BOLLYWOOD ALA HOLLYWOOD
Bisakah anda melafalkan nama Shahrukh Khan dengan benar? Bisa? Eiiit …. jangan terlalu yakin dulu! Boleh jadi lidah dan tenggorokan anda memerlukan latihan berat untuk bisa mengucapkan ‘Khan’ dengan benar. Bukan …. bukan ‘Khan’, tapi ‘Khkhkhgaaan’. Diucapkan dengan suara dari tenggorokan terdalam. Silahkan dicoba, tapi untuk menjaga ketenteraman publik dan keamanan lingkungan, mungkin lebih baik anda berlatih di kamar mandi yang tertutup rapat ….
Seumur-umur, inilah pertama kalinya saya nonton film India, dan sudah pasti pertama pula melihat penampilan Shahrukh Khan (kadang ditulis Shah Rukh Khan, atau disingkat SRK) dan Kajol. Wajah SRK sendiri sudah terpatri di dalam benak saya, dari membaca berita-berita di media massa (saya nggak kuper-kuper amatlah …). Selain bintang film papan atas Bollywood, yang membuat SRK sangat populer tentu saja karena wajahnya yang — apa boleh buat harus saya akui — bolehlaaah …. Kalau skala kegantengan mempunyai rank dari 1 – 10, SRK cukup oke diberi nilai 8 …
Ya iyalah, sudah pasti saya bicara tentang film “My Name Is Khan” (MNIK), film garapan Karan Johar yang diproduksi oleh Dharma Production dan Red Chilies Entertainment. Film ini mempertemukan kembali SRK dengan Kajol, sesudah film fenomenal mereka “Kabhi Khushi Kabhie Gham” pada tahun 2001. MNIK yang berdurasi 161 menit ini mengusung isu kemanusiaan, pluralisme, dan multikulturalisme.
Begitu beragamnya bangsa dan budaya manusia penghuni planet bumi ini, namun sesungguhnya manusia hanya dibedakan menjadi dua : manusia baik dan manusia buruk. Issue ini menjadi sangat crucial di tengah semakin memanasnya pertikaian berbagai bangsa di dunia yang disebabkan oleh perbedaan warna kulit, agama, ras, dan golongan. Aksi-aksi terorisme yang terjadi di berbagai belahan dunia membuat orang tergiring untuk memberikan stigma buruk pada umat tertentu, padahal pelaku-pelaku teror itu sesungguhnya justru mengkhianati ajaran murni agama mereka sendiri. Contoh paling jelas adalah prejudice bangsa Amerika kepada umat Islam sesudah terjadinya tragedi 11 September 2001 yang meruntuhkan WTC di New York. Nah, film MNIK menggambarkan paranoia bangsa Amerika terhadap apa saja dan siapa saja yang memiliki identitas keislaman, termasuk tokoh dalam film ini, Rizwan Khan.
Rizwan Khan dilahirkan dan dibesarkan di Borivali, Mumbai. Semenjak kecil, ia menerima perlakuan buruk dari lingkungannya. Tubuhnya yang kurus dan penyakit autis yang membuat perilakunya ‘aneh’ membuat ia acap menjadi korban ejekan dan kejahilan teman-temannya. Meskipun nampak ‘bodoh’, Rizwan memiliki kecerdasan yang luar biasa dan keahlian dalam memperbaiki segala peralatan dan mesin yang rusak. Ibunya mendidik Rizwan dengan pemahaman bahwa semua orang adalah sama, apakah ia Islam atau Hindu. Yang membedakan hanyalah, apakah seseorang itu ‘baik’ atau ‘jahat’. Perhatian dan kasih sayang sang ibu yang berlebihan kepada Rizwan membuat Zakir, adiknya, diliputi rasa cemburu.
Akting SRK sebagai penderita autis patut diacungi jempol, mengingatkan saya pada Dustin Hoffman dalam film “Rain Man” yang diproduksi tahun 1989. Film Rain Man berhasil menyabet 4 piala Oscar, salah satunya oleh Dustin Hoffman untuk kategori Best Actor. Boleh jadi, SRK pun belajar dari Hoffman dalam memerankan penderita autis, karena akting mereka hampir sama (atau semua penderita autis memang berperilaku seperti itu ya?).
Sebagai film India, MNIK rasanya ‘nggak sangat Bollywood’ (haiyah …. seperti saya tahu film India saja, lha wong nonton juga baru sekali ini, hehe!). Maksud saya, tidak seperti film Bollywood pada umumnya, yang (konon) banyak nyanyi-nyanyi sambil menari-nari mengelilingi tiang. Boleh jadi karena setting ceritanya di Amerika, maka film Bollywood itu dibuat ala Hollywood. Gambar-gambar tersaji apik dan artistik, dialognya cerdas dan memikat. Beberapa kali saya sempat ‘tertipu’ dengan plot cerita. Ketika Rizwan yang sudah melanglang Amerika sekian lama akhirnya menemukan Mandira, isterinya, saya pikir cerita sudah menjelang akhir. Bukankah begitu ‘adat’ film Hollywood : jika para tokoh yang terpisah sekian lama dan telah menjalani kesengsaraan tak terperi akhirnya bertemu, maka cerita mendekati akhir yang happy end. Bahkan ketika Mandira (yang juga panik mencari Rizwan) masuk ke dalam taksi dan taksi melaju meninggalkan Rizwan, saya bertaruh pada diri sendiri (nggak sempat cari lawan bertaruh di dalam bioskop soalnya) Rizwan akan melesat mengejarnya, atau menyerobot helikopter untuk mendapatkan kembali belahan jiwanya. Ternyata saya kalah bertaruh (untung cuma dengan diri sendiri, sehingga bisa diselesaikan dengan perundingan damai). Rizwan hanya tersenyum-senyum dengan wajah penuh kebahagiaan, dan pergi berlalu. Ia sudah sangat bahagia bisa melihat isterinya dari jauh, dan nyeri di dada yang dideritanya semenjak terpisah dari Mandira seketika sembuh total. Wooh … begitukah rupanya penderita autis menghayati cinta?
Pernikahan Rizwan Khan dengan Mandira (foto diambil dari m666.net dan in.com)
Bagaimanapun, sebagai sebuah film drama, Bollywood maupun Hollywood sama saja (ya, kan cuma beda B sama H), tetap ada lebay–lebaynya. Misalnya, Rizwan yang lalu muncul menjadi ‘pahlawan nasional’ dan dielu-elukan (maksud saya disanjung-sanjung, bukan dituding-tuding sambil diteriaki “elu sih! gue mah kagak!” … ) dan sukses menggerakkan hati seluruh rakyat Amerika menentang perlakuan tidak adil yang didasari sikap prejudice kepada kalangan Muslim. Atau ketika Rizwan akan melamar Mandira dengan membawa balon warna-warni (ngelamar mah bawa Porsche ‘kalee … !).
Mengungkapkan cinta dengan balon dan coklat? Lebay, Khan … ( foto diambil dari bollycurry.com dan mynameiskhan.org)
Sebagai sebuah film yang membawa misi kemanusiaan, kesetaraan, keadilan, toleransi, dan kasih sayang, “My Name Is Khan” sangat berhasil. Misi inilah yang membedakan MNIK dengan film Hollywood pada umumnya. Rasanya mustahil mengharapkan ada film Hollywood yang dibuat dengan semangat egaliter seperti ini. Arogansi, prejudice, dan ketakpahaman orang Amerika menjadi tabir yang membuat mereka tak mampu melihat nilai-nilai luhur yang dimiliki bangsa-bangsa lain, serta pemeluk berbagai agama yang ada di muka bumi.
Yang menarik, apa yang terjadi pada Rizwan Khan ketika menjalani pemeriksaan di airport dalam film MNIK, ternyata benar-benar dialami oleh Shahrukh Khan dalam realita. Ketika mendarat di Newark Airport di New Jersey pada 14 Agustus 2009 dalam rangka mempromosikan film MNIK, Shahruhk Khan diperiksa dan diinterogasi selama dua jam oleh petugas imigrasi. Alasannya, karena namanya memakai ‘Khan’, maka komputer di bagian imigrasi bandara ‘tuing-tuing’, memberikan warning kepada petugas untuk menahan Shahruhk Khan, karena dicurigai memiliki kaitan dengan jaringan teroris. Rupanya para petugas imigrasi Amerika itu tak pernah nonton film Bollywood, dan tak pernah baca tabloid film, sehingga tak tahu siapa Shahrukh Khan … (coba mereka tahu, pasti dengan lebaynya minta tanda tangan dan foto bersama … hiks!)
Maka, betul sekali apa yang diteriakkan Rizwan Khan dalam film ini, “My name is Khan and I am not a terrorist”.
*rerasan dengan sedih : kapaaan …. pocong dan jailakung bisa diusir dari layar film Indonesia ya? hiks …! *
(Sumber : Wikipedia)
(maaf) izin mengamankan PERTAMA dulu. Boleh kan?!
Saya malah kurang familiar dengan film india.
Tuti :
Biasanya nonton film apa Mas? Flora dan fauna pasti ya … 🙂
two thumbs up buat ini film…
saya sampe nonton 2 hari berturut-turut…
banyak pelajaran yang sangat bisa dipetik dari film ini…
mulai dari bagaimana seorang ibu mendidik anak dan berlaku adil kepada anak,, sampai bagaimana pluralitas sebenarnya bisa dibingkai ke dalam satu kebersamaan yang indah…
uhhh,, suka skali saya film ini…
oia,,salam kenal ibuu….
n_n
Tuti :
Setuju! MNIK memang film bagus. Sebenarnya saya pengin nonton sekali lagi (sambil membawa kamera untuk ‘mencuri’ beberapa scene bagus, agar posting ini memiliki foto yang eksklusif), tapi saya nggak sabar untuk segera menuliskannya …
Salam kenal juga, Cunn … 🙂
Finally, Bollywood oh Bollywood. 😉
Biar kate pilem India yang ade cuman pilem bagus ame pilem bagus banget. Gitu kalee.
Tuti :
Sebagai penggemar berat film, yang akan mengupas sebuah film dari kulit sampai ke bijinya, komentar Pak Eko ini membuat saya berani bertaruh : panjenengan pasti belum nonton MNIK, iya toh? 😀 😀
Aku belum pernah ketemu film India yang bagus (emang jarang sih diputar di sini, dan belum ada yang jadi HIT), tapi cowo-cowo India itu cakep ya mbak hihihi… (OOT banget yah)
cuma mau nanggepin rerasan nya mbak… kan orang indonesia emang percaya yang mistis gitu mbak. wong mau dapet kedudukan aja pergi ke dukun bukan berusaha…. Lari dari kenyataan tepatnya, karena hidup di alam nyata sudah demikian susah…. maybe…
KHAN….. orang Perancis dan Belanda mustinya pinter menyebutkannya ya mbak hihihi 🙂
EM
Tuti :
Sebenarnya cukup banyak film India yang bagus loh Mbak, antara lain film “Slumdog Millionare” yang memenangkan piala Oscar 2009. Yah, mungkin di Jepang memang tidak banyak diputar ya, sehingga Mbak Imel tidak sempat nonton (apalagi Mbak kan nggak suka nonton film … hehehe 😀 )
Memang betul, orang Indonesia masih sangat banyak yang percaya takhayul dan thuyul, makanya film hantu masih saja laris dan digemari (di dunia hantu, mereka bikin film tentang manusia nggak ya …. 😉 )
Haha … iya Mbak, orang Belanda dan Perancis pasti fasih sekali mengkhucapkhan nama ‘Khkhkhgan’ …. 😀
Film ini ndak dilarang diputer di Amerika kan Bunda? Sepertinya agak nyentil pemerintah Amerika. 🙂
Tuti :
Kayaknya sih nggak. Apalagi Presiden Bush yang sangat paranoid itu sudah digantikan oleh Om Barry yang (mudah-mudahan) lebih demokratis. Dan dalam film ini Presiden Obama digambarkan dengan positif …
…
Kok mesakno tho buk nonton sendirian.. 🙂
..
Slumdog millionare juga bagus lho, film india yang dapet oscar..
..
Agak heran bu Tuti suka dance tapi gak pernah nonton film india..
Cerita film bollywood emang monoton sih..
Tapi ceweknya cantik-cantik dan bahenol..
Hi..hi..
Jujur saya suka film india, karena segala macem masalah bisa diselesaikan dengan nari dan nyanyi..ha..ha..
Nyantai banget..
😀
Artis favorit saya madhuri dixiet..
:$
..
MNIK belom nonton nih jadi gak bisa komen..
Film india emang sering diremehin tapi saya menghargai semua film, nggak sukanya cuman disimpen dalam hati.. kadang lebih bijak tidak mengatakan apa yang kita pilih tapi memilih apa yang kita katakan..
..
Penggemar pocong juga banyak lho buk..
Tuti :
…..
Aku nggak nonton sendirian kok Ta, cuma kalau sibuk ngrembuk taruhan dengan teman di sebelah, ntar ketinggalan nontonnya … 🙂
…..
Iya, Slumdog Millionare juga bagus. Tapi waktu itu aku nggak sempat nonton. Habis, Mbak Edratna nulis di blognya, di awal-awal film ada adegan yang (maaf) membikin perut mual, jadi surut deh niat untuk nonton … 😦
…..
Iya ya, aku juga heran, kok nggak pernah nonton film India, padahal aku suka dance. Habis, jarang baca review film India, jadi nggak tahu mana film yang bagus. Lagipula, film India jarang diputar di bioskop di Yogya …
Sebenarnya, acara nyanyi-nyanyi dan menari itu untuk membuat rakyat India lupa pada kehidupan nyata mereka yang sangat susah. Begitu selesai nonton film, hidup ya tetap saja susah. Tapi kalau kesusahan hidup memang tidak bisa diatasi, masak sih mereka nggak boleh melupakannya sejenak dengan melihat ‘mimpi’ di film?
…..
Weeh, kalimatmu bijak banget, Ta. “kadang lebih bijak tidak mengatakan apa yang kita pilih tapi memilih apa yang kita katakan..”
Tapi kalau milih istri harus dikatakan lho Ta, supaya ortumu nggak salah melamarkan gadis lain … hihihi … 😀
…..
Cepetan nonton MNIK, Ta. Bagus banget, sumpe!
Daripada nonton pocong … hiiiy!! Yang beneran aja aku nggak suka, apalagi cuma ‘pocong-pocongan’ di film 😦
…..
spechless dengan film ini, gak bisa berkata apa2 saking bagusnya. btw, bukannya Rizwan itu kena yg namanya “Asperger’s Syndrome” entah deh sama gak sama autisme.
Khan aja bisa berakting kayak gt, knapa kita yg seorang muslim gak bisa berbuat kayak gt di dunia nyata … Tanya kenapa ??
Tuti :
Kayaknya sih, Asperger’s Syndrome itu adalah salah satu jenis dari penyakit autis. Coba baca komen Reva Liany Pane di bawah …
Quote : Khan aja bisa berakting kayak gitu … wah, kata ‘aja’ itu kok memberikan interpretasi bahwa kita ‘lebih’ dari Khan ya?
Hahaha….mendengar orang mengeja “Khan” mengingatkan saya pada keponakan saya (cowok) yang sekarang sudah duduk di kelas 2 SD mbak.
Karena nama panggilannya “Amaerh Khan” selalu membuat guru & teman2nya keseleo lidah ketika memanggilnya. (Hahaha…memang nama orang India unik2 mbak. Kebetulan keponakan saya itu ada keturunan India Pakistan dari kakeknya sehingga nama-nama keponakan saya itu agak aneh di telinga).
Hem lagi-lagi mbak Tuti kulasan mbak Tuti ini membuat saya semakin penasaran ingin menontonnya. Sebenarnya sudah hampir 1 bulan yang lalu mau nonton bareng temen2 film ini, krn menurut mereka filmnya bagus.
Wah, kalau gini saya mesti cari bioskop yang masih memutar nich film, tapi kalau sudah benar2 lewat hrs berburu DVDnya, agar nggak penasaran.
Oyach, ngomong2 kalau film yang berbau hantu, pocong, dedemit dan sejenisnya itu, sepertinya nggak bakal hilang dari bioskop kita mbak, lah wong katanya pusat per-hantu-an, per-pocong-an, per-dedemit-an terkenal di dunia yach disini, wekekekekkekekekekkkeke………
Mbak gimana kapan ke Jkt lagi ?.
Sebentar lagi tgl 12 Mei sd 23 Mei ada JFFF (Jakarta Food Fashion Festival) loh. Nah, pas tgl 23 Mei nanti, Insya Allah saya akan meramaikan Gading Carnaval Nite, loh….
Kalau mbak Tuti ke Jkt, Pasti acara ini jadi liputan dan postingan yang menarik loh hahaha 🙂 🙂 🙂
Best regard,
Bintang
Tuti :
Iya Mbak Linda, nama Shahrukh Khan itu nggak gampang diucapkan dengan benar. Apalagi oleh lidah orang Indonesia. Tapi bagi orang yang beragama Islam, sebenarnya fonem ‘kh’ ini tidak asing, karena sangat banyak dijumpai pada bacaan Al Qur’an.
Nonton aja Mbak! Saya aja pengin nonton sekali lagi. Nggak tahu deh, di Jakarta masih diputar apa nggak. Kalau bisa sih nonton di bioskop aja, karena lebih seru daripada nonton DVD di rumah.
Wah, Mbak Linda mau tampil di Gading Carnaval Nite yang kemarin mbak ceritakan itu ya? Mau, mau banget nonton! Mudah-mudahan ada waktu dan rejeki ya Mbak. Tanggal berapa Carnaval Nite-nya?
salam hangat,
Wah, kalo saya sih senang banget sama Shahrukh Khan Bu.. apalagi di filmnya Kuch kuch hota hai.. (dipasangin sama Kajol juga sihh) Shahrukh Khan itu paling sexy kalo lagi flirting, tapi di film ini dia ga bisa tepe-tepe karena kena sindrom, hehe.. jadi kurang deh pesonanya.. Tapi ide ceritanya bagus, cuman memang agak lebay pas Rizwan itu sampe masuk ke seluruh saluran televisi, apa coba? Dan kasian anak si Mandiranya mati.. huks huks..
Oya Bu, my name is Clara, and I’m not a terrorist either..
Tuti :
Ehm …. iya sih, kemarin saya juga mbatin, ‘wah, Shahrukh Khan kok keliatan kurus dan loyo ya ….’ 😉 Ya iyalah, wong dia menderita autis. Mosok orang autis flirting-flirtingan seksi … hihihi …. *jadi pengin nonton film SRK yang tampil seksi … hiyahaha!!* 😀
Ok Cla, my name is Tuti and I am not terrorist neither …
Akhirnya nonton juga ya Bu…
Selamat deh….
Tuti :
Iya nih Bang, kena provokasi Bang Hery …
(tapi saya berterimakasih kok ditulari virus Khan … 😀 )
Saya nonton dua kali!!
Hal yang sama menggelitik saya juga, Bu : mengapa akting Shahrukh sbg Rizwan Khan identical dengan akting Dustin Hoffman sbg Raymond di ‘Rain Man’.
Selidik demi selidik (mumpung Bos gak ada – bs pake Google seenaknya), ini yg saya dapat dr penelusuran saya di jagad maya. Dua figur itu bisa jadi menderita jenis Autisme yg sama. Rizwan Khan diseperempat cerita ketahuan menderita Asperger syndrome, kalo Bung Wiki bilang – “Asperger syndrome is an autism spectrum disorder, and people with it therefore show significant difficulties in social interaction, along with restricted and repetitive patterns of behavior and interests. Asperger syndrome is named for the Austrian pediatrician Hans Asperger who, in 1944, described children in his practice who lacked nonverbal communication skills, demonstrated limited empathy with their peers, and were physically clumsy. Individuals with Asperger syndrome acquire language skills without significant general delay and their speech typically lacks significant abnormalities,”
– Yang satu ini benar-benar tergambar pada figur Rizwan Khan. So ,saya angkat dua jempol utk Shahrukh yg mampu mengimplementasikan aktingnya sesuai dgn tanda-tanda dari syndrome ini. Penjelasan ini meruntuhkan penilaian awal saya kalo dia copy paste akting Dustin Hoffman di ‘Rain Man’ –
Lalu bagaimana dengan Raymond di ‘Rain Man’?
Bila melihat plot dan karakter Raymond di ‘Rain Man’, dijelaskan bahwa – “Raymond is Raymond is a man with severe autism, with superb recall but little understanding of subject matter. He is frightened by change and adheres to strict routines (for example, his continual repetition of the “Who’s on First?” sketch). Except when he is in distress, he shows little emotional expression and avoids eye contact.”
– Sama dengan keadaan Rizwan bukan, Bu? 😀
‘Severe Autism’ yg tertera pd karakter Raymond, tidak dijelaskan lebih jauh. Mungkin dalam film tersebut disebutkan jenis Autisme dari Raymond, tapi saya benar-benar tidak ingat (terlebih saya ndak punya DVD-nya). Kesimpulan saya sih, bisa jadi dua figur itu mengidap syndrome yg sama but the director in ‘Rain Man’ did not bother to explore more about it. Or, Raymond did suffer from a different kind of Autism than Rizwan, tp saya kyknya gak mau repot-repot mencarinya Yang jelas, rasa menggelitik ttg akting Shahrukh Khan sudah terjawab 😀
Loh, malah bahas Asperger Syndrome..!!
Panjang lagi!!
Ini bisa jadi satu postingan sebenarnya 😆
Sebagai sama-sama penggemar MNIK ini, ijinkan saya menaruh pendapat saya di sini ya, Bu 🙂
Tuti :
Good girl, Lee! Thanks atas pemaparan hasil penelitiannya 🙂 Lain kali kalau aku penasaran akan sesuatu, kayaknya aku tahu deh, kemana harus mengirim pesan … 😀
Bener banget, akting Shahrukh Khan di MNIK ini menghapus imageku sebelumnya atas dia, yang biasanya ‘hanya’ tampil seksi dengan geliatan tubuh dalam dancingnya (aku cuma nonton dari potongan-potongan klip aja sih, wong belum pernah nonton film SRK sebelumnya secara utuh). Sempat terpikir, mungkin tubuh kurusnya itu juga sengaja ‘dibuat’, disesuaikan dengan tuntutan karakter Rizvan Khan. Kalau bener begitu, two thumbs up deh buat Shahrukh!
Bedanya Raymond dan Rizvan : Raymond nggak suka waktu dicium cewek (siapa tuh, pacar Tom Cruise?) di lift. Katanya, ‘dingin dan basah’ …. wakaka!! Sementara Rizvan malah siang-siang ngajak bobo Mandira yang lagi masak di dapur … 🙂
Thanks a lot for your long comment, Lee 🙂 🙂
Dua orang sahabat saya telah menulis mengenai Film ini …
Abang Hery Azwan dan Ibu Tuti …
dan dua-duanya mempunyai kesan dan komentar yang positif
Artinya …
Saya harus nonton film ini …
Mengenai kalimat terakhir …
“kapaaan …. pocong dan jailakung bisa diusir dari layar film Indonesia ya? hiks …! *”
pake acara keramas pula … !!! (hehehe)
Salam Saya
Tuti :
Om boleh tidak percaya pada rekomendasi Bang Hery, tapi percayalah pada saya …. eeeh, salah …. terbalik Om! *mengkerut ketakutan sambil melirik Bang Hery Azwan* Pendapat saya nggak penting, tapi rekomendasi Bang Hery memang pantas dijadikan tolok ukur penilaian 🙂
Om, yang pake keramas itu pocong, jerangkong, apa suster? Iklan sampo kali? Hayah, siapa juga yang mau beli sampo untuk hantu pocong …. 😦
salam saya juga,
Semakin menginspirasi untuk menonton film ini, Bunda. soalnya udah dari kemarin-kemarin aku tertarik nonton karena Bang Hery mnenulisnya di blog, eh, kini BUnda ikut2an promosi… Lah, gimana nggak tambah kepingin, coba? 🙂
Anw,
Sudah nonton film “I am Sam”, nggak, Bun? Yang main Sean Penn, sebagai orang yang Autis juga. Filmnya keren banget! Aktingnya oke banget! Bunda harus liat.. wajib! 😀
Tuti :
Sebagai penggemar film romantis, kayaknya Lala memang harus nonton MNIK. Ada lucunya, ada nangis-nangisnya, ada kritiknya … pokoknya seru!
Wah, aku belum nonton “I am Sam”, La. Kayaknya belum diputar tuh di bioskop-bioskop Yogya. Sean Penn ya? Mantan suami Madonna itu ya? Boleh juga sih … (baru tahu kalau selain pandai nggebukin Madonna, doski bisa main bagus juga 😉 )
ehhh jangan salah ya….walaupun wajahku ganteng gini penggemar pilem india juga lho…
sumpeeeee dipeluk kajol !!!!
Tuti :
Kayaknya yang salah sang penulis komen deh! Pertama : siapa bilang wajahmu ganteng? Salah besar! Kedua : kata ‘walaupun’ itu menunjukkan bahwa orang ganteng gak ada yang suka pilem India. Absolutely wrong! Hawong binteng pilemnya aja ganteng banget, apalagi penontonnya (relevan gak sih? 😦 ). Ketiga : Kajol nggak mungkin meluk kamu, hawong lihat dirimu aja sudah langsung nggeblak semaput 😀
*njawab komen sinting harus lebih sinting *
…
Film pocong banyak sekuelnya lho..
Pocong 2, pocong 3, 30 hari mencari pocong, ada apa dengan pocong, pocong I’m in Love, dan yang akan keluar my name is pocong..
Hi..hi..
…
Kepengen nonton sih buk, tapi mo nyari gandengan dulu..
*gandengan truk maksudnya*
😀
..
Nanti kalo ada waktu senggang, saya sempatin nonton deh..
Filmnya menye-menye nggak buk..?
…
Tuti :
….
😀 😀 😀
My name is Pocong and I am not a ghost ….
….
Nonton pilem itu nggak perlu gandengan Ta (gandengan tangan maupun gandengan truk … eh, itu truk bukan gandengan, tapi buntut-buntutan wong posisinya depan-belakang 😀 ). Nonton pilem yang penting adalah punya duit buat beli tiket, punya mata buat ngelihat, dan …. ada pilemnya!
….
Menye-menye? Ora tenan, adoh! Pilemnya menyentuh (emang punya tangan?), tapi nggak monyo-monyo … 😉
….
ngakak sengakak ngakaknya baca yang ini….
*rerasan dengan sedih : kapaaan …. pocong dan jailakung bisa diusir dari layar film Indonesia ya? hiks …! *
setujuuuuuuuuuuuuuuuu…….!!!
( ngacung setinggi2nya,,,_)
Tuti :
Gimana kalau Mbak Ayik methentheng di depan layar film? Kayaknya pocong maupun jailakung bakal pada kabur deh …
(ketemu dukune soale … hihihi! )
Ide yang diusung film ini saya sangat suka dan patut diapresiasi. Tapi, kelebayannya, telah mengurangi rasa itu pada diri saya, terutama aksi heroiknya si Khan itu. Agak kurang masuk di akal saja bagi saya, bagaimana seseorang yang berada puluhan kilometer dari tempat kejadian, bisa dalam waktu yang singkat sampai di situ. Sepertinya sutradara film ini kehabisan ide untuk mencari “jembatan” yang menyambungkan plot cerita… 🙂
Tuti :
Hehehe … karena ini jenis film drama (Bollywood pula), maka agak sulit lepas sepenuhnya dari lebay-lebayan. Begitupun, menurut saya tetap saja ini film yang bagus, karena berani menyuarakan perlawanan terhadap sikap rasialis dan prejudice Amerika, khususnya terhadap umat Islam setelah peristiwa 11 September 2001. Ambil aspek positifnya saja Uda, yang lebay-lebay kita kasih senyum aja … 🙂 🙂 🙂
Jadi Uda sudah nonton juga ya? Terprovokasi Bang Hery Azwan juga? 🙂 🙂
aduuh bu, masih belum sempet nonton, makin kepengen nih bu setelah banyak baca referensi teman2,
Tuti :
Cepetan nonton Mbak, dan jangan lupa bawa banyak tisu buat ngelap air mata …. 🙂
Hmmmm……surprise
mestinya saya yg nulis postingan ini, hehehe
tapi ternyata walau bukan ahlinya,
justru postingan Mbak Tuti sangat memikat,
ahlinya pun belum tentu bisa sebagus ini
…..sy berharap setelah menonton
My Name is Khan, Mbak Tuti akan
semakin rajin menonton film Bollywood,
Selain MNiK, terdapat satu lagi
film Bollywood yang juga tak kalah
memikat, 3 Idiots yang dibintangi Khan
lainnya yakni Aamir Khan…..,juga Wanted
dan Veer (Salman Khan)
sejatinya industri Bollywood yang notabene
didominasi mayoritas Hindu itu,
sepuluh tahun terakhir ini
memang dikuasai aktor Muslim, Trio Khan
(SRK, Aamir Khan, dan Salman Khan), yang
kebetulan pula sama2 kelahiran thn 1965
Adapun sutradara Karan Johar (yang juga
terkenal dengan acaranya di TV, Coffee with Karan)
memang dikenal sebagai sutradara jempolan,
sebab hampir semua besutannya meraih hits,
Bahkan pertamanya Kuch-Kuch Hota Hai
(juga menduetkan SRK dan Kajol),
justru jauh lebih sukses dibanding MNiK
dan Kabhie Khusie Khabie Gham,
dan Kabhie Alvida Naa Kehna
btw, jauh sebelumnya duet Kajol-SRK
memang selalu sukses bila dipasang sebagai
sepasang kekasih di film, termasuk misalnya
dalam Baazigar (1993), Dilwale Dulhaniya Le Jayenge (1995), dan KKHH (1998)
Sebaliknya saat Kajol berpasangan dengan
suaminya Ajay Devgan, semua film yg
mereka bintangi jeblok di pasaran
wahhh…..jadi ngelantur dan kepanjangan
nih komennya ya……,udahlah segitu aja dulu ya,
bahut syukriya mera sanam….. 🙂
Tuti :
*setelah bengong lama manthengin monitor*
Surprise … !!
Belum pernah lihat Bang Mike nulis komen sepanjang ini! Wahaha … rupanya film India ibarat doping buat Bang Mike, menyulut gairah dan semangat!
Sodara-sodara, perkenalkan : Bang Mikekono, pakar dan pengamat film India paling jempolan di seantero jagat maya 🙂
Terimakasih Bang atas informasinya yang komplit-plit. Sejujurnya, saya banyak bengong membaca tulisan Abang, soalnya nggak sampai 10% yang saya tahu … hiks! Nama aktor, judul film, halah-halah … 😦 Jadi pengin nonton Kuch-Kuch Hota Hai dan Kabhie Khusie Khabie Gham nih (saya ngetiknya aja huruf demi huruf, takut salah … 😀 ).
Iya deh, saya juga mengucapkan “bahut sukriya mera sanam” (opo kuwi boso Jowone, Bang? 😀 )
Saking penginnya nonton, saya nonton sendirian di Pejaten Village….
Dan ternyata penonton berjubel..baru dapat untuk duasetengah jam kemudian…..akhirnya menunggu pegal muter-muter di Gramed dan pasti akhirnya tangan tambah bawaan, terus mampir di Alang-Alang Indonesia….lihat pernak pernik kerajinan tangan.
Menonton sendirian…dan sukses menangis sendirian….sambil lirak-lirik lihat kiri kanan….halaah…. 😦
Saya beberapa kali nonton film India, tapi di TV dan biasanya selalu ada menarinya. Pertama nonton film (setengah India???) di bioskop ya Slumdog Millionaire…..dan kedua kalinya ya My Name is Khan ini. Kata anakku sebetulnya Idiot (ehh tulisannya bener?) juga bagus….tapi saya cari ga ada, atau sudah lewat ya.
Tuti :
Kayaknya saya perlu belajar dari Mbak Enny nih, untuk pede nonton sendirian … 😀 Ada kalanya saya juga kesulitan mencari teman nonton, dan akhirnya gagal pergi ke bioskop karena nggak cukup pede untuk nonton sendirian. Takut diperhatiin orang, ‘nonton kok sendiri sih?’. Padahal, mungkin kita ge-er aja ya. Siapa juga yang merhatiin kita, emak-emak cantik
setengah bayaini?Kata Bang Mikekono, pakarnya film India, film “3 Idiots” bagus Mbak. Mungkin memang sudah lewat ya masa putarnya? Lha “Slumdog Millionare” itu, karena Mbak Enny nulis di blog bagian awalnya bikin perut mual, saya jadi urung nonton … (lho, kok terus Mbak Enny yang dijadikan kambing hitam … padahal Mbak Enny orang dan nggak hitam … 😀 ).
Ok, lain kali saya juga akan pede ah nonton sendirian. Kan sudah ada senior yang nyontohin … 🙂
PENGEEEEEENNNNN NONTOOOOOONNNNN…….
*banyak yang udah cerita. Jadi tambah pengen…*
Tuti :
Cepetaan … mumpung masih diputer di bioskop ! 🙂
setidaknya menunjukkan ketakutan yang amat sangat
Tuti :
Siapa yang takut? Terhadap apa?
hahahaha 😀 😀 😀
rerasan dgn sedih:kapan pocong bisa diusir dr layar film indonesia 😀 😀
lha wong pemain dan penontonnya, suka semua kok Mbak, tiap kali bioskop selalu penuh pas pocongnya in action .
😦
salam
Tuti :
Itulah, Bunda …
Pocong ternyata sukses merajai dunia manusia. Padahal menyelesaikan permasalahan manusia saja kita belum sukses 😦
Eh, apakah Bunda termasuk yang memenuhi bioskop untuk nonton pocong? 😉
Walah-walah sudah banyak banget yang muja-muji. Memang tebakan bu Tuti tidak salah. Saya belum nonton MNiK. Sebenarnya tiga minggu yang lalu sudah diajak isteri untuk nonton. Namun karena terlambat dan juga berikutnya masih panjang maka kami menonton film lain, kisah si Percy, Pencuri Kilat.
Bayangan film India memang tidak bisa lepas dari nyanyi dan pohon. Pohon selalu tempat untuk main cilukba sambil nyanyi. Saya seumur hidup baru sedikit nonton film India. Untuk film Shahrukh Khan baru dua film yang saya tonton “Kuch Kuch Hota Hai” dan “Asyooka” (benar tulisannya?). Keduanya bangus banget.
Banyak film Shahrukh Khan yang tayang di TV. Dulu Indosiar menayangkan film-film khusus Shahrukh Khan bersama Amitabh Bhachan. Saya tidak terlalu tertarik menonton tapi sekilas memiliki cerita tentang orang kaya yang hidup di LN dengan segala pernak-perniknya.
Mungkin nanti kalau sudah selesai tugas utama akan saya cari filmnya. Pasti sudah turun layar di bioskop Indonesia sehingga cari DVDnya aja, baik bajakan ataupun yang asli.
BTW, bagaimana film “Amadeus”nya? Sudah selesai nonton? Atau kelupaan?
Tuti :
Di MNiK nggak ada nyanyi-nyanyi sambil cilukba di balik pohon, Pak … 😀 😀 Ada tari-tarian, tapi sedikit saja, pas pernikahan Rizwan dan Mandira. Makanya saya tulis, ini film Bollywood rasa Hollywood. Selain wajah-wajah India dan dialog dalam bahasa Hindi (campur bahasa Inggris), kita serasa nonton film Hollywood.
Dulu waktu heboh film “Kuch Kuch Hota Hai” saya tahu juga, tapi waktu itu nggak tertarik nonton 😉 Besok coba saya cari DVDnya ah …
Pak, nonton NMiK sekarang saja, masih diputar di Yogya kok. Kurang asyik nonton DVD di rumah, layarnya kecil. Paling-paling menghabiskan waktu 4 jam kok dengan perjalanan dari rumah ke bioskop pp.
“Amadeus”? Haduh … haduh … belum ditonton, Pak …. ma’aaaaf …. hiks! 😦
bunda kok banyak foto pacarku disini *sharuk khan*
aku blom sempet nnton film nya 😦
punya dvd nya malahan ilang padahal blo sempet nnton
salam kenal bunda sayang
Tuti :
Wah, hebat ya pacar Peri, bintang film top markotop … 😀
Saya sudah nonton dua kali, dan tetap saja ketawa dan menangis 😦
Salam kenal juga, Peri cantik 🙂
Selamat malam sahabatku
Semoga anda hari ini lebih baik dari kemarin
Saya datang untuk mengokoh-kuatkan tali silaturahmi sambil menyerap ilmu yang bermanfaat.
Selain itu dalam rangka memperingati Hari Kartini , managemen BlogCamp Group dengan bangga mengundang sahabat untuk mengikuti acara Ladies Program “ Krida Wanodya” dengan tali asih yang menarik dan bermanfaat. Silahkan bergabung di : http://abdulcholik.com/2010/03/16/ladies-program-krida-wanodya/
Terima kasih, ditunggu partisipasi anda
Salam hangat dari Surabaya
Tuti :
Terimakasih undangannya, Pakde Cholik 🙂
Denger2 film ini bagus.. denger2 meski bagus, tapi film ini tetap india sekali lengkap dengan segala tarian yang lebay2 itu?
Di sini buanyak orang India dan buanyak pula film India…
Tapi satu2nya film India yang pernah kutonton adalah Kuch Kuch Hota Hai… yang main Khan juga 🙂
Tuti :
Aku nggak cuma denger-denger Don, tapi nonton dua kali dengan mata kepalaku sendiri (hahah!), dan film ini memang bagus. Dari dua kali nonton itu, nggak ada tuh tari-tariannya yang lebay. Hanya ada sedikit tarian pada pesta pernikahan Rizvan dan Mandira, dan menurutku itu masih sangat wajar (namanya pesta gitu loh …)
Aku malah belum nonton Kuch Kuch Hota Hai. Setelah nonton My Name is Khan, jadi pengin nonton KKHH, tapi nyari di mana ya? Hiks! 😦
BOLLYWOOD … saya juga suka nonton filem2 ini dibanding hollywood …
wowww … jadi pingin nonton yg ini nih … 🙂
Tuti :
Tapi ini beda dengan film Bollywood yang biasanya loh … (maksud saya, nggak banyak tari-tariannya … )
Bener emang bagus banget ceita nya syarat makna 🙂
“My Name is KHAN and i am not a tetoris“
salam
Tuti :
Siiip … !
salam juga 🙂
keren postingnya 🙂
salam kenal bu
Tuti :
Terimakasih … 🙂
Salam kenal juga, Start
Mbak Tuti … sampai hari ini saya masih belum sempat nonton film ini … 😦
Anyway, nice posting Mbak … semakin membuat aku penasaran n pengen nonton segera …
Tuti :
Mas Riri, film ini memang bagus (meskipun ada juga beberapa kekurangsempurnaannya). Jika ada waktu luang, sempatkan nonton, Mas.
Terimakasih, review saya sama sekali tidak lengkap menceritakan sinopsis film. Biarlah para pembaca mengikuti jalan cerita dari nonton filmnya langsung. Lebih asyik … 🙂
Wah, ada yang nyinggung-nyinggung film Rainman di sini 🙂 Film yang oke di akhir tahun 1980-an dan soundtrack-nya yang hebat dari Hans Zimmer ….
Tuti :
Ya, film “Rain Man” memang bagus. Tapi saya malah nggak ingat soundtrack-nya seperti apa. Mas Riri, karena tahu banyak tentang musik, pasti mencermati betul ya … 🙂
link ke soundtrack Rainman oleh Hans Zimmer :
please enjoy 🙂
Tuti :
Sudah saya dengerin Mas … memang oke! Terimakasih 😀
Sound Track film bagus biasanya memang bagus, digarap dengan serius.
Hihi untung saya ndak hobby blas nonton film
biarin dibilang ndesit ndeso kamso dll saya ndak bakalan tertarik ama movie
tapi klo “rain man” saya nonton sampai apal
saya beli dvd nya dan saya apalin
dasarrrrrr ndesit tenan
eh ada lagi nding yg saya suka dan apiiiiillllll poul tuh film “path adam”
klo india ? Hihihihi blom pernah tertarik tuh
Tuti :
Mbak Wied nggak hobby nonton film, tapi apal film “Rain Man”? *bingung.com*
Nah, kalau tentang film India, saya seniri belum banyak pengalaman, tapi film “My Name is Khan’ ini menurut saya buaguuss!! Percayalah mbak, saya ahli film kok … hyahaha! 😀
Ini film yg bagus
Aku suka
Pesannya dahsyat 🙂
Tuti :
Kalau Ustadz Achoey aja suka, pastilah film ini memang bagus … 🙂
Wah udah lama gak mampir, rupanya udah bertambah referensi MbakYu yang satu ini,… Hmmm menarik dan menggelitik.
Jujur aja, Aku adalah penikmat Seni dari segala bentuk, media dan asalnya.
Salah satunya adalah film India, buktinya Aku tahu bahwa film India yang ngetop di Era tahun 80-an adalah “Romance” yang di perankan oleh Kaumar Ghurav dan Phonam Dhilon.
Yang Menarik bagiku adalah, masih ada orang-orang indonesia yang alergi bahkan memandang sebelah mata film India, padahal di akui atau tidak, bahwa kita sudah jauh tertinggal dengan India di bidang perfilman. Buktinya mereka punya yang namanya Bollywood, dan sudah berapa banyak artisnya yang di akui oleh Hollywood.
Dan yang paling menarik adalah seorang Tuti Nonka sudah mengakui bahwa ide, alur cerita, pesan moral dan tekhnologi yang digunakan dalam film India membuatnya terkagum-kagum.
Kemudian yang menggelitik saya adalah pesan diakhir tulisan, yang notabene memberi motivasi pada para sineas Indonesia untuk meningkatkan mutu perfilman nasional. (begitu kan Mbak ya?)
Kalo boleh komen mengenai hal ini : tema, ide dan alur cerita film di satu negara berbanding lurus dengan Sinetron Televisinya. (silahkan terjemahkan sendiri pengertiannya).
Udah… ah, udah panjang banget,…
btw buat Mbakyu Tuti selamat berburu film-film India, Aku udah nonton semua yang direferensiin di atas…
Tuti :
Quote : Yang menarik bagiku adalah, masih ada orang-orang Indonesia yang alergi bahkan memandang sebelah mata film India, padahal di akui atau tidak, bahwa kita sudah jauh tertinggal dengan India di bidang perfilman. Buktinya mereka punya yang namanya Bollywood, dan sudah berapa banyak artisnya yang di akui oleh Hollywood.
Setuju sekali, Desta! Kita sering melecehkan perfilman India, padahal perfilman kita sendiri lebih ancur … 😦
Btw, bisa minjemin DVD “Kuch Kuch Hota Hai” dan “Kabhie Kushie Kabi Gam”? *nodong.com* 😀
Saya belum nonton MNIK ini… banyak yang bilang bagus banget…. kayaknya saya harus cari DVD-nya deh…karena nggak ada bioskop di sini..hiks… 😦
Saya juga sebel banget tuh, dengan film hantu-hantuan dan pocong-pocongan, sepertinya ceritanya lebay banget deh…
saya sih nggak rela mengeluarkan uang untuk nonton hantu “wagu” begitu, pasti penontonnya sering jejeritan deh.
Saya termasuk jarang nonton film….kalau kira-kira filmnya bakal penuh jejeritan penonton, oh, NO! saya nggak mau nonton. Saya nggak bisa denger jejeritan begitu…
Tuti :
Betul, Na. Film ini memang lumayan bagus (ada yang bilang bagus banget malah). Ada nilai-nilai kebenaran, kemanusiaan, dan kasih sayang yang muncul di dalam film ini.
Wah, di kota Nana nggak ada bioskop? Yang beneer? *pura-pura kaget* 😀 😀 Pulang ke Yogya aja Na, kalau pengin nonton … hehehe 😀
Sama, saya juga paling anti nonton film hantu. Nggak ada manfaatnya deh. Nggak nambah pinter juga … 😦
sebenarnya banyak film non hollywood yg bagus, film2 Iran konon juga bagus
children of heaven jelas bukan film hollywood, tapi sayang memang kiblat film di bioskop kita “hanya” k hollywood, mandarin dan india
sangat susah cari film dari negara lain yg diputar di bioskop, pdhl tdk kalah tuh 🙂
Tuti :
Betul Bro. Kayaknya peredaran film impor di Indonesia dikuasai oleh distributor, sehingga bioskop-bioskop pun tak leluasa memutar film. Akibatnya kita tidak mengenal fiilm-film lain selain film Hollywood dan sedikit film Mandarin & Bollywood. Kalau mau nonton film Perancis misalnya, ya tunggu kalau ada pekan kebudayaan Perancis, misalnya. Tapi memang harus diakui, film Hollywood sudah menjadi industri raksasa yang menguasai porsi besar dalam perfilman dunia.
mbak, udah nonton film “3 Idiots”. film ini asli film india juga. menurut saya, film ini sangat-sangat bagus. ada banyak sekali pesan moral yang bisa kita dapetin dari film ini. monggo nonton dan jangan apati dulu dengan film india yang satu ini sebelum benar-benar menonton. hehe
Tuti :
Belum, Mas Nur. Iya, pengin nih nonton “3 idiots”. Besok saya cari DVDnya aja deh, soalnya di bioskop sudah nggak ada lagi … 😦
Sejak nonton MNIK, saya nggak apriori dengan film Bollywood kok. Sekarang malah pengin nonton film India yang banyak tari-tariannya 🙂
Salam Bahagia Slalu Bu,..!!!
Pertama sy diajak Nonton Film ini “yachhhh Film India”,…..
kerena menghormati temen2 srta Istri,..ya,..sy coba ikuti alur dimana air mau mengalir,…..tak beberp lama kemudian
TrNyata,..Wooouuuuawwwww,..
Banyak pesan Moral yg sy baca di film ini,…!!!
TOP BGT bt This Film,..
ngemeng2 Mr. Syakhrul Khan,….koq bisa baca Alfateha ya,…??
N/b: mari kita semua menjunjung tinggi nilai2 perbedaan yg ad menjadi khasanah bersosial masyarakat,…..apapun AgamaNya,..apapun SukuNy,..apapun latar belakangNy,..dan apapun PekerjaanNy,..tetaplh minumNya Teh Botol Sosro,…
kwkwkwkkwkw
Tuti :
Salam bahagia juga, Pak 🙂
Terpesona film MNIK ya Pak? Saya nonton dua kali, dan tetap saja terharu sekaligus tertawa. Shah Rukh Khan bisa baca Al Fatikhah, karena dia memang seorang muslim.
Pak … kerja di bagian pemasaran Teh Sosro ya? 😀 Harus kerja keras lho, sekarang banyak saingannya … hehe!
my name is khan emg bagus bgt sy juga mengkoleksi filmnya.tp ada lagi india yg bagus…3 idiots…yg maen “khan” jg…tp Aamir Khan.menurut saya ceritanya sangat real…khidupan co mhsiswa yg slengekan gitu..tp yah begitulah..kan…?
dan setelah ditonton sampe abis…tnyata banyak hal positif yg bs qta ambil dr situ..terutama dalam hal belajar dan meraih mimpi.
intinya…bagus deh!!!
Tuti :
Betul, saya setuju. Banyak banget pelajaran moral yang bisa diambil dari film-film di atas 🙂