BANYAK JALAN MENUJU LEBARAN
Anda pilih Minggu atau Senin? Kalau pilih hari Minggu, berarti ikut Mas Hisab, dan kalau pilih hari Senin, anda pengikut Om Rukyat (lho, kok laki-laki semua, bias jender nih … hehe).
Saya pilih lebaran hari Minggu saja, jadi selesai puasanya lebih cepat sehari (hahahah … !). Hari Minggu sudah bisa pakai baju baru (yaelaah!), makan lapat dengan sambal goreng daging sapi (nyam … nyam …). Besoknya, kita silaturahmi ke saudara-saudara yang berlebaran hari Senin, makan ketupat dan opor ayam. Puasa Syawal? Ntaaar ….
Menteri Agama RI menyampaikan maklumat, bahwa kemungkinan besar lebaran akan jatuh hari Minggu, tanggal 20 September 2009. Menurut perhitungan hisab, pada hari Sabtu sore hilal sudah akan terlihat dengan tinggi sekitar 3 derajad di atas ufuk. Meskipun demikian, penentuan resmi datangnya 1 Syawal harus melalui Sidang Itsbat yang baru akan dilaksanakan pada hari Sabtu malam, tanggal 19 September 2009 setelah dilakukan pengamatan hilal melalui rukyat.
Sudah sejak berabad-abad lamanya ( eh, belum selama itu ding …) penentuan awal puasa, Iedul Fitri, dan juga Iedul Adha, selalu mengalami perbedaan di antara berbagai golongan. Di Indonesia, dua kelompok besar yang seringkali berbeda pendapat adalah Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Perbedaan ini seringkali membuat orang awam bingung, dan memberikan kesan bahwa umat Islam tidak ‘kompak’.
Padahal, beda itu nggak apa-apa. Syah-syah saja. Dan semuanya benar, karena masing-masing memiliki dasar yang kuat. Lagipula, Tuhan itu Maha Pemurah dan Maha Pengasih kok. Masak hanya karena beda menghitung tanggal, salah satu masuk neraka. Nggak lah.
Muhammadiyah menghitung tanggal dengan metode hisab (awas, bukan ‘hisap’ lho!), sementara Nahdlatul Ulama menentukan awal bulan dengan metode rukyat (catat : bukan ‘rakyat’). Metode hisab berdasarkan pada ilmu astronomi (ilmu Falak) untuk menentukan posisi matahari dan bulan terhadap bumi. Sedangkan metode rukyat adalah melihat kenampakan hilal, yaitu bulan sabit pertama setelah terjadinya ijtimak (matahari dan bulan berada pada posisi konjungsi).
Para ahli hisab (bukan ahli hisap loh … itu mah perokok) di kantor PP Muhammadiyah menentukan tanggal pada kalender Hijriah dengan perhitugan astronomi menggunakan software khusus.
Mencari hilal dengan metoda rukyat. Teropongnya canggih bo’ … (foto diambil dari sini )
Kalender Hijriyah berbeda dengan kalender Masehi. Kalender Hijriyah berdasarkan pada perputaran bulan mengelilingi bumi, sedangkan kalender Masehi berdasarkan pada perputaran bumi mengelilingi matahari. Jika tanggal pada kalender Masehi dimulai pada tengah malam atau jam 00.00, maka kalender Hijriyah dimulai pada sore hari saat terbenamnya matahari. Jumlah hari setiap bulan pada kalender Masehi adalah 30 dan 31 (kecuali Februari yang 28 dan 29 hari), adapun jumlah hari setiap bulan pada kalender Hijriyah adalah 29 dan 30 hari. Dalam satu tahun, kalender Masehi dan kalender Hijriyah berselisih 11 hari, lebih cepat kalender Hijriyah. Itulah sebabnya lebaran selalu maju 11 hari pada kalender Masehi, dibanding lebaran pada tahun sebelumnya.
Bagi umat Islam, kalender Hijriyah sangat penting, karena semua peribadatan didasarkan pada penanggalan Hijriyah. Demikian juga, sholat lima waktu yang dilakukan setiap hari didasarkan pada posisi matahari terhadap bumi. Umat Islam tidak butuh jam untuk beribadah, cukup dengan melihat matahari dan bulan.
Rukyat didasarkan pada Hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi :
Berpuasalah kamu karena melihat hilal, dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Jika terhalang maka genapkanlah (istikmal) menjadi 30 hari.
Para Pengintip Bulan (foto diambil dari sini)
Hisab yang didasarkan pada perhitungan astronomi berlandaskan pada perintah Al Qur’an pada QS. Yunus : 5, QS. Al Isra’ : 12, QS. al An-am : 96, QS. Ar Rahman : 5, serta penafsiran astronomis atas QS. Yasin : 39-40. Pada saat ini, sudah ada software untuk menghitung posisi bulan dan matahari, antara lain software Stellarium.
Tampilan software Stellarium (foto diambil dari sini)
Jadi, apakah Hadits Nabi menyalahi ayat-ayat Al Qur’an? Sudah pasti tidak. Sabda Nabi ini justru memberikan kemudahan atau fasilitas bagi masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk menghitung tanggal dengan ilmu astronomi. Tidak ada yang sulit dalam beragama. Allah memberikan kemudahan bagi setiap umatNya, sesuai dengan kapasitas yang dimiliki masing-masing orang.
Lalu, jika sekarang ilmu Astronomi sudah dikuasai, dan sudah ada software yang canggih untuk menghitung posisi bulan, matahari, dan bumi secara akurat hingga ke satuan sepersekian detik, apakah masih perlu merukyat hilal? Yah, apa salahnya melengkapi perhitungan matematis dengan melihat penampakan fisik bulan, kan?
Pada saat ini, penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah ditetapkan dengan metode Imkanur Rukyat, yang berdasarkan pada Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS). Menurut Imkanur Rukyat, awal bulan terjadi jika :
(a) Pada saat matahari terbenam, ketinggian (altitude) Bulan di atas cakrawala minimum 2 derajad, dan sudut elongasi (jarak lengkung) Bulan-Matahari minimum3 derajad, atau (b) Pada saat bulan terbenam, usia Bulan minimum 8 jam dihitung sejak ijtimak.
Contoh posisi bulan di atas ufuk barat, sesudah matahari tenggelam (gambar diambil dari sini)
Karena saya akan berlebaran pada hari Minggu, maka puasa saya tinggal lima hari lagi. Padahal semula saya pikir lebarannya adalah hari Senin. Aduuh …. ada beberapa ‘proyek’ yang harus dipercepat nih. Bersih-bersih rumah, membagi zakat, pakaian dan sembako, pesan kue dan makanan untuk lebaran (harus nelpon ke katering agar dimajukan satu hari). Bagaimana dengan baju lebaran? Haiyah, sudah bangkotan gini masak masih mikir baju baru …. I’tikaf, tarawih dan tadarus tuh, dikencengin …
(ehm … tahun ini bakal ada kiriman berapa parsel ya … ? Hahahah … !)
Quote: Tidak ada yang sulit dalam beragama. Allah memberikan kemudahan bagi setiap umatNya, sesuai dengan kapasitas yang dimiliki masing-masing orang.
Saya setuju sekali pernyataan ini mbak.
Jadi mbak milih ngikut yang hari Minggu ya? Selamat bebenah rumah dan hati ya mbak. Sayang saya ngga bisa berkunjung untuk makan ketupat lebaran.
Yang saya mau tanya, apa sudah boleh memberikan selamat Idul Fitri? (Kalau Minal aizin kan kapan saja boleh, bukan?)
EM
Tuti :
Iya Mbak, saya ikut lebaran hari Minggu, tapi bukan karena mau cepat selesai puasanya lho (hahahah …. 😀 ), melainkan karena semenjak kecil saya memang dibesarkan di kalangan Muhammadiyah. Meskipun demikian, tidak ada masalah dengan teman-teman NU, dan tahun ini nampaknya lebaran kita akan sama.
Saya sendiri nggak pernah masak ketupat lebaran Mbak, soalnya kami selalu berkumpul di rumah ibu mertua (di Yogya juga) dan disana selalu ada lapat yang merupakan masakan khas Melayu. Saya nggak bisa masak lapat, jadi numpang ikut makan di rumah mertua saja … (hihihi …. dasar malas masak! bukan menantu ideal nih :D)
Mengucapkan Selamat Idul Fitri boleh saja Mbak, nggak ada aturan sejak kapan ucapan itu boleh diberikan (umumnya sih sejak 2-3 hari sebelum lebaran, dan beberapa hari sesudah lebaran).
Kalo Eyang saya di mBlitar sana kayaknya milih yang Senen soalnya beliau NU 🙂
Selamat menyambut Lebaran ya, Bu!
Tuti :
Lho, fotomu sing ganteng dewe kok ilang Don? Lagi jerawatan po? 😀 😀
Ngaturaken sugeng riyadi kagem eyang wonten ing Blitar …
Makasih ya Don!
wah jadi tambah pengetahuan neh.. nice posting ibu tuti
slamat “sprint” ibadah nya, smoga bener2 fitri di hari lebaran nanti
perlu bala bantuan untuk menghabiskan pesanan katering gak bu?? he..he….
Tuti :
Terimakasih Bro …
Bala bantuan untuk menghabiskan pesanan katering? Ayo, ayo … ! Boleh satu brigade atau satu batalyon!
Amboi postingannya penting banget nich mbak, terutama buat ibu-ibu, jadi bisa lebih siap mau hari Minggu atau hari Senin lebarannya. Kayaknya saya ikutan mbak Tuti dech, lebarannya hari Minggu, hahaha 🙂
Wah-wah kalau lebarannya jatuh pas hari Minggu, berarti lebaran Idul fitri tinggal 4 hari lagi.
PR menyambut lebaran mesti harus dituntaskan buru-buru, agar lebarannya semakin semarak, hahaha…biasa ibu2 yang biasanya paling sibuk, hihihi 🙂
Kalau mbak Tuti mungkin sibuk dgn berbagai persiapan pesan segala macem yach mbak, wah-wah kalau saya mulai pusing dan kerepotan ditinggal pengasuh dan si mbak-nya nich, kerepotan yang terjadi setiap tahun.
Maklum mbak, kantorku libur baru hari Jum’at, duch mepet banget, jatah cuti sudah abis, terpaksa semuanya harus dikebut pada hari Jum’at dan Sabtu (2 hari) nanti mbak.
Beresin rumah, dll, termasuk ngurusi misua dan 2 jagoan yang tentunya pasti ikutan heboh menyambut lebaran Idul Fitri.
Maklum kebetulan lebaran kali ini kita di Jakarta mbak jadi siap2 terima tamu yang ada di Jkt dan sekitarnya, yoh-yoh yang mau mampir, hahaha….
Selamat bersiap2 menyambut hari kemenangan mbak, saya ngucapinnya duluan yach, “Mohon ma’af lahir Bathin, semoga kita semua kembali Fitri”
Best regard,
Bintang
Tuti :
Liburnya baru mulai hari Jum’at ya Mbak? Wah, iya tuh … mepet juga. UII liburnya panjang banget, mulai tanggal 12 sampai 27 September … hahaha. Lumayan bagi yang mudik bisa sampai puas.
Iya nih, bagi ibu-ibu, menje;lang lebaran adalah saat-saat paling sibuk. Apalagi kalau punya anak-anak kecil dan ditinggal mudik pembantu dan yang mengasuh anak. Tapi bisa cari pembantu part timer kan Mbak? Kalau nggak, huaduh … pinggang bisa patah tuh … hihihi …
Selamat mempersiapkan lebaran ya Mbak, semoga semua lancar dan penuh kebahagiaan. Mohon maaf lahir batin, semoga semua amal ibadah kita diterima Allah SWT. Amin.
salam hangat,
* Alhamdulillah sudah ada tanda2 menuju ke kesamaan waktu IDUL FITRI 1430 H (hari Minggu 20 Sept`2009), daripada terus gontok2an…..Memang tidak ada yang sulit dalam agama, tapi nyatanya umat itu sendiri yang kadang membuat sulit…apalagi dgn jargon “saya yg paling benar”.
* Minggu atau Senin pemerintah akan memutuskan, kpd Yth.mbak Tuti dan pembaca lainnya saya mengucapkan SELAMAT IDUL FITRI 1430 H, Mohon maaf atas khilaf dan salah…..
* Tetap waspada dan hati-hati bila ada yang mudik terutama via Pantura……
Tuti :
Betul, Mas Karma. Kalau yang dipakai adalah jargon “saya yang paling benar”, ujung-ujungnya memang gontok-gontokan untuk hal-hal yang sebenarnya tidak perlu. Bukankah kita harus saling menghargai perbedaan, apalagi dengan orang yang seiman?
Saya juga mengucapkan “Selamat Hari Raya Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir Batin”
Saya nggak mudik Mas, lha wong orang tua di Yogya semua. Alhamdulillah 🙂
Nice posting bun!
wah bunda Tuti sekeluarga jadinya lebaran hari minggu yaa..
sip sip.. 🙂
saya belum tau nih bun, minggu apa senin yaa… *menunggu pengumuman lebih lanjut*
Tuti :
Thanks, Yun. Iya, kami semua keluarga besar berlebaran hari Minggu. Di Yogya, yang mayoritas adalah orang Muhammadiyah, lebarannya memang Minggu.
Kayaknya sih tahun ini lebarannya Minggu semua kok Yun. Jadi, ayo cepet-cepet susun agenda bikin kue untuk hari minggu. Ntar kalau udah jadi, kirim ke Yogya 😀
Wah, postingannya informatif banget nih Bu Tuti. Mana pake foto software hisab segala. Mudah2an pemerintah juga hari Minggu biar bareng. Soalnya kalau nggak bareng, saya jadi bingung nih mau merayakan kapan. Mau ikut Minggu, saya bukan Muhammadiyah. Lagian lingkungan keluarga saya bukan juga Muhammadiyah sehingga sulit mencari mesjid, kecuali di pusat kota Medan.
Tapi kalau ikut hari Senin, kok kayaknya nggak mantep. Soale secara teknologi sudah bisa diprediksi kalau hari Minggu hilal sudah di atas ufuk 5-8 derajat.
Btw, mertuanya Melayu mana Bu?
Kok saya baru tahu di Melayu ada makanan bernama lapat.
Tuti :
Terimakasih, Bang Hery 🙂
Kayaknya pemerintah bakal mengumumkan hari Minggu juga kok. Cuma, untuk ‘menjaga perasaan’ kalangan NU, yah … tunggu rukyat dulu deh 🙂
Loh … Bang, untuk berlebaran hari Minggu, nggak harus punya kartu anggota Muhammadiyah dulu lho 😀 Tapi kalau kesulitan mencari masjid yang menyelenggarakan sholat pada hari Minggu, itu lain soal … Di Yogya, sholatnya tidak di masjid Bang, tapi di lapangan. Nah, masjid Kampus UGM biasanya mengakomodasi sholat dua hari. Hari pertama (yang lebih banyak jamaahnya) sholat di lapangan Pancasila, hari kedua (jamaah lebih sedikit) di Masjid Kampus. Bagus kan?
Mertua saya Melayu Riau Bang. Wah, Bang Hery nggak kenal lapat ya? Lapat itu dibuat dari beras, direbus dengan santan berbumbu, jadi rasanya enak … gurih dan harum. Makannya dengan sambal goreng berkuah, bisa ayam bisa pula sapi. Ada juga ketupat, tapi dari ketan (kalau ketupat Jawa kan dari beras). Ketupatnya juga direbus dengan santan berbumbu, jadi hmm … nyam … nyam … (waduh, masih puasa nih, jadi lapeeer … 😀 )
Hhmmm …
Kalau saya sih …
Seperti biasa …
Ikut yang sebagian besar saja …
Minggu ya mingguuuuuu
Senin ya Senin …
Saya tidak mempunyai ilmu dan kemampuan untuk melihat dan melakukan perhitungan ini …
serahkan pada ahlinya
Salam saya
(minggu ? senin ? minggu ? senin ? …)
Tuti :
Bagus lah Om, ikut yang sebagian besar aja, dijamin aman … 😀
Iya Om, kita memang harus menyerahkan segala sesuatu pada ahlinya. Kalau saya disuruh ngasih training, huaa … dijamin para trainee-nya bakal kocar-kacir … 😀
Minggu? Senin? Biar adil, ambil tengahnya, malam Senin aja gimana Om? 😀
baru saja saya mau bikin postingan soal ini, eh sudah ditulis oleh bu tuti. mantap bu, mana lengkap lagi… 😀
saya dari dulu ikut muhammadiyah, karena saya dibesarkan di lingkungan muhammadiyah, apalagi sekarang di jogja, mayoritas mengikuti hasil hisab…
segala perbedaan penentuan akhir ramadhan ini hendaknya disikapi dengan bijak, tidak perlu dibesar-besarkan. toh, semuanya hanya urusan perbedaan interpretasi, dan Islam dari dulu mempersilahkan perbedaan interpretasi ini…
ehm… kira-kira nanti bisa silaturrahmi gak ya ke karangkajen? pengen makan lapat euy… hehehe…. 😀
Tuti :
Lho, ini kan bukan rebutan naik kereta ekonomi Uda, siapa yang duluan dia yang dapat tempat 😀 Uda tulis aja, kan setiap orang bisa meramu topik yang sama dengan ‘rasa’ yang berbeda-beda.
Ya, Sumatera Barat memang termasuk basis Muhammadiyah ya Da. Kalau saya, sejak TK sampai SMP (10 tahun) sekolah di Muhammadiyah. Terus kuliah S1 Teknik Sipil di UMY. Jadi darahnya memang Muhammadiyah tulen … hehehe …
Waduh Da ….. saya nggak masak lapat nih … makannya numpang di rumah mertua … hihihi … Gimana kalau saya jamu kue kering aja? (huu … bosen buuuk! 😀 )
Sebagai Lulusan Muhammadiyah, aku agak sering “condong” ke Muhammadiyah…
tapi dirumah, Emak tuh NU tulen hihihihi…jadi ya banyak “debat”nya deh…
Berhubung ayahanda netral dan “sedikit cenderung” ke MU, ya jadi menang terus dehhhh 🙂
Tuti :
Wooo … dirimu lulusan Muhammadiyah to Dhal? Pantes … (lho, pantes apanya?)
Wahaha, ternyata di rumah Afdhal ada ‘perang golongan’, yang dimenangkan oleh ayah dan anak lelakinya. Kasihan tuh emak, beliau yang selalu berdoa ‘head to head’ untukmu lho Dhal, maka harus selalu dihormati dan dipatuhi. Hayo, sana sungkem sama emak …
OOT: tumben condongya ke MU, biasanya ke liverpool kekekekek
Tuti :
Liverpool? Kolam hati? Hatinya siapa? Wew … kolamnya penuh hati yang pating krampul ya … hiiiy … 😦
Eh iya, itu MU maksudnya apa? NU? Wah, kalo gitu jawabanku di atas salah dong …
Aku Insya Allah Minggu, mbak! Tos!
Tuti :
Yo’i! Kita senasib sepenanggungan Mbak Nut. Tos kotos-kotos … !
Assalamu’alaikum,
Terima kasih banyak mbak, saya memperoleh sajian yang bagus sekali di blog ini.
Memang kita mau pilih yang mana dalam penentuan Idul Fitri , itu tergantung keyakinan kita akan kebenaran dari penetapan itu. Rukyat berarti melihat hilal, dulu pada zaman Nabi tentu hanya dengan mata kepala, tetapi kini mata itu bisa berupa astronomi dan teknologi.
Maaf mbak , tanpa izin blognya sudah saya link.
Terima kasih ,
Salam
Tuti :
Terimakasih Pak Aziz, saya gembira kalau apa yang saya tulis berkenan di hati para pembaca.
Memang benar, kita mau ikut penentuan hari lebaran yang mana, bagi saya tidak masalah. Diskusi dan tukar pikiran sudah pasti sangat bagus, tapi jangan sampai ngotot-gototan, apalagi gontok-gontokan. Biarlah Tuhan yang menilai, siapa yang benar (atau dua-duanya benar).
Silahkan me-link blog saya Pak, tapi mohon maaf, ada error di blog saya sehingga link-nya tidak muncul di layar … belum sempat diperbaiki (dasar saya gaptek … 😀 )
Tertunduk ku dimalam ini
Terdiam mencoba berucap nada CINTA
Alunan Zikir alam semesta sayup terdengar
menyapa mesra diri lemah tiada daya
kudengungkan dalam qolbu terdalam
Nyanyian pengagungan dan penyembahan
Hadirkan diri dalam CINTA membara
Perlahan tapi pasti getar menyambut
Bagaikan gelombang membuat diri tergetar
Hanyut sudah dalam buaian syahdu
Diri hilang lenyap dalam pangkuanNYA
Terang benderang padang terawangan..
hilang.. lenyap.. tiada keberadaan..
dooooooooh nikmatnyaaaaaaaa..
Tuti :
Ikut terharu … hiks!
Selamat atas postingnya yang luar biasa. Terlebih tanpa referensi. Berarti pengetahuan ini untuk bu Tuti sudah ngelotok. Saya ikut mana ya?
Keluarga saya tidak spesifik berada pada golongan NU atau Muhmdyh. Ayah saya besar di kalangan NU. Ibu dari keluarga abangan. Guru ngaji dan agama saya Muhammadiyah tulen (lha wong Kauman je). Secara pribadi Muhmdyh lebih menguasai alur pikiran dan ibadah saya. Namun pilihan berlebaran kapan, saya lebih condong ke pemerintah. Sudah ada yang nanggung jika keputusannya salah. 🙂
Sayang ya Karangkajen tidak Open House. Nek iya, yo langsung bablas ke selatan. :-D. Just kidding.
Tuti :
Haduh, jadi maluu … diingatkan Pak Eko kalau referensinya belum saya tulis. Sudah pasti ada referensinya Pak, biasa … Wikipedia sudah cukup. Selain dari Wiki, saya juga pernah mendapatkan mata kuliah Kapita Selekta waktu ambil S1 di Teknik Sipil UMY dulu, materinya antara lain tentang cara penentuan awal puasa, Idul Fitri, dll ritual ibadah Islam. Saya juga mendapatkan kuliah Astronomi 2 semester waktu ambil S1 di Teknik Geodesi UGM, jadi ‘rada ngerti’ urusan perputaran matahari, bulan, dan bintang-bintang (haiyah, sok teu lo … 😀 )
Pak Eko lebaran di mana? Kalau di Yogya, afdolnya ikut hari Minggu Pak, akeh kancane 😀 Tapi kalau di Surabaya, saya nggak tahu, ‘pertarungan’ di sana ‘dimenangkan’ oleh siapa … hehe
Ohya, meskipun resminya nggak open house, tapi kalau pintu rumah saya diketok, pasti dibukakan kok Pak. Jadi jangan ragu-ragu kalau mau ngantar parsel (lho??!! )
sipp
mantap..tap
sebuah postingan yang sangat bangus untuk menambah wawasan
btw
kalo saya sih ikut apa yang ditentukan pemerintah
hari raya Minggu n senin sama saja
yang penting hati kita.
selamat mengerjakan pekerjaan rumah,
bersih2 total
Tuti :
Siip! Rakyat yang baik memang harus selalu patuh pada pemerintah. Makanya, wahai para penguasa pemerintahan, berhati-hatilah memegang amanah, karena kami rakyat jelata ini makmum pada kebijakan kalian … 🙂
Terimakasih suportnya untuk acara bersih-bersih rumah. Kalau mau ngebantu, boleh lho … 😀
menurut keyakinan hati masing-masing aja deh… 🙂
Tuti :
Jadi, keyakinan hati Mas Hasrul apa? 🙂
Saya ngikut ortu saja buk, biar sungkemannya berjalan lancar hehe…
Lapat itu kalau ditempat saya namanya jd lepet..bikinnya mudah kok, bu Tuti aja yg gak mau belajar bikin sendiri hihi…
Tuti :
Setuju Ta, ngikut ortu itu paling aman dan selamat, selama untuk hal-hal yang baik. Nanti kalau sungkem sama ortu, titip sungkem saya ya …
Ah, Ata ini tahu saja perilaku saya yang sebenarnya. Betul Ta, bikin lapat itu gampang, saya aja yang malas … hehehe 😀 (habis, kalau saya bikin lapat sendiri, mertua kecewa dong nggak ada yang ngabisin masakannya — halah, alasan!)
Wah, kalo keluarga besar saya, biasanya ikutan pengumuman pemerintah yang mana secara resminya. Tapi hari sebelumnya itu udah gak puasa lagi. Ribet, ya?
Tuti :
Lho? Sudah berhenti puasa, tapi belum sholat Iedul Fitri? Hehehe … aneh bin ajaib
Tapi nggak apa-apa, dunia ini sepi kalau nggak ada yang aneh-aneh begitu … 🙂
Masih banyak orang yang mempermasalahkan perbedaan ini bahkan di kalangan keluarganya sendiri. Padahal mereka juga muslim yang sholat, puasa dan berzakat serta mematuhi ajaran2 agama.
Mereka yang seperti itu masih terpaku pada salah dan benar atau memang pengen benarnya sendiri sehingga menganggap salah orang yang tidak sepaham dengannya tanpa memahami pedoman dan dasar yang dipergunakan.
Tapi banyak yang justru tidak mempermasalahkan atau malah mendiamkan saja pada mereka yang tidak shalat, puasa dan zakat serta tindakan2 yang menyimpang dari agama walaupun mereka masih terhitung keluarga sendiri. Padahal hal ini adalah prinsip dan rukun yang tak boleh ditinggalkan sebagai muslim.
Tuti :
Saudara-saudara kita memang banyak yang masih aneh cara berpikirnya. Hal-hal kecil diributkan, hal-hal penting diabaikan.
Kemarin di Metroteve ada dialog tentang masalah beda cara penentuan tanggal ini, menghadirkan tiga narasumber yang dua di antaranya adalah tokoh-tokoh organisasi Muhammadiyah dan NU. Salah seorang tokoh (sengaja nggak saya sebutkan organisasinya, supaya tidak memicu ‘perang’ di blog ini) begitu ngototnya, sampai moderator pun di’babat’. Akhirnya yang lain malah ketawa saja. Hahahah … aneh … kebenaran kok diklaim miliknya sendiri …
Nah, kalau kita memahami dasar pijakan masing-masing kelompok, sebenarnya nggak perlu ngotot-ngototan gitu kok. Dicari saja titik temunya. Masak nggak bisa.
Nambah ilmu nih bun 🙂
weiits drpd terlupakan pas minggu gak bisa kasih ucapan..
skr saya ucapkan selamaat menantikan hari kemenangan ya Bunda :0
mohon maaf lahir dan batin…
Tuti :
Terimakasih Ka. Insya Allah hari Minggu besok adalah hari kemenangan saya (melawan lapat, sambal goreng daging, semur, dan segala macam kue … 😀 )
Mohon maaf lahir batin juga, Ka.
Wah, posting yang informatif…trimakasih ya Bu Tuti?
saya jadi tambah pengetahuan nih…
Saya kadang suka bingung kalau di kampung mau memberi ucapan selamat Idul Fitri. soalnya di kampung saya ada 2 golongan NU dan Muhammadiyah, dan saya nggak hafal siapa masuk golongan mana. jadi demi amannya, biar nggak salah, kami menyelamati tetangga pada hari pertama Lebaran sesuai kalender Masehi. sudah pasti aman hehehe…
Selamat menantikan hari yang suci ya, Bu?
Tuti :
Sebenarnya memberikan ucapan selamat lebaran nggak usah lihat yang dikasih ucapan itu orang Muhammadiyah atau NU. Sama aja kok, kan dua-duanya merayakan lebaran. Lagi pula, ucapan selamat tidak harus disampaikan pas pada harinya, bisa sebelum atau sesudahnya (tapi selang waktunya ya jangan sebulan – dua bulan, ntar yang dikasih selamat bingung … 😀 )
Terimakasih Na, semoga kesucian hati dan pikiran itu tidak hanya di Hari Raya Iedul Fitri, tapi berlanjut ke hari-hari selanjutnya.
Aku suka dehhh waktu dirimu bilang ..puasa makin cepet, cepet juga pake baju lebaran..wakakkaka
kok ya kayaknya lucu banget kalo dirimu yang bicara begitu mbak..
Aku juga pengen lebaran minggu…sesekali pengen ngerayain lebaran barengan…kan seru ya mbak, gak beda beda 🙂
Tuti :
Lah, emang kenapa Yess? Emang yang boleh pake baju baru tuh anak kecil doang? Lha baju baruku setumpuk je, sampe habis musim lebaran nggak bakal habis kepakai … hahahah 😀
Kayaknya keinginanmu bakal terkabul Yess, tahun ini semua orang lebaran bersamaan (semoga .. )
setuju…bahwa aku maunya lebaran hari minggu…
biar ngerasa liburan panjang bener ya bu 😀
btw…postingan ini keren! ngejelasin perbedaan perhitungan 1 syawal … makanya kadang sama2 lebaran tapi lebarannya beda hari … aneh bener 😛
Met lebaran ya bu … maaf lahir batin …
Tuti :
Lah, emang panjang liburannya beda kalau lebaran Minggu atau Senin?
Gitulah Ri, cara perhitungan yang beda membuat hasilnya juga beda. Sebenarnya sama sih … artinya, kalau menurut metode hisab sudah tanggal 1 Syawal, sebenarnya hilal itu sudah ada cuma masih terlalu tipis untuk bisa dilihat/dirukyat (apalagi kalau ada mendung).
Sama-sama R, selamat Idul Fitri ya, maaf lahir batin … 🙂
Sebelumnya, saya minta maaf dulu ya Mbak, tahun ini kayaknya nggak bisa ngirim parsel buat Mbak Tuti, sebagai gantinya silahkan Mbak Tuti yang ngirimin parsel ke saya…hihihihi…
Deal?
Mbak, postingannya keren banget, Mbak Tuti kok bisa pintar gitu sih …? Karena sering makan lapat ya Mbak?
Sering-sering kesini aaaahhh … biar ketularan pinternya Mbak Tuti ….
Btw, lapat bisa di parsel ngak yaaaaa …..?????
🙂 🙂 🙂 🙂
Tuti :
(*speechless for moments*)
Ehm … saya sebenarnya sudah nyiapin parsel guede buat Dewi, tapi alamatnya itu lho … mosok saya kirim ke http://dewifatma.blogspot.com atau dewifatma4@gmail.com … ya pak posnya bingung 😦
Soal pinter, lha wong saya ini guru, ya harus sok pinter (padahal pinter beneran … wakaka 😀 ). Kalau nggak gitu, nanti nggak dipercaya sama murid … iya toh?
Lapat bisa diparsel nggak? Ya bisa! Coba aja Dewi kirim parsel lapat ke saya, pasti bisa deh … 😀
Selamat Hari Raya Idul Fitri..
Mohon Maaf Lahir Batin…
Selamat kembali Fitrah Bu Tuti…
Tuti :
Terimakasih Mbak Henny, saya juga mengucapkan Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir batin … 🙂
Aku ikut suara terbanyak ajah, karena menurutku si Hisab atau si rukhyah… dilakukan dengan sangat profesional mbak. bukan tebak2 bulu ayam… heheheh… minal aidin walfaidin ya mbak… salam saya untuk keluarga mohon maaf lahir bathin je…
Tuti :
Tebak-tebak bulu ayam? Wah … baru dengar sekarang. Emang ada ya tebak-tebakan kayak gitu? Terus yang ditebak apanya Pakde, jumlahnya, warnanya, baunya, atau apanya? 😀
Terimakasih Pakde, selamat berlebaran juga bersama keluarga. Mudik nggak nih?
ikutan silaturahmi negh… sbelum mudik,
salam kenal 4 all
sucikan hati di hari yang fitir,, met lebaran …Minal Aidzin Wal Faidzin
Tuti :
Terimakasih silaturahminya, El. Salam kenal juga.
Hati-hati mudik ya, semoga selamat sampai ke kampung halaman. Amin … 🙂
Terselip khilaf dalam candaku,
Tergores luka dalam tawaku,
Terbelit pilu dalam tingkahku,
Tersinggung rasa dalam bicaraku.
Hari kemenangan telah tiba,
Semoga diampuni salah dan dosa.
Mari bersama bersihkan diri,
sucikan hati di hari Fitri.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1430 H
Taqoba lallahu minnaa wa minkum
Shiyamanaa wa shiyamakum
Minal ‘aidin wal faizin
Mohon maaf lahir dan batin
Salam Cinta Damai dan Kasih Sayang ‘tuk Sahabatku terchayaaaaaaaank
I Love U fuuullllllllllllllllll
Tuti :
Selamat Idul Fitri 1430 H, mohon maaf lahir batin …
Kedaling rasa nu pinuh ku bangbaluh hate, urang lubarkeun, ngawengku pinuh ku nyuuh, meungpeung wanci can mustari. Taqabalallahu Minna Wa Minkum
Wilujeng Idul Fitri 1430 H, sim kuring neda dihapunten samudaya kalepatan.
Kuring neda dihapunten kana samudaya kalepatan, boh bilih aya cariosan anu matak ngarahetkeun kana manah, da sadayana oge mung saukur heureuy, manusa mah teu tiasa lumpat tina kalepatan jeung kakhilafan
Tuti :
Nuhun pisan Kang, kuring neda dihapunten samudaya kalepatan ugi …
Mohon maaf lahir batin dulu, nanti kalau saya sudah ada waktu buat komen, saya tinggalkan komen yang lebih serius lagi. Selamat berlebaran.
Tuti :
Mohon maaf lahir batin juga, Mas Yari. Ditunggu komen seriusnya ya (komen dari Mas Yari pasti sangat serius dan ilmiah 🙂 )
Selamat berlebaran bersama keluarga.
Salam kemenangan
Tuti :
Terimakasih, semoga kita semua menang …
Tahun ini sama ya mbak Tuti?
Tahun lalu saya ikutan Lebaran di awal (lha kan kalau udah Lebaran nggak boleh puasa).
Tapi karena masjid ikut sholat sesuai pengumuman pemerintah, jadi saya sholat Ied ya baru pas hari kedua.
Perbedaan itu indah kok, jika kita bisa menerimanya dengan senang
Tuti :
Ya Mbak Enny, alhamdulillah tahun ini lebarannya sama semua, jadi enak rasanya 🙂
Wah, ternyata ada yang seperti Mbak Enny ya, puasa sudah berhenti, tapi sholat Iednya masih nunggu sehari lagi. Kalau di Yogya, karena mayoritas Muhammadiyah, saya tidak pernah ada masalah dengan selesai puasa dan sholat Ied.
Tapi begitulah, perbedaan memang tidak perlu disikapi secara emosional. Justru kita harus saling menghargai, karena masing-masing punya keyakinan. Yang sering tidak bisa menghargai perbedaan, biasanya karena tidak tahu dasar hukumnya. Sebagaimana kata pepatah, padi yang berisi akan semakin menunduk, semakin banyak ilmunya, semakin seseorang rendah hati …
selamat Idul Fitri mbak Tuti, maaf lahir bathin..
aku ikutan yg duluan…hehehe dengan keyakinan, klo lebarannya benar minggu, dosa dunk puasa di hari Idul Fitri…(menurutku),
klo lebarannya hari Senen yg benar….yaaaa tinggal bayar utang puasa sehari..(hari minggu..)
kekeke padahal udah kebelet makan lontong opor… 😆
Tuti :
Selamat Idul Fitri juga, Mbak Wieda 🙂
Memang benar, pada tanggal 1 Syawal kita tidak boleh berpuasa. Maka ikut lebaran yang awal sesungguhnya lebih aman. Dan perhitungan tanggal dengan metode hisab selalu lebih dulu dari rukyat, karena dengan metode hisab pada tanggal 1 itu hilal (bulan sabit) masih sangat kecil sehingga ada kalanya tidak bisa dilihat, apalagi kalau ada awan.
Selamat menikmati lontong opor Mbak … 😀 (eh, di Canada ada juga lontong opor ya?)
selamat idul fitri ibu tuti..
mohon maaf lahir dan batin..
Tuti :
Terimakasih Bro Neo … sama-sama, saya juga mohon maaf lahir batin (maklum, suka cengengesan nih kalau ngomong 😀 )
Anda benar,,, eee sorry,, Bude Tuti benar Bude, “Banyak jalan menuju Lebaran” dan lebih benar di negeriku “Banyak Jalan Perlu peLebaran”,,,
Selamat Idul Fitri 1430H, Minal Aidin Wal Faidzin mohon maaf lahir dan bathin
Tuti :
Haha … benarkah banyak jalan di Pekanbaru yang perlu dilebarkan, Daffa? Kalau begitu sama dengan di Yogya, jalan di Yogya juga sempit-sempit …
Selamat Idul Fitri juga Daffa, Bude mohon maaf lahir batin ya …
Kamu selalu rindu Ramadhan, rindu Idul Fitri, karena kamu larut di dalamnya dan dia larut menyatu dalam bathin kamu…..
Selamat Idul Fitri, maaf Lahir Bathin
Tuti :
Betul sekali, Bang. Kerinduan akan nilai-nilai spiritual itu aku rasa juga ada di dalam diri setiap orang, termasuk Bang Sis.
Maaf lahir batin juga ya Bang … 🙂
Assalamu ‘alaykum… halo bunda, apa kabar? dengan tulus ikhlas saya ucapkan SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1430 H. Mohon maaf lahir dan batin. Taqabbalallohu minna wa minkum. Kullu am wa antum bikhairin. Maaf baru sempat berkunjung lg.
Tuti :
Wa’alaikumsalam … kabar baik, Faris. Semoga Faris juga baik-baik saja ya 🙂
Saya juga mengucapkan Selamat Idul Fitri, semoga kita semua terlahir kembali menjadi insan yang fitri di hari raya ini.
Terimakasih sudah sempat berkunujung lagi, Faris. Mudik nggak nih?
Selamat Idul Fitri, Bu Tuti…
Mohon maaf lahir dan batin….
salam,
nana
Tuti :
Terimakasih Nana, saya juga mohon maaf lahir batin ya 🙂
salam hangat,
Tuti
Akhirnya barengan buk..
20092009 nomor cantik tuh, ada yg nikah pas hari itu gak ya..?
Tp yg jelas tanggal itu ku ulang tahun buk, sms dan ucapannya jd dobel2 deh hehe..
Dan jd ngerasa ultah dirayain umat muslim sedunia, ge er deh.. Hikhik..
Tuti :
Iya Ta, syukurlah akhirnya bareng, sehingga lebaran tahun ini benar-benar meriah 🙂
Waaa …. Ata ultah yaaa? Selamat dong, semoga cepet gede, nggak boleh nakal, rajin belajar dan patuh sama bapak-ibu ya … hihihi!
Kenapa Ata nggak nikah tanggal 20 September kemarin? Kan ucapannya jadi dobel 3 : selamat ultah, selamat berbahagia, dan selamat Iedul Fitri … 😀 Sekali lagi, selamat berbahagia ya Ta (mana kuenya nih?)
Kalender Yahudi sebenarnya dulu juga “bergantung” pada penampakan bulan sabit pertama di langit. Namun sesuai dengan kemajuan zaman, maka penampakan bulan sabit pertama di langit yang menandakan sebagai awal bulan baru diganti menjadi pada saat bulan berkongjungsi dengan matahari pada saat bulan baru (new moon). Nah, pada saat bulan baru ini sebenarnya bulan benar2 tidak bisa dilihat dari bumi karena bagian bulan yang terkena matahari membelakangi kita. Namun begitu dengan kalkulasi yang canggih zaman ini, saat bulan baru dapat dengan mudah dikalkulasikan dengan tepat.
Nah, pasalnya kalau kita tetap mengadopsi metode rukyat (penampakan hilal pertama di langit), maka inilah yang menyebabkan perbedaan. Andaikan semuanya berpacu pada hisab (perhitungan), insya Allah tidak akan lagi perbedaan (asalkan hisabnya akurat tentu saja dan juga awal bulan baru ditetapkan pada saat bulan berkonjungsi dengan bumi!). Sekarang pertanyaannya, apakah metode rukyat yang sudah diterapkan sejak zaman nabi itu patut dihilangkan?? Karena nampaknya metode rukyat inilah yang menyebabkan perbedaan!
Tuti :
Waduh, menghilangkan metode rukyat kayaknya bakal menimbulkan perang saudara besar-besaran Mas … Jamaah Rukyatiyah di Indonesia masih sangat besar, bahkan Arab Saudi pun konon mengikuti metode ini. Ya sudahlah, silahkan saja rukyat masih dipakai. Mungkin lebih baik diciptakan teropong yang lebih canggih, sehingga bisa melihat hilal meskipun bulan sabit pertama itu masih sangat tipis dan tertutup awan.
I usually don’t post on Blogs but ya forced me to, great info.. excellent! … I’ll add a backlink and bookmark your site.
[…] lagi baru pergi ke masjid pada tanggal 17. Penyebab perbedaan ini, sebagaimana pernah saya ulas di “Minggu Atau Senin” adalah perbedaan cara penentuan tanggal, yaitu dengan cara hisab dan […]