permaisuri dulu ‘kali yeee … )
Candi Tikus, tempat para putri kerajaan Majapahit bercengkerama …
Kemana lagi? Wah, masih banyak situs-situs lain di Trowulan yang bisa dikunjungi. Saya tertarik pada situs makam Putri Cempa, dan minta dibawa kesana. Menurut kisah, Putri Cempa atau Champa adalah seorang putri dari Cina yang menikah dengan raja terakhir Majapahit. Putri ini beragama Islam, dan berhasil mengajak raja Majapahit memeluk agama ini (sebelumnya Majapahit beragama Budha). Mengapa seorang putri Cina bisa ‘tersesat’ sampai ke Majapahit? Bisa jadi putri ini diboyong dari Cina ketika pasukan Majapahit melakukan ekspedisi sampai ke Cina, atau bisa juga ia datang bersama Laksamana Cheng Hoo dari Dinasti Ming, yang pernah berkunjung ke Majapahit.
Berbeda dengan situs-situs lain yang dikelola secara instansional, tertata rapi dan dijaga petugas berseragam Dinas Purbakala, makam Putri Cempa benar-benar sebuah makam ‘biasa’ yang terselip di tengah pemukiman padat. Ketika mobil kami parkir, seorang ibu yang tinggal di sebuah rumah di depan makam buru-buru masuk ke dalam rumah, dan secepat kilat mengganti dasternya dengan pakaian serta menaburkan bedak di wajah agar kelihatan sedikit rapi. Ketika kami menyusuri jalan kecil menuju makam, ia menyambut kami dan memperkenalkan diri sebagai penjaga makam Putri Cempa. Ia sendiri keturunan entah berapa generasi dari raja ke sekian kerajaan Majapahit.
Makam Putri Cempa benar-benar ‘hanya’ sebuah makam, tidak kelihatan sebagai situs budaya. Menurut ibu penjaga makam tersebut, yang membuatkan bangunan semacam pendapa untuk melindungi makam tersebut adalah sebuah stasiun televisi swasta (kalau tidak salah SCTV), sementara dari pemerintah tidak ada bantuan apa pun. Seperti biasa, di makam yang dianggap keramat seperti itu banyak bertaburan bunga, aroma dupa dan kemenyan. Saya tidak ‘enjoy’ dengan atmosfir seperti itu, dan segera meninggalkan lokasi (sampai lupa membuat foto).
Hanya beberapa ratus meter dari makam Putri Cempa, terhamparlah kolam Segaran, sebuah kolam segi empat berukuran 800 x 500 meter persegi. Karena luasnya kolam ini, maka ia dinamakan ‘Segaran’ yang artinya ‘menyerupai segara’. ‘Segara’ adalah bahasa Jawa untuk laut. Dinding dan tepian kolam ini terbuat dari struktur bata merah, yang ditemukan pertama kali pada tahun 1926 oleh Maclain Pont. Kolam ini diperkirakan dibuat pada abad ke 14 atau 15. Diduga, kolam besar ini dulu berfungsi sebagai sumber air minum pada musim kering, atau bisa jadi sebagai tempat berenang para serdadu kerajaan dan tempat rekreasi untuk menghibur para tamu kerajaan.
Driver mobil yang kami carter dari Surabaya menceritakan, dulu kalau raja Majapahit selesai menjamu tamu-tamu kehormatan, piring-piringnya yang terbuat dari emas langsung dibuang ke dalam kolam ini, untuk menunjukkan betapa kayanya kerajaan Majapahit (meskipun setelah tamu-tamu tersebut pulang, piring-piring itu diambil kembali …… haiyyyaa !!).
Kolam Segaran, tempat piring-piring emas bekas santapan tamu raja dibuang …
Masih banyak situs-situs lain di Trowulan, seperti Candi Brahu, Gapura Wringin Lawang, Candi Menak Jinggo, Candi Gentong, dan sebagainya. Situs-situs yang masih tersisa ini menggambarkan kepada kita kemegahan pusat kerajaan Majapahit di masa kejayaannya.
Gambaran ibukota kerajaan Majapahit bisa diperoleh dari kitab “Nagara Kertagama ” karya Mpu Prapanca. Digambarkan dalam kitab yang ditulis dalam bentuk puisi ini, bahwa ibukota kerajaan dikelilingi oleh tembok bata merah, dengan pintu gerbang utama terletak pada dinding sebelah utara. Pintu gerbang ini sangat besar, terbuat dari besi berukir. Di luar pintu gerbang terdapat bangunan memanjang tempat para bangsawan bertemu, dan pasar tempat perekonomian kerajaan bergulir melalui perniagaan. Di dalam pintu gerbang terdapat lapangan dengan bangunan-bangunan keagamaan. Di sebelah barat lapangan terdapat bangunan-bangunan yang dikelilingi kanal, tempat penduduk mandi. Istana raja terletak di sebelah timur lapangan, terbuat dari bata merah dengan dekorasi indah, pilar-pilar kayu berukir, dan genting tanah liat dihiasi berbagai ornamen.
Menurut sumber di Cina pada abad ke 15 (kemungkinan catatan yang dibuat pada ekspedisi Laksamana Cheng Hoo), ibukota Majapahit sangat rapi dan bersih. Dikelilingi oleh tembok bata merah setinggi 10 meter dengan pintu gerbang dua lapis. Bangunan-bangunan yang ada di dalam tembok berupa rumah dengan tiang-tiang kayu setinggi 10 – 13 meter, dengan lantai kayu yang licin mengkilap. Woooww … sungguh gambaran yang membuat saya melongo. Pagar bata merah setinggi 10 meter! Luar biasa! Friends, can you imagine that?
Sejarahwan MC Ricklefs dalam bukunya “A History of Modern Indonesia Since C. 1200” terbitan Stanford University (2001) menyebutkan, memori akan kebesaran Majapahit akan hidup terus di Indonesia, dan dianggap telah memunculkan gagasan awal tentang batas-batas politik yang digunakan RI saat ini. Bahkan Sang Saka Merah Putih pun diilhami oleh panji-panji (bendera) Gula Kelapa dari Majapahit, yang memiliki warna merah seperti gula Jawa dan putih seperti daging buah kelapa. Ditambah dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang terdapat dalam kitab “Sutasoma” karya Mpu Tantular, bagaimana lagi kita bisa menyangkal bahwa Majapahit adalah cikal bakal negara Indonesia?
Hari Minggu, Senin, dan Selasa (4, 5 dan 6 Januari 2009) harian Kompas memuat berita pengrusakan situs purbakala Trowulan dalam rangka pembangunan gedung Pusat Informasi Majapahit (PIM). Pemancangan tiang pondasi gedung ini telah merusakkan situs bangunan kuno yang ada di dalam tanah. Guci-cuci berumur ratusan tahun pecah terhantam linggis dan sekop, dinding-dinding bata merah dicongkel dan diserakkan, sebuah sumur terakota kuno dikepras …
Situs di lokasi Segaran III dan IV yang porak poranda akibat penggalian pondasi bangunan Majapahit Park (foto : Kompas)
Bagaimana mungkin kita bisa melecehkan warisan leluhur sedemikian rupa? Air mata saya menitik ketika membaca berita ini, dan melihat foto-foto yang menunjukkan kerusakan situs Trowulan. Proyek senilai 25 milyar yang ditujukan untuk membangun Majapahit Park ini ternyata justru merusakkan situs itu sendiri! Syukurlah (astaga, masih bisa bersyukur??) setelah pemberitaan yang gencar di media cetak dan televisi, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik yang meresmikan pembangunan proyek ini pada tanggal 3 November 2008, akhirnya (5 Januari 2009) memerintahkan untuk menghentikan (sementara) pembangunan Majapahit Park.
Museum Trowulan atau Pusat Informasi Majapahit yang ada sekarang. Majapahit Park akan dibangun di sebelah selatan bangunan ini.
Tidakkah kita ingin memiliki bangunan bersejarah seperti kota Pompeii di Italia, yang berhasil digali kembali setelah ratusan tahun terkubur letusan gunung Pompeii? Tidakkah kita ingin melihat kembali ibukota Majapahit ratusan tahun silam, yang menjadi cikal bakal negara kita saat ini?
(Sumber : Wikipedia, Kompas)
Ibu Tuti (-)K Strikes Back …
Tulisan khas ala Ibu Tuti …
Aku juga prihatin bu dengan PIM ini …
Jujur saya belum pernah kesana …
Tetapi kalau aku baca di koran tadi pagi dan kemarin … adduuuhh kok bisa begitu ya …
Salam saya ibu …
Tuti :
Iya Pak, saya sungguh gemas ketika membaca bahwa pelaksana pembangunan PIM itu sudah diberi rekomendasi untuk berhenti, tapi tetap saja nekad. Malah Pimpronya bilang bahwa situs yang rusak itu bukan bagian yang penting. Wah, dari mana dia tahu situs itu bukan bagian yang penting? Kan belum diteliti para arkeolog …
Salam, Pak …
iya, sayang nih jadi berantakan, seharusnya kita kembali merebut Tumasik (singapura) ya bu 🙂 kan itu bagian dari kejayaan Majapahit
Tuti :
Setuju, Mas Hilal. Kalau kita bisa merebut Tumasik kembali, kan para koruptor yang sembunyi di sana beserta harta mereka bisa kita bawa kembali ke Indonesia …. 😦
piring emasnya itu lho…kok dibuang ke kolam (tp setelah mak plung ada abdi dalem yg nyilem untuk ngambil lagi to mbak? untuk suguhan tamu brikutnya gitu loh…)
Tuti :
Iyaa … itu akting aja kok Mbak, sesudah tamunya pulang, piring-piring itu diambil lagi. Jadi kayak dagelan Srimulat ya …. 😀
Mbak, lha PIM nya udah ada gitu lho….apa kurang mewah ya…??
Saya cuma membayangkan kenapa setiap kali ditemukan situs kebanyakan berada di bawah tanah (tertimbun)..mungkin dulu ada beberapa kali letusan gunung yang menimbun tanah ya?
Kolam segaran nih kalau zaman sekarang, pasti banyak anak-anak penyelam yang menunggu di bawah air, untuk menerima berkah piring dan mangkok yang dibuang tadi…
Tuti :
Iya, Mbak Enny. Museum yang akan dibangun nanti memang sangat besar, berbentuk bintang segi delapan, dengan taman yang luas. Itu proyek prestisius pemerintah, rencananya akan diresmikan SBY sebelum Pilpres 2009.
Memang situs-situs yang ada biasanya tertimbun didalam tanah, baik karena letusan gunung api, karena gempa, atau karena banjir. Situs yang berada di permukaan tanah, sering kali hancurnya justru karena tangan manusia.
Nggak usah piring dan mangkok emas, di pelabuhan penyeberangan ke Bali, anak-anak rela mencebur ke dalam laut untuk mengambil uang receh yang dilemparkan para penumpang ferry. Kejam juga ya kelakuan para pelempar koin itu …
turut prihatin pada kenyataan perencanaan bangunan baru yang tak peduli situs purbakala…apa ya tidak diperhitungken ta wahai para petinggi jawa timur…memprihatinken sungguh…
Saya baru ngeh kaluk Putri Cempa adalah putri dr majapahit, konon keturunan kembodja ya Mbak, pastinya cantik-putih-imut dan agak sipit oriental gitu dehh…anehnya, di pinggiran solo ada sebuah TPAS (tempat pembuangan akhir sampah) terbesar tepatnya di daerah Mojosongo, lha kok namanya TPAS Putri Cempa..kaluk sang putri atau anak turunnya ada yang tahu ini pastinya dia tersinggung ya Mbak…nama putri cantik yang mewangi kok dijadiin nama pangkalan akhir sampah kota…oalaaahhhh……
Tuti :
Proyek PIM itu nilainya 25 milyar je Mbak, jadi kalau harus mengorbankan situs, bagi para pejabat itu mungkin ya ndak apa-apa (apalagi kalau mereka sudah terima amplop, ya pasti bakal diam … )
Tentang Putri Cempa, menurut kisah yang saya dengar adalah dari Cina. Entahlah kalau sebenarnya dari Kamboja. Wah, iya tuh …. masak tempat pembuangan sampah dikasih nama Putri Cempa. Teganya teganya teganya ….
Kalau bangsa ini tak
punya kebanggan di masa kini
mosok peninggalan Majapahit
dan Gajah Mada sebagai
kebanggaan masa lalu pun
tak bisa dirawat dan
dipertahankan
memang payahhh kali
negerinya Mbak Tuti ini
semua serba memprihatinkan 😦
btw, semoga novel2 Mbak Tuti
yg legendaris itu kelak
bisa dikenang sbg peninggalan sejarah
hmmmm 🙂
Tuti :
Iya Bang, kenapa ya, sebagian dari bangsa kita ini tidak bangga dengan peninggalan budaya dan sejarah bangsa kita sendiri? Banyak penelitian-penelitian budaya, sejarah, dan alam Indonesia yang justru dilakukan oleh orang asing. Barangkali ada kaitannya dengan kesejahteraan ekonomi? Bagaimana mau peduli pada batu kuno, kalau untuk makan saja masih susah? Itu bagi rakyat. Lha bagi para penggedenya, yang sudah makmur sejahtera itu, kenapa tidak peduli juga?
Novel-novel saya jadi peninggalan sejarah? Wakakaka … !
Btw, novel yang saya kirim benar-benar nggak sampai ya Bang? Aduuuh …
Selamat atas munculnya tulisan khas bu Tuti, sang pengelana.
Wah, lihat foto-foto tersebut ternyata sekarang pemerintah daerah serius banget ya menata situs Majapahit. Saking seriusnya sampai gak peduli adanya kerusakan situs gara-garanya. Dulu ketika masih teenager saya sudah berkunjung ke situs ini. Kesannya jorok tak tertata dan gak serius ditangani. Nah kejadian kemarin yang diberitakan gencar di media-media itu merupakan berkah atau musibah ya. Bingung jadinya.
Oh ya bu, katanya candi Bajang Ratu itu sebenarnya salah satu gate menuju istana majapahit. Karena bentuknya berarsitektur Hindu maka masyarakat bilangnya candi (tempat ibadah umat Hindu). Tentang Segaran konon ceritanya sang Prabu memerintahkan ada jaring besar di kolam besar itu agar ngambil piringnya gak usah slulup. Mestinya prabu Brama Kumbara dari Madangkara juga pernah berkunjung kesini ya bu dan disuguhi makanan dg piring emas. Wah kalau betul begitu, mas Niki Kosasih kurang lengkap dong ceritanya.
Tuti :
Sang pengelana ? Hwahahaha …. asyik juga dapat sebutan ‘sang pengelana’ (padahal cuma jalan-jalan iseng). Terimakasih, Pak Eko.
Situs-situs di Trowulan sekarang sudah cukup bagus kok Pak. Cukup terawat. Waktu Pak Eko teenager itu tahun berapa (wah, kok nyelidik … hehehe). Kira-kira tiga puluh tahun yang lalu ya Pak? Ya iyalah, waktu itu pemerintah masih sibuk mikir kebutuhan beras bagi rakyat …
Memang betul, candi Bajang Ratu itu adalah pintu gerbang masuk ke Majapahit. Letaknya di tepi sungai, jadi orang yang datang melalui sungai dengan perahu akan masuk ke Majapahit melalui Bajang Ratu. Sungainya sekarang sudah lenyap, berubah jadi sawah.
Tentang kolam Segaran, wah … baru dengar dari Pak Eko kalau dulu dipasangi jala di bawah permukaan air untuk menangkap piring-piring yang dilempar. Kalau dipikir-pikir, berlagak banget ya raja Majapahit dulu … hehehe …
Benar, bahwa bekas kerajaan Majapahit itu pastilah berada pada kedalaman satu sampai tiga meter dibawah permukaan tanah saat sekarang. Itu bukan hanya karena letusan gunung berapi, tapi juga karena sedimentasi dari beberapa kejadian banjir di masa lampau. Kalau tidak ada bencana alam, daerah itu tidak akan ditinggalkan masyarakat. Kemungkinan lain yang bisa menyebabkan tempat ini ditinggalkan karena diluluh lantakkan oleh Rezim Demak yang sejatinya ingin menghapus kekuasaan Rezim Majapahit. Hemat saya, Majapahit adalah kerajaan Hindu sebagai bagian tak terpisahkan dari Singosari, bukan Buddha. Tapi entahlah.
Tuti :
Nah, saya setuju analisis Bang Sis, mungkin saja kehancuran kerajaan Majapahit ini selain karena bencana alam, juga karena diluluh lantakkan kerajaan Demak. Setelah kematian Raja Hayam Wuruk, kejayaan Majapahit memang terus menurun karena perebutan kekuasaan di antara anak cucunya. Sampai akhirnya muncul kerajaan Demak yang kuat, dan Majapahit sirna pada tahun 1478 M.
Iya, aku juga ragu-ragu tentang agama kerajaan Majapahit ini. Semula aku menduga adalah kerajaan Hindu, tapi di Wikipedia disebutkan Budhist. Rasanya sih memang Hindu ya …. (Wikipedia bisa saja salah)
Terimakasih, Bang.
Sayang ya situs arkeologi yg begitu indah jadi “tercemar” atau bahkan “rusak” … Mudah-mudahan segera ada tindakan koreksi ya Bu ?
Tuti :
Ya Pak, mudah-mudahan kepentingan sejarah dan arkeologis tidak dikalahkan oleh kepentingan ‘tertentu’ dari sekelompok orang. Maklum Pak, proyek ini melibatkan dana besar, jadi pasti banyak yang berkepentingan …
bu, terima kasih. jadi melek sejarah nih. bagaimana ketika kita sebagai bangsa dulu berjaya dan bersatu. semoga puing2 itu menjadi pelajaran bagi bangsa kita hari ini.
Tuti :
Sama-sama, Mas Andri. Memang sejarah bangsa tidak boleh kita lupakan. Bukankah adanya kita sekarang ini karena adanya para pendahulu kita yang dulu membentuk cikal bakal negara Indonesia?
Satu sisi ingin melestarikan nilai budaya, satu pihak eh malah meraup untung dengan menjual budaya. itu yang saya lihat dengan kasus PIM itu mbak. Entah informasi yang benar yang mana, kalo memang mau di bangun PIM. Ya…bangunlah di tanah kosong….benda purbakala itu biarkan lestari di bumi pertiwi ini.
Mbak tutiek…saya suka tulisan ini, saya kopas ya….! untuk arsip saya di Bundel Budaya.
Tuti :
Ini proyek prestisius, Mas. Juga urusan dengan duit gede (25 milyar je …). Nah, menurut berita yang saya baca di Kompas, staf Musium Trowulan yang melaporkan perusakan situs itu sekarang dimutasi ke daerah lain. Itulah pola birokrasi pemerintahan kita. Kalau ada yang berani membongkar/melaporkan pelanggaran, langsung ditendang … 😦
Mbak Tutiek? (weleh … kok ada ‘ek’ nya … hihihi …). Silahkan dikopas Mas, saya gembira kalau tulisan saya bermanfaat …
Aku termangu-mangu aja baca tulisannya Mbak Tuti…
Bener-bener, deh…
I just wish guru Sejarahku dulu seperti Mbak Tuti, pastinya nilai sejarahku nggak tragis2 amat! hehehe…
Tuti :
Emang nilai sejarahnya dapet berapa, Lala? Sembilan? Wah … kalau saya yang jadi guru, pasti dapet sepuluh ya?
Tapi untuk pelajaran mengarang, Lala pasti dapat nilai top terus kan? Sepuluh plus plus, gitu …
Mbak Tuti,
nanti aku kalo ke rumah mbak disambut pake piring emas ya…
tapi abis itu jangan dibuang… bungkusin biar saya bawa pulang hihihi (engga ada yang emas, pake Wedgwood/Royal Doulton juga ngga papa kok mbak)
Candi Tikus itu karena banyak tikus waktu ditemukan rupanya ya… untung putri-putri itu tidak harus mandi dengan tikus hiiiii….
Sejarah? Saya suka mbak (makanya spesialisasinya Sejarah Jepang)… tapi dengan otak yang sekarang tidak bisa hafal tahun-tahun dan peristiwa lagi hehehe. Musti ditambah otak-otak nih kayaknya.
EM
Tuti :
Kebiasaan kerajaan Majapahit membuang piring bekas makan ini rupanya ditiru banyak restoran zaman sekarang. Tapi piringnya bukan piring emas, melainkan piring kertas atau styro foam. Nanti kalau Mbak Imelda ke rumah, saya sajikan makanan pakai piring jenis ini saja, biar bisa langsung dibuang, nggak usah nyuci …. hoihii … dasar males!
Wah, kalau putri-putri itu lihat tikus pas mereka mandi, bisa-bisa mereka lari kocar-kacir tanpa sempat berpakaian …. hihihi … sensor !!
Ya, saya juga suka sejarah. Sayangnya sejarah di sekolah kita terlalu banyak dijejali dengan angka-angka tahun melulu, perang dan perebutan tahta, kurang mengeksplorasi nilai kemanusiaan, kebajikan, kearifan, dan filosofi hidup yang dimiliki para leluhur, sehingga pelajaran sejarah jarang disukai anak-anak sekolah. Pelajaran sejarah tidak membuat kita ‘belajar hidup’ dan mewarisi kebesaran nenek moyang ….
Bu, tulisannya jadi obat kangen saya (terima kasih), meski pada bagian akhir mengingatkan tentang rencana pembangunan yang tak senonoh itu, hiks, saya jadi mbrebes milih.
Tuti :
Wah, obat kangen pada siapa? (oh … pada nenek moyang ya … 🙂 ). Betul, Mbak Yoga, pembangunan PIM yang serampangan itu membuat kita sangat sedih. Selain itu, perusakan oleh penduduk yang melakukan penggalian-penggalian untuk membuat bata merah juga membuat Trowulan semakin hancur lebur. Uhuk … uhuk …
(eh … tapi kayaknya yang bener adalah ‘mbrebes mili’ Mbak, bukan ‘mbrebes milih’ …
Milihnya besok bulan April, milih anggota legislatif … hehehe …
Mei 2008, pernah ada pameran tentang PIM ini di Museum Gajah, kalau lihat maketnya sih sepertinya bagus, tapi kalau merusak sejarah, sayang juga.
Miris, kepentingan bisnis lebih berpengaruh dari pada kepentingan sejarah.
Tuti :
Desain bangunannya memang menarik, berbentuk bintang segi delapan. Rupanya bangunan itu memang direncanakan berada di atas situs purbakala, karena konon ada lantai kaca, dimana dari lantai transparan itu orang bisa melihat sisa-sisa bangunan Majapahit di bawahnya …
Bu Tuti, ralat dikit. Agama kerajaan Majapahit sebelum Islam masuk adalah Hindu (bukan Budha). Raja Brawijaya V konon sudah menjadi “mualaf” dengan masuk Islam, tapi Majapahit keburu roboh dan pusat kekuasaanpun pindah ke Demak yang agama kerajaannya Islam. Beberapa keturunan Brawijaya V menjadi tokoh-tokoh penting di “Nagasasra & Sabukinten” seperti Ki Ageng Pengging Sepuh, Kebo Kanigoro, dsb..yang akhirnya keturunannya berhasil mendirikan Mataram (yang berujung ke Ngayogyakarta jaman kini)….Ini pitutur bukan ahli sejarah lho…
Saya juga meneteskan air mata waktu pondasi beton PIM “menginjak” pelataran rumah kuno Majapahit yang berupa bata merah dan juga batu kali yang dijejer-jejer. Melihat foto di Kompas saja saya sudah bertereak “Ouuucchhh… !” apalagi melihat langsung “kebiadaban” ini di Trowulan sana..
Saya sangat senang dengan sejarah dan kemanapun saya pergi, ke Singapura misalnya, pertama yang saya kunjungi adalah kuburan orang-orang Inggris jaman baheula ! Akhirnya saya pergi ke bukit dimana ada kuburan itu berada, dan ternyata hanya tersisa nisan-nisannya doang yang ditempelkan di dinding….Oooalah !
Saya juga punya buku “The Indonesian Heritage” yang ada gambar-gambarnya tentang Majapahit jaman dulu (dimuat di Kompas juga hari ini 9 Jan 2008). Dari sana kelihatan begitu agungnya kerajaan Majapahit dulu, tidak hanya bagi orang Indonesia tapi untuk orang mancanegara dulu…
Tuti :
Terimakasih ralatnya, Pak Tri. Iya, setahu saya Majapahit memang beragama Hindu, cuma di Wikipedia kok disebut Budhist. Oke, akan saya perbaiki (Wikipedia juga bisa salah toh …).
Wah, pemahaman sejarah saya jadi ‘nyambung’ sekarang. Jadi sesudah Brawijaya V (Majapahit), era kerajaan dilanjutkan dengan Demak. Tokoh-tokoh “Nagasasra & Sabukinten” itu masih berkaitan dengan Demak (Sultan Trenggono), kemudian ada Sutowijoyo yang mendirikan Pajang, disusul dengan kerajaan Mataram yang didirikan oleh Mas Karebet alias Panembahan Senopati. Mataram kemudian pecah menjadi Yogyakarta dan Surakarta. Yogya pecah lagi menjadi dua, Keraton Ngayogjokarto dan Kadipaten Pakualaman, sementara Surakarta pecah menjadi Keraton Mangkunegaran dan Kasunanan. Ini juga pitutur orang awam sejarah, Pak … jadi tolong dikoreksi kalau salah … 😀
Pak, di Maluku, tepatnya di desa Hila, ada Benteng Amsterdam yang pada tahun 1800-an didiami seorang Belanda. Dia ini yang selama puluhan tahun menyelidiki dan membukukan berbagai flora dan fauna Maluku. Sayang waktu saya kesana, pembawa kunci pintu benteng itu sedang pergi, sehingga saya tidak bisa masuk ke dalam benteng bertingkat dua yang sekaligus pernah jadi rumah kediaman orang Belanda itu …
Saya sangat sedih melihat kerusakan Trowulan, karena saya pernah kesana, melihat sendiri situs-situs itu. Kalau Pak Tri pernah kesana juga, pasti tereaknya nggak cuman “Ouuuchhh …”, tapi “Ouuuchhh …. ouuchhhh …. ouuuchhhh …”
Buku “The Indonesian Heritage” ya Pak? Tunggu … kayaknya saya juga punya. Ntar deh saya cari lagi.
yang saya tahu, kalau di suatu tempat ditemukan benda purbakala, dalam radius tertentu daerah tsb harus dikosongkan, karena disinyalir ada situs2 lain disekitarnya. Harusnya memang daerah tersebut segera dibuat proyek penelitian arkeologi dgn menggali tanah2 yg menutupi situs purba tsb, sehingga bisa terkuak apa sih dibalik tanah dan bebatuan itu. Karena nilai historisnya yg sangat monumental.
Pejabat2 itu mah, mana mau mikirin histori, 25 M gitu loh, big project tuh, yg penting proyek jalan, walau harus mengubur situs sejarah, khan yg penting dapet komisi. Ya gitu deh… 😦
Belakangan mentrinya baru weruh, kalo anak buahnya melakukan penyelewengan, kesannya jadi mentri pariwisata kurang profesional kerjanya.
peace aja…
Tuti :
Betul, Mas Ario. Situs arkeologi di Trowulan itu luasnya mencakup sekitar 100 km persegi (kira-kira 10×10 km). Ya, namanya juga bekas ibukota kerajaan terbesar di Nusantara. Repotnya, tanah-tanah di atas situs itu sudah dimiliki penduduk, sehingga sangat sulit untuk menjaga kelestarian situs purbakala yang ada di bawahnya. Apalagi penduduk setempat memiliki mata pencaharian membuat bata merah, dimana mereka terus menerus melakukan penggalian tanah untuk bahan pembuatan bata merah itu. Kerusakan situs oleh penduduk sudah sangat parah. Pada waktu penggalian, sering mereka menemukan arca, tembikar, dll., yang tentu saja dijual dan hasilnya untuk mereka sendiri.
Ya betul, pelaksana proyek itu tentu nggak mau proyeknya tertunda, apalagi terhenti. Lha wong keuntungan yang sangat besar sudah di depan mata …
betul kata Jeunglala
tulisan Mbak Tuti selalu
bikin pembaca termangu dan terpesona
dan novel2nya yang melegenda
dan tak junjung sampe itu
juga tak kalah dengan
peninggalan Majapahit dan Gajah Mada
🙂
Tuti :
Termangu karena baca tulisan nggak mutu, terpesona karena pemilik blog nekad bergaya? Uhuk .. uhuk … 😦
Wah, Bang … baru sekali ini loh, saya kirim paket nggak sampai ke alamat. Kalau alamatnya keliru, kan mestinya perusahaan kurir itu menelepon saya. Jangan-jangan kurir yang mengantar paket itu tahu kalau isinya novel peninggalan zaman Majapahit yang bikin orang termangu dan terpesona, sehingga dia simpan sendiri …. qiqiqiqi ….
Ya deh, ntar saya kirim lagi ya Bang … atau Bang Mike ambil sendiri ke Yogya, sekalian kopdar dan ngenalin saya sama itu tuuuh …. ehm … 😀 😀
saya telah mengoleksi hampir semua novelnya Langit Kresna Hariadi tentang Majapahit
Tuti :
Boleh pinjam nggak Mas? Hehehe … nggak modal 😀
Aku termangu-mangu di bagian awal karena tulisan bunda membuka kembali memori pelajaran sejarah dulu 🙂 tapi di bagian akhir saya pun geleng-geleng “ya ampun warisan leluhur yang indah itu rusak”
Tuti :
Itulah. Setelah berita perusakan situs Trowulan itu dilansir besar-besaran oleh media massa, baru pemerintah (Menteri Parbud) bereaksi. Coba nggak ada yang memberitakan, pasti jalan terus tuh perusakan warisan nenek moyang kita … 😦
Dulu, waktu masih di SMP, waktu senang baca komik sejarah termasuk Majapahit, saya pernah ke Trowulan. Belakangan ini saya membaca buku yang berlatar sejarah, termasuk menyebut Majapahit segala. Jadi rasanya kangen ingin berkunjung ke sana lagi. Kok pas main ke blog Ibu, malah “ketemu” dan banyak fotonya pula. Lantas, soal bahasa Jawa saya, hahaha yang benar mbrebes mili ya Bu, mohon maklum, bahasa Jawa saya, sangat buruk 😀
Tuti :
Wah, berarti feeling kita sama dong … 😀
Waktu SMP itu berapa tahun yang lalu? Apakah situs-situs di Trowulan sudah ditata seperti yang ada sekarang ini?
Hehe … katanya Mbak Yogya orang Solo … Solowesi, maksudnya … 😀
Slam lekom
Hallo……spada
punya temen seperti
Mbak Tuti, Bunda Dyah, NH 18
dan Jeunglala, siapa tak bangga ?
hallo…..orangnya mana ?
Tuti :
Kumsalaaaam …. (*teriak dari dapur*)
Tunggu, tunggu …. lagi tanggung nih … ntar ikannya hangus … 😀
(*matiin kompor, trus pergi ke pintu*)
Haduuuh … kunci pintu mana siiih?
Maap ye Bang, gimana kalao ngobrolnya dari balik pintu aja? Habis, kunci pintunya ilang nih … 😀 😀
Slam lekom
Hallo……spada
punya temen seperti
Mbak Tuti, Bunda Dyah, NH 18
dan Jeunglala, siapa tak bangga ?
hallo…..orangnya mana ? 🙂
Tuti :
Bang, ini komen “serupa tapi tak sama ya”? (jadi ingat karikatur teka-teki yang sering dimuat di koran dan majalah tempo doeloe … 😀 )
Ooooh ….. tahu saya Bang, letak perbedaannya adalah : komen yang pertama Bang Mike cemberut, komen yang kedua senyuuuum ….
Salam Mbak…
Lama benar tak singgah di veranda ini. Harap Mbak sihat sekeluarga.
Entry ini mengingatkan saya pada “hutang” yang belum lagi dibayar. hehehe. Saya masih mencari karya agung “Hikayat Hang Tuah” yang berkualiti tinggi. Malu untuk hantar karya itu yang diprint untuk edisi pelajar sekolah.
Saya usahakan cari ya Mbak… sebab latar Melaka dan Majapahit jelas dalam karya agung itu.
Salam maaf dari Malaysia..
Tuti :
Iye ni … lama Bang Syirfan tak berkunjung kemari. Sibukkah Bang? Reportase televisi apa yang sedang Abang siapkan sekarang? Memburu jejak tokoh ke luar negeri lagi kah?
Betul Bang, Hang Tuah pernah ke Majapahit, sampai memperoleh keris Tamingsari itu. Di zaman Majapahit pula, Laksamana Cheng Hoo menjelajah pesisir pantai pulau Jawa.
tentang buku Hang Tuah itu, terimakasih sebelumnya Bang. Sebenarnya, edisi pelajar sekolah pun tak apa, yang penting kisahnya kan sama …
Salam juga dari saya, Bang …
Salam kenal Ibu Tutinonka,
Ketika membaca Kompas beberapa hari yang lalu, rasa-rasanya jadi gimana gitu terhadap pemeriintah.
Jadinya buruk sangka! Kayaknya perlu coverbordstory (apalah itu istilah yg bener) intinya berita pengimbang. Bagaimana versi pemerintah, kenapa langkah itu bisa diambil seolah tanpa konsultasi dg expertis nya.
Lah saya sendiri belum pernah plesiran ke sana je…
Nyatanya, Banyak potensi SDA (termasuk Mojosongo) di negeri bukan mimpi ini, yang enggak disikapin dengan baik.
Walah…. Mau kemana negeri ini yach?
Jadinya, bimbang disimpang jalan ….
Tuti :
Iya Pak Sigit. Ketika membaca laporan di Kompas itu, saya langsung ingat kunjungan saya ke Trowulan beberapa bulan sebelumnya, jadi langsung saja saya tulis. Kebetulan ada beberapa foto yang saya buat disana.
Tentang tulisan penyeimbang itu, mungkin istilahnya ‘cover both story’? Menurut versi pemerintah, pembangunan PIM adalah untuk membuat museum budaya Trowulan yang komprehensif, lengkap dengan berbagai saran dan fasilitas yang menyamankan pengunjung. Idenya sih mulia, hanya saja lokasinya seharusnya tidak di tempat yang sekarang, agar tidak merusak situs yang ada.
Belum pernah plesir kesana ya Pak? Perlu dan penting lho …
Wah-wah … mbak Tuti, saya terkagum-kagum baca artikel ini. Mbak Tuti memang luar biasa. Terus terang tadinya saya agak kewalahan untuk menjelaskan tentang kerajaan Majapahit ketika Pangeran (anak saya) menanyakan tentang hal ini. Ternyata sekarang saya dapat penjelasan yang detail bahkan lengkap dengan photo2nya. Asyikkk …
Mbak Tuti kalau saya boleh usul, gimana kalau mbak Tuti mulai menulis secara serius dan menerbitkan artikel-artikel ini menjadi buku. Karena saya lihat mbak Tuti sering travelling dan rajin foto-foto, bagus-bagus lagi. Kapan lagi mbak, ayo sekarang mbak Tuti ngorbit tuk nerbitin karya-karyanya. (Apa sudah ada & hanya saya yang belum tahu yach mbak ?). Nanti tak bantu promosiin, terutama buat teman-teman para blogger, hehehe….
Terima kasih banyak atas artikelnya yang ok banget yach mbak Tuti 🙂 🙂 🙂
Best regard,
Bintang
http://elindasari.wordpress.com
Tuti :
Terimakasih, Mbak Elinda. Jadi malu nih dipuji … (*tersipu-sipu dengan wajah merah jambu*).
Artikel itu saya tulis dengan mengambil referensi dari Wikipedia, dan juga artikel-artikel di Kompas. Kebetulan saya pernah kesana, jadi saya tambahin dengan pengamatan saya sendiri. Foto-foto di Trowulan tidak begitu bagus, karena kebetulan pas mendung, tidak ada cahaya matahari. Yah, pokoknya ada obyeknya …
Wah, putera Mbak Elinda namanya Pangeran ya? Berarti ayahnya bernama Raja dong? 😀
Memang anak-anak harus kita perkenalkan dengan sejarah bangsa, supaya mereka mengetahui identitas dirinya sebagai bangsa Indonesia, dan tumbuh rasa cinta kepada tanah air. Cinta tanah air ini sangat penting lho, supaya anak-anak kita kelak tidak menjadi bangsa yang merusak negara kita sendiri (seperti banyak pejabat sekarang ini … ihiks .. 😦 )
Tentang menulis, saya dulu suka menulis fiksi di beberapa majalah ibukota, tapi sekarang sudah tidak lagi. Insya Allah, suatu saat nanti saya akan membukukan tulisan-tulisan di blog ini, kalau sudah terkumpul cukup banyak. Terimakasih yang sebesar-besarnya atas suport Mbak Elinda. Lha Mbak sendiri, sudah membukukan tulisan-tulisan Mbak di blog?
Salam hangat,
Tuti
Saya dengar saat ini sedang dipersiapkan pembuatan Film Kolosal “Mahapatih Gajah Mada” produksi PT TAWI NUSANTARA FILM dengan Sutradara: Renny Masmada. Semoga sukses dan dapat Go International. Serta dapat membangkitkan kembali Semangat Nasionalisme yang akhir2 ini kelihatan mulai mengendur.
Tuti :
Wah, betulkah? Kok publikasinya kurang terdengar ya? Nama perusahaan film dan sutradaranya juga sepertinya saya belum pernah dengar. Penulis script-nya siapa ya? Sayang kalau film tentang tokoh besar ini tidak dikerjakan dengan maksimal.
Terimakasih informasinya, Mas Setyo.
waah…sediih ya mbak,,,betapa banyak peninggalan bersejarah tersingkirkan oleh kepentingan lain..
halo…teman teman…usul…nih…mbak Tuti nulis lagi, pasti banyak majalah,koran yang mencari nih…
Elok tenan…kalo bikin tulisan luar biasa…..
Tuti :
Hahaha … Mbak Dyah bikin saya jadi malu, lha wong tulisan ini ngambil referensi dari berbagai sumber, ditambah pengalaman pribadi yang nggak penting …
Ayo kita selamatkan warisan budaya di wilayah kita masing-masing. Panjenengan dan Pak Herry, mumpung sedang kedapuk memimpin rakyat Yogya, monggo mempromosikan pelestarian bangunan dan benda-benda kuno bersejarah yang ada di Yogya …
Tahunan lamanya aku concern terhadap sisa-sisa Majapahit. Riset pustaka pun tak habis-habisnya kuikuti. Sulit untuk dinafikan kontribusi Majapahit terhadap bentuk Indonesia abad terakhir ini.
Namun betul-betul terhenyak ketika kali pertama mengetahui preseden kemarin-kemarin ini. Rasanya sungguh menggelikan kejadian tersebut.
Tulisan Ibu makin memperjelas “peta” Mahapahit itu sendiri, Bu.
Tuti :
Terus terang, saya juga baru tahu posisi Majapahit dalam perjalanan sejarah bangsa kita ketika membaca-baca literatur untuk menulis postingan ini …
Terimakasih, Mas DM.
Wuah, kalo buku teks sejarah jaman sekolah dulu apiknya kayak gini, bisa juara lomba cepat-tepat sejarah ni…
Hwhwhw..
Soal PIM >> proyek ambisius pemerintah.. sampe2 lupa ngurus IMB.
Tuti :
Bagaimana kalau saya jadi guru sejarah saja? Nanti saya kisahkan, bahwa Oche adalah keturunan Raja Sriwijaya … 😀
Iya tuh, IMB aja ternyata PIM belum punya. Tapi karena yang meletakkan batu pertama adalah menteri, ya jalan aja terus …
Nasib situs Trowulan agaknya mengikuti situs Sangiran. Situs Trowulan rusak karena kecerobohan. Benda-benda peninggalan masyarakat Majapahit yang bernilai tinggi (di)rusak.
Sedangkan di situs Sangiran terjadi perburuan terhadap tengkorak manusia purba (phitecantropus Erectus- manusia-manusia awal yang menghuni daratan Jawa) dan tulang-tulang hewan purba (stegodon-gajah purba, dll).
Sungguh ironis.
Padahal, apa yang ada sekarang ini juga akan menjadi situs pada ribuan tahun ke depan. Dan kita tentu tidak ingin generasi yang hidup pada ribuan tahun di depan itu akan merusak situs abad 21 ini.
Tuti :
Begitulah. Kerusakan situs-situs sejarah dan purbakala di Indonesia bukan saja disebabkan oleh tingkat kebutuhan ekonomi dan tingkat kesadaran masyarakat yang rendah, tetapi juga oleh kurangnya perhatian dan komitmen pemerintah untuk menjaga warisan nenek moyang ini. Jangankan yang berupa warisan, wong yang milik anak-cucu di masa depan saja dikeruk …
sumur upas nya kok nggak di kunjungi
sumur itu adalah tempat untuk para calon pemimpin kerajaan MAJAPAHIT yang berguna untuk membersihkan sifat kesetanan pada manusia ………..terus bagaimana dengan para pengelola negara kita yang kesetanan ..yang rakus
prihatin sekali kita ya
Tuti :
Wah, saya kok terlewat ya, nggak dapat informasi tentang sumur upas (atau saya yang kurang ‘ngeh’?).
Bagaimana kalau para pengelola negara kita diajak piknik bareng-bareng ke sumur upas, terus sampai disana diguyur masal … 😀 😀
terimakasih jawabannya, dan masih banyak lho situs bersejarah di jawa timur
Tuti :
Terimakasih juga, semoga lain kali saya berkesempatan untuk mengunjungi situs-situs bersejarah lain di Jatim
Siip bagus pelestarian peninggalan sejarah patut untuk dilanjutkan dan diperbaiki sehingga tidak terjadi lagi yang namanya ada arca peninggalan sejarah yang hilang.
Tuti :
Partisipasi masyarakat dan pemerintah sama pentingnya. Kalau penduduk setempat masih sulit mendapatkan penghasilan, sementara dari pemerintah tidak ada perhatian, upaya pelestarian benda peninggalan budaya akan sulit dilakukan …
ya bu kasian banget yang PIM itu barang temuannya juga dijuali oleh para penggali tanah malah dijual dengan harga murah saya tau keadaanya soalnya saya orang sana ato asli mojokerto tapi kata orang museum barang tersebut ada yang asli tinggalan majapahit ada juga yang palsu jadi tergantung dari pembeli pintar-pintar memilih
Tuti :
Ya, desakan ekonomi bagi rakyat kecil ada kalanya membuat mereka menjual barang-barang purbakala itu. Tapi ada juga yang memang serakah dan ingin memperkaya diri sendiri dengan menjual warisan budaya itu, umumnya pedagang dan cukong bermodal besar.
Kalau yang di museum, memang tidak semua asli. Petugas museum menjelaskan, mana yang asli mana yang tiruan/duplikat.
bu tuti. pesan saya sih satu, mudah2 han, kita bisa melihat kembali sisa istana majapahit yg megah ya bu, singgasana yg pernah di duduki oleh raden wijaya hingga prabu hayam wuruk. dan harapan saya moga 2. pemimpin indonesia bisa seperti gajah mada yg membawa majapahit ke puncak kejayaan, supaya bisa membawa indonesia menjadi negara seperti majapahit yg diakui oleh seluruh mancanegara. ok
Tuti :
Tentu saja kita semua berharap demikian, namun untuk mewujudkan kembali kerajaan Majapahit seperti bentuk aslinya dulu memang sesuatu yang mustahil. Rekonstruksi hanya bisa dilakukan terhadap artefak yang masih bisa dilacak bentuk aslinya.
Tetapi benar, mudah-mudahan para pemimpin negara kita bisa mewarisi semangat persatuan dan kesatuan negara yang dulu dibangun oleh Gajah Mada dan Hayam Wuruk.
jero wacik gak menghargai sejarah bangsa’y…
apa ga sayang situs bersejarah seperti itu di rusak hanya untuk kepentingan segelintir orang yang mungkin hanya untuk mengambil keuntungan dari di bangunnya PIM….
menurut saya itu adalah sebuah kebodohan jero wacik sebagai penggagas PIM…jero wacik tidak pantas jadi menteri……
Tuti :
Yah, mungkin Pak Menteri sedang khilaf. Maklum, beliau ingin meninggalkan sesuatu yang monumental selama masa jabatannya. Nah, karena tergesa-gesa, maka kurang teliti dalam melakukan survai dan perencanaan pembangunan PIM …
Assalamu alaikum wr.wb…
salam perkenalan …
Saya sangat bangga dengan adanya tulisan mbak Tuti, semoga pemerintah kita memperhatikan situs2 sejarah seperti ini, khususnya di kota Mojokerto yang merupakan tanah kelahiran saya, karena masih ada hal2 yang harus saya cari tentang keberadaan Kerajaan MAJAPAHIT.
Selain itu dengan mempelajari sejarah spt ini kita akan tahu mengapa saat itu seperti itu, bagaimana caranya agar hal-hal yg sifatnya negatif saat itu tidak terulang dimasa sekarang? Yah ibarat kata2 bijak sekarang bahwa yang jelek jangan kita tiru, yang baik kita ikuti dan kembangkan.
Terimakasih atas pencerahannya semoga ALLAH SWT Membimbing kita semua.
Tuti :
Salam kenal juga Mas Wijaya (wah …. mengambil dari nama Raden Wijaya, pendiri Majapahit ya? 🙂 ).
Memang betul, sejarah sangat penting bagi sebuah bangsa untuk melangkah menuju ke masa depan. Menengok ke masa lalu untuk belajar, agar ke depan menjadi lebih baik. Sayangnya pelajaran sejarah yang diberikan di sekolah-sekolah lebih banyak berisi hafalan tentang tahun dan peristiwa, tapi kurang mendalami makna dan kearifan yang bisa dipetik dari peristiwa-peristiwa tersebut, sehingga bagi para siswa menjadi pelajaran yang membosankan.
Bahkan bagi kebanyakan masyarakat kita pun, situs-situs sejarah bukan sesuatu yang menarik, karena yang mereka lihat hanya bentuk fisiknya (reruntuhan, ataupun bangunan-bangunan yang ‘cuma’ sederhana). Semoga ke depan masyarakat dan pemerintah bisa memberikan perhatian yang lebih besar pada warisan sejarah bangsa kita ini.
Iya mbak, sebenarnya sejarah itu sangat penting karena dengan melihat sejarah kita juga bisa “melihat” masa depan (bukan dukun loh). Sejarah merupakan suatu peristiwa, terjadinya suatu peristiwa pasti ada penyebabnya dan itu merupakan suatu rangkaian sebab akibat. Dengan kita bisa menganalisa suatu peristiwa maka kita tahu sebab akibat yang terkandung di dalamnya dan saat itulah mungkin akan timbul teori yang bisa kita gunakan untuk melihat kemungkinan2 yang akan terjadi di masa depan meskipun masih dikatakan “mungkin” karena bisa terjadi maupun bisa tidak jadi. Namun setidak2nya kalau kita ketahui suatu gejala2 baik itu sifatnya alam maupun kehidupan sosial di masyarakat kita kita semua bisa mengambil tindakan mencegah dan waspada.
Tuti :
Betul sekali. Kalau sejarah hanya disampaikan dalam bentuk deretan tahun-tahun peristiwa, memang jadi membosankan dan tanpa makna. Sejarah menjadi bermakna jika disampaikan berikut latar belakang budaya, sosial, dan politik yang terjadi pada masa itu. Dari menganalisa dan mengevaluasi peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi, mengenali ‘pola’ terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut, kita bisa memprediksi apa yang akan terjadi jika sekarang kita begini dan begitu.
Btw, bagaimana dengan kelanjutan pembangunan PIMnya Mas? Setelah ribut-ribut reda, dan orang disibukkan dengan Pileg dan Pilpres, apakah pembangunan PIM sudah dilanjutkan lagi?
Wah klo yg itu saya tdk memonitor kelanjutannya mbak, tapi saya sangat merasa prihatin terhadap proyek PIM tersebut, yang jadi pertanyaan di benak saya kalau memang untuk keperluan Pusat Informasi Majapahit kan seharusnya tetap menjaga keaslian nya, setidak2nya ya dari yang tertimbun tanah kita munculkan kembali namun juga harus dipahami temuan itu sebenarnya fungsinya apa pada masanya, klo benda2 tsb berupa arca2 atau alat/rumah tangga bisa dikumpulkan dalam museum, namun yang saya khawatirkan yang berupa candi atau tempat2 yang memiliki tanda2 sejarah harus dirusak untuk menancapkan tiang2 pondasi bangunan baru,sangatlah disayangkan… terkadang ada terlintas pemikiran apakah dulunya tidak pernah belajar sejarah atau pelajaran sejarahnya “HER”….
Dan yang saya heran kenapa kok yang seperti ini tidak termonitor instansi terkait disana? bahkan informasinya setelah diekspose oleh surat kabar tertentu baru kelabakan semua.
Harapan saya meskipun terlambat bertindak, setidaknya proyek tersebut harus dikaji ulang apakah layak dilanjutkan atau tidak. Kalau menurut pendapat saya pribadi lebih baik dialihkan tempatnya saja supaya jangan merusak peninggalan bersejarah disana, kalaupun tetap dilaksanakan ya harus menyesuaikan dengan keberadaan situs2 bersejarah tersebut (yg ini memang susah karena paling2 pasti dianggap sudah sesuai sama mereka. biasalah diambil jalan pintas asal pekerjaan tuntas….).
Kalau tetep dilaksanakan dan tetap merusak situs yg ada ya paling2 saya berdoa semoga diberikan petunjuk dari NYA. Paling tidak ya mati ketimpa bangunannya sendiri.. salam..
Tuti :
Menururt yang saya baca di Kompas, bangunan PIM itu ada di atas bangunan kuno peninggalan zaman Majapahit. Ada pondasi bangunan PIM yang menyebabkan rusaknya bangunan kuno tersebut, juga beberapa tempayan yang pecah sewaktu diadakan penggalian. Sebetulnya sudah pernah diusulkan lokasi lain yang terletak di luar kompleks museum, yang tidak menyimpan peninggalan bersejarah, tapi entah mengapa, tetap dipilih lokasi di dekat museum, yang belum diselidiki oleh para arkheolog apa yang masih tersimpan di bawahnya.
Berita terakhir, pembangunan proyek PIM sudah dilanjutkan, tetapi kemungkinan tidak jadi diresmikan oleh SBY menjelang pilpres (dulu rencananya akan diresmikan selagi SBY masih menjabat).
saya senang sekali baca tulisan Mbak Tuti. Terima kasih sudah mau berbagi lengkap dan dengan foto2. saya ingin sekali ke Trowulan. mudah2an suatu saat terwujud.
Tuti :
Syukurlah kalau tulisan saya bermanfaat. Saya memang ingin menggugah kecintaan pembaca kepada kekayaan budaya kita. Bagus sekali kalau bisa menyempatkan diri ke Trowulan. Tapi akan lebih baik kalau membaca dulu tentang peninggalan-peninggalan tersebut, sehingga kita tahu sejarahnya, dan bukan cuma sekedar melihat reruntuhan masa lalu.
Ki Patih Gajah Mada, Mahapatih kerajaan Majapahit yang terkenal dan sangat dikagumi , ternyata adalah murid dari KI Hanuraga, sesepuh Generasi III, Paiketan Paguron Suling Dewata .
Menurut Parampara Perguruan Seruling Dewata, khususnya saat menceritakan kisah ketua angkatan ke III , Ki Hanuraga ( atau Ksatria Suling Gading ), tersirat kisah hidup Gajahmada . Gajahmada, lahir di desa Mada, Mada Karipura, beliau ditemukan sekarat oleh seorang Maha Yogi Ki Hanuraga, di Jawa Ki Hanuraga di kenal dengan nama Begawan Hanuraga sedangkan di Bali beliau dikenal dengan nama dengan sebutan Mahayogi Hanuraga ( Sesepuh Generasi III Perguruan Seruling Dewata )beliau menguasai 72 kitab pusaka yang mempelajari 72 ilmu silat dan diwarisi oleh sesepuh sesepuh sebelumnya seperti Ki Mudra dan Ki Madra sesepuh Generasi II, serta Ki Budhi Dharma sesepuh generasi I yang di diksa pada abad ke 5 – caka tahun ke 63 – bulan ke 11- hari ke 26 ( caka warsa 463 ). mengenai Gajahmada , diceritakan, bahwa Gajahmada kecil bernama I Dipa, dia memanggil Ki Hanuraga dengan sebutan Eyang Wungkuk, dan belajar ilmu kanuragan selama 5 tahun sambil mempelajari ilmu ketata Negaraan , I Dipa ( Gajah Mada Kecil ) adalah seorang yg tdk memiliki siapa-siapa ( sebatang kara ), sebagai pengembala kambing. Perkenalan Mahayogi Hanuraga dgn I Dipa ( Gajahmada ),terjadi saat Ki Hanuraga melakukan pengembaraan ke tiga kalinya mengelilingi Nusantara ( kala itu di sebut Nusa Ning Nusa ) , sebelum Mahayogi sakti ini kembali ke Pertapaan Candra Parwata di Gunung Batukaru di Bali ketika usia beliau sudah sepuh ( tua ), sesuai tradisi Perguruan sebagai seorang Mahayogi harus kembali ke pertapaan. Mahayogi Hanuraga menemukan Gajahmada, dipinggiran hutan dalam keadaan pingsan, antara hidup dan mati, karena kasihan Maha Yogi Ki Hanuraga mengobati dan menyembuhkan luka dalam Gajahmada. dari Ki Hanuraga-lah I Gajahmada, belajar ilmu silat dan kanuragan , serta mengajari ilmu Tata Negara dan tercatat sebagai siswa Paiketan Paguron Suling Dewata di bawah bimbingan langsung sesepuh Generasi III , Ki Hanuraga. Gajahmada Kecil sering di ejek oleh teman temannya, karena dia memiliki kuping yg lebih besar dari kuping orang normal, sehingga dia di panggil I Gajah dari Desa Mada. kelak semua tahu bahwa nama Gajahmada inilah yang akhirnya menjadi terkenal di seluruh Nusantara sebagai Mahapatih yang maha sakti. ( di sadur dari Majalah Watukaru , Majalah bulanan Perguruan Seruling Dewata, )
berikut beberapa petikan yang diambil dari Parampara Perguruan mengenai Ki Gajahmada dan Ki Soma Kepakisan , seperti yang dituturkan oleh Ki Hanuraga atau Ksatria Suling gading , sesepuh Generasi Ke III, Perguruan Seruling Dewata .:
Ki Gajahmada
ini adalah pengembaraanku yang ketiga dan merupakan yang terakhir menjelajahi Nusantara. ketika aku melangkahkan kakiku dengan santai di pinggiran hutan dekat sebuah desa yang bernama desa Mada atau lengkapnya Madakaripura pada sebidang tanah datar pandangan mataku tertumbuk pada seorang anak yang sedang mengelepar bergulingan di tanah seperti sedang sekarat. aku segera melompat ringan dan setelah dekat ternyata seorang anak berusia sekitar empat belas tahunan. tubuhnya sebenarnya tegap, tapi entah kenapa mengelepar gelepar seperti sekarat menahan siksaan berat, tubuhnya memancarkan sinar merah, dan hijau berganti ganti ,berkali kali anak itu ingin berbicara kepadaku, tapi tidak ada suara yang keluar dari mulutnua hanya tangannya saja yang menunjuk nunjuk sebuah goa di pinggir hutan. dengan sigap aku melompat ke mulut goa, didalam goa aku melihat seekor ular naga Wilis sebesar pohon pisang yang panjangnya sekitar delapan depa, mati kehabisan darah, dan ada bekas gigitan di tubuh ular naga wilis ini, didekat bangkai ular naga wilis ada cahaya merah, setelah ku dekati ternyata ” Ong Brahma ” sebuah jamur berwarna merah sebesar niru, yang sebagian besar habis tercabik cabik, ” Ong Brahma ” adalah sebuah mustika langka yang menjadi rebutan kaum persilatan karena mampu melipatgandakan tenaga panas menjadi seribu kali lipat. rupanya ular naga wilis ini adalah penjaga Ong Brahma yang langka ini.bersyukur anak ini berjodoh dan bertemu denganku , jika tidak bertemu pesilat berilmu tinggi anak ini dapat dipastikan kematiannya, sebab minum darah ular saja bisa mati membeku kedinginan apalagi makan ” Ong Brahma ” akan kepanasan darah mengering . jika makan keduanya akan tersiksa panas dan dingin secara bergantian dan akhinya mati.tenaga dalam yang berhawa panas dan dingin yang bergejolak saling mematikan , aku isap habis habisan dengan tenaga sakti isap bhumi, diselaraskan dalam dirinya, lalu disalurkan kembali ke tubuh anak ini sehingga seluruh nadi terbuka, seluruh garanthi ( simpul nadhis ) terbuka, tujuh cakra besar terbuka dan Kundalini terbangkitkan seketika, tenaga dalam masih berlebihan terpaksa dibagi ke 108 nadis di seluruh tubuh anak ini , baru dapat membebaskan anak ini dari kematian. dari kemalangan terancam kematian mengerikan , berubah menjadi keberuntungan luar biasa, impian seluruh dunia persilatan dengan terbukanya seluruh nadhis, garanthi, cakra dan bangkitnya kundalini, orang biasa membutuhkan latihan puluhan tahun untuk mencapai tingkatan seperti ini. setelah setengah hari anak ini pingsan, akhirnya sadar juga, wajahnya cemerlang berseri seri, begitu anak ini sadar langsung berlutut dihadapanku, rupanya anak ini sadar juga bahwa aku telah menyelamatkan jiwanya, setelah mengucapkan terimakasih anak ini mulai menuturkan riwayat hidupnya.anak ini bercerita namanya ” Dipa” , tidak tahu siapa orang tua kandungnya sejak kecil ia sudah menjadi tapa daksa ( anak yatim piatu ), dan harus bekerja pada tuan tanah untuk menanggung hidupnya dia ditugaskan mengembala sapi, anak yang kehilangan sapi dihukum keras dicambuk, dipukuli bahkan jika berkali kali dipotong tangan atau kakinya. anak ini bercerita bahwa dia telah kehilangan kambing 3 kali dan tentunya dia takut kembali karena akan menerima hukuman yang sangat berat bisa bisa di hukum potong tangan atau kaki, sehingga untuk menghindari hukuman tersebut dia mencari ular naga wilis yang memakan kambingnya dan melarikannya ke dalam goa, ketika dililit sama ular naga wilis , Dipa menggigit tubuh ular dan meminum darahnya, ketika ular itu mati kerena kehabisan darah, ia merasa haus dan kelelahan dan melihat jamur merwarna merah yang meneteskan air dan ia pun langsung meminumnya dan meremas remas jamur tersebut agar mendapatkan lebih banyak air karena rasa haus sehabis berkelahi dengan ular naga wilis. syukur hamba ( Dipa ) bertemu dengan tuan ( Ki Hanuraga ) , dan nyawa hamba berhasil diselamatkan , sekarang hamba rasanya kuat , segar bugar, mulai sekarang hamba berguru kepada Tuan dan ikut kemanapun Tuan pergi, daripada hamba kembali ke desa akhirnya di hukum potong tangan atau potong kaki dan menjadi cacat seumur hidup.aku tersenyum dan menerimanya sebagai siswa, namun aku hanya berjanji mengajarkannya selama lima tahun saja, Dipa sering menyebutku dengan Eyang Wungkuk, aku terpaksa menetap di hutan bersama Dipa selama lima tahun mengajarinya ilmu silat dan ilmu ketatanegaraan. aku menyimpulkan bahwa Tenaga dalam Dipa sudah sangat dahsyat melebihi pendekar tangguh , sehingga aku hanya perlu mengajarkan ilmu silat dan senjata serta tehnik bertarung . kalau memungkinkan mengajarkan ilmu ketatanegaraan, siapa tahu ia mengabdi di sebuah kerajaan di kemudian hari. mulai saat itu anak yang bernama Dipa mulai digembleng ilmu ilmu rahasia Gunung Watukaru, baerlatih siang dan malam, tahan terhadap rasa sakit dan rasa lelah, tiada menghiraukan lapar dan haus , berlatih tanpa henti , tidak menghiraukan panasnya matahari dan teriknya hujan berlatih dan terus berlatih, tiada hari tanpa berlatih…………
Tuti :
Terimakasih tambahan informasinya yang sangat berharga …
Kenapa indonesia namanya nggak majapahit aja, kan lebih gagah kelihatanya he he he, bisa nggak ya biar saya rajanya
Tuti :
Jadi raja atau ratu?
akhirx aq dah ampe di situ juga
Tuti :
Syukurlah dah nyampe. Gimana, terkesan kan? 🙂
Syukur, alhamdulillah, Majapahit yang terkubur lebih dari enam ratus tahun lalu, perlahan kembali ‘muncul’ di persada ini. Sebagai negara pemersatu yang dinakhodai oleh Gajah Mada, Majapahit memang menjadi kebanggan bangsa yang pernah ada di bumi nusantara ini. Semoga kebesaran Majapahit sebagai cikal-bakal negara kesatuan Republik Indonesia ini mampu memberikan holi-spirit pada bangsa kita yang belakangan ini sangat rapuh digerogoti oleh orang-orang rakus dan serakah, yang tak lagi mampu memaknai arti persatuan dan kesatuan bangsa, kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Maju terus mbak, nulis terus..! Sebagai tambahan, baca buku saya GAJAH MADA SANG PEMERSATU BANGSA, terbitan Elex Media Komputindo, Group GRAMEDIA. Atau sharing di ‘bengkel’ saya http://masmadakari.blogspot.com atau http://masmada.blogspot.com. Terimakasih.
Salam Nusantara…!
Tuti :
Terimakasih, Mbak Renny. Wah, ternyata Mbak Renny adalah seorang Majapahitis dan GajahMadais ya 🙂 Pastinya sudah hapal setiap jengkal situs Trowulan. Iya, Mbak … insya Allah saya akan mampir ke blog Mbak Renny, juga baca bukunya.
Salam Negriku, Mbak! 😀
Senang sekali ‘dapat apresiasi’ dari mbak.
Tapi…., he..he..he.., saya bukan ‘mbak’.., ‘MAS’ RENNY MASMADA.
Tapi maklum sih, nama saya salah alamat. Nggak tauk kok ortu dulu namain saya kayak nama cewek..!
Tapi, nggak apa-apa. Ok aja.
Salam Nusantara..!
‘mas’ Renny Masmada.
Tuti :
Haduh!! Ma’aaaaf …… Mas Renny. Jadi ketahuan kalau saya belum menengok blog masmadakari 😦
Barusan saya mampir ke blog Mas Renny, dan nulis komentar lumayan panjang di posting tentang budaya Jepang dan Majapahit, tapi kok ribet ya? Harus ngisi macem-macem. Akhirnya saya log out (dan komen saya pastinya hilang … hiks! 😦 ). Usul nih, bagaimana kalau Mas Renny tambahkan menu “Name & URL” pada penulis komen (seperti blog teman-teman lain yang memakai blogspot.com) untuk memudahkan pengunjung meninggalkan komentar. Atau bikin di WordPress saja Mas, lebih nyaman … (heh, kok ngatur sih? suka-suka dong orang mau bikin blog pakai apa! )
Ok.., aku dah ikutin sarannya. Sekarang aku dah punya rumah di WordPress. rennymasmada.wordpress.com. Makasih Mbak.
Tuti :
Sama-sama Mas Renny … besok saya mampir deh 🙂
Terus terang saya bangga menjadi warga Indonesia, tetapi saya tidak bangga terhadap gajah mada. gajah mada tidak seharusnya dianggap sebagai pahlawan. lebih tepatnya “patih-pemberontak-sembrono-gila-ekspansi-dan-kekuasan”
Lihat saja apa yang dilakukannya pada insiden bubat.
dia juga menantang pendiri majapahit, raden wijaya. raden wijaya telah bersumpah bahwa ia tidak akan mengganggu bumi sunda. namun apa yang gajah mada lakukan.
Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, “Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa”.
jelas-jelas ia ingin menghancurkan sunda bukan menyatukannya
Bu,
entri ini sungguh menarik perhatian saya. saya ada membaca mengenai Arok tulisan Pak Pramoedya Ananta Toer – yang menubuhkan kerajaan Singhasari sebelum Majapahit. Sememangnya binaan mereka indah-indah ya.
Tuti :
Betul Zenyth, mempelajari sejarah masa lalu memang selalu menumbuhkan rasa kagum di dalam hati kita akan kajayaan kerajaan-kerajaan yang pernah eksis di manapun berada.
BAGUS BU ISINE
Tuti :
Terimakasih, Mas Iwan 🙂
salam mbak. Salam perkenalan dari Malaysia. Maaf ye…saya singgah untuk tanya khabar mengenai puteri Majapahit yang berkahwin dengan raja Melaka. Minta sesiapa disana ada kebenaran ceritanya. Tma kasih saya suka dengan penulisan mbak. Teruskan usaha murni ini.
Tuti :
Salam juga, Dayana.
Tentang puteri Majapahit yang menikah dengan Raja Melaka, mungkin ada dalam kisah Hang Tuah, tapi saya agak lupa namanya. Besok kalau ada kesempatan, saya ingin juga menulis tentang Hikayat Hang Tuah ini.
Terimakasih kunjungannya … 🙂
Salam Mbak..
dalam pelajaran2 sejarah kita kenal bahwa nama gajah mada itu begitu besar, apalagi dengan sumpah palapa nya. namun ada satu yang menjadi pertanyaan bagi saya sampai sekarang belum saya dapatkan jawabannya. biasanya orangt2 besar dalam sejarah itu punya biogafi bahkan sampai makamnya kita bisa tau. tetapi gajah mada sampai sekarang kita belum tau makamnya dimana. lalu muncul pertanyaan lain, apakah betul gajah mada itu ada???? atau hanya khayalan para sejarawah saja atas permintaan penguasa… kalau gajah mada itu nyata ada, kira2 dimana makamnya????…….
Tuti :
Maaf Asyraf, saya tidak bisa menjawab pertanyaannya. Tapi Mas Renny di komentar berikut menawarkan sumber yang bisa diakses untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Asyraf.
Mbak Tuti, ikut nimbrung nih…,
Mas Asyraf,
Gajah Mada betul sebagai tokoh sejarah. Ini dapat dilihat dari beberapa prasasti dan naskah-naskah yang ditulis pada zamannya seperti Nagarakretagama.
Untuk menambah bahan kepustakaan, bisa mampir di web saya. http://www.rennymasmada.com atau http://rennymasmada.wordpress.com atau http://rennymasmada.dagdigdug.com
Terimakasih.
Apa kabar mbak Tuti…? Kok gak mampir-mampir ke blog saya? Ditunggu.
Salam Nusantara..!
Tuti :
Terimakasih atas sumbangan informasinya, Mas Renny 🙂
Kabar saya baik-baik saja, tapi memang agak sibuk, jadi mohon maaf yang sebesar-besarnya jika belum sempat berkunjung ke blog Mas Renny …
saya bangga menjadi orang indonesia lebih-lebih saya masih keturunan dari raja ARYA WIRARAJA atau disebut juga ARYA BANYAK WIDE andai di jaman sekarang ada seseorang seperti patih gusti GAJAH MADA wah negara kita pasti temtram damai dan makmur? apalagi di barengi dengan kecanggihan teknologi wuih dahsyat kali? mungkin setara dengan negara-negara eropa ataupun amerika
Tuti :
Bagaimana kalau kita tak usah berandai-andai (karena itu mustahil terjadi), dan bekerja sekuat tenaga saja agar bisa menjadi ‘gajah mada- gajah mada’ abad ini yang bisa berbuat banyak bagi bangsa? 🙂
suka aja.
Tuti :
Baguslah!
Makasih lho bu tuty… saya sudah baca semua… bangsa yg besar adalah bangsa yg menghargai sejarah…, sempat kita ngak punya tempat peninggalan sejarah… bagai mana nasib… anak cucu kita ya… bisa bisa pelajaran sejarah di ganti dengan pelajaran shoping…seperti negara negara tetangga yg baru punya situs seumur kura kura aja di pelihara eh… kita yang punya ratusan tahun kok malah mau di tibun….
BNYAK SITUS2 DTEMUKAN
salam kenal dari pangkalpinang bu tutik…
setelah baca novel tentang majapahit dan gajahmada, segera browsing tuk cari gambar2 dan info seputar kerajaan majapahit…
akhirnya nemu blog nya ibu tutik… infonya lengkap dan ada gambar2nya pula…
pokoknya mantap deh makasih ya bu….
Tuti :
Salam kenal juga, Guntur …
Syukurlah kalau Guntur merasa memperoleh manfaat dari tulisan saya tentang Majapahit. Memang kita harus memahami sejarah nenek moyang kita, supaya tahu siapa diri kita dan bagaimana harus melangkah ke depan …
Terimakasih sudah berkunjung, Guntur … 🙂
APAKAH INI BARANG PENINGGALAN MASA SILAM
Sekitar 2 minggu yang lalu kawan saya menemukan beberapa barang yang tertimbun dalam tanah di Desa Muak Kec. Merangin Kab. Kerinci Jambi Mungkinkah ini barang Purbakala…?
1. gambar Gajah tapi belalainya ada dua melengkung ke atas dan ekornya bercabang tiga bahannya dari tembaga besarnya lebih kurang sebesar gelas biasa untuk minum.
2. keris dan beberapa pisau
3. Tutup seperti tutup sebuah panci yang berbahan tanah tapi apbila di balik bentunya seperti Asbak rokok
4. batu ada bermacam-macam bentuk
Mohon bantuan kepada Bapak/Ibu, Rekan atau Sobat yang bisa membantu tentang hal ini apakah benar ini adalah benda peninggalan masa lampau …..?
Tolong share ke email saya mi_tronic76@rocketmail.com
photonya nanti saya upload di Facebook
Terima kasih sebelumnya………..
Tuti :
Silahkan kepada Pembaca, jika mengetahui atau bisa memberikan informasi tentang benda-benda yang ditemukan oleh teman Bapak Misatman. Kalau menurut saya, sebaiknya ditanyakan saja ke Dinas Purbakala setempat untuk mendapatkan kepastian.
Ibu aya orang Trowulan asli, bisa dikatakan saya asli orang majapahityang tidak tahu sejarah mojopahit.
saya minta tolong kepada ibu ? apakah mempunyai literatur tentang gambar istana Kerajaan Majapahit itu bagaimana ? dan di mana posisi pastinya ?
atas jawaban ibu saya sampaikan beribu-ribu terima kasih dan mohon di kirimkan ke email saya
Tuti :
Gambar istana kerajaan Majapahit saya belum pernah melihat. Bekas lokasinya juga belum ditemukan. Yang masih ada peninggalannya sekarang adalah bangunan-bangunan pelengkap saja, seperti candi tikus, kolam segaran, dll. Mungkin di buku-buku sejarah ada. Atau silahkan search ke Google …
dulu sy sering banget ke trowulan, dr ajangh bisnis kulakan patung2 dr perungg kekuas di sanan,bejijong,dan sktrnya sampe tirakat di situs2 majapahit
banyak sekali misteri disini
namun yg pasti adalah disini masih tersimpan sebuah kekuatan yg besar dan spirit kejayaan bangsa ini
jd pelestarian situs majapahit hrs di perhatikan,dan satu2nya yg saya tahu adalah romo suryo yg tinggal di depan kolam segaran,………………..
viva majapahit
viva nkri
Tuti :
Betul sekali, situs Majapahit ini sangat penting untuk merunut sejarah kejayaan bangsa kita di masa lalu. Sayangnya, sekarang ini banyak orang (pejabat) yang berpikir pragmatis, sehingga kadang-kadang melupakan nilai kesejarahan peninggalan nenek moyang yang tak ternilai harganya …
Saya tidak mengenal romo Suryo, tapi saya mendoakan semoga beliau selalu sehat dan dikaruniai usia panjang, sehingga pengetahuan beliau bisa menjadi sumber rujukan dan dilestarikan dalam bentuk tulisan.
Viva Indonesia!
Ada novel tentang Majapahit yang terbit baru-baru ini, “Sabda Palon” judulnya. Barangkali baca novel ini sambil duduk di Pendapa Agung atau kolam Segaran bisa menghayati kehidupan jaman Majapahit dulu. Salam kenal bu.
Tuti :
Wah … saya belum pernah baca resensi tentang novel “Sabda Palon”. Siapa penulisnya?
Hm … betul sekali, membaca kisah tentang Majapahit di lokasi situs peninggalannya pasti sangat beda rasanya …
Salam kenal juga, Danar 🙂
saya ingin sedikit memberi masukan.pada masa Majapahit berkemang beberapa agama, terutama Agama Budha dan Hindu, penganut agama Islam juga sudah mulai ada makanya sutasoma menulis Bhineka Tunggal Ika Tan Hanna darma Mangrwa, orang jawa mengenal istilah Raja setelah jaman belanda, masa sebelumnya orang jawa menyebut “Ratu”untuk merujuk pemimpinnya.makanya ada sebutan Angkatan perang Ratu Adil. pendiri pajang bukan Sutawijaya melainkan Hadiwijaya ( Mas karebet / Joko Tingkir). Sutawijaya (PAnembahan Senapati) adalah pendiri Mataram beliau adalah anak dari Ki Ageng Pemanahan yang merupakan keturunan Raja Majapahit.
Terimakasih Bu Tuti yang telah memberi informasi seputar majapahit ini. Tak banyak orang yang mau mengenal sejarah bangsanya. Informasi ini sangat berharga untuk diteruskan kepada anak cucu sehingga mereka tetap mengetahui sejarah bangsanya di waktu mundur ratusan tahun silam.
Kalau boleh saya minta akun book ibu untuk saya add yang nantinya bisa saling belajar sejarah masa lalukebetulan saya juga senang belajar sejarah.
Sebagai informasi akun FB saya (purnomohari72@yahoo.co.id
terimakasih
salam
Putri Cempa permaisuri Brawijaya V,bernama Dwarawati Murdiningrum,bersaudara dg Putri Candrawulan yg menjadi istri Syeh Maulana Malik Ibrahim, pasangan ini melahirkan seorang anak,yg kelak bernama Sunan Ampel(Bong Swie Ho),yg punya putra bernama Sunan Bonang…seorang saudara perempuan Putri Cempa yg lain menikah dg duta besar Tiongkok,bernama Ma Hong Fu,saudara laki2nya bernama Abu Hurerah..mereka semua putra/i penguasa /raja Champa(sekarang Vietnam)
Made Wijana, Bali…sejarah Majapahit ini yang saya cari sejak lama. Makasi bu tuti sudah mau menulis dan berbagi dengan teman” di Indonesia. Sejarah masa lalu adalah bagian yang tak terpisahkan dengan karakter dan peradaban saat ini. Dari sejarah kita belajar tentang perjalanan panjang bangsa ini, dari sejarah kita mencoba menemukkan nilai” luhur yang tersembunyi dibalik peristiwa” penting masa lalu yang nanti bisa digunakan di masa depan. Dari sejarah pula bisa menumbuhkan rasa nasionalisme dan persaudaraan yang kuat untuk sebuah bangsa yang besar di masa depan. TERUSLAH menulis bu tuti dan jangan pernah lelah untuk berbagi semangat dan kebesaran sejarah masa lalu. Semangat bu tuti adalah semangat Gajah Mada. Harapan saya…Istana dan kota bekas kerajaan akan bisa segera direkontruksi ulang dan kita bisa lihat wujudnya yang asli. Dengan teknologi canggih saat ini tidak ada yang tidak mungkin. Salam PALAPA dari Bali, astungkara.
[…] Sejarah Kerajaan Majapahit bisa dibaca di bawah ini: Situs Kerajaan Majapahit […]